"Semoga gadis ini selalu melalui pergulatan dan penderitaan seumur hidup. Demi terciptanya karakter baik yang murni diantara ketidaksucian orang-orang di dunia ini." Teriak Raja Drupada yang tengah menaburkan gandum halus ke dalam perapian Upacara Yajna.
"Apakah Dewa bisa memberiku gadis seperti itu ?" Tanya Raja Drupada.
Seketika itu juga kobaran api dalam perapian menghembus keras menengadah ke langit dan terbentuklah seorang gadis dewasa yang anggun namun tegas. Matanya bersih dengan bola mata berwarna hitam, bibirnya setipis kerinduan yang mengakar pada setiap penantian semua orang. Pakaian sederhana tanpa perhiasan membalut tubuh indahnya dengan posisi telapak tangan disatukan di depan dada simbol hormat pada orang lain.
***
Mulut Selatan lumayan pegal karena memaksa otot-otot untuk terus tersenyum sepanjang bagiannya. Beruntung bagiannya tidak terlalu banyak. Setelah pertunjukan berakhir, Selatan akan mengambil waktu menyendiri untuk mengambil nafas dan melepaskan jiwa Draupadi dari dalam tubuhnya.
Bukan perjalanan mudah untuk bisa melakukan pertunjukan di Milan, Italia. Berbagai pengorbanan dipersembahkan demi kelangsungan Paheli's Show. Waktu, tenaga, materi dan lainnya sudah habis - habisan diperjuangkan. Tak terkecuali Selatan. Dia memiliki beberapa misi dan merelakan kisah cintanya. Bukan berarti kandas, namun menjalin hubungan jarak jauh sangat lantang digemakan sulit.
Selepas berkemas, mereka kembali untuk istirahat di basecamp yang mana itu adalah rumah sewaan yang ditinggali oleh semua kru pertunjukan selama satu tahun kedepan. Penata rias wajah sekaligus kostum pertunjukan memberitahukan bahwa ponsel Selatan berbunyi terus dikala pertunjukan tengah berlangsung.
Terlihat nomor tak dikenal yang sudah beberapa kali menghubungi dan hal itu sangat mengecewakan Selatan. Bagaimana tidak, dia sangat menginginkan ditelfon oleh Aarav. Dia adalah kekasihnya. Dengan perasaan kecewa, dia menaiki mobil yang dikendarai Dev, seorang pria yang memiliki peran sebagai Karna di dalam pertunjukan.
Terlihat di samping Selatan ada Raquel yang kelelahan. Merias dandanan ala jaman Kerajaan Hastinapura memang bukan pekerjaan yang mudah. Selatan menatap jalanan sembari menikmati suasana jalanan Milan, Italia.
Di pagi harinya, bunyi pecahan beling memekakan telinga dan menghancurkan mimpi Selatan. Alih-alih memeriksa keributan apa yang terjadi, dia lanjut menutup mata yang sulit sekali terlipat agar terbuka.
Ucapan Selamat Natal diteriakan oleh pemuda ke dekat telinga Selatan dan hal itu sangat mengganggu. Ternyata Pulkit tengah mengacaukan irama Istirahat Selatan. Namun apa daya, perayaan tetap perayaan, Selatan harus menghargainya meski tak seiman.
Dia pun bergegas bangun dan mandi. Lalu semua anggota Paheli's Show melakukan kerja bakti membereskan basecamp.
"Kukira kita bakalan party keluar. Eh ternyata harus kerja bakti." Gerutu Raquel.
"Ya kalau mau suasana gudang ada di rumah ini, gue lebih gamau lah." Sahut Dev.
"Kapan lagi coba beres-beres di tengah hujan salju kayak gini ? Kemarin di India sama Indonesia lagi kemarau hebatnya. Sampe tujuh balikan si Pulkit beli air galon buat kita minum." Timpal Selatan.
Malam tiba, bertukar hadiah pun dilakukan oleh mereka yang merayakan. Selatan, Noura, dan Jasmine mengisi acara dengan bernyanyi sekaligus menari. Tarian khas India sampai Mexico dilakukan dengan penuh tawa suka cita.
Pulkit datang dengan membawa sampanye, vodka, dan minuman alkohol lainnya juga makanan ringan. Pesta pun sempurna dengan hilangnya kesadaran satu per satu dari mereka karena kelewat mabuk. Di pojokan terdapat sofa yang diduduki oleh Raquel sambil meracau tak jelas dan kembali menenggak minuman alkohol favoritnya, yaitu vodka.
Selatan, Dev, dan Krish masih terjaga dan waras. Terlebih selatan tidak ikut minum alkohol. Mereka bertiga menonton film horror untuk sekadar mengalihkan tenggakan alkohol. Setidaknya penciuman teralihkan sementara jika menjauh dari mereka yang mabuk. Mereka berkumpul di dekat pintu keluar. Duduk di amparan karpet beludru hangat dan selimut tebal hadiah dari penonton ketika pertunjukan di India.
Tiba - tiba bel tempat tersebut berbunyi nyaring dan membuyarkan kegiatan mereka. Tengah malam begini siapa juga yang ingin bertamu. Kalau bukan maling ya hantu. Dev langsung beranjak membuka pintu sambil tetap waspada membawa tongkat bisboll yang diletakan di sudut jendela ruangan depan dekat dengan pintu keluar.
Dev memanggil Selatan untuk cepat menghampirinya. Selatan bertanya-tanya namun sangat berharap dan lagi-lagi berharap Aarav lah yang hadir, Aarav yang menjadi tamu di balik pintu itu.
Di dekat pintu, Selatan melirik Dev. Dev pun berkata bahwa tamu tersebut ingin bertemu dengannya.
"Nona Selatan." Ucap tamu tersebut.
"Ya saya sendiri. Saya Selatan. Ada apa pak ?" Tanya Selatan.
"Saya ditugaskan mengantar hadiah ini kepada Nona." Sambil menyerahkan kotak merah merona diikat oleh pita berwarna keemasan yang dibawa sang kurir.
"Maaf tapi ini dari siapa ?" Tanya Selatan.
"Pria hotel tempo lalu nona." Jawabnya.
"Apa bisa saya berbicara dengannya ?" Selatan terdiam dan berfikir bagaimana bisa pria itu melacak basecamp ini. Namun si kurir hanya terdiam dan masih menyodorkan kotak hadiah itu.
Dengan senyum penuh keramahan, Selatan kembali berucap "Sampaikanlah terimakasih saya, tapi maaf saya tidak bisa menerimanya. Bawa lagi saja pak." Pinta Selatan.
"Terimalah nona, jika saya membawa ini kembali pada Tuan Morrone, saya tidak bisa beranjak dari tempat ini." Kurir itu memohon.
Raut mata kurir itu membuat Selatan tak berdaya untuk memaksanya lagi. Sepertinya dia mempunyai anak istri yang harus dinafkahi sehingga pekerjaan ini sangat berarti buatnya. Situasi yang sangat aneh sekali.
Dengan keadaan terpaksa, Selatan menerima hadiah dengan menghembuskan nafas berat dan si kurir memberi sepucuk undangan pada Selatan untuk dihadiri juga. Memang ya manusia kebanyakan tak tahu diri. Sekali diberi hati, dikiranya semua perlakuan dan pemberian harus diterima juga.
Setelah mobil berlalu, Selatan masih berdiri di depan teras rumah sambil membaca undangan pesta yang ternyata Sang Bos Morrone akan merayakan ulang tahun. Tertera nama dia dalam lipat sebelah kanan yang tertulis "Nona nomor 07 Aludracinda, pakailah serta hadiah dariku, aku akan menyambutmu sebagai permaisuri di dalam kastil sederhana." Sungguh, orang ini berlebihan sekali ketika berurusan dengan diksi. Padahal sebagai jiwa kaku dan cenderung bossy, dia sangat memprihatinkan untuk bisa romantis seperti ini. Sedikit tersenyum ngakak membacanya.
Morrone benar-benar penguntit ulung yang bisa-bisanya menuliskan nama awal Selatan. Ketika Selatan berbalik untuk kembali ke dalam rumah, seperti film-film horror pada umumnya, adegan jumpscare mengejutkan dari Krish, kurang berhasil. Sepertinya dia terlihat iri dengki sebab belum lama Selatan muncul di pertunjukan, sudah ada penggemar yang memberi hadiah natal meski tidak merayakannya.
"Mau unboxing hadiah ga ?" Tanya Krish
"Gas." Jawab singkat Selatan.
"Inget, Aarav nungguin tuh di India." Ucap Krish mengingatkan.
"Kakak gue juga udah nunggu di Spanyol." Sergah Selatan.
"Sejak kapan loe punya kakak ?" Tanya Krish berusaha menggoda Selatan agar marah.
Selatan tidak memperdulikan ucapan Krish. Dia bergegas membuka tali yang mengikat kotak hadiah tersebut.
Meski hatinya menolak untuk menerima hadiah, namun hasrat ingin tahu akan isinya tak dapat ia tahan. Dia menolak karena pasti ada maksud dibalik hadiah ini. Manusia mana yang tak mengharap timbal balik.
Setelah kotak terbuka, terpampang barang berkilauan yang mampu menghipnotis setiap mata yang melihatnya. Jenis ganja maupun heroin tidak ada apa-apanya ketika mereka melihat isi kotak merah itu. Isinya adalah sebuah kalung dimana sekelilingnya terdapat permata berwarna biru yang sangat menyilaukan.
Selatan tidak berani memegangnya dan langsung menutup kotak sebelum Krish dan Dev menodai kalung ini. Entah itu imitasi atau asli, Selatan merasa tak layak memakainya. Terlebih dikhawatirkan dirinya malah diculik dan dibunuh tanpa hormat oleh perampok yang mengincar kalung yang terlihat mahal itu.
"Buset dah Tan, belum juga gue kedip udah dibungkus lagi aja tuh isinya." Ucap Krish yang berusaha membuka kembali kotak merah di genggaman Selatan.
Selatan hanya merespon dengan keheningan dan kernyitan dahi seperti sedang berfikir dan bertanya-bertanya. Beberapa detik berlalu, dia menghempas tangan Krish yang tak gentar membuka kotak merah itu.
"Udah ah, gue mau istirahat. Lagian ini bukan hadiah kalian." Timpal Selatan agar menyegerakan perdebatan hadiah.
"Sombong amat sih. Halah tiban kalung plastik doang mah, bisa beli di Pasar Gaban." Ledek Krish.
Selatan tertawa dan membenarkan ucapannya bahwa bukan Pasar Gaban tapi Pasar Abang.
"Yang di Indonesia kan ? Jakarta ?" lanjut Selatan.
"Iya disitu. Bagi bagi info dong. Siapa yang ngasih kalung sebagus itu ?" Tanya Krish dengan antusias.
"Loh itu yang di lift Hotel Amor. Loe juga ketemu dia." Jawab Selatan.
"Oh yang itu." Ucap Krish dengan mimik wajah ingin tertawa.
Mereka pun saling bercakap - cakap mereview ulang kejadian di Hotel. Dev pun sangat antusias mendengarkan dan sesekali bertanya kenapa bisa hal itu terjadi.
Ketika itu di hotel.
Setelah pintu lift terbuka, terdapat enam orang pria berbadan kekar berkostum senada berwarna hitam berjejer tiga orang paling belakang, dan di depan terdapat satu orang paling berwibawa dan berkarisma.
Selatan terdiam dan melihat kode seorang yang berdiri di tengah bagian belakang agar aku tidak menaiki lift tersebut karena mereka sepertinya ingin memakai lift secara pribadi. Selatan melangkahkan kaki untuk menaiki lift di sudut lain hotel ini, namun pria paling depan mengatakan bahwa Selatan boleh ikut serta menaiki lift ini.
"Kau mau ke lantai berapa nona ?" Tanya pria itu.
"Dua belas. pak." Jawab Selatan.
Selatan sangat canggung, tidak nyaman bergerak dan merasa diintimidasi oleh para pria tersebut. Denyut nadi terasa kencang menghentikan sekujur tubuh Selatan untuk bergerak. Beruntung telfon berdering memecah wajah merahnya dan bisa relax barang sebentar sambil mengangkat telfon.
Krish lah yang menelfon menanyakan obat untuk penyakitnya. Dengan berlari krish mencapai pintu lift yang sedang terbuka dan di dalamnya ada Selatan. Kemudian Selatan menyuntikan obat Krish pada pergelangan tangan dengan sedikit panik. Beberapa menit kemudian gemetar tangannya perlahan berhenti dan selatan mengelap keringat wajah Krish.
" Akhirnya, aku merasakan keringat berdua." Celetuk Krish.
"Maksud lo apa ?" Pada detik selanjutnya Selatan tertawa meledek diikuti Krish pun ikut tertawa.
"Anjir lo, yang kayak gini bukannya dapet enak sama anak malah dapet cape doang. Beda lah woy." Selatan yang baru terdasar arah dari ucapan Krish, menghujatnya habis - habisan.
Krish malah terus tertawa puas mendengar jawaban Selatan. Beberapa menit telah berlalu, pintu lift terbuka di lantai dua belas. Mereka semua berhamburan keluar lift. Selatan dan Krish memilih untuk tetap berada di belakang mereka. Tiba - tiba ada yang meraih tangan Selatan dari arah samping.
"Morrone. Saya Morrone" Ucapnya
"Menyentuh badan atau tangan seseorang secara tiba-tiba, itu merupakan ketidaksopanan tuan." Jelas Selatan.
Pria yang mengaku Morrone itu melepaskan tangan Selatan dengan lembutnya dan membiarkan Selatan pergi sambil mengamankan kedua tangannya agar tak diraih siapapun. Krish memelototi pria itu dan kembali berjalan menuju kamar hotel Selatan.
Di Basecamp.
"Kayaknya dia Fall in love at first sight sama loe." Celetuk Krish kepada Selatan.
"Bodo amat lah. Ngantuk banget gue. Good Night all." Ucap Selatan berlalu meninggalkan mereka.
"Kebiasaan ya loe Selat. Melengos aja terus." Gerutu Dev.
Diantara manusia yang tengah kelelahan karena mabuk, Selatan melewati mereka untuk pergi istirahat di kamar. Membawa serta kotak hadiah dari Morrone. Dia taruh diatas lemari pakaian yang berada dekat cermin di sisi kiri kamar berdekatan dengan rak sepatu dan lilin aromaterapi yang sengaja Raquel nyalakan untuk menambah harum ruangan ini.
Masih tak habis fikir, mengapa beberapa orang rela merogoh kocek yang bernilai tidak sedikit hanya karena menyukai seorang gadis pada pandangan pertama. Kalau dipikir-pikir, rugi juga mengorbankan harta demi pujaan hati yang belum tentu bisa dimiliki. Namun kasus si Bos Morrone belum diketahui pasti oleh Selatan. Apakah tentang asmara atau hal negatif yang akan dia utarakan.
"Apapun bisa terjadi, yang terpenting aku mempersiapkan diri untuk segala yang akan menimpa." Renungan Selatan menghasilkan buah bibir di dalam hati.
Merebahkan diri di atas ranjang membuat Selatan melamun. Lamunan yang seringkali membawa setiap pikiran menarik masa lalu yang indah maupun pahit. Selatan mengenang sesuatu ketika melihat langit - langit kamar seakan menonton pagelaran masa kecil yang penuh kasih sayang di rumah besar berlantaikan marmer.
Bermain-main dengan salah satu anak perempuan yang mulai beranjak remaja. Banyak sekali pita warna-warni di kamarnya. Tidak jarang, rambut Selatan ditata sedemikian lucu olehnya. Diikat, dikepang dan disanggul modern.
Teringat dia menonton acara menata rambut dengan segala gaya untuk bisa dipraktikan ke rambut Selatan. Waktu begitu cepat berlalu. Sampai suatu hari dia menyembunyikan Selatan kedalam ruang sempit rahasia bercelah sedikit yang berada di tembok kamarnya. "Cinda, jangan keluar sebelum aku datang kepadamu". Itulah ucapan kakak perempuan yang Selatan ingat.
Kemudian ingatan Selatan terlempar kembali ke masa dimana dia bertemu Aarav. Dua tahun lamanya dia menjalin hubungan. Ketika dia menerima informasi jika kediaman kakaknya ditemukan, saat itu asmara sedang mekar - mekarnya. Pernikahan pun terujar dari mulut Aarav. Selatan pun mengerti bahwa keluarga sangatlah penting. Akan tetapi dia tidak bisa memilih antara Aarav atau kakaknya.
Sehingga keputusan berat dilakukan. Mereka tetap meneruskan hubungan namun jarak jauh. Sehingga Selatan bisa menjalani misi bertemu dengan kakaknya. Selatan sangat berharap jika suatu saat keluarganya berkumpul secara utuh.
Selatan pun masih bertanya - tanya apa yang sebenarnya terjadi. Katanya dialah satu - satunya harapan untuk mengembalikan keluarga besar dirinya. Pamannya, Braga lah yang menyampaikan hal tersebut.
Berdiri di area rumah megah dan mewah diantara manusia - manusia glamor yang memadati, membuat Selatan dan Raquel merasa terisi energinya karena mereka bukan tipe manusia yang mengangkuhkan introvert yang disalahartikan. Raquel terperangah melihat tempat tinggal Morrone yang begitu jarang dimiliki oleh orang biasa. Ya, menurut mereka orang itu bukan orang sembarangan dan harta nya juga bukan sembarangan pula.
Daripada terus mengagungkan kediaman Morrone, Selatan pun mengajak Raquel berjalan agak cepat menuju pintu masuk undangan dimana diharuskan memberikan kartu undangan pada penjaga berseragam hitam dengan sedikit kelap-kelip di bagian lengan bajunya.
Kendala masuk pun terjadi. Penjaga mempermasalahkan kehadiran Raquel yang tidak membawa undangan, terlebih dalam undangan tidak ada ketentuan tertulis untuk membawa satu orang extra. Selatan merayu dengan wajah sedih bersandiwara mengatakan bahwa Raquel adalah sahabat baiknya dan bukan mau merusuh di rumah ini. Mereka tetap ditolak masuk sehingga mereka berdua menunggu di pinggir pintu masuk penjaga sambil berdebat kecil.
"Gimana sih Selat? Katanya aman bawa gue. Lah ini malah jadi orang ilang di pesta orang." Keluh Raquel, sang wanita yang tidak suka keluar dari ranah rencana.
"Ya kan biasanya sah - sah aja bawa extra tamu ke pesta kayak gini. Tapi emang agak lupa juga sih kalo dia seorang bos." Ucap Selatan.
Selatan menyeringai lebar sebab tidak memprediksi ini akan terjadi. Untuk pulang pun tidak terlintas sebab tidak tahu kapan akan bertemu si Bos Morrone itu di lain waktu. Apalagi Selatan sudah membawa hadiah di genggamannya.
"Cari tempat yang kesorot CCTV aja Quel. Biar ke notice nih orang yang ngundang." Selatan mulai meng-ide.
"Yakin bakal berhasil ?" Keraguan Raquel jelas menjalari pikirannya.
"Ya lo bayangin aja, rumah segede ini ga dipantau cctv, tiap hari abis tuh harta." Jelas Selatan.
"Maksudnya, lo berharap kita dicurigai penjahat, perampok, pencuri ?" Raquel keheranan.
Lagi lagi Selatan hanya menyeringai dan sedikit bodoh untuk sekarang. Mereka segera menyalakan radar mata dan otak untuk mencari spot cctv yang bisa membuat mereka dicurigai petugas cctv sehingga kabar akan langsung diberitakan pada pemilik rumah. Arah barat adalah spot yang pas dan dekat dengan akses pintu belakang yang pastinya terpantau maksimal.
"Apa sekalian aja kita nyolong Sel?" Mulai meng-ide ngawur si Raquel.
"Situasi kayak gini, kumat ya gila lo Quel ?" Ledek Selatan.
"Bisa jadi konglomerat dadakan loh Sel." Rayu Raquel.
"Tolollll. Yang ada kita jadi buronan sampai ujung dunia." Dengan nada tinggi, Selatan menyanggah pemikiran Raquel.
"Loe kan bisa kabur ke negara manapun yang loe mau." Ucap Raquel.
"Itu buat nyari kakak gue, bukan jadi buronan konglomerat." Sergah Selatan.
"Nona Aludracinda." Sapa seorang pria.
Pria berbadan tegap, hidung mancung , mata coklat yang tajam menatapku. Rambut kelimis sedikit bergelombang pendek tertata rapi. Satu lagi yang membuatku terpesona adalah bagaimana janggut dan kumis tipis bersatu menambah aura tampan sekaligus aura bos jahat terpancar. Pria itu tidak lain adalah Morrone.
"Kau nona ... " Morrone menyapa Raquel dengan menatapnya.
"Raquel." Raquel menjawab dengan tersenyum lebar.
"Nona Raquel silahkan menikmati pesta ini dengan rekan saya, Martinez.
Ternyata Morrone tidak sendirian. Selatan meyakinkan Raquel untuk tidak berlama-lama di dalam pesta. Namun terlihat ketampanan Martinez mampu menghipnotis Raquel dan sudah bisa dipastikan dia akan mabuk semabuk-mabuknya malam ini. Padahal Selatan hanya berencana untuk datang sebentar lalu bergegas kembali ke basecamp.
Tidak lucu jika meninggalkan Raquel sendirian di pesta ini. Dengan terpaksa, judul berubah dari hanya memberikan hadiah, menjadi memberi Morrone waktu untuk berduaan dengan Selatan. Morrone mengulurkan tangannya pertanda mengajak Selatan untuk ikut bersamanya.
"Ayo." Selatan membalas uluran tangan Morrone dengan hanya mengucap satu kata saja.
Tiba - tiba Raquel datang kembali menemui Selatan. Dia tergopoh - gopoh memberikan ponsel Selatan yang sedang berada dalam panggilan seseorang.
"Selat, penting urgent." Ucap Raquel.
Selatan mengambil ponsel dari tangan Raquel dan berpamitan pada Morrone. Dia mengizinkan dengan berkata "Segeralah kembali".
Selatan beranjak ke tempat yang dianggap aman. Tidak dalam keramaian, blind spot, dan tentunya dipastikan tak ada yang menguntit apalagi menguping.
"Halo Paman." Ucap Selatan.
"Selamat datang di Italia, sweety." Ucap Braga.
"Aku merindukanmu paman. Apa weekend ini kita bisa bertemu ?" Tanya Selatan dengan penuh harap.
"Hei tenanglah Cinda. Nikmati saja dulu pestanya." Ucap Braga yang tanpa diduga sedang berada di dalam pesta juga.
"Kau ada disini paman ? Kenapa menelfonku jika aku didekatmu ?" Tanya Selatan.
"Belum waktunya Cinda. Bagaimana kabar Mama mu ?" Ucap Braga bertanya kembali.
"Dia berangsur pulih paman. Sehingga aku bisa leluasa pergi jauh seperti ini." Jawab Selatan.
"Syukurlah kalau begitu. Dengarkan ini Cinda, jangan pernah menelfonku terlebih dahulu. Panggilan ini sebaiknya kau hapus. Aku tidak bisa sering menghubungimu. Jika waktunya tepat, kita akan pergi ke Spanyol." Ucap Braga menjelaskan.
"Apa waktunya sudah dekat paman ? Aku tidak sabar lagi untuk menunggu." Ujar Selatan bertanya kembali.
"Persiapkan saja dirimu selagi menunggu. Jaga baik - baik dirimu sendiri. Tetaplah menjaga rahasia." Perintah Braga.
"Sedang kulakukan paman. Kau jangan khawatir." Ucap Selatan menenangkan.
"Aku memang tidak salah menilai mu, Cinda. Sampai bertemu di waktu yang akan datang, nak." Ujar Braga.
Telfon pun ditutup olehnya. Braga selalu membuat Selatan menunggu. Meski diiringi dengan alasan yang masuk akal, terkadang hal tersebut sungguh menjengkelkan.
Selatan menyempatkan diri menyusuri setiap inci rumah Morrone. Dia ingin sekali melihat wajah pamannya. Langkah demi langkah dan lorong demi lorong disusuri, tetap tak membuahkan hasil.
Dia kembali pada keramaian pesta. Meneguk segelas es lemon dingin. Mengambil beberapa potong buah. Memakannya sendirian di tengah Morrone melakukan pemotongan kue ulang tahun.
Semua orang yang berada di dalam pesta menyanyikan lagu selamat ulang tahun diiringi tepukan tangan yang seirama. Lilin telah mati ditiup, lalu potongan pertama dia makan sendiri setelah berpidato singkat mengenai pencapaian yang diraih olehnya.
Rasa ingin Buang Air Kecil melanda Selatan. Dia bergegas ke toilet untuk melaksanakan hajatnya. Padahal dia baru saja menyusuri sebagian isi rumah, namun tidak dia menemukan toilet. Alhasil dia bertanya kepada penjaga dimana letak toilet.
Di dalam toilet, dia juga merapikan riasan wajahnya. Menengok lekat - lekat bayangan dirinya di dalam cermin. Menyembunyikan tawa bahagia yang sedang dirasakan. Braga lah alasannya.
Ketika sudah berada di depan toilet, lagi - lagi dia dikejutkan oleh suara pria yang memanggilnya "Nona". Sontak Selatan menengok ke arah suara tersebut.
"Kau membuatku menunggu terlalu lama Nona." Ucap Morrone.
"Tapi kau masih bisa bercengkrama denganku kan.. Buktinya sedang kita lakukan." Jelas Selatan.
"Kau pintar mengelak. Ini makanlah." Perintah Morrone sembari menyodorkan potongan kue ke arah mulut Selatan.
Selatan pun menggigit potongan kue tersebut. Sisanya dilahap pria itu sampai habis. Dia panggil pelayan untuk mengambil minum. Karna segelas vodka ditolak oleh Selatan, pelayan tersebut membawakan segelas air murni untuknya.
"Pakaianmu ternodai bubuk putih dari kue, Tuan." Ucap Selatan dengan membersihkan kerah baju Morrone yang terlihat kotor setelah memakan kue.
Morrone hanya menatap tajam Selatan lalu mengajaknya pergi ke suatu tempat yang masih berada di kawasan rumahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!