NovelToon NovelToon

Terjebak Cinta Mr.J

Eps 1 Disuruh Menikah

Prinsip Aileen Nathania Erlangga adalah hidup bebas dan bersenang-senang. Tidak pernah terpikirkan olehnya akan menikah, punya anak, apalagi sampai punya cucu. Aileen hanya ingin menikmati setiap hari yang berganti berkumpul bersama teman-temannya.

Pergi ke kelab dan minum sampai mabuk. Atau merokok di loteng kampus bersama teman-teman seperjuangannya. Terkadang dia juga bisa merokok sendirian di dalam kamar sampai akhirnya berhenti ketika neneknya mengomel.

Semua itu dilakukan karena ayahnya selalu menyalahkannya atas kematian ibunya dan juga semua itu ia lakukan demi menghilangkan penat dari tuntutan-tuntutan dosen untuk mahasiswa semester akhir seperti dirinya -yang sebentar lagi akan di-drop out karena tak kunjung menyelesaikan skripsi.

Tapi, pagi ini semuanya berubah. Ucapan neneknya berhasil membuat Aileen mendadak jadi orang linglung. Kepalanya yang masih pusing bekas mabuk semalam menjadi semakin pusing, berputar hebat. Dia hampir saja mengeluarkan isi perutnya saking dahsyatnya rasa pusing yang melanda.

" Aileen, daripada kamu menghabiskan uang untuk biaya kuliahmu yang nggak selesai-selesai itu, mending kamu nikah aja. Nenek sudah menyiapkan calonnya."

Mata bulat Aileen yang masih sayu mengerjap pelan. Alisnya bertautan dan dia berulang kali menggelengkan kepala mencoba untuk memfokuskan pandangan.

"Selain kuliahmu yang nggak beres, kami juga sudah nggak sanggup menoleransi sikap nakalmu itu. Biar suamimu yang mengurus kamu setelah kalian menikah nanti. Orang-orang akan berubah setelah dia menikah. Dan, Nenek yakin kamu juga akan berubah setelah menikah nanti." Tanpa menunjukkan perasaan apa-apa Manda Erlangga mengatakan itu kepada cucu semata wayangnya.

Sendok yang dipegang Aileen terjatuh secara dramatis. Jelas perempuan itu terkejut. Pasalnya, baru kali ini Manda menyebut kata pernikahan di depannya. Biasanya, mereka menikmati makan tanpa suara. Tanpa terlibat percakapan apa-apa.

"Apa Nek?" Aileen memasang telinga lebar-lebar. Matanya pun turut terbelalak.

"Menikah," ulang Manda.

Aileen tersedak. "Me-menikah?"

Seumur-umur dia tidak pernah memikirkan tentang pernikahan. Pun, dia tidak pernah berpacaran selama dua puluh empat tahun hidupnya. Boro-boro memikirkan hidup serumah bersama laki-laki yang akan menjadi suaminya, memikirkan besok mau jadi apa pun tidak. Aileen terlalu menikmati alur hidupnya. Mengalir seperti dahan pohon hanyut di air tenang.

Memangnya harus memikirkan apa, sih? keluarganya super kaya. Aileen mau jadi apa itu urusan gampang selama ada uang, kan? Oleh karena itu yang ada di pikiran Aileen sejak ia disalahkan atas insiden kecelakaan ibunya hanyalah bersenang-senang untuk menghilangkan traumanya. Dia dan teman-temannya menyebutnya dengan " menikmati hidup".

" Aileen nggak mau menikah, Nek."

Dagu Aileen terangkat tinggi. Tangannya dilipat di depan dada. Rahangnya dikatup rapat, menandakan betapa angkuhnya dia. Sarapan di hadapannya kini hanya menjadi pajangan. Dia lebih memilih mendebat sang nenek dan perintah anehnya itu.

"Nenek nggak persertujuan kamu, Aileen." Manda mengelap sudut bibirnya. “ Nenek memberimu perintah," sambungnya.

Aileen menghela napas panjang. Matanya tertuju pada lelaki di hadapannya. Arash, ayahnya itu asyik makan sambil menatap layar ponsel yang menyala. Tangan yang bebas untuk menggulir layarnya.

Manda mengikuti arah pandang sang cucu. Sedetik kemudian, dia meradang. Dia langsung menggebrak meja.

"Ini meja makan! Yang kamu hadapi sekarang adalah makanan! Mana rasa terima kasih dan syukur kamu, ha? Apa didikanku di waktu kecil tidak berbekas di otakmu, Rash?!" Dia menatap garang anak laki-lakinya.

Arash berdeham. Dia meletakkan ponselnya ke atas meja dan melanjutkan makan. Kini Arash menekuri sarapan dengan mata yang masih mencuri pandang ke layar ponsel.

"Nggak heran kelakuan anakmu seperti ini. Kamu sebagai Ayahnya bahkan tidak tahu adab makan. Hal sepele seperti itu diabaikan. Bagaimana bisa mendidik anak?" Manda menggebrak meja sebelum kembali berkata,

"Kutanya!" Wanita paruh baya itu mempelototi Arash. "Apa kamu mendidik Aileen sejak kecil, atau bahkan kamu sendiri lupa bagaimana orang tuamu mendidik waktu kecil?"

Arash mendongak. Wajahnya datar hampir masam. "Aku nggak ada waktu mendidik Aileen, Ma," jawabnya sambil lalu.

"Mama tahu sendirikan kalau aku sibuk menjalankan perusahaan biar makin maju dan hidup kita makin enak. Semua kulakukan juga untuk keluarga kita, aku juga nggak mau merawat seorang pembunuh mah. Bagaimana mungkin seorang anak membunuh ibunya sendiri" Sinisnya.

"Kan, Mama yang mendidik dan merawatnya sejak kecil. Itu artinya, sikap Aileen yang sekarang ini karena didikan mama"

Wajah Manda memerah."Kurang ajar! Sudah mama katakan berkali-kali Ras, kalau Hilda itu kecelakaan, kenapa kamu selalu menyalahkan Aileen. Cobalah membuka mata ,Rash. Dan mendidik anak itu tanggung jawab orang tuanya Rash. Kamu tidak hanya harus mencukupi kebutuhannya. Tapi kamu harus mendidiknya. Bukan menjadikan dia perempuan nakal seperti sekarang! Mabuk-mabukan, perkokok, dan urakan!"

Jika sudah mengomel Manda akan sulit dihentikan. Dia akan menyebutkan semua keluhannya tentang keluarga Erlangga tanpa cela. Terlebih keluhannya terhadap Aileen. Cucu satu-satunya dari anak satu-satunya juga.

"Lihat Aileen! Mau kamu apakan dia, Rash? Mama nggak melihat masa depan yang cerah di wajah anak kamu ini."

"Sudahlah nek jangan ngomong lagi pada ayah, itu percuma nek, ayah tidak akan membuka matanya. Ayah akan memandangku seorang pembunuh. Ingat tekanan darah, Nek," tegur Aileen. Dia mulai jenuh jika dirinya dibawa-bawa dan selalu disalahkan ayahnya atas kematian ibunya.

Setelah berhasil menguasai diri lagi Manda berkata pada sang cucu, "Kamu benar. Marah-marah hanya akan membuat Nenek cepat mati." Dia diam beberapa saat sebelum kembali berkata, "Kita kembali ke pembahasan awal. Kamu harus menikah." Manda menarik napas. "Dengan om Haykal."

Aileen yang sejak tadi kembali menikmati sarapan langsung tersedak. Mengambil segelas air dan meminum isinya dengan rakus, lalu menatap Manda dengan mata membulat sempurna." Dengan om Haykal? Dengan laki-laki tua yang kegatelan itu?"

" Aileen! Jaga ucapan kamu! Dia bukan laki-laki kegatelan, ya. Itu memang sifatnya sejak dulu, penyayang. Dia menyanyagi anak perempuan."

"Cih!" Aileen membuang muka. "Sudah jelas dia suka menggoda gadis-gadis begitu, Nenek masih bilang dia penyayang? Dia itu kegatelan! Nenek lihat tatapan mata om Haykal setiap ada gadis yang lewat di sekitarnya?" Perempuan berambut cokelat itu tertawa miris. "Melotot! Hampir keluar! Itukah yang Nenek maksud dengan penyayang?"

Aileen cukup mengenal siapa Haykal Trisakti. Laki-laki itu adalah rekan bisnis keluarga Erlangga. Kerja sama mereka terbilang awet. Sudah berjalan lima tahun. sampai beberapa tahun ke depan. Haykal sering datang ke rumah besarnya hanya untuk mempererat silaturahmi, katanya. Dan, sepertinya akan terus berlangsung.

Waktu lima tahun sangat cukup untuk melihat siapa sebenarnya Haykal. Duda beranak tiga yang bercerai dengan istrinya saat usia pernikahan mereka lima belas tahun. Sang istri memergoki Haykal bercinta dengan sekretarisnya di kantor sendiri. Saat itu, usia kandungan sang istri sudah memasuki bulan ke delapan. Sebentar lagi anak ketiga mereka lahir, tapi Haykal malah asyik-asyik dengan perempuan yang bukan muhrimnya.

Laki-laki bang sat, memang. Untung sang istri memutuskan segera bercerai dari suami tidak beres itu. Lalu sekarang, atas dasar apa Manda sampai hati ingin menikahkan cucu dengan duda ganjen sejenis Haykal?

"Nenek sudah nggak waras...." Aileen menggelengkan kepala lamat-lamat." Nenek mau menyerahkanku pada duda gatal itu? Aku nggak mau!"

"Dia bukan duda gatal."

"Siapa pun dia, aku tetap nggak sudi menikah dengannya!"

"Mudah aja membuat kamu luluh." Manda tertawa mengejek. "Nenek dan papamu nggak akan memb Aileenn uang bulanan ke kamu lagi. Bisa kamu bayangkan, kan, seterpuruk apa hidupmu tanpa bulanan dari kami?"

Aileen menatap sang Ayah. Meminta pembelaan. Sayang, laki-laki berahang tegas itu hanya menatap sinis padanya.

"Keluarga Erlangga memang nggak ada otaknya." Aileen berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Ketika dia akan meraih gagang pintu, suara Manda terdengar.

"Nenek anggap kamu setuju."

Napas Aileen tercekat. Buru-buru dia berbalik. Dadanya naik-turun dengan cepat. "Aku nggak setuju! Nggak mau setuju! Nggak akan pernah setuju!!!" Pekikannya memekakkan telinga seisi rumah. Aileen bahkan berharap jadi tuli agar tidak mendengar kegaduhan keluarga Erlangga lagi.

Tidak ada kebanggaan sama sekali terlahir sebagai keluarga Erlangga yang masuk lima besar keluarga terkaya di Indonesia. Bagi Aileen, ini bukanlah keluarga. Mereka berkumpul, tapi asyik kegiatan sendiri-sendiri. Asyik dengan dunia mereka sendiri. Mereka saling dekat, tapi terasa jauh, tak tergapai satu sama lain.

"Aku mau menikmati masa muda, Nek! Umurku masih dua puluh empat tahun! Aku belum lulus kuliah, aku belum puas menghabiskan waktu dengan teman-teman! Aku nggak mau menikah sebelum aku puas dengan hidupku yang sekarang!"

"Kalau begitu, silakan angkat kaki kamu dari rumah ini. Serahkankan semua kartu yang ada di dompetmu. Hiduplah seperti yang kamu mau, bebas. Tapi asal kamu tahu, kamu nggak akan bisa hidup tanpa uang Erlangga."

Aileen hanya bisa melongo. Dia tidak pernah menyangka penolakannya akan berbuntut panjang begini. Diusir dari rumah. Tidak ada uang. Tidak punya tempat tinggal. Manda memang tidak main-main dalam mengancam seseorang.

"Nenek tega."

"Semua demi kamu, Aileen." Tatapan Manda berubah sendu. "Nenek mau kamu memiliki masa depan yang cerah. Dan bukan dengan kelakuan kamu yang seperti ini untuk bisa mendapatkan itu."

"Dan menyuruhku menikah dengan om Haykal juga bukan cara untuk mendapatkan masa depan cerah, Nek."

Manda mengedik. "Atau kalau nggak gini aja. Karena kamu nggak mau menikah dengan Haykal, silakan bawa cowok yang mau menikahi kamu ke hadapan Nenek seminggu lagi."

"What?! Nek, aku-“

"Untuk yang ini no debat, Aileen."

Bersambung......

Eps 2 Flashback

Aileen bangkit dari ranjang ia berjalan pelan menuju lemari dan mengambil sebuah kotak kecil. Di kotak itu berisi liontin berbentuk love yang memperlihatkan foto Ayah dan Mammynya kala di buka.

"Mama aku rindu, aku rindu Mam...." Tubuhnya merosot jatuh tangannya mendekap liontin itu di dadanya. Tangisnya pecah semua kenangan buruk itu membuatnya hancur.

"Mam kalau tahu begini lebih baik aku saja yang mati. Andai malam itu aku tidak memaksa pergi mungkin kita masih bersama." Menatap foto Hilda di dalam liontin tak hentinya Aileen menangis

"Mam aku merindukanmu, ajak aku bersamamu. Aku butuh kamu Mam" menagis tersedu Aileen mengingat masal itu. Masa dimana dirinya kehilangan kebahagiaannya dan segalanya. Hari itu......

Flashback...

"Aileen Sayang ayo bangun." Suara lembut terdengar di telinga Aileen yang masih memejamkan mata tidur di atas ranjangnya.

"Sayang bangun!"Hilda kembali bersuara membangunkan Aileen yang enggan terbangun.

"Hmmm..., Males Mom, Aileen masih ngantuk." Menyamankan dirinya memeluk bantal Aileen begitu manja dengan Hilda

"Sayang besok hari anniversary Ayah dan Mama. Sebelum besok Mama dan Ayah merayakannya terbang ke paris. Mama ingin merayakan dengan mu." Menepuk pipi Hilda selalu bersikap lembut pada anaknya.

"Kita mau kemana Mam? Apa kita akan jalan-jalan?" tanya Aileen dengan mata berbinar.

"Tentu saja, tidak ada sekolah, hari ini kita habiskan bersama-sama!" "Asyik! Tapi Mam, Mocha ikut ya."

Mengusap kucing putih yang tidur di sampingnya Aileen begitu menyayangi hewan berbulu itu.

"Ayolah sayang cepat mandi, Ayah sudah menunggu."

"Tapi aku boleh bawa Mocha kan Mam?" tanyanya lagi tidak ingin meninggalkan kucing kesayangan.

"Baiklah, sepertinya Mocha juga butuh jalan-jalan." Ujar Hilda bangkit membuka tirai jendela yang menutupi sinar cahaya yang masuk ke kamar Aileen.

"Makasih Mam, kalau gitu aku mandi dulu" Aileen bangkit dan bergegas bersiap.

Sepanjang hari ini keluarga Arash tengah jalan-jalan menghabiskan waktu begitu nyaman. Keluarga itu begitu hangat dan penuh kebahagiaan. Namun di tengah kehangatan itu kucing Aileen tiba-tiba sakit hingga mereka memutuskan untuk membawanya ke dokter hewan. Karena cukup parah kucing Aileen dianjurkan menginap.

Aileen yang begitu menyayangi kucingnya enggan pergi.Setelah dibujuk olah Hilda akhirnya Aileen mau meninggalkan kucingnya. Kini keluarga Arash menghabiskan makan malam mereka di sebuah restoran terkenal.

Aileen yang masih remaja begitu dimanjakan oleh Hilda, berbeda dengan Arash yang memperlakukan Aileen sedikit tegas.

Di tengah hangatnya suasana makan malam. Tiba-tiba ada pengumuman akan adanya Hujan lebat sehingga restoran tutup lebih awal.

"Sayang kita pulang sekarang, sepertinya akan Turun hujan lebat." titah Arash.

"Iya mas sebelum badai tiba sebaiknya kita sudah dirumah. Ayo sayang kita pulang." ajak Hilda bangkit dari duduknya.

"Tapi Mocha bagaimana Mam." Setelah kucingnya sakit Aileen terus saja cemberut.

"Mocha akan baik-baik saja besok pagi kita akan menjemputnya" dengan lembut Hilda menjelaskan.

"Mam kita jemput sekarang ya, aku mau Mocha sekarang. Please." Menggerak-gerakkan tangan ibunya Aileen mendesak.

"Sayang tidak bisa, mocha butuh perawatan..."

"Please, please Mam." Aileen merengek.

"Tidak bisa Aileen kucingmu sakit harus diberi perawatan. Lagipula kita harus pulang sekarang "Titah Arash tegas.

"Ayah..."

"Sudah Ayah bilang besok ya besok." Arash menegaskan dengan nada suara cukup tinggi.

"Mas, jangan terlalu keras." Hilda menenangkan.

"Besok pagi-pagi sekali kita ambil Mocha ya. Jangan sedih lagi." Aileen yang menunduk ketakutan saat dibentak Arash mengangguk setuju saat di bujuk ibunya.

Keluarga Arash pun pulang ke rumahnya. Aileen membuka jendela rumahnya ia menatap derasnya hujan bersama angin yang menggoyangkan ranting-ranting pepohonan.

"Sayang tutup jendelanya anginya sangat kencang. "Titah Hilda yang melihat putrinya membuka jendela rumah.

"Iya Aileen di luar tidak aman sebaiknya pergi tidur." Sahut Arash yang duduk diruang tamu. Aileen yang memang sedikit takut pada Arash mau tak mau menurut.

Baru saja Aileen menutup jendela tiba-tiba telpon rumah berdering, Aileen yang berada di dekatnya mengangkat telepon itu.

"Halo! Apa Mocha hilang. Mama Mocha hilang. Mocha hilang Mam." Menangis sedih Aileen tidak menyangka kucing kesayangannya akan hilang.

"Astaga kenapa bisa hilang." Hilda yang terkejut mendekat dan mengambil telepon di tangan Aileen.

"Halo kenapa bisa hilang. Apa..., astaga ceroboh sekali. Aku tidak mau tahu tolong cari keberadaan kucing kami." Mematikan telponnya Hilda sedikit kesal.

"Ada apa Sayang, kenapa Mocha bisa hilang?"

"Ada insiden kebakaran kecil karena panik semua hewan di keluarkan semua sudah ditemukan tinggal mocha yang masih belum jelas." Hilda menjelaskan kini pandangannya tertuju pada putrinya yang terus menangis.

"Sayang jangan sedih ya pasti Mocha kembali." Memegang tangan putrinya Hilda mencoba menenangkan putrinya.

"Mam aku harus cari Mocha, pasti dia kedinginan." Menangis sesegukan Aileen mendesak.

"Sayang hujan begitu deras nanti Ayah suruh orang mencarinya" Arash berpendapat.

"Aku tidak mau yah, aku mau cari sendiri, Mocha kucingku hanya aku yang bisa mencarinya." Khawatir membuat Aileen berani melawan.

"Aileen tidak bisa, lihat di luar ada badai kamu ngerti gak."

"Tapi Mocha kucingku yah, dia pasti kedinginan di luar." ucap Aileen di sela tangisnya

"Cukup! Urusan Mocha biar Ayah yang urus kamu tidur saja, aku minta jangan membantah lagi."Arash mulai tak sabar.

"Tapi, yah aku mau cari Mocha. Mam aku mau cari Mocha." Aileen memaksa pada ibunya.

"Hilda, ajak Aileen ke kamarnya." titah Arash mulai emosi.

"Ayo Sayang kita ke kamar mu." Dengan lembut Hilda mengajak putrinya yang terlihat begitu sedih

"Tapi Mam. Pasti mocha kedinginan gimana kalau nanti dia kenapa-kenapa " ujar Aileen mengusap air matanya yang terus jatuh.

"Kita berdoa saja sayang, semoga Mocha baik-baik saja dan kamu harus percaya Ayah akan melakukan yang terbaik untukmu terutama untuk mencari Mocha" mengusap air mata putrinya Hilda menenangkan.

"Tapi Mam!"

"Percayalah pada Mama." Aileen mengangguk dan mau masuk kamarnya.

Di kamar putrinya Hilda menarik selimut menutupi tubuh Aileen. "Tidurlah jangan cemas Mama di sini." Jam berputar cepat Aileen mulai tertidur. Hilda yang sejak tadi menemaninya mencium kening Aileen dan melangkah pergi dari kamar putrinya.Aileen yang memejamkan mata terbangun ia tidak bisa tidur dengan tenang jika tidak ada kucing kesayangannya.

"Aku harus mencari Mocha pasti dia kedinginan. Aku tidak mau dia kenapa-napa." Aileen bangkit dari tidurnya ia berjalan Perlahan membuka pintu Aileen berniat mencari sendiri meski belum cukup umur tapi untuk mengendarai motor matik ia mampu.

Mengendap-endap keluar dari rumahnya ia berencana mencari sendiri. Tangannya terulur memegang handle pintu utama, baru akan menariknya sebuah panggilan membuatnya terkejut.

"Aileen kamu ngapain, nak?" Suara lembut yang sangat familiar di telinganya menyapa.

"Mam aku mau..., aku mau..." Aileen ragu untuk berkata jujur.

"Mau apa?" Dengan lembut Hilda bertanya.

"Mau cari Mocha pasti dia kedinginanndi luar sana, aku tidak tenang mam. Aku..."

"Aileen Mam tahu kamu sangat sayang pada mocha, liat sayang di luar angin sangat kencang belum lagi hujannya sangat deras. Kita cari besok ya..."

"Mam. Aku takut Mocha kenapa-kenapa aku mau cari dia hari ini saja" Aileen bersikeras. Menghela nafas panjang Hilda tahu putrinya tidak bisa di paksa.

"Aku janji Mam aku akan pulang dengan baik-baik saja, aku janji tidak akan merepotkan siapapun Aku hanya ingin mencari sendiri." Aileen meyakinkan.

"Baiklah kalau begitu biarkan Mam yang antar ya."

"Jangan Mam, Nanti ayah marah." Aileen takut.

"Ayah marah kalau dia tahu,kalau dia tidak tau pasti tidak akan marah." Hilda memberi isyarat.

"Tapi..." Aileen berniat mencarinya sendiri, tidak mau bersama ibunya ia takut Ayahnya semakin marah.

"Jangan ragu.Yaudah ayo pergi nanti Ayah keburu bangun. "Hilda membuka pintu langsung disambut angin kencang dan derasnya hujan yang tak kunjung reda.

Kini di dalam mobil Hilda melajukan mobilnya hati-hati, karena hujan yang turun begitu deras dan benar-benar menganggu pandangannya. "Mam apa mocha akan baik-baik." Pertanyaan itu terus di ulang Aileen tapi dengan sabar Hilda menjawabnya.

"Kita berdoa saja sayang," melihat putrinya sedih Hilda berinisiatif untuk mengalihkan kesedihan Aileen.

"Mam ingin memberi tahumu satu rahasia."

"Apa Mam."

"Mam sudah menyiapkan ini untuk Ayah. Niatnya besok Mama berikan untuk hadiah pernikahan Mam." Menyetir dengan satu tangan. Tangan satunya mengambil liontin di saku bajunya dan ia berikan pada putrinya.

"Cantik mam, pasti Ayah senang sekali." Aileen tersenyum dan membuka liontin itu terlihat dua foto terpajang di dalamnya.

"Jangan sedih ya, Mama akan melakuakun apapun agar kamu tersenyum semanis ini. Yakinlah pasti Mocha akan kembali."

"Makasih ya Mam."

"Coba pakai, Mam ingin liat kamu memakainya." Aileen memakai kalung itu.

"Ih, Cantik sekali peri kecilku." Hilda yang mengemudikan mobil tak fokus ia bahkan lebih lama menatap putrinya yang terlihat begitu manis.

"TINN...., Suara klakson melengking tajam di tambah sorot lampu menyilaukan memancar ke arahnya.

"Awas, Mam...!" Teriak Aileen panik.

"Ya Allah," membanting setir Hilda berusaha menghindar. Beruntung mobil itu selamat meski sedikit oleng.

"Mam, aku takut sekali. Apa kita akan ma ti!" Tangan Aileen memegang sabuk pengamannya begitu erat.

"Tidak apa-apa sayang kita selamat, Mom akan menyelamatkanmu." Hilda menenangkan.

"Mam aku takut sekali, aku takut mam ." Aileen manangis semakin menjadi.

"Tenanglah sayang! Kita berhenti di depan ya..." Saat menekan rem Hilda terkejut rem tak berfungsi justru mobil itu melaju memecah jalanan yang di guyur hujan semakin kencang.

"Aileen, Buka sabuk pengamannya sayang." Titah Hilda mencoba tenang agar putrinya tidak panik.

"Kenapa, Mam."

"Sepertinya rem blong sayang, tapi kamu jangan panik Mama bisa menyelamatkan mu."

"Apa..., mam aku takut." ucapnya gemetaran.

"Jangan takut liat Mama, kita akan selamat cepat buka sabuk pengamannya. " Titah Hilda tegas.

"Aku takut mam." Ucap Aileen di sela tangisnya.

"Cepat buka Sayang. Mobil akan menaiki tanjakan. Setelah mobil melambat kamu lompat keluar" berusaha tenang ia menyembunyikan ketakutannya meski tangannya sudah gemetaran merasa dirinya tidak akan selamat.

"Mam aku takut, aku takut" Aileen gemetaran.

"Jangan takut liat Mama, kita akan selamat cepat buka sabuk pengamannya." Titah Hilda tegas. Aileen membuka sabuk pengamannya ia sangat takut tapi keberadaan Hilda sangat membantunya.

"Bagus sayang gadis pintar. Sekarang saat Mama bilang lompat, kita lompat ya.."

"Aku takut mam." Ucap Aileen di sela tangisnya.

"Di depan ada turunan itu lebih membahayakan untuk kita. Waktu kita tidak banyak kamu harus lompat sayang."

"Mam..."

"kamu harus lompat. Mom mencintaimu sayang kamu harus selamat demi Mama."

"Mam...." Aileen menatap ibunya.

"Dalam hitungan satu sampai tiga kamu harus lompat. Mom mencintaimu sayang kamu harus selamat demi Mama."

"Mam...." Aileen memegang knop pintu dan menatap ibunya yang berusaha tersenyum dalam kepanikan.

"Satu..., dua.... tiga, lompat Aileen."

Bruk!

Aileen melompat keluar setelah di dorong Hilda. Tubuh Aileen ambruk goresan di tubuhnya banyak membekas. Namun ia segera bangkit menatap mobil itu yang terus melaju sementara ibunya tak keluar dari mobil.

"Mam turun mam. Turun mam...." Teriak Aileen berlari memecah hujan yang menghalangi penglihatannya.

Aileen terus berlari menahan segala rasa sakitnya di derasnya hujan mengejar mobil yang semakin kencang.

BOM! Mobil melaju tak terkendali lalu menabrak pembatas jembatan dan melesat semakin melambat menatap mobil menerobos jembatan.

"MAM...., TIDAK...." langkah Aileen semakin melambat menatap mobil menerobos jembatan.

"Mama.... tidak aku mau ikut, aku mau menyelamatkan Mama....," Aileen meneruskan larinya ia akan melompat ke sungai namun ditahan warga yang berbondong datang untuk menolong.

"Jangan, dek bahaya. Jangan." Ucap warga yang menahan tubuh Aileen.

"Mam.... Lepaskan. Aku mau bantuin Mama lepaskan." Aileen terus berontak ingin melompat menyelamatkan ibunya.

"Sabar nak, jangan begini istighfar." Warga mencoba menenangkan Aileen yang histeris.

"Mama....!" Aileen jatuh lemas menatap air sungai yang mengalir begitu deras.

Beberapa menit berlalu, Aileen membeku tak semagat hidup. Luka di badannya sudah tak terasa sakit lagi di Banding luka di hatinya. Pandangannya kosong seperti mayat hidup kenangan tadi membuatnya begitu trauma. Tak ada kata yang terucap hanya air mata yang mengartikan segalanya.

Mobil Arash menepi di sisi jalan. Arash dan Jayden begitupun Haris keluar dengan panik. Mereka langsung datang setelah di hubungi polisi.

"Tidak, ini tidak mungkin" Arash mendekati jembatan yang di kerumuni banyak orang.

"Hilda, Hilda...." Teriaknya memilukan.

"Tidak ini tidak mungkin, Hilda sayang, kamu harus selamat besok ulang tahun pernikahan kita sayang kamu harus selamat." Memegang garis polisi Arash ambruk melihat orang yang dicintainya menghilang.

"Sabar tuan, semoga nona selamat." Haris mencoba menenangkan.

Melihat ayahnya Aileen bangkit mendekati ayahnya yang terlihat begitu kacau. Bahkan pria itu menangis Histeris.

"Yah..." panggil Aileen yang mendekat membuat Arash dan yang lain menatapnya.

"Aileen..." Arash bangkit dan mendekati putrinya. Ia memegang kedua lengan putrinya Arash merasa sangat kecewa..

"yah, Mama, Mama..." hanya bibir yang berucap tanpa suara. Aileen begitu terluka hingga air mata itu terus jatuh.

"Puas kamu, puas kamu sekarang. Aku yakin kamu memaksa ibu mu kan. Lihat sekarang demi seekor kucing dan keegoisan mu ibumu jadi korban. Kamu yang salah Aileen. Ini semua gara-gara kamu. Ibumu pergi kamulah penyebabnya."

"yahh...." Aileen terkesiap mendengar tuduhan Ayah-nya.

"Kamu yang membuatku kehilangan istriku, kamu yang salah Aileen." Arash menangis tak sanggup lagi berkata-kata. Begitupun Aileen tidak menyangka ia akan disalahkan.

"Tuan tenanglah, tenanglah tuan, dia juga putrimu." Harie menarik Arash dan memeluknya.

"Dia membunuh Hilda dia membuat istriku pergi." Tunjuk Arash pada Aileen yang hanya bisa menangis mengepalkan tangan merasa sangat bersalah.

"Tenanglah tuan, jangan pernah menyalahkan Aileen." Menepuk pungung majikannya Alex mencoba menenangkan.

Flashback off

"Mam aku yang salah. Aku yang salah ...," setelah mengingat kenangan itu Aileen mulai memejamkan mata meringkuk di atas ubin di depan lemari kamarnya.

Di depan kamar Aileen, Arash berdiri menatap pintu berbahan jati itu dengan mata yang basah. Sungguh ia tidak tega pada Aileen tapi hatinya yang tak terima akan kepergian istrinya membuatnya selalu menyalahkan putrinya.

"Maafkan Ayah Aileen. Ayah butuh waktu, Nak."

Bersambung.....

Eps 3 Balapan

"Yeeee-"teriak Aileen dengan kencang saat dia memenangkan balapan liar yang diikuti sorak sorai penonton yang melihatnya malam itu.

"Lo memang andalan gue Ay," ucap Jessie teman Aileen yang memenangkan taruhan berkat mendukung Aileen.

"Iya dong Aileen gitu lo, dan mana bagian gue, mau balik nih," balas Aileen yang melihat jam di pergelangan tangannya sudah jam 1 malam.

"Nih!! Mau gue anter balik gak?" tanya Jessie dengan menaik turunkan alisnya.

"Gak perlu," jawab Aileen dengan tegas.

"Itu tukang begal liat muka gue aja udah ketakutan gak bakal mau dia hadang jalan gue," lanjut Aileen yang memang tidak ada rasa takut sama sekali.

"Ya udah hati-hati ya! dan semoga telinga lo enggk budek denger ceramah dari nenek lo ya," ucap Jessie yang sudah sangat hapal setiap kali Aileen pulang malam pasti akan mendapat ceramah panjang dulu.

"Selow udah biasa telinga gue!! Ya udah gue cabut dulu ya, "Aileen menghidupkan mesin motor ninjanya dan mulai menjalankan dengan kecepatan tinggi.

Aileen tidak suka membawa motor dengan pelan, menurut Aileen itu makin membuatnya lelah karena motor akan terasa berat.

Hanya membutuhkan waktu 15 menit Aileen sudah sampai di rumah mewah.

Pelan-pelan Aileen menarik motornya ke garasi, "Huuu kayaknya nenek udah tidur ini mah," gumam Aileen melihat lampu rumahnya sudah gelap.

Semoga saja neneknya itu benar-benar tidur karena tubuh Aileen sudah sangat lelah dan ingin langsung bermanja dengan kasurnya.

Aileen bagaikan maling yang berjalan dengan mengendap-endap agar suara langkah kakinya tidak membangunkan kedua orang tuanya.

"Aileen dari mana kamu, jam segini baru pulang?" Pertanyaan itu dari Arash.

"Main!" jawabnya asal tanpa menatap

"Main kamu bilang, lihat jam berapa ini. Kamu seorang perempuan bisa tidak bersikap lebih baik jangan begajulan seperti ini ?" Mendesah kasar Arash sangat marah dan juga kecewa dengan perubahan putrinya.

" Kenapa sekarang ayah pura-pura peduli, biasanya juga nggak peduli sama aku?. Yang penting kan aku pulang,."

"Aileen..." Manda mengeleng ia tidak mau cucunya membantah ayahnya.

"Aileen aku sudah bilang jangan membantahku. Mungkin aku terlalu membebaskan mu hingga kamu jadi anak pembangkang seperti ini."

"Kenapa aku yang selalu salah yah. Ayah sendiri kemana selama ini, yang merawatku bukan ayah tapi nenek" Jawab Aileen kesal.

"Aileen jangan kurang ajar kamu!" Arash bangkit dari duduknya.

"Aku pergi karena kamu, aku bekerja keras untuk masa depan kamu."

"Uang kita sudah banyak yah, bahkan aku bingung untuk menghabiskan uang itu untuk apa. Aku bukan mau uangmu aku cuma mau waktumu dan menganggapku ada."

"Aileen, bisa tidak jangan buatku marah. Kamu selalu saja berbuat ulah,"

"Kenapa ayah berubah sejak kecelakaan itu. Aku juga tidak mau mama pergi. Apalagi sampai detik ini ayah masih menyalahkan ku karena kepergian mama" Aileen bangkit berlinang air mata.

"Hal itu tidak ada dalam pembahasan ini Aileen. Lagipula kalau kamu sadar harusnya memperbaiki diri bukan memperburuk keadaan seperti ini."

"Tapi itu benar yah, kamu masih marah padaku."

"Cukup Aileen. Mulai sekarang masuk kamar jangan pernah keluar sebelum aku perintahkan." Titah Arash kesal.

"Ya aku salah yah, setelah kecelakaan itu aku sadar. Aku bukan hanya kehilangan Mama tapi Ayah juga. Aku kehilangan kedua orang tuaku dan kehangatan rumah ini, aku benci Ayah." Mengusap air matanya Aileen menagis berlari ke kamarnya.

"Aileen. Aileen..., Ayah belum selesai bicara." Arash akan mengejar namun ditahan Manda.

"Rash, biar mama aja yang bicara"

"Tapi," Arash ragu.

"Percaya pada mama "

Meski berat Arash mengangguk setuju.

Aileen menutup pintu kamarnya dengan kencang. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menangis tersedu.

"Kenapa sial bengat gue hari ini."

Aileen menangis tersedu ia merasa sangat kesal dimarahi habis-habisan oleh ayahnya sendiri. Apalagi mengingat kecelakaan itu membuatnya hancur.

Suara ketukan terdengar dari arah pintu, Manda datang untuk menenangkan cucunya. "Aileen boleh nenek bicara,Ay..." mengetuk pintu berulang Manda mencoba membujuk cucunya.

"Aue ingin sendiri nek. Pergi....." teriak Aileen dari dalam kamar.

"Oke, nenek pergi tapi kamu harus ingat nenek akan selalu ada untukmu dan juga tawaran tadi masih berlaku ay, itu untuk kebaikanmu." Menghela nafas panjang Manda tahu mungkin cucunya butuh waktu sendiri.

ΩΩΩΩ

Di ruang kerjanya Arash masih terdiam mencerna ucapan putrinya sungguh hatinya begitu sakit kehilangan istrinya tapi benar kata Aileen dia juga sakit.

"Hilda aku hilang arah tanpa mu." Membuka kacamatanya Arash mengusap air matanya.

Ketukan terdengar tekihat pria berkemeja datang.

"Ada apa Haris?" Tanya Arash yang duduk di meja kerjanya yang khusus ia sediakan di rumahnya.

"Berhenti memojokan Aileen dia tidak salah tuan. Memang takdir yang menentukan segalanya. jika kematian itu datang tidak satu orang pun yang bisa merubahnya." Sedari tadi diam kini Haris menumpahkan kekesalannya.

"Aku tidak tahu, tapi saat melihat Aileen. Aku mengingatkanku akan kepergian Hilda. Aku butuh waktu untuk menerima takdir ini, aku butuh waktu..."

"Sembilan tahun sudah cukup tuan jangan sampai karena menuruti kesedihanmu. Kamu juga kehilangan putrimu. Aku harap anda tidak terlambat untuk menyadari semuanya." Setelah berucap Haris melangkah pergi ia kecewa akan sikap pria yang sudah ia anggap saudara sendiri. Sungguh melihat Aileen di marahi dia tidak terima. Meski la sadar dirinya hanya seorang bawahan.

Bersambung......

HAPPY READING 💓

MOHON LIKE DAN KOMEN YAAA

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!