NovelToon NovelToon

Anna & Dream

Prolog

Anna seorang mahasiswi tingkat akhir ia mempunyai hobi membaca novel dan komik bagaimana jadinya saat hobinya itu membawa ia pergi ke negeri asing yang belum pernah ia datangi, bermula saat ia membeli sebuah kalung di tokoh aksesoris dan mendapatkan sebuah buku tua dari toko langananya, menjadi jalan pembukan ke negeri itu.

Kalung yang memiliki bandul batu berwarna hitam yang memiliki kekuatatan luar biasa dan bisa mengungkap semua rahasia besar di negeri Londerveas, menjadi rebutan benyak penyerihir di sana termasuk raja Reaves. Anna di kejar orang yang belum pernah ia temui dan berusaha membunuhnya. Beruntung ia bertemu beberapa orang yang mau membantunya dan melindunginya.

Jack seorang penyihir yang bertugaskan melindungi Anna, ia akan mengorbankan apapun untuk melindungi Anna dan membantunya untuk kembali ke negerinya ia sudah berjanji dan harus menepatinya.

Mati bukanlah akhir segalanya bagi mereka yang menjaga Anna, sebuah perasaan cinta muncul dalam petulangan itu. Di sisi lain ada orang-orang yang jatuh cinta pada keduanya.

Sebuah cerita tentang petualangan, persahabatan, cinta, pengkhianatan dan pengorbanan.

Episode 2 Kalung dan Batu

Suara ketikkan pada laptop memecah kesunyian di kamar itu, diselingi surah lembaran kertas yang di balik. Sesekali tangan wanita berumur dua puluh tahun itu menggaris bawahi tulisan pada lembar bukunya. Ini adalah tahun terakhir ia kuliah.

Gadis itu harus menyelesaikan skripsinya dan beberapa bulan lagi harus menghadapi sidang untuk mempersentasikan hasil karyanya, yang telah ia kerjakan hampir dua semester, sungguh kegiatan yang sangat melelahkan dan menghabiskan banyak waktunya.

Disaat jenuh kadang ia membaca beberapa novel dan komik atau menonton televisi untuk menghilangkan kepenat.

Ia harus belajar dan menyelesaikan beberapa tugas, berjalan kaki ke kampus dan mengantri di meja makan saat jam makan malam bersama teman-temannya. Hampir tiga tahun ini rutinitas itu ia lakukan di asrama tempat ia tinggal.

“Anna, sudah sampai mana?” suarah seorang perempuan membuat ia memberhentikan rutinitas mengetiknya.

Anna seorang gadis muda yang bertubuh tidak terlalu kurus dan tidak juga gemuk tingginya 158 cm, warna kulitnya kecoklatan, memiliki sepasang mata yang bulat besar berwarna hitam, alis yang tebal, ia tidak pernah pusing untuk mempertebal atau menyulam alisnya, rambut sepunggung yang cukup tebal dan bergelombang, sangat serasi dengan bentuk mukanya, membuat ia semakin terlihat cantik.

“Hasil Penelitian,” jawabnya sambil tersenyum “Jes,kamu sudah sampai apa?”

“Masih Kerangka Konsep.” Jesika kemudian pergi meninggalkan Anna, menggambil beberapa buku untuk bahan skripsinya. Jesika adalah teman sekamar Anna yang tidur diatas tempat tidurnya, karena kasur yang mereka gunakan bertingkat.

Dalam kamar itu terdapat dua pasang tempat tidur bertingkat, kamar itu tidak terlalu besar hanya berukuran lima meter kali empat meter dengan warna putih bersih di setiap sisinya. Terdapat empat buah meja belajar yang menempel di dinding yang berukuran tidak sampai satu meter dengan empat kursi di depanya. Masing-masing meja itu telah penuh dengan berbagai tumpukan buku dan beberapa macam-macam alat tulis.Selain itu, terdapat dua lemari kayu berwarna coklat berukuran sedang masing-masing memiliki dua pintu yang memiliki kunci di setiap pintunya, lemari itu di tempatkan diantara tempat tidur.

Mereka jarang menghabiskan waktu belajar di meja belajar lebih memilih mengerjakan tugas di tempat tidur masing-masing atau malah duduk bebas di lantai kamar, itu membuat mereka nyaman.

“Wil, nonton yuk di bawah?” Xiang membujuk Wil sambil menaiki tempat tidur gadis itu. Wil tidak menjawab ia terlihat sibuk dengan ponselnya, rutunitas yang ia lakukan setiap malam untuk menghubungi pacaranya.

“Hei, jangan!” Wil terlihat kesal saat Xiang menarik ponsel miliknya, ia ingin menendang Xiang dan melemparnya kebawah tempat tidurnya, agar Xiang kembali ketempat tidurnya. Xiang berlari keluar kamar sambil membawa ponsel itu, ia berhasil memancing Wil mengikutinya.

Jesika hanya menggeleng melihat tingkah kedua temanya itu.“Kapan mereka akan menyelesaikan skripsinya?” Jesika bertanya pada Anna dari atas tempat tidurnya.

“Bukanya mereka sedang menulis Landasan Teori.” jawab Anna tanpa memberhentikan aktivitas mengetiknya.

“Semoga saja kita wisuda bersamaan.” gumam Jesika pelan tapi tetap terdengar oleh Anna.

“Amin.” Anna tersenyuman walau tidak dapat di lihat oleh Jesika. Tentu saja mereka akan wisuda bersama asalkan mereka bisa menyesaikan skripsinya tepat waktu.

Sudah hampir tiga tahun mereka berempat tinggal bersama dalam satu kamar diasrama yang berlantai dua, rasa persaudaran yang timbul sangat kental, mereka berbagi suka duka bersama.

“Besok kamu jadi pergi, Anna?”

“Jadi, kamu mau ikut Jes?”

“Jam berapa?” Jesika bertanya tanpa menjawab pertanyaan Anna.

“Mungkin jam satu siang, kamu mau ikut?” Anna bertanya sekali lagi pada temannya.

“Sepertinya aku tidak bisa ikut, aku harus menyelesaikan bab ini.” Jesika mencobah menjelaskan kalau ia harus menyeselaikan bagian skripsinya, bagaimanapun ia sudah jauh tertinggal dari Anna.

“Oke.” jawab Anna singkat, ia tahu temannya butuh waktu untuk menyelesaikan tugasnya.

***

Langit terlihat gelap, angin sangat kencang, pertanda hujan akan turun siang ini. Tapi itu tidak mengendurkan tekat Anna untuk pergi ke toko buku langgananya, ia ingin membeli novel dan komik baru. Sudah hampir dua bulan ia tidak mengunjungi toko buku itu karena sibuk menyusun skripsinya, ia perlu sesuatu untuk mengusir kepenatannya.

Beberapa kilatan petir mewarnai langit memberikan cahaya terang persekian detik, tergambar jelas seperti retakan pada langit menyeramkan tapi tampak indah.

“Berlianna, kamu akan berangkat sekarang? ” Jesika berdiri di samping pintu asrama sambil memandang langit mendung.

“Ya.” jawabAnna singkat.

“Jangan lupa bawa payung.” Xiang memperingatkan, mereka sudah sering kehujanan di jalan karena melihat cuaca yang terang dan yakin tidak akan turun hujan, namun tiba-tiba hujan turun mendadak. Langit Jakarta memang susah di tebak.

“Aku selalu membawahnya.” gadis itu sudah mulai mengantisipasi semuanya.

“Apakah kau yakin mau berangkat sekarang? “ Wil tampak ragu melihat cuaca sedang tidak bersahabat “Anginnya sangat kencang.” tambah Wil yang sedang melipat dua tangganya merasakan dinginya hembusan angin yang menyentuh kulitnya.

Anna hanya mengganguk, ia melihat sekeliling, debu berterbangan tak tahu arah, terdapat beberapa sampah terbang bebas langitpun sangat gelap lebih gelap dari biasanya, padahal sekang masih jam satu siang, tiba-tiba angin berhenti tetapi langit masih gelap, akhirnya ia memutuskan untuk berangkat ke toko buku itu.

”Aku berangkat.” Anna berpamitan pada yang lain, ia mendengar jawaban dari teman-temannya

“Ya, hati-hati.”

Gadis itu berjalan menyelusuri lorong-lorong diantara rumah-rumah yang cukup di bilang besar dan indah, tepat Anna berjalah hampir seratus meter dari asramanya, terlihat jalan raya yang banyak dilalui kendaraan beroda dua dan empat, Anna terusberjalan menujuh halte bus.

Hampir lebih sepuluh menit ia berdiri karena semua tempat duduk di halte itu penuh, menunggu bus yang akan ditumpanginya. Cukup jengkel memang, Anna baru sadar dari tadi sejak ia keluar asrama seperti ada yang mengikutinya, seorang pria tinggi memakai topi, baju hitan umurnya kurang lebih 25 tahun.

“Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, sepertinya dia orang asing, gaya pakainnya sangat bagus seperti orang berada.” gumam Anna dalam hati.

Pria tersebut berada kurang lebih tiga meter di sampingnya mengambil sisi ujung halte yang berlawanan dengan gadis itu “Mungkin ini hanya kebetulan.” Anna tidak tertarik memikirkan orang yang tidak ia kenal, ia tahu ini Ibu Kota akan banyak orang asing berlalu larang disini.

Bus yang di tunggun akhirnya datang, sungguh membuatnya senang. Anna menatap jalanan melihat hujan turun dengan derasnya, disisi lain pria tersebut duduk tepat dua kursi di belakangnya. Bus itu berjalan menuju bagian timur kota dengan kecepatan sedang, sekali-kali harus berhenti karena terjebak lampu merah.

Sudah satu jam lebih ia duduk di diam “Jalan H, jalan H, jalan H!” suarah kernek bus yang terdengar cempreng dan keras mengingatkan Anna mempersiapkan diri untuk turun, bus itu memberhentikan lajunya gadis itu menuruni bus dengan berjalan cepat, hujan yang dari tadi turun sudah redah.

Terdapat beberapa genangan air memenuhi beberapa bagian jalan yang berlubang, toko buku yang ingin ia tujuh kurang lebih dua puluh meter lagi. Tokoh buku itu tidak tepat berada di jalan utama, pengunjung harus berjalan masuk sekitar lima puluh meter dari jalan utama, melewati gang yang tidak terlalu luas. Pemandangan di setiap sisi gang membuat pejalan kaki tidak akan bosan, terdapat beberapa toko buku lain, percetakan dan asesoris memenuhi sisi kedua lorong itu.

Anna memberhentikan langkahnya saat tepat di depan tokoh asesoris ia ingin memelihat-lihat sebelum memutuskan masuk ke tokoh buku langanganya.

Toko itu tidak terlalu besar namun cukup lengkap mulai dari cinci, gelang kalung dan bros berbagai macam bentuk.

Ia tertarik pada sebuah kalung, tidak ada yang spesial dari kalung ini hanya liontinya saja yang berbentuk persegi lima dan berwarnah hitam, ukuranya satu sampai dua centi meter. Hanya saja ia tidak bisa memalingkan pandanganya dari kalung itu, padahal Anna bukanlah seorang pecinta batu, “Unik.” gumamnya.

“Istimewah.” suarah seorang wanita paru baya penjaga tokoh membuat Anna melihat kearahnya, penjaga tokoh itu tersenyum sambil mengambilkan kalung yang dari tadi di lihatnya dan menyerahkanya pada Anna “Cobalah.” suarah itu terdengar lembut tapi cukup meyakinkan.

Anna terlihat ragu pada awalnya, ia mencobah menelpelkan di dadanya sebelum memutuskan untuk memakainya. Tiba-tiba terdegar suarah petih di luar yang membuat Anna tersentak, pedagang toko tersenyum melihat “Kalung itu cocok sekali untukmu.” Anna tahu pujian itu cuma tipuan pedagang agar orang-orang membeli dagangannya.

“Sepertinya mau hujan lagi.” Anna mencobah tidak terpengaruh.

“Dua ratus ribu.” penjaga tokoh itu menunjuk pada kalung Anna sambil tersenyum.

“Tidak, ini terlalu mahal, saya tidak jadi ambil!” Anna berusaha melepaskan kalungnya.

Dua ratus ribuh angka yang cukup mahal baginya sebagai mahasiswa. Ia bisa memanfaatkan uang itu untuk biaya makannya beberapa hari atau membeli buku sebagai bahan skripsinya.

“Seratus ribu, harga terakhir.” pedagang itu menurunkan harganya “Kamu tidak akan menyesal nak.” pedagang asesoris meyakinkan.

Anna diam sesaat memberhentikan usahanya untuk melepaskan kalung itu “Baikla.” gadis itu memberikan dua helai uang lima puluh ribu kepada wanita paru baya itu.

“Kau mau ketokoh buku?” Anna mengangguk pada pedangang asesoris.

“Berhati-hatilah perjalanmu akan menyenangkan.” pedangan asesoris itu tersenyum lembut pada Anna sambil melambaikan tangan.

“Terimakasih.” Anna meninggalkan tokoh asesoris itu menujuh toko buku langannanya. Gadis itu memikirkan ucapan pedagang asesoris itu, padahal tokohnya sangat dekat dengan tokoh buku. Mungkin perasaanya saja yang berpikir ucapan penjaga tokoh itu agak aneh.

***

“Dipojok kosong neng!” teriak pak Robert, si pemilik toko buku. Pak Robert memang bule, artinya di benar-benar orang Barat tepatnya orang Prancis dia sudah dua puluh tahun tinggal di Indonesia, dia tinggal bersama istri dan anaknya. Anaknya sudah menikah dengan seorang pria Jawa, tepatnya tiga tahun lalu resepsinya. Anna dan teman-temanya sempat datang ke acarah pernikahan yang sangat kental adat Jawa.

Toko buku ini sama seperi toko buku pada umumnya, warna catnya keabu-abuan yang mulai luntur dan beberapa bagian, dinding luarnya terkelupas menunjukan kalau bangunan ini sudah cukup lama tidak di renovasi, terdapat pintu kaca yang dan beberapa jendela kaca, panjang sekitar sepuluh meter dan lebarnya tujuh meter, di dalamnya terdapat tiga baris meja baca yang panjangnya kurang lebih tiga meter dan terdapat empat baris rak buku yang berukuran sekitar empat meter panjangnya, serta ada satu rak buku yang menempel di dinding.

Toko ini cukup lengkap mulai dari buku pelajaran, komik, novel, beberapa majalah dan artikel. Harga yang ditawarkanpun jauh lebih murah dari toko lainya, pernah Anna bertanya pak Robert mengapa harga di toko ini murah, ia hanya menjawab...

“Aku suka membaca buku, tetapi aku tidak bisa bercerita banyak tentang buku yang ku baca dan aku tidak mencari terlalu banyak untung, cukup untuk aku makan sehari-hari saja.”

Anna melangkahkan kakinya menuju rak-rak buku yang berisi jejeran novel, dan tepat di sebelahnya tersusun rapi tumpukan komik. Saat ini hanya ada beberapa orang saja yang berkunjung di tokoh ini dan sebagian sedang membaca buku.

Pak Robert menghampiriAnna, “Ini buku dari tahun 1778, ini buku tua.” dia menyodorkan buku itu pada Anna, gadis itu mengambilnya dan melihat dengan detail, sampul buku itu memang sudah lusuh dan ada sedikit bagian di ujung sampulnya termakan rayap warnanya coklat tua hampir mirip warna tanah, buku itu memikili gambar di sampulnya mirip sebuah labirin dan ada seperti gambar matahari dan bulan diatasnya tebalnya sekitar tiga jari dan lebarnya kurang lebih dua puluh centimeter, di bagian belakangnya tertulis yang tampak timbul.

“ Perjalan panjang yang mengesankan, akan ada sedikit pengorbanan waktu dan vinta, hasil tergantung bagaimana kau menghadapinya, jika benar akan merubah hidupmun jika salah engkau tidak akan kembali, ikuti kata hatimu, percalah pada dirimu.”

Sebenarnaya tulisan itu seperti tulisan Prancis atau Latin tapi entah mengapa Anna bisa membacanya dan menerjemakanya, padahal ia sama sekali tidak pernah ke sana, bahkan bahasa inggris ia juga tidak terlalu paham.

“Wah, kamu bisa bahasa Prancis?” Tanya pak Robert menatap gadis dihadapanya yang terlihat binggung. Anna hanya terdiam sesaat.

”Sepertinya aku salah baca.” jawabnya sambil mengaruk kepala yang tidak gatal.

“Tidak, apa yang kau baca benar.” pak Robert menjelaskan bahwa dia di besarkan di Prancis jadi dia tahu betul bahasa negera kelahiranya itu walaupun sudah lama ia tinggal di Indonesia, bukan berati ia bisa melupakan negara kelahiranya, terutama bahasa dan tulisanya.

Gadis itu tampak heran dengan apa yang barusan terjadi semuanya sangat aneh, Anna mengalihkan pandangannya pada barisan rak di sampingnya, ia terkejut melihat pria yang tadi naik bus bersamanya ternyata juga berada di toko ini juga, pria itu berdiri tepat di depan rak buku sejarah terlihat sedang mengamati buku didepanya.“Oh ternyata tujuannya sama.”Anna bergumam dalam hatinya.

Anna mengembalikan lagi buku itu pada pak Robert, laki-laki tua bergengjot putih itu hanya terdiam saat menerima buku itu, buku coklat seperti tanah dan sedikit di ujungnya di makan rayap.

Anna mengambil sebuah komik lucu dari jepang, dan sebuah novel komedi romantis.

“Berapa pak?“ Ia sudah tidak sabar ingin membacahnya sesampai di asrama nanti. Pak Robert sedang menghitung mengunakan mesin hitung besar yang berwarnah hitam “Lima puluh ribu.” sahutnya.

Gadis itu menyodorkan uang lima puluh ribu “Terimakasih pak.”

Saat melangkahkan kakinya menuju pintuh kaca tokoh yang bening tiba-tiba hujan turun tepat sesaat sebelum ia membuka pintu itu persis seperti orang sedang menuangkan ember besar berisi air dari atas atap toko pak Robert. Gadis itu menarik napas dalam merasa kesal.

Dengan putus asa ia memutuskan untuk duduk disalah satu meja baca, sambil melihat komik barunya, membaca beberapa halaman. Jarum jam dinding menunjukan pukul tiga sore tapi hujan tidak henti turun. Sebenarnya ia bisa menggunakan payungnya tapi ia lebih senang bila hujannya redah, walaupun ia memakai payung pasti badanya akan tetap basah, selain itu hal yang paling ia takutkan adalah novel dan komik yang baru di belinya ikut basah atau lembab, itu akan membuat buku itu cepat rusak nantinya.

“Mau kopi?” belum sempat wanita itu menjawab pak Robert telah menyodorkan secangkir kopih hangat.

“Terimakasih pak.“ Anna menerimanya sambil tersenyum hangat, Laki-laki paru baya itu memang baik ia sering memberikan minuman gratis pada para pengunjungnya, ia tidak segan untuk berbagi terkadang sesekali ia selalu membagikan snak pada pengunjung yang datang, agar para pengunjung itu sering datang walau hanya sekedar membaca buku tanpa membelinya. Pak Robert berusaha menyalurkan kecintaanya pada buku pada pengunjung lain dan secara tidak langsung Anna telah tertular.

“Bagaimana kuliamu?“ Pak Robert membuka percakapan.

“Sedang skripsi pak.” Jawab gadis itu sopan.

“Bagus, sebentara lagi kamu lulus ya?“ Robert sangat memperhatikan pengunjunya satu ini, karena keakraban yang sudah terjalin selama ini. Bagi Robert, Anna bukan hanya pengunjung tapi sudah dianggapnya anak.

Anna hanya bisa menggangguk sambil tersenyum lalu meminum seteguk kopi hangat yang nikmat. Pria tua itu sangat baik pada Anna. Ia sudah berlangganan membeli buku padanya sejak lima tahun lalu, sejak ia SMA saat itu ia harus mencari beberapa buku untuk tugas sekolahnya, waktu itu tepat saat sebulan orang tuanya dan adiknya meninggalkan Jakarta karena pindah tugas ke Sumatra.

Anna ingin sekali ikut tapi saat itu Anna mash duduk di kelas sepuluh, dan tepat beberapa minggu lagi akan menghadapi ujian kenaikan kelas.Kedua orang tuanya memilih meninggalkannya di sekolah, karena Anna juga tinggal diasrama sekolah. Orang tuanya juga memantau perkembangan Anna melalui pihak sekolah, selain itu juga ia memiliki beberapa keluarga di Jakarta yang bisa mengawasi anak gadisnya kapanpun.

“Setelah lulus nanti, kamu tidak akan kesini lagi?” tampak raut sedih terpancar dari pria tua itu. Pak Roberto selama ini selalu berusaha membantu Anna dan teman-temannya saat mencari buku pelajaran. Gadis itu menyadari perubahan raut muka itu.

“Tidak, aku akan sesekali mampir ke tokoh ini, ibu mana pak?”Anna bertanya tentang istri Roberto.

“Sedang ke Jawa menemu Quin.” Quin adalah cucu pak Robert yang berumur tiga tahun.

“Wah, senangnya bertemu cucu, kenapa tidak ikut pak?” tanya gadis itu sambil tersenyum.

“Tidak ada yang menjaga toko Anna.” Bagaimanapun jika pak Robert pergi akan banyak pengunjung yang kecewa, dan kesulitan mencari buku sebagai bahan pelajaran terutama pengunjung setianya para pelajar dan mahasiswa.

“Iya juga sih, “ Anna menggangguk sambil tersenyum. “Kenapa Quin tidak di bawah ke Jakarta saja?” Itu akan lebih baik Robert bisa bertemu cucunya sambil membuka toko. Selain itu, Anna sendiri ingin melihat cucu Robert karena selama ini ia hanya melihat lewat poto yang di tunjukan istri Robert.

“Iya, nanti saat ibu datang sekalian Quin diajak ke Jakarta, mungkin beberapa hari lagi.” Terlihat jelas raut senang di wajah Robert ia sudah setahun tidak bertemu cucunya.

Tiba-tiba pria tua itu menyodorkan buku bersampul coklat seperti tanah, dan di bagian salah satu sisi ujungnya tampak seperti dimakan rayap.“Ini untukmu?” Gadis itu menatap buku coklat itu sesaat.

“Aku tidak ada uang pak.” Anna mendorong kembali buku itu ke arah Robert.

“Tidak, aku tidak menjual buku ini. Untukmu, aku memberikanya untukmu.” tegas pak Robert sambil tersenyum ia tahu Anna pasti berpikir ia akan menjualnya pada gadis itu tapi Anna salah, “Ambilah aku yakin kamu akan suka buku ini, ceritanya sangat menarik, aku membacanya sekilas kemarin.” jelas Roberto.

“Tapi aku tidak bisa bahasa Prancis pak.” Anna tersenyum kaku, ia masih menolaknya, toh jika ia mengambilnya ia tidak akan pernah membacanya.

“Bukankah tadi kamu membacanya? “ pak Robert kembali menyodorkan buku itu ke arah Anna, ia sangat yakin apa yang di dengarnya tadi, bahwa gadis itu bisa dengan baik menerjemahkan tulisan dalam buku itu.

“Aku tidak tahu kenapa tadi aku bisa membacanya, aku rasa aku hanya menebaknya saja.” Anna mencobah menjelaskan kalau semua itu hanya kebetulan.

“Ya sudah kamu bawah pulang saja dulu buku ini, jika ada yang tidak Anna mengerti boleh tanyakan ke sini, bagaimana?” Tawaran Pak Robert membuat Anna berpikir sejenak, benar Anna bisa menerjemahkannya mengunakan aplikasi yang ada di internet tapi itu akan memakan waktu lama karna buku itu sangat tebal, tapi siapa tahu Anna memiliki waktu luang nanti untuk melakukannya?

“Baikla aku ambil buku ini.” Pak Robert tersenyum ia senang Anna menerima buku itu.

“Kalungmu bagus.” sambil menunjuk ke leher Anna.

“Oh, ini tadi aku membelinya di pinggir jalan, di depan.“ gadis itu menunjuk tokoh asesorid dari jendela balik dinding kaca toko itu walau jaraknya sekitar dua puluh meter tapi masih bisa terlihat jelas dari sana tadi.

“Sekali-kali aku akan berjalan ke depan juga, aku ingin membeli kalung untuk Quin nanti.“ Pak Robert mengangguk sambil tersenyum, sudah lama ia tidak berjalan keluar untuk belanja asesoris, selama ini ia hanya bertegur sapa dengan sesama pedagang di gang itu.

“Kalau bapak mau ambilah kalung ini.” sambil Anna berusaha melepaskan kalung di lehernya.

“Jangan!” sahut pak Robert “Itu kalungmu, kau bahkan baru membelinya, aku juga tidak mau mengambil kalung itu, aku akan memberikan Quin kalung yang baru, bukan yang bekas kau pakai, Anna” sambil tersenyum sinis pak Robert seperti mengejek agar Anna tidak melepas kalung itu.

Anna hanya terdiam sambil tertunduk, dalam hatinya “Akukan hanya berusaha baik.”

Anna kembali memperhatikan sekitar toko buku itu setelah perdebatan kecilnya dengan Roberto si pemilik toko buku, tapi ia menyadari tidak menemukan pria berpakaian hitam tadi “Padahal sekarang sedang hujan lebat dan tidak ada satu orangpun yang membuka pintu keluar, apa mungkin ia menghilang?” bisiknya dalam hati.

Episode 3 Tempat Asing

“Makanan siap, ayo makan!” suarah itu jelas dari mbah petugas asrama. Wanita tua yang berumur sekitar enam puluh lima tahun, berbadan tambun yang sangat ramah dan pandai memasak.

Seperti biasa malam ini mereka mengantri untuk menikmati makan malam bersama teman-teman, inilah saat paling menyenengkan bagi Anna. Sambil makan mereka bisa bercerita banyak hal, kadang mereka tertawa bersama dan terkadang diam seribu bahasa.

“Ini mengingatkanku dirumah.” Anna memulai membuka pembicaraan.

“Saat makan harus bersama-sama di meja makan. Aku selalu ingat perkataan ibuku,” Anna berusaha menirukan suarah ibunya yang agak cempreng ”Kalau makan itu harus bersama anggota keluarga, karena sebentar lagi kalian akan membangun rumah tangga masing-masing, besar kemungkinan akan hidup terpisah, jadi sekarangla waktunya bersama. Ya, seperti itulah ibuku.”Anna terlihat sedih tapi ia mencobah memaksakan tersenyum walau tidak sampai ke mata.

“Di rumah ku siapa yang lapar langsung mengambil makan sendiri, kami jarang makan bersama.” Wil menjelaskan kondisi keluarganya.

“Di rumahku juga.” Xiang menanggapi ucapan Wil, memang keluarga Xiang jarang berkumpul jangankan makan bersama, untuk tinggal bersamapun jarang. Semua keluarganya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, terlebih gadis ini hanya tinggal bersama ibunya di Indonesia, semua keluarganya tinggal di China setelah ayahnya meninggal.

“Sudahlah jangan banyak bicara. Makanlah yang fokos nanti kalian tersedak.” Jesika mengingatkan ”Tapi aku bersyukur bisa makan bersama kalian setiap malam.” tambahnya.

Anna mengganggap mereka bukan hanya teman sekamar tapi juga keluaraga. Keluaraga baru, karena ia jarang bertemu keluarganya, setiap minggu atau di waktu luang ia akan menghubungi keluarganya menanyakan kabar, atau sekedar ingin bercerita tentang kejadian di kampusnya pada orang tua dan adiknya.

“Aku selesai.” Anna tampak telah menghabiskan makan malamnya, ia memutuskan untuk kembali ke kamar melewati beberapa jendela kaca“Hujan turun lagi.” bisiknya dalam hati.

Rintihan air itu tidak menunjukan akan redah, padahal dari tadi siang sudah hujan.

Anna melihat buku yang tadi beli entah kenapa ia memutuskan untuk membaca buku coklat mirip warna tanah, yang di ujung sampulnya tampak jelas bekas dimakan rayap. Jangan tanya bagaimana Anna membaca tulisan di buku itu yang berbahasa Prancis.

Saat pertama Anna membuka buku itu timbul perasaan aneh, ia sangat terkejut suara pertir sangat kencang seakan ingin merobek gendang telinganya, ia tahu ini pasti karen hujan. Halaman pertama buku itu tertulis :

“Memulainya dengan keykinan, lupakan juka ragu, petualangan bermula disini.”

Anna sendiri tidak yakin atas apa yang baru ia baca. Gadis itu mulai membaca buku ini berkisah tentang seorang anak yang tersesat di hutan, kemudian dia berusaha kembali ke kampung halamanya, dia terus berjalan menyelusuri pepohonan dan ... Hitam, bukan ini bukan hitam tepatnya.

Tiba-tiba...... Gelap, lampu di asrama mati.

“Ahhh.... sial!” Anna berteriak kesal bagaimana mungkin lampu bisa mati sekarang?

“Mbah kok lampunya mati!” jerit teman-temannya dari ruang televisi. “Ya, kok nanya embah sih neng? tanya PLN dong.” bela Mbah si penjaga Asrama.

Anna hanya tersenyum mendengar percakapan merekan, ya mereka semua akan protes kalau tiba-tiba lampu mati, namanya juga anak asrama, tapi benar apa yang di katakan mbah.

Anna menutup bukunya ”Aku belum membaca satu halaman, bahkan hanya dua paragraf, tidak bisa membaca kalau gelap seperti ini.” Tidak beberapa lama gadis itu menguap rasa ngantuk menghampirinya, ia memutuskan untuk menutup mata yang lelah.

***

Deretan pohon berjajar di hadapnnya, gadis itu berlarih dengan kencang dan tidak tentu arah, keringgat bercucuran membasahi tubuhnya. Ia mencobah mencari jalan agar bisa kembali kerumah.

Suarah jangkrik terdengar jelas di telinganya, beberapa burung terbang dari sekitar pohon yang ia lewati, gadis itu sangat ketakutan, ia berharap agar terbangun dari mimpinya, “Siapapun tolong bangunkan aku, aku tahu ini cuma mimpi!” jeritnya “Tolong bangunkan aku!” teriaknya sekali lagi.

“Anna cepat bangun kita tidak ada waktu lagi.“ suara pria yang terasa sangat lembut tapi cukup tegas.

Anna mencobah membuka matanya melihat kamar tidurnya kamar ini terbuat dari kayu dan terdapat meja hias didepan tempat tidur di sertai lilin dua buah di depannya sebagai penerangan.

“Ini bukan kamarku.” Anna melebarkan matanya dan mencubit pipi kananya dan terasa sakit,“Apakah aku masih bermimpi?” pertanyaan itu muncul dalam hatiknya. Anna benar-benar bingun, ia kembali memejamkan mata ia yakin ini hanya mimpi.

“Aduuuh!” suarah jerit kesakitan muncul dari mulut gadis itu saat ada sesuatu yang memukul dahinya. Sosok pria baju hitam itu terlihat waspada dan terburuh-buruh ia sesekali melihat kearah jendelah.

“Kenapa kau memukulku!” Anna berteriak dengan suarah agak serak khas orang bangun tidur, gadis itu sambil mengusap dahi dan matanya.

“Cepat bangun kita harus pergi!” perintah pria berbaju hitam. Anna kembali memejamkan matanya tidak mempedulikan pria yang berdiri di sampingnya.

”Ini bukan mimpi.” jelas pria berbaju hitam tadi.

Anna masih diam di tempat tidur dan memejamkan matanya.

“Apa yang pria dimaksud bukan mimpi?”gumamnya dalam hati.

Dua buah tangan mengangkat bahu wanita yang terbaring diatas ranjang dan memposisikanya untuk duduk. Sontak membuat Anna membuka matanya dan menepis tangan tersebut. Anna menatap memperhatikan sekilas pria ini, ia mirip dengan pria berbaju hitan yang ia temui tadi saat menunggu bus dan di tokoh buku.

“Nanti ku jelaskan di jalan!” laki-laki itu melempar sebuah tas yang berwarnah coklat terbuat dari kulit hewan pada Anna.”Ayo cepat bangun, mereka mengejar kita, aku pastikan kau tidak akan bisa kembali kalau tertangkap!” jelasnya, sambil memasukan barang-barang dalam tasnya.“Cepat masukan barang-barangmu!” perintahnya sekali lagi.

“Kenapa mimpi ini sangat aneh, mengapa aku bertemu pria ini dalam mimpi ku?” tanyanya dalam hati.

Pandangannya gadis itu mengarah pada meja rias di depan tempat tidur, tampak buku coklat seperti warna tanah tergeletak diatasnya, ia ingat sebelum tidur ia membaca beberapa paragrap pada buku itu, pasti ini cerita dalam buku itu terbawah mimpi dan Anna sangat yakin hal itu.

“Cepat masukan buku itu, ambil mantel mu, diluar sangat dingin.” suarah pria itu membuyarkan lamunanya.“Cepatlah, apakau ingin tertangkap?!” pria itu melemparkan sebuah mantel kulit pada Anna, gadis itu langsung merainya dan memasukan buku coklat itu dalam tasnya.

Pria berbaju hitam itu membawah tas yang hampir sama dengannya hanya saja ukurannya lebih besar, kemudian menarik tangan kanan Anna, gadis itu memberontak mencobah melepaskan diri tapi gengaman pria itu benar-bebar kuat. ”Kita harus lewat pintu belakang!” Tegasnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi, aku hanya bermimpikan?” tanya Anna bingung.

“Tidak!“ Jawab pria itu tampa memberhentikan langkahnya dan terus menyeret Anna keluar.

“Apa maksudmu dengan tidak ha? Dan lepaskan tanganku!” Anna berteriak pada kalimat

terakhirnya, berharap pria itu melepaskan gengamnya.

“Nanti ku jelaskan di jalan, kita harus menuju bukit.” pria itu melepaskan genggamanya.

Di tengah kebingunan Anna mengikutinya berlarih tepat dua meter di belakangnya, setelah hampir setengah jam mereka berlari, wanita itu masih tersengal-sengal menarik napas.

“Aku akan mati, aku pasti akan mati.” Hal itu yang ada dalam pikiran Anna sekarang ini,

“Mana bisa aku terus berlari seperti ini, aku ingin bangun dari mimpi ini, siapapun tolong bangunkan aku sekarang!” Anna berteriak.

Tepat lima meter di depannya pria berbaju hitam berdiri di samping bukit, tempat mereka berlari saat ini, pria itu melihat rumah yang tadi mereka tinggalkan. Anna mengikuti pandangan pria di depannya kearah rumah itu. segerombolan orang berbaju hitam dan sebagian lagi menaiki kuda yang gagah sedang berada di depan rumah itu.

“Kita harus cepat!” perintah pria berbaju hitam.

Anna terus berlari sebisa mungkin tidak terlalu jauh darinya.

“Aku bahkan tidak bisa merasakan kakiku lagi.”gadis itu mengeluh, ia hanya berusaha bernapas sambil berlari tidak memperdulikan keringat yang membasahi tubuhnya. Anna sempat menoleh kebelakang melihat rumah yang baru mereka tinggalkan, tampak kobaran api yang sangat besar berwarnah merah membuat pemandangan yang agak aneh menurutnya, “Ini percis seperti api unggun tapi bersekala besar.” gumam Anna dalam hati tanpa memberhentikan langkahnya.

“Disana!” pria berbaju hitam menunjuk kearah pohon yang berjajar sangat tinggi.“Di balik pohon itu ada sungai dan perahu, kita harus cepat!“ tidak berapa lama mereka tepat berdiri di tepi sungai dan tampak sebuah perahu yang berukuran sekitar tiga meter terdapat atap diatasnya sedang mengapung di hadapan mereka.

“Apakah kau pernah menaiki perahu, Anna?” tanya laki-laki itu tanpa menoleh, ia kemudian melangkah dengan hati-hati memasuki perahu itu.

“Iya, waktu kecil.” Anna berpikir sejenak dari tadi pria itu tahu namanya, tapi dari mana pria ini mengenalnya, ini benar-benar aneh.

“Bagus, setidaknya kau tidak akan muntah diatas perahu ini.” pria itu kemudian mengulurkan tanganya meminta gadis itu untuk naik.

Arus air itu lumayan deras walau terlihat tenang di bagian atasnya, perahu itu berjalan mengikuti arah arus sungai yang telus mengalir ke arah hilir, hal itu tidak membuat pria itu berhenti mendayung perahu dengan sebuah bambu panjang. Mereka harus cepat agar tidak tertangkap. Hampir sejam mereka hanya membisu sibuk dengan pikiran masing-masing, Anna masih bingung apa yang terjadi sebenarnya, ini hanya mimpi ia harus bangun secepatnya, Anna berpikir keras.

“Tunggu, aku pernah mendengar istilah Lucid Dream, sebuah kondisi seseorang sedang mengalami sebuah mimpi dimana dalam mimpi tersebut, pikiran kita sadar dan mampu menyadari bahwa saat itu merupakan sebuah mimpi, seseorang bisa mengendalikan mimpi itu dan bisa melakukan apa saja di dalamnya sekuat imajinasinya. Ya, aku sadar aku sekarang sedang bermimpi atau imajinasiku saja, berarti aku bisa mengendalikan mimpi ini, tapi hal yang paling aku butuhkan adalah terbangun dari mimpi aneh ini.” Anna mengangguk sambil mengetukan jari pada dagu.

“Kau tidak bermimpi Anna.” Kalimat itu muncul dari mulut pria berbaju hitam, membuat definisi yang baru saja Anna rangkai menjadi hancur.

”Apa maksudmu berbicara seperti itu? Apakah ini nyata?”Anna masih bingung dengan ucapan pria itu yang tidak masuk akal baginya.

“Bisa dibilang hampir nyata, tapi bila kau tertangkap ini akan jadi kenyataan yang pahit, buku yang kau baca di toko buku itu adalah pintu masuk, dan mereka mengejarmu tepatnya kalung mu.“ pria itu menjelaskan.

“Sebentar, aku benar-benar tidak bisa berpikir, kau bilang buku ini pintu masuk? Pintu masuk apa? dan kalung ini?” gadis itu menunjuk sesuatu yang melingkar di helernya,

“Kalung yang aku beli di pinggir jalan, apa istimewanya dengan benda ini.” Anna benar-benar bingung.

“Buku itu adalah pintu masuk ke negeri kami, aku tahu jika ini akan terjadi, karena itu aku mengikutimu dari tempat tinggalmu.” Ia menunjuk tas yang mengantung di tubuh Anna yang di dalamnya terdapat buku berwarna coklat mirip warna tanah.

“Aku Jack, aku di tugaskan untuk menjagamu.” Pria itu menyodorkan tanganya untuk bersalaman, Anna terlihat ragu, tapi akhirnya menyambut uluran tangan itu sebagai tanda perkenalan mereka.

“Tapi bagaimana kau tahu tempat tinggalku, buku dan kalung ini? aku benar-benar binggung.” siapapun akan bersikap sama dengan Anna jika mengalami sebuah mimpi yang membingungkan dan terlihat nyata seperti ini.

“Aku melihatmu beberapakali di toko buku itu, aku sering bertemu denganmu di sini, dan aku tahu ini akan terjadi.” Jack menjelaskan.

“Bertemu denganku? di sini? Bagaimana bisa? Aku tidak perna kesini, ini hanya mimpikan? Kau mengerjaiku, ini benar-benar tidak lucu, cepat bangunkanku!” Perinta Anna masih terlihat binggung, kepalanya hampir pecah memikirkan semua ini.

“Tidak bisa!” Jack berteriak. Anna membulatkan matanya, mendengar ucapan Jack.

“Kau, kau membentaku!” Anna membalas ucapanya dengan nada tinggi, ia sudah cukup kesal dengan mimpi aneh ini dan sekarang laki-laki itu meneriakinya.

“Maafkan aku, bukan maksudku membentak mu, tapi aku tidak bisa membangunkanmu. Aku tidak bisa.” suarah Jack terdengar lemah pada kalimat terakhir.

“Megapa tidak bisa ha?” Anna memperlihatkan raut kesal di wajahnya.

“Aku tidak tahu caranya.” jelas Jack dengan suara pelan. Benar Jack tidak tahu cara mengembalikan gadis itu ke tempat asalnya, ia hanya tahu kalau ia akan menjaganya dengan baik.

Anna benar-benar merasa pusing kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit “MenGapa mimpi ini sangat aneh, siapa saja yang masuk ke kamarku tolong bangunkan aku, aku mohon!” Anna berteriak putus asa.

Jack terlihat sedih mendengar teriakan Anna yang putus asa. “Aku akan bercerita tentang negeri kami.” Jack mencobah mencairkan suasana, Anna hanya menoleh pada Jack.“Ini adalah negri Londerveas, awalnya Londerveas adalah negeri yang damai, semua rakyatnya hidup sejaterah, tingkat kejahatanpun jarang sekali terjadi, kami memiliki raja yang baik hati dan bijaksana tapi kemudian saat itu raja kami sedang sakit dan tiba-tiba datang seorang wanita yang mengakau teman raja, ternyata benar kalau dia adalah teman raja, tapi dia adalah seorang penyihir.” Jack menerawang.

“Penyihir?” Anna memotong pembicaan.

“Ya seorang penyihir, ia mengobati raja kami hingga sembuh, raja tahu penyihir itu memiliki sebuah batu hitam yang membuatnya kuat yang sekarang jadi kalung mu.” Jack menjelaskan sambil menunjuk leher Anna.

Gadis itupun sangat terkejut, ia ikut memperhatikan kalung yang menempel di lehernya, yang baru tadi siang ia beli di tokoh asesoris dengan harga seratus ribu rupiah.

“Kenapa dengan batu hitam ini? tunggu duluaku tahu pasti penyihir itu mengobati raja dengan batu ini.” Anna menunjukan kalungnya di lehernya pada Jack.

“Tidak !” Jawab Jack cepat “Batu itu istimewa, penyihir itu mengatakan jika batu ini akan mengungkap segalah rahasia. Raja kamipun ketakutan mendengarnya. Lama kelamaan sikapnya berubah ia menjadi kejam, bukan hanya sikap raja tapi juga semua penduduk di selimuti ketakutan. Raja memerintahkan pasukan menangkap penyihir itu dan menghancurkan batu itu, akhirnya penyihir itu tertangkap dan dikurung di ruang bawah tanah tanpa di beri makan dan minum, setelah sekian lama penyihir itu meninggal karena kelaparan dan sakit.

Raja memerintahkan untuk membakar jasadnya dan membuang abu ke sungai tetapi ia tidak menemukan batu itu. Penyihir bersumpah akan melindungi batu itu dan mengungkap rahasia itu semua, sejak saat itu semua negeri diselimuti ketakutan, peramal mengatakan setelah seratus tahun batu itu akan kembali dan mengungkap rahasia.”

“Tunggu dulu, Maksudmu aku penyihir itu?”Anna menyelah cerita Jack, ia mengarahkan tangan kananya menyentuh dadanya.

“Tidak, buka itu, aku tidak menuduhmu sebagai penyihir,” Jack menenangkan, sambil melambai kedua tanganya di udarah, “Aku mintah bantuanmu untuk mengungkap rahasia itu?” Jack menambahkan.

“Aku? aku tidak tahu caranya Jack, kalau kau mau ambilah kalung ini.” Anna berusaha melepaskan kalungnya.

“Percumah kau berusaha melepaskan kalung itu, itu tidak akan perna lepas, kecuali kau tahu harus menempatkannya dimana.” Jack menjelaskan, setahunya siapapun yang memiliki batu itu harus meletakkanya pada tempatnya, dan penyirir itu berusaha meletakanya pada tempatnya tapi semua sia-sia ia di tangkap dan di penjara hingga meninggal.

Anna terdiam sesaat ia tidak percaya atas apa yang telah Jack ucapkan, gadis terus berusaha melepaskan kalungnya dan ternyata memang tidak bisa dilepaskan.

“Dari mana kau tahu, kalung ini tidak bisa di lepaskan?” Anna menatap tajam pria dihadapanya.

“Kau ingat waktu di toko buku, kau berusaha memberikan kalung itu pada pemilik toko, kau tidak berhasil melepaskan kalungnyakan. Sekarangpun sama tidak ada yang bisa melepas kalungmu kecuali, kau menemukan tempat yang tepat.” Jack menatap kalung itu dengan teliti.

“Kalau begitu mari kita potong kalung ini.” entah mengapa ide itu muncul di kepalanya, Anna berusaha mencari benda tajam, merogoh tas miliknya dan benar ia mendapat sebilah belati, gadis itu mengarahkan belati pada kalungnya, berusaha memotong benda yang melingkar di lehernya kalung itu sangat keras yang seperti baja dengan sekuat tenaga ia berusaha memotong kalung itu tapi gagal tapi ia tidak menyerah.

“Percuma.” Jack memegang tangan gadis itu untuk menghentikan kegiatan yang ia lakukan.

“Kau akan mati dan tidak akan perna kembali ke duniamu jika terus melakukan itu.” Jack mengambil pisau dan memasukannya dalam tas gadis itu. Anna terlihat lemah dan sedih, matanya menatap kosong pada pria di hadapanya.

“Kapan aku bisa kembali?” Jack terdiam ia menatap wajah Anna sesaat, ia bisa melihat raut muka gadis itu yang masih terlihat binggung dan sedih entahlah raut wajah itu sulit untuk di jelaskan.“Kau akan kembali jika kau telah meletakkan kalung itu pada tempatnya.” Jawab pria itu pelan.

“Dimana itu? cepat katakan Jack, aku ingin cepat kembali, sebentar lagi aku akan sidang untuk tugas akhir kuliaku.”

Jack tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Anna, sepertinya gadis itu baru saja melontarkan lelucon paling lucu didunia, “Aku sangat benci mendengar tawamu seperti itu.” Perkataan Anna membuat Jack memberhentikan tawanya.

“Tubuhmu yang lain memang ada di duniamu, tapi semua tergantung tubuhmu disini, jika tubuhmu di sini mati, maka tubuh di duniamu juga akan mati.” Jelas Jack sambil tersenyum sinis.

“Maksudmu sekarang ini aku hanya roh?” Anna memandangi Jack dengan serius.

Laki-laki itu mengangguk “Bisa dikatakan begitu, tapi sebenarnya kamu disini juga memiliki tubuh yang sama seperti di duniamu, bukan hanya roh saja.” jawabnya.

“Aku mohon kembalikan aku?” Anna menatap Jack dengan tatapan memohon.

“Aku tidak bisa melakukanya, hanya kau sendiri yang bisa melakukannya, aku ini hanya penjagam,u dan aku berjanji akan membantumu kembali, sungguh.” Jack meyakinkan gadis itu, andai saja ia tahu caranya, pasti ia sudah memulangkan gadis itu sekarang, tanpa perlu membuat Anna sedih dan binggung seperti ini.

“Terus kau mau membawaku kemana?” Anna mulai menunduk, hatinya sekarang benar-benar kacau, dosa apa yang ia lakukan sehingga mendapat mimpi aneh ini.

“Aku tidak tahu pastinya hanya saja aku akan menjagamu, dari orang-orang jahat itu, mulai sekarang kau yang akan memimpin perjalanan kita, menuju tempat yang tepat untuk meletakan kalungmu dan setelah itu kau bisa kembali Anna.”

****

Mereka terus melewati arus sungai yang sepi, Anna memandangi air dari tepi peharu, tampak bulan melihat bayangannya di sana, ia terus mengulang perkatann Jack dalam kepalanya .

“Buku itu adalah jalan masuk, berarti itu juga jalan keluarnya.”Anna mengeluarkan buku itu dan membuka sampulnya yang berwarnah coklat seperti tanah dan di salah satu ujungnya bekas dimakan rayap, betapa terkejutnya gadis itu saat membuka buku itu hanyala kertas kosong, tidak ada tulisan apapun?

Anna bertanya pada Jack mengapa buku ini kosong, pria itu menjelaskan pada Anna dari awal buku ini kosong.

“Terus yang ku baca sebelum aku tidur? dan yang di jelaskan pak Robert padaku itu apa?” Anna tampak binggung.

“Mungkin di duniamu buku ini hanyalah buku cerita bisa yang menceritakan seorang anak yang tersesat di hutan dan mencari jalan pulang, tetapi sebenarnya buku itu kosong.” Jawab Jack mantap.

“Maksudmu, apa yang aku dan pak Robert baca itu tidak nyata ?” Anna masih binggung, jelas-jelas tadi siang dan sebelum tidur ia melihat dengan jelas ada tulisan tercetak di sana.

“Mungkin, yang aku tahu, kau sudah membaca mantra untuk membuka jalan masuk ke negeri ini.” Jack masih mendayung perahu tanpa melihat kearah Anna.

“Mantra apa? Ini semua tidak masuk akal.” Anna mengusap mukanya dengan kasar, ia sudah hampir gila karena mimpi aneh ini.

“Hanya penyihir atau orang terpilih yang bisa membaca mantra itu.” Jack bercerita, gurunya perna berkata kalau hanya penyihir dan orang terpilih yang bisa membaca mantra yang ada di buku itu, dan tidak semua penyihir bisa melakukan itu hanya penyihir yang sangat ahli yang bisa membaca mantranya dan membuka jalanya.

“Penyihir? Tapi aku bukan seorang penyihir, aku memang suka film-film sihir dan sebagainya, tapi aku tidak perna menghapal mantra yang ada di film itu, kedua orang tuaku juga bukan penyihir, maksudku tidak ada satupun didalam keluargaku seorang penyihir atau dukun semuanya berpikir realistis, ini bukan zamanya lagi untuk percaya hal-hal seperti itu Jack.”Anna menegaskan ia tampak mengeleng beberapa kali, semuanya terasa benar-benar akan membuatnya masuk rumah sakit jiwa jika terbangun nanti.

“Sebaiknya kita bertanya pada guruku.” jelas Jack.

“Ide yang bagus, siapa tahu dia bisa memulangkanku, aku sangat berharap guru mu bisa membantu ku.” Anna kemudian tersenyum, setidaknya ada seseorang yang bisa menjelaskan semua ini padanya.

“Semoga saja.” Jack menjawab singkat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!