"Tidak mungkin malam ini aku tidur di masjid lagi, apa yang harus kulakukan sekarang " Pikir Fatimah sambil membuka isi dompetnya.
Dilihat uang yang berjejer didalamnya tinggal sedikit membuatnya menghela napas panjang. Fatimah lalu berdiri mencoba membenahi kerudungnya dan segera mengambil tasnya.
Perlahan Fatimah berjalan pergi meninggalkan mesjid tempat dia melaksanakan shalat Dzuhur, itu adalah masjid kelima yang ia singgahi sesampainya di kota ini.
Fatimah berjalan menyusuri jalan trotoar, tak jauh dari sana, dia melihat sebuah taman bermain yang dipenuhi anak anak yang sedang bermain dengan riangnya di bawah rindangnya pohon besar yang menaungi mereka dari teriknya sinar matahari siang itu.
Fatimah berdiri sejenak, mendengar suara anak yang sedang bermain dengan riangnya membuatnya sedikit terhibur, dia berjalan menuju sebuah bangku taman yang berada tak jauh dari sana, Fatimah berniat untuk beristirahat sejenak, namun kemudian dia melihat seorang nenek tua yang juga sedang mengarah ke bangku yang sama.
Nenek itu tampak kelelahan berjalan dengan tergopoh-gopoh.
"Nenek, mari saya bantu " kata Fatimah sambil memegang tangan nenek dan dipapahnya berjalan menuju bangku taman.
"Terima kasih nak " Kata nenek sambil terus menatap dengan takjub Fatimah.
"Iya Nek " jawab Fatimah tersenyum manis.
Fatimah duduk di samping nenek.
"Kamu dari mana dan mau kemana Nak ?" Tanya nenek menunjuk tas yang dibawa oleh Fatimah.
Fatimah tersenyum mendengar pertanyaan nenek.
"Saya dari kampung Nek, tapi tidak tahu akan kemana " Jawab Fatimah masih tetap memberikan senyuman manisnya kepada Nenek.
Nenek mengerutkan keningnya.
"Kenapa bisa seperti itu ?" Tanya nenek heran.
Fatimah tersenyum.
"Saya kabur dari kampung nek "
Nenek tersentak mendengar jawaban Fatimah.
Akhirnya Fatimah menceritakan semuanya secara detail, bercerita tentang sebab musabab dirinya sampai harus meninggalkan kampung halamannya.
Rupanya Fatimah terpaksa kabur karena akan dinikahkan paksa oleh pamannya sendiri kepada seorang juragan tanah, karena itu atas persetujuan kakeknya Fatimah terpaksa kabur meninggalkan kampung halamannya demi untuk menghindari pernikahan itu.
Kakeknya dan tentu saja Fatimah sendiri tidak ingin menikah dengan lelaki pilihan pamannya, karena bukan hanya karena usianya yang sudah tua, Fatimah bahkan akan dijadikan istri ketiga olehnya, namun pamannya tetap bersikukuh dan memaksa Fatimah untuk mau menikah dengannya, tujuannya sudah tentu karena juragan itu akan memberinya uang yang banyak.
Bukan tega Fatimah meninggalkan kakek yang selama ini mengasuh dan membesarkannya semenjak kedua orang tuanya meninggal ketika Fatimah masih berumur 5 tahun karena kecelakaan mobil, karena dalam hati terdalamnya Fatimah sungguh sangat bersedih meninggalkan kakek yang amat sangat disayanginya, apalagi dia harus pergi jauh tanpa tahu kapan harus kembali, namun kalau saja dia tidak pergi dari kampungnya saat ini, sudah pasti dirinya kini sudah menjadi istri juragan tanah itu.
Bukan juga berani Fatimah pergi ke kota yang baru pertama kalinya dia menginjakan kakinya di sini, bahkan tanpa arah dan tujuan dan bekal seadanya.
Tanpa terasa nenek meneteskan air matanya ketika mendengar semua cerita Fatimah, nenek memeluk Fatimah yang duduk disampingnya, Nenek tak sanggup lagi memberikan banyak pertanyaan atau berkata apapun karena cerita Fatimah cukup dia dimengerti olehnya.
"Kamu ikut nenek saja, mau kan ? " tanya nenek sambil melepas pelukannya dan memandang Fatimah penuh harap.
"Kamu bisa bantu nenek merawat cucu buyut nenek " Kata nenek sambil menunjuk seorang anak gadis kecil yang sedang asyik bermain ayunan.
"Namanya Zahra, umurnya 4 tahun, dia putri dari cucu laki laki nenek satu satunya " Jelas nenek lagi.
Mendengar itu tentu saja Fatimah merasa senang, selain dia akan mendapatkan pekerjaan dan tempat untuk tinggal, dia juga akan merawat anak-anak yang amat sangat disukainya. Fatimah kembali mengingat bagaimana nasib anak anak pengajian yang dia ajar sepeninggalnya, tapi hatinya sedikit tenang karena ada Ayu sahabat karibnya dari kecil yang akan menggantikan posisinya sebagai guru mengaji anak.
"Tentu saja saya mau nek " Jawab Fatimah dengan senang.
Jawaban Fatimah sontak membuat nenek senang.
Tak lama nenek memangil supirnya yang berada tak jauh dari sana, nenek menyuruh supir tadi membawa tas Fatimah untuk dimasukan ke dalam mobil, lalu nenek memanggil Zahra yang masih asyik bermain.
"Zahra, kesini sebentar sayang " Nenek setengah berteriak memanggil Zahra.
Zahra segera berlari menghampiri neneknya.
"Zahra, ada seseorang yang mau nenek kenalkan sama Zahra namanya kakak Fatimah, mulai sekarang dia akan membantu nenek menjaga Zahra.." Kata nenek sambil mengelus rambut cucunya dan menunjuk Fatimah.
Fatimah melambaikan tangannya dan memberikan senyuman yang tulus dan manis kepada Zahra. Senyuman Fatimah tadi dibalas Zahra dengan sedikit malu malu.
"Yuk kita pulang " Kata nenek sambil menggandeng tangan Zahra dan Fatimah kearah mobil yang tidak jauh terparkir disana.
Sesampainya di rumah nenek.
Fatimah kaget bukan main melihat rumah yang sangat besar dan megah, pintu dan jendela menjulang tinggi, isi rumah yang mewah dan luas.
Para pembantu menyambut kedatangan nenek dan Zahra dengan sigap. Fatimah takjub dengan para pembantu nenek yang cepat dan berjejer rapi, seragam yang senada membuat mereka tampak kompak.
"Para mbak, ini saya kenalkan pengasuh Zahra yang baru, namanya Fatimah " Kata nenek memperkenalkan Fatimah.
Semua pembantu melihat Fatimah dan tersenyum hangat kepadanya.
"Rini, tolong ajak Fatimah masuk ke dalam kamarnya dan biarkan dia beristirahat sejenak, setelah itu tolong kalian semua memberitahu apa saja pekerjaannya disini." Kata nenek sambil menunjuk ke arah salah satu pembantunya.
"Iya Nek " Jawab Rini cepat.
"Fatimah, jangan sungkan, anggaplah rumah sendiri " Ucap Nenek melihat Fatimah.
"Terima kasih Nek " Kata Fatimah menganggukkan kepalanya.
"Nenek pergi dulu " Nenek pergi bersama Zahra dengan diikuti oleh seorang pembantu di belakangnya.
"Fatimah, ayo ikut saya " Rini tersenyum sambil meminta Fatimah mengikutinya berjalan menuju arah belakang rumah.
Sesampainya di sana dengan ramah pembantu tadi mempersilahkan Fatimah masuk ke kamar.
"Fatimah, ini kamar kita " Kata Rini dengan ramah, menarik Fatimah memasuki kamar lebih dalam.
Fatimah menyimpan tasnya diatas kasur.
"Mbak Rini boleh saya bertanya sesuatu ?" Fatimah melihat Rini.
"Apa ?"
"Para pekerja disini semuanya ada berapa ?"
Rini tersenyum.
"Ada 12, masing masing punya tugas sendiri, ada yang tugasnya menyapu dan mengepel, tukang kebun, tukang cuci baju dan seterika, tukang memasak,ada yang khusus mengurus keperluan nenek sama nona Zahra "
"Banyak sekali " Jawab Fatimah takjub.
Rini tersenyum.
"Pengasuh terakhir nona Zahra baru saja resign karena akan menikah, dulunya dia sekamar sama saya disini " Lanjut Rini lagi.
"Nanti saya beritahu apa saja pekerjaan Mbak Fatimah sebagai pengasuh nona Zahra "
"Terima kasih " Jawab Fatimah senang
"Oh iya, panggil Fatimah saja, kelihatannya kita seumuran "
"Baiklah, kalau begitu panggil saya juga Rini, semoga kita bisa akrab yan" Jawab Rini dengan disertai senyuman manis.
Tak lama ada seorang yang masuk dengan membawa sebuah nampan berisi nasi dan minuman diatasnya
"Makan dulu ya " Kata mbak itu dengan ramah.
Fatimah merasa sangat senang dengan sambutan hangat para pegawai disini. Malamnya hampir semua pembantu memperkenalkan diri, semuanya baik dan ramah, mereka mengatakan jangan sungkan kalo ada yang mau ditanyakan dan jangan sungkan juga minta bantuan, disini walaupun tugas sudah dibagi, tapi mereka tetap akan saling membantu tugas dan pekerjaan yang lainnya.
Dari mereka juga Fatimah tahu bahwa Zahra adalah anak satu satunya dari tuan Aditya, dan tuan Aditya adalah cucu satu satunya nenek Farida, anak nenek Farida yaitu orang tua Aditya adalah pemilik beberapa hotel terkemuka di Indonesia, tetapi kedua orang tuanya meninggal 10 tahun lalu karena kecelakaan mobil, tragedi yang sama yang menimpa kedua orang tua Fatimah. Sehingga di usia yang masih muda yakni 20 tahunan tuan Aditya harus mengambil alih perusahaan ayahnya karena dia adalah pewaris satu satunya.
Tentang ibu Zahra, ternyata ketika Zahra belum berumur 40 hari sudah meninggalkan Zahra dan suaminya demi melanjutkan karier sebagai model di luar negeri. Oleh sebab itu Zahra diasuh oleh neneknya dan tentu saja oleh ayahnya yang sangat menyayangi Zahra.
Tuan Aditya melimpahkan kasih sayang yang begitu besar kepada Zahra, putri satu-satunya, kepergian istrinya disaat putri mereka masih berusia 40 hari membuatnya semakin mencurahkan segenap kasih sayangnya, tidak ingin membuat anaknya merasa kekurangan kasih sayang. Selain itu hal itu membuat Aditya menjadi sangat membenci mantan istrinya.
Wanita yang dicintainya itu pergi meninggalkan dirinya dan anak yang masih kecil hanya karena ingin melanjutkan karier keartisannya di luar negeri, seketika istrinya pergi Aditya langsung menceraikannya dan memutus jalur komunikasi, dia tak ingin Zahra mengenal ibunya yang telah ega meninggalkannya.
Karena kekecewaan pada ibu kandung Zahra, kini Aditya menutup diri dari para wanita, yang tentu saja pasti ada lusinan wanita yang menggodanya dan ingin dinikahi oleh miliarder muda dan tampan itu, bahkan ada selentingan kabar yang mengatakan bahwa dia tak ingin menikah lagi. Dia hanya ingin fokus pada pekerjaannya dan tentu saja pada puterinya.
Dari mereka juga Fatimah tahu tentang pekerjaannya nanti, tentu saja menyiapkan segala sesuatu keperluan nona Zahra dari dia mulai bangun sampai tidur lagi malamnya, mengikuti dan mengasuhnya sepanjang hari.
Mereka juga mengatakan kalau tuan sedang dirumah biasanya nona Zahra akan menghabiskan banyak waktu bersama ayahnya di dalam kamarnya, dan tidak ada yang boleh masuk ke kamar Aditya kecuali neneknya. Kepada para pembantu Aditya cukup dingin, bahkan sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan mereka semua, kecuali hanya supir pribadinya Mang Redo. Semua urusan gaji dan urusan rumah nenek semua yang mengatur, tentu saja dibantu oleh bik Minah, pembantu paling senior disini yang sudah bekerja belasan tahun lamanya.
Penjelasan mereka sudah cukup membuat Fatimah tahu banyak hal, mengasuh anak bukan hal sulit baginya, di kampungnya bahkan Fatimah mengasuh dan mengajari belasan anak.
Tak lupa Fatimah menghubungi Ayu yang sudah lama menunggu kabar dari Fatimah, Fatimah menanyakan kabar kakeknya dan meminta ayu memberitahukan kepada kakeknya bahwa dia sudah mendapatkan pekerjaan dan dia baik baik saja disini, tak lupa Fatimah menutupkan salam rindu buat kakeknya dan menitipkan kakeknya kepada ayu.
Tentu saja Ayu senang mendengar berita ini dan langsung dia pergi ke rumah kakek Fatimah yang tidak jauh dari rumahnya. Kakeknya teramat bersyukur mendengar Fatimah baik baik saja, hatinya sedikit lega dan tentu saja membuatnya sedikit tenang.
Doa sang kakek akan selalu menyertai Fatimah.
Di hari pertamanya bekerja.
Pagi pagi sekali Fatimah diantar Rini pergi menuju kamar Nona Zahra, karena kalau tidak diantar mungkin dia bisa tersesat atau bahkan salah masuk kamar mengingat besarnya rumah itu.
Sesampainya di kamar Nona Zahra, Fatimah melihat kamar khas anak perempuan bernuansa pink dan dipenuhi dengan boneka dan mainan2 yang sangat amat banyak.
Sembari menunggu nona Zahra bangun, Fatimah membereskan mainan dan boneka yang berserakan di lantai dengan sangat hati hati, dia tak ingin membuat nonanya terbangun, walau jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, tak lama ada seseorang yang memasuki pintu kamar itu.
"Nak Fatimah sudah disini rupanya, Zahra belum bangun ya ?" Tanya nenek samobil berjalan mendekati tempat tidur cucunya.
"Semalam dia habis main dengan ayahnya sampai larut malam, karena itu mungkin Zahra akan bangun agak siang sekarang " Jelas nenek sambil terus menatap wajah cucunya.
Fatimah melihat bahwasanya nenek amat sangat menyayangi cucunya buyutnya ini.
Fatimah menatap nenek lekat.
Nenek yang sudah berumur diatas 80 tahun ini masih kelihatan bugar untuk seusianya, masih bisa berjalan walaupun kadang ada tongkat yang membantunya, terlihat raut muka penuh kasih sayang dan teduh saat orang memandangnya, hal itu diakui oleh semua pegawai, bahwa tak sekalipun nenek memarahi mereka, nenek sangat menyayangi semua pegawainya, semua dianggapnya saudara.
Karena itu semua pegawai amat sangat hormat dan menyayangi nenek. Walaupun baru, tapi Fatimah sudah bisa merasakan kasih sayangnya, dan itu membuatnya semakin betah bekerja disini.
"Kamu sudah hubungi kakek kamu nak, segera hubungi beliau agar beliau tidak cemas memikirkan kamu, katakan padanya kalau kamu sudah bekerja dan tinggal di tempat yang aman " Kata nenek seraya menatap lembut kearah Fatimah
"Sudah Nek " jawab Fatimah pelan
Perlahan nenek mencoba untuk duduk ditepi kasur cucunya yang masih terlelap tidur, lalu dia memberi isyarat agar Fatimah duduk juga disampingnya, segera Fatimah menuruti kehendak nenek.
"Nenek sangat mengerti perasaan kakekmu, karena itulah yang nenek rasakan sekarang " Kata nenek dengan lirihnya.
"Nenek sudah tua, tapi nenek belum tenang kalau Allah memanggil nenek tapi Zahra belum mempunyai seorang Ibu yang tulus mencintai dan menyayanginya "Ucap nenek masih dengan nada yang lirih.
Fatimah memandangi wajah nenek, melihat kelopak matanya yang sudah penuh dengan genangan air mata.
"Nenek, kita tak akan pernah tahu rencana Allah kedepannya, mari kita berhusnudzon kepada-Nya, yakin bahwa segala ketentuan Allah yang terbaik bagi umatNya " Kata Fatimah mencoba menghibur.
Nenek memandangi wajah Fatimah dan tersenyum, kedua tangan nenek memegang tangan Fatimah dengan lembut.
"Kamu benar nak, Astagfirullah, kenapa nenek mendahului ketentuan Allah" Kata nenek sambil mengusap dada.
Fatimah tersenyum.
Tak lama seseorang memasuki pintu kamar, seorang laki laki yang tampan dengan setelan jasnya, masuk dan berjalan menghampiri mereka berdua. Fatimah melihat lelaki itu sekilas, walaupun baru pertama melihatnya, Fatimah tahu kalau pria itu adalah majikannya, ayah dari Zahra, tuan Aditya.
Aditya menghampiri nenek dan memeluknya.
"Zahra belum bangun ya nek " Tanya Aditya sambil memeluk nenek kesayangannya.
"Belum nak, kamu sudah mau berangkat kerja, sudah sarapan ?" Tanya nenek.
"Sarapan di kantor saja nek, hari ini ada meeting " Jawabnya sambil melepas pelukannya dan langsung membungkuk mencium puteri kesayangannya, yang masih tertidur lelap dengan pelan.
"Oh iya nak, ini pengasuh baru Zahra, yang semalam nenek ceritakan " Kata nenek sambil menunjuk kearah Fatimah.
Aditya cuma melirik sekilas ke arah Fatimah.
"Iya nek, aku berangkat kerja dulu ya, hari ini nenek dirumah saja, istirahat yang banyak dan jangan lupa semua obatnya diminum, karena sudah ada pengasuh baru Zahra jadi nenek harus banyak istirahat, jangan kecapean " Kata Aditya sambil mencium kening nenek dan berlalu pergi.
Walaupun hanya sekilas karena Fatimah terus menundukkan kepalanya karena tidak berani memandang wajah tuannya, tetapi Fatimah dapat merasakan kasih sayang yang begitu besar diantara keduanya. Kasih sayang yang sama yang dia rasakan kepada kakeknya.
Tak lama kemudian Fatimah melihat Zahra terbangun, dan segera Fatimah menghampirinya.
Ternyata tak butuh waktu lama keduanya untuk bisa akrab satu sama lain.
Sikap Zahra yang aktif dan periang tapi kadang cengeng dan suka merajuk membuat Fatimah harus bener bener sabar kepadanya, karena kepribadian Fatimah yang lembut penuh kesabaran dan penuh kasih sayang membuat Zahra begitu cepat menerima Fatimah sebagai pengasuh barunya.
Melihat hal itu nenek sangat senang sekali, dia merasa tidak salah mengajak Fatimah kesini dan mempekerjakannya sebagai pengasuh Zahra.
Nenek bisa lega dan tenang meninggalkan Zahra dan Fatimah, karena nenek tahu Fatimah begitu tulus merawat Zahra.
Nenek bisa merasakan ada hal istimewa dalam diri Fatimah, gadis itu seperti berlian diantara bebatuan.
Kerudung dan pakaian yang menutup auratnya menambah sempurna penampilannya.
Tatapan matanya yang teduh dan syahdu, ditambah senyum manis yang selalu terukir di bibir tipisnya yang merah merona alami menambah kecantikan walaupun tanpa riasan makeup. Postur tubuh yang begitu ideal tidak gemuk tidak juga kurus menyempurnakan semuanya.
Setiap orang yang melihatnya akan betah berlama-lama memandang wajah cantiknya.
Wajar pikir sang nenek kalau banyak laki laki tergila gila padanya dan tentu saja Juragan tanah itu.
Suara Fatimah yang lemah lembut terdengar sangat menyejukkan hati siapa saja yang mendengarnya.
Begitu juga Zahra, dia akan selalu menuruti semua perkataan pengasuhnya itu. Keduanya sangatlah akrab sehingga membuat para pegawai lain terheran heran melihatnya, biasanya butuh waktu sebulan lebih untuk bisa membuat Nona Zahra menerima pengasuh baru.
Biasanya Zahra akan menolak dan tidak mau dilayani pengasuh barunya, hanya kepada neneknya dan beberapa pembantu yang sudah lama saja Zahra mau bermain.
Kehadiran Fatimah menambah suasana baru di rumah mewah dan megah itu, suara tertawa Zahra yang sedang bermain bersama Fatimah dan beberapa pegawai yang lain selalu terdengar sepanjang waktu.Tak lagi terdengar suara tangisan dan jeritan tanda dia sedang marah, karena dengan lemah lembut dan penuh kesabaran Fatimah dapat segera meredam sikap nakal dan manja Zahra.
Biasanya Kalau sudah marah Zahra bisa mengamuk dan menangis sejadi-jadinya, tidak ada yang dapat meredam dan menghentikan tangisannya walaupun itu papa dan neneknya sekalipun.
Yang hanya bisa dilakukan adalah menuruti semua kemauannya.
Itu bisa dimaklumi karena semua orang amat sangat memanjakan Zahra terlebih ayahnya, Aditya. Semua kemauan dan kehendak sang anak ibarat perintah dari raja untuk baginya, semua pasti dituruti.
Aditya berpikir dengan menuruti kemauannya dan memanjakan anaknya adalah cara satu satunya untuk menebus kehilangan sosok ibu dalam diri anaknya.
Terkadang nenek sering mengingatkan Aditya untuk jangan terlalu memanjakan secara berlebihan putrinya itu. Nenek takut nanti cucunya itu tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak mandiri, dan tentu saja dia mendengar semua nasihat neneknya, terkadang Aditya bersikap tegas terhadap Zahra, tapi hatinya akan luluh seketika mendengar rengekan kecil putrinya.
Tak jarang ketika Aditya dikantor, neneknya tiba tiba menelepon dirinya dan mengadu kalau Zahra sedang mengamuk dan menangis tidak berhenti-henti, apapun yang sedang dilakukannya di kantor sudah pasti Aditya akan langsung pulang dan mencoba membujuk putri kesayangannya, segala cara dilakukan misalnya mengajaknya langsung ke mall dan pergi ke toko mainan favorit nya untuk berbelanja mainan.
Hal ini sudah biasa bagi Aditya, tidak pernah dia sekalipun kesal atau bahkan marah. Akan dilayaninya Puteri kesayangannya walaupun gara gara Zahra pekerjaannya ditinggalkan, meeting dibatalkan, dan membuat sekretarisnya kelimpungan.
Baginya putrinya adalah segala-galanya. Walaupun pekerjaannya menjadi berantakan hal itu tidak masalah baginya asal puterinya bahagia.
Aditya baru menyadari, sebulan semenjak pengasuh baru Zahra bekerja, tidak lagi dia mendapat telepon mendadak dari neneknya mengabarkan kalau Zahra sedang mengamuk atau bahkan menangis, hal yang biasanya sering terjadi.
Bahkan sekarang Aditya melihat kalau Zahra lebih ceria dan penurut, tak pernah lagi terdengar rengekan atau jeritan tanda dia sedang marah atau menginginkan sesuatu, kini dirinya malah lebih sering mendengar suara tertawa putrinya yang sedang bermain dan bercanda tawa dengan pengasuh baru itu.
Biasanya kalau Aditya sedang libur bekerja, putri kesayangannya pasti akan seharian bermain dan menghabiskan waktu bersamanya. Tapi semenjak ada pengasuh itu, Zahra lebih suka bersama dengan pengasuhnya daripada bersamanya.
"Siapa pengasuh itu? apa keistimewaannya dibanding pengasuh pengasuh sebelumnya.." Pikir Aditya sambil memerhatikan Zahra yang sedang bermain bersama dengan pengasuhnya di halaman belakang rumah.
Terlihat mereka sangat dekat, bahkan dekat sekali. Zahra terlihat nyaman dan bahagia ketika Fatimah menggendongnya, memeluknya bahkan menciumnya. Zahra juga melakukan hal yang sebaliknya kepadanya. Sesekali tampak oleh Aditya Zahra menghujani ciuman di wajah pengasuhnya diiringi suara tertawa dan pelukan yang hangat.
Aditya baru menyadari kalau pengasuh baru itu memang berbeda dari para pengasuh sebelumnya.
Tampak jelas olehnya, pengasuh itu menyayangi putrinya dengan sangat tulus, terlihat dari caranya yang sabar dan telaten melayani putrinya, tatapan matanya penuh kasih sayang juga kelembutan.
Aditya memperhatikan pengasuh itu lebih cermat.
Sesekali Aditya melihat Fatimah membenahi kerudung segiempat yang dipakainya, senyum manis terus terukir di wajahnya, wajahnya cantik alami tanpa makeup sedikitpun.
Fatimah selalu memakai baju yang tertutup, celana panjang yang longgar dan atasan setinggi lutut, menutup semua aurat. Penampilan yang sesederhana itu tapi membuat semua orang yang melihatnya merasa kalau dia adalah wanita yang istimewa dan karena mempunyai inner beauty yang kuat.
Pengasuh itu sangat berbeda jauh dengan para wanita disekelilingnya yang terus mencoba untuk mendapatkan perhatiannya. Mereka memakai baju minim agar terlihat seksi, memperlihatkan paha dan belahan dada, memakai make up tebal, memakai high heels dan parfum.
Hampir semua wanita mencoba menggoda Aditya dengan cara seperti itu, tapi tak satupun dari mereka mendapatkan perhatiannya, malah semakin menghindarinya karena mereka semua mengingatkannya kembali pada mantan istrinya, ibu kandung Zahra, Sherly.
Masih jelas di ingatan Aditya bagaimana dulu dia mengenalkan Sherly kepada neneknya sebagai calon istri, tampak jelas di ingatannya raut muka sang nenek yang tampak tidak menyukainya, beberapa kali neneknya mengingatkan Aditya untuk kembali mempertimbangkan menikahi Sherly, tapi Aditya bersikukuh dan mengatakan kalau Sherly gadis yang baik tidak seperti penampilannya yang selalu seksi.
Mau tidak mau neneknya tetap memberi restu pada pernikahannya.
Kini Aditya mengingat kembali kenangan itu.
Diawal perkenalannya dengan Sherly, Aditya tahu kalau Sherly sedang meniti karier sebagai model dan aktris. Akan tetapi dia berjanji akan melepaskan semuanya dan menjadi istri yang hanya mengurus rumah tangga kalau Aditya menikahinya.
Pernikahan pun terjadi dan menjadi trending topik di beberapa stasiun TV. Tentu saja yang menikah adalah Aditya yang seorang miliarder muda juga tampan yang diinginkan banyak kaum hawa, dan yang menjadi istrinya adalah Sherly, seorang aktris papan atas yang cantik dan seksi yang banyak di idolakan kaum Adam.
Banyak yang merasa bahwa mereka adalah pasangan yang cocok dan serasi, Namun diluar dugaan itu hanya sementara, karena setelah menikah Sherly masih terus aktif di dunia keartisannya.
Hal itu tentu membuat Aditya merasa sedikit kecewa, tapi Sherly memberikan alasan bahwa dia tidak bisa langsung berhenti secara mendadak tapi akan berhenti secara pelan pelan dengan mengurangi jadwal keartisannya.
Padahal sebenarnya tanpa harus bekerja pun Sherly sudah mendapatkan harta yang melimpah dan kemewahan serta fasilitas VVIP.
Aditya tak pernah marah kalau istrinya menghabiskan banyak uang untuk membeli berlian yang berharga miliaran, membeli sepatu baju dan tas yang tentu saja berharga ratusan juta.
Aditya bahkan menghadiahi sang istri pesawat pribadi untuk memudahkan istrinya bila akan bepergian.
Semua kehendak istrinya, Aditya selalu mencoba untuk memenuhinya.
Selang beberapa bulan setelah pernikahan, Aditya berpikir untuk memiliki seorang bayi, karena pada dasarnya Aditya menyukai anak kecil. Hal itu diutarakannya kepada Sherly untuk segera mereka program punya anak.
Mendengar hal ini Sherly terkejut, tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dirinya harus hamil dan melahirkan seorang anak, di tengah karirnya yang sedang berada di puncak seperti sekarang ini, Sherly belum berniat untuk memiliki seorang anak, dia bahkan tak bisa membayangkan jika badannya akan gemuk karena proses kehamilannya nanti.
Namun, takut membuat suaminya kecewa Sherly mencoba membohongi Aditya bahwa dirinya juga menginginkan seorang bayi. Mendengar hal ini Aditya sangat senang dan mengajaknya untuk program bayi secepatnya, dan Sherly tidak bisa menolaknya
Tuhan berkehendak lain hal yang tidak diinginkan Sherly pun terjadi, dia hamil dan ini memberi kebahagiaan luar biasa buat Aditya juga neneknya, akan tetapi hal ini justru membuat Sherly frustasi dan stress memikirkan badannya yang akan membengkak.
Kehamilan Sherly sudah semakin membesar, walaupun lapar dia membatasi asupan makanan karena dia tidak mau badannya nanti semakin membesar. Hal ini diketahui oleh Aditya, dia mencoba menghibur Sherly dan mengatakan bahwa dia akan tetap mencintai istrinya walaupun badannya akan sebesar gajah nanti, Sherly tidak merasa terhibur sama sekali, Sherly membenci badannya sekarang yang naik 9 kg walaupun di sudah makan sedikit sekali, dia tidak peduli dengan bayinya yang memerlukan banyak nutrisi.
Hari kelahiran pun tiba, Sherly melahirkan bayi cantik yang sangat lucu, bisa dibayangkan betapa bahagianya Aditya dan juga neneknya. Tapi kemudian kebahagiaan itu sirna ketika perawat memberikan bayi itu kepada Sherly untuk disusuinya, Sherly dengan tegas menolak membuat semua orang terheran heran padahal air susunya terus keluar dari balik bajunya.
"Susui anakmu nak, dia kelaparan " Kata nenek sembari menyodorkan bayi kecil yang terus-menerus menangis.
"Aku sudah menyuruh asistenku untuk membeli susu formula, mungkin sebentar lagi dia akan datang nek " Jawab Sherly
"Tapi kenapa kamu tidak memberinya air susumu nak, coba lihat air susumu banyak sampai membasahi bajumu, dan ASI sangat baik untuk bayimu " Kata nenek masih tetap menyodorkan bayi itu kepada Sherly.
"Maaf nenek, tapi aku tidak mau nanti payudaraku rusak karena menyusui " Kata Sherly dengan hati hati karena dia sadar ada Aditya yang memerhatikannya.
Melihat itu semua Aditya hanya bisa terdiam menahan amarahnya. Aditya tak habis pikir kenapa Sherly bisa berpikiran seperti itu, penampilan tubuhnya lebih penting dibandingkan dengan anaknya sendiri.
Akhirnya semua mengalah, menuruti kemauan Sherly yang tetap ingin memberikan bayi yang baru dilahirkannya dengan susu formula daripada ASI nya sendiri.
Tingkah konyol Sherly semakin menjadi ketika mereka tiba dirumah, Sherly sama sekali tidak mau memperhatikan bayinya, semuanya dilakukan oleh nenek dan baby sitter, dia hanya fokus pada keinginannya untuk segera menurunkan berat badannya.
Aditya yang mengetahui hal ini dan tetap mencoba bersabar dan memahami Sherly, dia kemudian mempercayakan urusan bayinya kepada nenek.
Sampai pada akhirnya Sherly mendapatkan tawaran untuk membintangi sebuah film di luar negeri. Tentu saja dia sangat bahagia sampai meloncat-loncat kegirangan, akhirnya mimpinya selama ini untuk go internasional tercapai.
Sherly langsung menghubungi Aditya menyampaikan kabar gembira ini, tapi reaksi Aditya ternyata diluar dugaannya.
"Pergilah kalau itu memang keinginanmu, tapi sebelum itu aku akan menceraikanmu " Kata Aditya dengan datar karena sebenarnya dia menahan amarah yang menggebu dalam hatinya.
"Sayang, kenapa kamu tidak setuju, harusnya kamu bangga karena istrimu akan menjadi artis internasional " Kata Sherly seraya mencoba menggoda Aditya dengan memeluknya, Sherly tahu bahwa Aditya sedang sangat marah padanya.
"Tidak sedikitpun aku bangga memiliki istri sepertimu, yang bahkan menyusui anak kandungnya sendiri saja tidak mau, mengganti popoknya saja tidak pernah, bahkan sekedar menggendongnya sebentar saja kamu tidak pernah. Jujur aku menyesal menjadikanmu istriku, pergilah kemana kamu mau pergi, aku akan menyuruh pengacara mengurus perceraian kita " Jelas Aditya berbicara dengan penuh emosi sambil kemudian berlalu meninggalkan Sherly.
Seketika Sherly terhenyak kaget, tak disangkanya kalau selama ini Aditya memperhatikan tingkah lakunya yang tidak pernah mengurus buah hati mereka.
Dan terjadilah perceraian itu, karena Aditya sudah tekad dengan kemauannya menceraikan Sherly. Dia sudah merasa muak dengan segala tingkah laku Sherly yang terus saja mengabaikan putri mereka.Terlebih Sherly sudah melanggar janji bahwa sesudah menikah dia akan berhenti dari dunia keartisannya.
Sedangkan Sherly sendiri dengan berat hati menuruti kemauan Aditya untuk bercerai, sebenarnya perceraian ini bisa dihindari seandainya Sherly berubah dan mengurungkan niatnya untuk menerima tawaran main film itu. Tapi kenyataannya bisa go internasional adalah mimpinya selama ini, dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang berharga ini walaupun semuanya harus ditebus dengan hancurnya pernikahan dirinya dan Aditya.
Sherly meninggalkan rumah megah itu bahkan tanpa berpamitan pada bayi kecil yang belum berumur satu bulan itu.
Nenek menggendong bayi kecil itu sembari melepas kepergian Sherly.
Tak terasa air mata nenek menetes memikirkan bagaimana nasib cucu buyutnya tanpa seorang ibu disampingnya..
Saat Sherly pergi meninggalkan rumah, Aditya berada di salah satu hotel nya, berada disebuah kamar VVIP, terus mengingat nasihat neneknya dulu yang menyuruhnya mempertimbangkan kembali tentang rencananya menikahi Sherly.
Kini dia sadar bahwa yang dikatakan neneknya semuanya benar.
Penyesalan pun tidak ada guna.
Satu hal yang tidak disesali oleh Aditya.
Hadirnya Zahra dalam hidupnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!