NovelToon NovelToon

Kubalas Pengkhianatan Masa Lalu

Chapter 1 : Kehidupan Yang Berputar

◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ Reading🍁

𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚔𝚎𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊 ㋡

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

"Dasar menantu tidak berguna!! Bisa-bisanya hanya menyusahkan saja!" bentak seorang wanita paruh baya, dengan wajah yang tampak muda.

Wanita di hadapannya menunduk, menatap lantai yang kotor oleh makanan. Tak sedikitpun ia berkata bahkan bergerak. Tubuhnya terdiam mematung mendengar caci makian dari sang ibu mertua.

Wanita yang disebut-sebut sebagai ibu mertuanya itu mendorongnya dengan kasar, membuatnya terkapar di lantai kediaman.

Banyak orang yang memperhatikan kejadian itu, termasuk suaminya sendiri. Tapi bahkan tak sekalipun suaminya itu membelanya.

Mereka hanya santai melihat kericuhan yang dianggap menghibur. Wanita bernama Hwayoung itu lantas bangkit, lalu berjalan menjauhi ibu mertua serta suaminya.

Hwayoung Choi, adalah seorang wanita berusia dua puluh lima tahun. Ia adalah anak sulung dari keluarga Konglomerat sebelum keluarganya mengalami kebangkrutan.

Parasnya yang cantik serta lekukan tubuhnya yang terlihat jelas membuat siapa saja ingin memilikinya, termasuk pria yang saat ini berstatus sebagai suaminya.

Sebelum keluarganya bangkrut hingga harus menjual aset perusahaan, ia menjadi menantu kesayangan keluarga suaminya. Namun tidak untuk saat ini.

Bisa dibilang, kehidupannya berubah 180 derajat dari sebelum keluarganya mengalami kebangkrutan besar.

Ia yang awalnya dicintai mati-matian oleh keluarga suaminya, sekarang berbanding terbalik. Mulai dari perlakuan mereka padanya, hingga cara bicaranya yang angkuh.

Bahkan kini ia dianggap tak ada bedanya dengan asisten rumah tangga. Setiap harinya, ia selalu mendapat perlakuan buruk yang membuatnya menangis setiap malam.

......................

Wanita itu merebahkan tubuhnya di kasur yang kasar, menatap langit-langit kamar yang tampak kumuh. Perlahan Hwayoung memejamkan matanya, hingga setelah ponselnya berdering.

Notifikasi dering yang muncul dari ponselnya membuat Hwayoung terbangun. Ia meraih ponsel kecil miliknya yang berada di atas meja.

Tak tertera nama siapapun pada layar ponsel, yang artinya panggilan itu berasal dari orang tak dikenal.

Tanpa berpikir panjang, ia lantas menerima panggilan tersebut. Suara yang cukup asing baginya mulai berbicara pada sambungan telepon.

"Halo, dengan Nona Hwayoung Choi?"

"Ah, benar ini saya," sahutnya melengkapi.

"Kami dari rumah sakit Claude Sick ingin memberitahukan bahwa orang tua Anda mengalami kecelakaan," tutur orang di seberang sana.

Kedua bola mata Hwayoung terbelalak kaget, ponsel yang di genggamnya kontan terjatuh. Cairan bening perlahan keluar dari matanya, membasahi wajahnya yang cantik natural.

Wanita itu berlari terbirit-birit dari ruangannya, mengabaikan orang-orang yang sibuk mencaci-makinya di setiap ruangan.

Begitu keluar dari kediaman, ia menghentikan taksi kuning yang kebetulan lewat.

Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, akhirnya Hwayoung sampai di rumah sakit Claude Sick. Ia memasuki ruangan yang berisi jenazah kedua orang tuanya.

Kakinya perlahan mendekat dengan tubuh yang bergetar hebat.

Ia berjalan dengah langkah kaki kecil, berharap dua orang yang terbaring di ranjang itu bukanlah orang tuanya.

Namun takdir berkata lain. Ia melihat dengan jelas wajah orang yang begitu familiar. Hwayoung memeluknya erat, tak peduli akan darah yang mengotori kemejanya.

Tangisnya tak berhenti sedetikpun. Kedua matanya tampak lebih besar dari sebelumnya.

Bahkan seorang gadis yang baru saja masuk tak membuatnya menoleh. Pandangannya hanya tertuju pada kedua sosok yang sudah tak bernyawa.

"Kakak ... kau tidak perlu berlebihan," ucap gadis itu. Penampilannya terlihat kacau dengan surai yang dicat merah legam.

Mendengar perkataannya, Hwayoung lantas menoleh. Mata mereka saling bertemu.

Gadis itu memperlihatkan wajah sinis, tak sedikitpun raut sedih di perlihatkannya.

"Eunbin, kenapa kau berkata seperti itu? Mereka memang bukan orang tuamu, tapi orang tua kakak iparmu," lontar Hwayoung. Ia menggenggam erat tangan gadis yang di sebutnya sebagai Eunbin.

"Ah, sudahlah ... jelas saja kak Hajoon membenci dirimu. Apa kau tau? Kau terlalu lemah, Hwayoung!" cibir Eunbin dengan nada tinggi, suaranya sampai terdengar ke luar ruangan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hari pemakaman orang tua Hwayoung akhirnya tiba. Suasana yang sebelumnya tak pernah ia rasakan kini terjadi. Keheningan menyelimuti satu ruangan tempat berdo'a.

Hwayoung menyambut satu persatu kerabat orang tuanya. Ia memperlihatkan senyuman lebar walau hatinya hancur. Bagaimana tidak? Di hari pemakaman orang tuanya ini, tak satupun anggota keluarga suaminya datang untuk membantu.

Semua beban ia tanggung selama beberapa hari seorang diri. Semakin lama beban itu terasa semakin tak bisa bisa di tanggung, hingga membuat sosok Hwayoung terbaring tak berdaya.

Tubuhnya menggigil di atas ranjang sempit. Bahkan saat kondisinya melemah, tak ada siapapun yang datang menjenguknya selain seorang pria bernama Yejoon, dia adalah teman masa kecilnya.

"Hwayoung, kenapa bisa kau jadi seperti ini? Seharusnya, di saat seperti ini suamimu membantumu. Bukannya malah bermain-main dengan wanita lain," cakapnya membuat Hwayoung menatap heran.

"Apa maksudmu? Dia tidak mungkin seperti itu. Walaupun kali ini dia mengabaikanku, tapi dia tidak mungkin bermain dengan wanita lain," sangkalnya. Ia tersenyum tipis, menganggap enteng apa yang dikatakan Yejoon sebelumnya.

"Baiklah, aku tidak ingin membuatmu kepikiran. Lebih baik sekarang kau beristirahat, aku membawakanmu buah. Jangan lupa minum obatnya juga, ya." Yejoon lantas melangkah keluar ruangan.

Hwayoung menatap ke arah jendela, menghadap langit biru siang hari. Beberapa burung nampak mendarat tak jauh dari jendela.

Ia menghela nafas panjang dengan harapan keluarga suaminya akan menjenguknya di rumah sakit.

Sudah lebih dari dua bulan sejak kedua orang tuanya meninggal. Tak ada bedanya dengan saat ia sakit, yang sudah berlangsung selama dua bulan.

"Sepertinya nanti malam aku perlu mendatangi Hajoon. Aku harus memastikan bahwa perkataan Yejoon tidak benar," gumamnya.

Perlahan tangannya meraih beberapa butir buah segar pemberian temannya. Ia mengupas kulitnya secara mandiri, lalu memotongnya menjadi beberapa bagian.

Setiap potongan ia suap pada mulutnya. Menatap pemandangan dari luar jendela.

...****************...

Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari dimana siang menjadi malam, serta ramai menjadi sunyi.

Hwayoung Choi berdiri di tepi jalan, dengan perban yang mengitari kepalanya, menunggu taksi yang kosong penumpang lewat. Setelah lebih dari sepuluh menit ia berdiri, akhirnya taksi pun lewat.

Hwayoung menghentikan taksi itu, lalu di bukanya pintu. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, akhirnya ia serta taksi yang di tumpanginya berhenti di sebuah kediaman besar.

Posisinya yang berada di pusat kota, dengan beberapa rumah kecil di sekelilingnya. Bahkan setiap sudutnya dilengkapi dengan CCTV keamanan.

Wanita itu perlahan keluar dari taksi, lalu berjalan mendekati gerbang kediaman yang tingginya empat kali lipat darinya.

Penjaga keamanan tampak diperketat. Ia melihat sejumlah orang yang sebelumnya tidak ada, kini berjaga di depan kediaman tersebut.

"Tolong bukakan gerbangnya," perintah Hwayoung. Bibirnya terlihat begitu pucat.

"Tapi Nona ...."

"Ada apa? Aku bilang cepat bukakan gerbangnya!"

Mereka berbondong-bondong menarik gerbang kediaman Lee yang cukup berat. Perlahan Hwayoung melangkahkan kakinya masuk. Ia menginjakkan kakinya di hamparan lantai mewah kediaman keluarga suaminya.

🍂𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐 ...

𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚍𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛, 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚜𝚎𝚍𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚒𝚔𝚞𝚝𝚒 𝚕𝚘𝚖𝚋𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜 𝚗𝚘𝚟𝚎𝚕. 𝙳𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚔𝚎𝚌𝚒𝚕 𝚊𝚙𝚊𝚙𝚞𝚗 𝚜𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚊𝚛𝚐𝚊 𝚋𝚊𝚐𝚒 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛, 𝚕𝚘𝚑 ... 🍁

Chapter 2 : Kembali Ke Masa Lalu

◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ Reading🍁

𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚔𝚎𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊 ㋡

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Suara ketukan langkah kaki terdengar menggema, seorang wanita berjalan menggunakan sepatu hak nya. Suasana yang hening membuat langkahnya terdengar mengisi seluruh ruangan.

Wanita itu berhenti tepat di sebuah pintu ruangan. Perlahan tangannya membuka papan besar di hadapannya. Tangannya yang kasar itu menggesek kayu besar, membuat kulitnya mengelupas.

Namun ia tak memperdulikan hal sepele itu, pandangannya hanya tertuju pada pintu yang kini berada di hadapannya.

Papan kayu besar itu terbuka lebar, memperlihatkan dua orang yang tengah bermain di ranjang. Ia mengenal jelas siapa pria yang tengah asik bermain, pria itu adalah suaminya. Namun tidak dengan wanita yang berada di bawah tubuhnya.

Perlahan cairan bening keluar dari bola matanya. Begitu mendapati sang suami tengah asik bermain dengan wanita lain di ranjang kamarnya.

Tubuhnya terjatuh di atas hamparan lantai kediaman tersebut. Suaminya, Hajoon terkejut bukan main mendapati sosoknya yang tiba-tiba saja muncul.

"Hwa– Hwayoung?!" Pria itu beranjak turun dari ranjang dengan telanjang dada.

Ia berjalan mendekati Hwayoung yang lemas tak berdaya.

"Sa– sayang, siapa dia?" wanita dengan rambut pirang itu bertanya. Ia tak berani beranjak turun lantaran telanjang seluruh tubuh.

Sementara Hwayoung hanya bisa terdiam. Mulutnya yang ingin sekali marah sama sekali tak bisa berkata-kata.

Wanita itu perlahan bangkit, lalu mengusap air mata yang telah membasahi wajahnya.

"Hwayoung! Tunggu!" Hajoon menghentikannya, ia menarik keras lengan wanita itu.

"Lanjutkan saja, maaf sudah mengganggu kalian," cetusnya sinis. Wajahnya memperlihatkan raut kesal bercampur sedih.

"Ah, sekarang aku tidak perlu lagi menyembunyikannya darimu. Terima kasih karena sudah datang dan menyaksikannya sendiri."

Hwayoung menoleh, menatap heran pria di belakangnya. Tampangnya yang tampan itu memperlihatkan senyuman licik yang terukir di wajahnya.

Perlahan ia menghela nafas, lalu memberanikan diri untuk mengatakan apa yang sudah tertimbun dalam hatinya selama ini.

"Hajoon, sebenarnya aku merasa kecewa padamu. Selama ini aku sudah percaya pada pria brengsek sepertimu. Ternyata aku sudah menaruh kepercayaan yang besar pada orang yang salah," ungkapnya seraya menyeringai. Ia menggeleng pelan, membuat tubuh pria itu bergidik.

"Ini … bukan seperti dirimu."

"Seharusnya kau tau, kalau selama ini aku hanya diam karena kasihan padamu. Tapi aku tidak menyangka kau akan bermain ranjang dengan wanita lain."

"Hajoon, aku membencimu!!! Hiks … aku benar-benar membencimu!!!" teriaknya seraya menangis.

Ia berdalih menghindari pandangan suaminya, lalu perlahan melangkahkan kakinya untuk segera pergi. Cairan bening terus bercucuran lantaran tak kuasa di tahannya.

Tangannya yang kasar itu kontan ditarik oleh suaminya. Ia lantas tejatuh dalam dekapan pria yang tengah telanjang dada. Tubuhnya yang lembut ia rasakan, perlahan memejamkan mata hingga tak menyadari apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh sang suami.

Pria itu menusukkan pisau pada bagian perut istrinya. Tubuhnya mengalir darah merah yang tak kunjung henti.

"Mati kau!"

"Ha– Hajoon … apa yang kau lakukan? Ini ti– dak seperti diri– mu …." Hwayoung terjatuh, tubuhnya lemas tak berdaya. Bahkan rasanya begitu sulit untuk mengangkat satu dari sepuluh jari tangannya.

Hajoon tak menggubris, ia melempar tubuh istrinya yang lemah ke sudut benda tajam. Kepalanya yang tengah menjalani pengobatan lantas mengeluarkan cairan merah.

"𝘛𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘠𝘦𝘫𝘰𝘰𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳, 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘭𝘪𝘯𝘨𝘬𝘶𝘩. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢𝘪𝘯𝘺𝘢? 𝘋𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘣𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪. 𝘏𝘢𝘫𝘰𝘰𝘯, 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴 𝘥𝘦𝘯𝘥𝘢𝘮. 𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯𝘮𝘶!"

Perlahan kedua matanya terpejam, namun telinganya masih mendengar dengan jelas apa yang suami serta selingkuhannya katakan. Mereka tertawa lepas, seolah berhasil melakukan apa yang selama ini mereka tunggu.

"Hajoon, kau memang pria pemberani. Aku sangat mencintaimu …." wanita itu memeluk Hajoon, menatap wanita yang terkapar di lantai tak bernyawa.

"Aku juga sangat mencintaimu, Minjee Park."

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Angin sejuk menggerakkan dedaunan pohon. Bunga-bunga nampak berserakan di tanah yang menjulang. Hembusan angin yang cukup kencang itu membuat suasana terasa lebih menyedihkan, dengan dedaunan yang juga mulai rontok dari pohonnya.

Semua orang yang berada di tempat itu menangis, menatap tumpukan tanah yang dihiasi bunga-bunga di atasnya. Termasuk seorang pria dengan tubuhnya yang tinggi bersurai kuning kecoklatan, dia adalah Yejoon Kang.

Hari dimana pemakaman Hwayoung berlangsung. Tak banyak orang yang datang untuk memberinya do'a, termasuk keluarga suaminya. Bahkan hanya satu orang yang setia menatap hamparan tanah itu.

Tak lama berselang, hujan turun membasahi tanah yang penuh dengan bunga. Perlahan bunga mengalir terbawa arus air.

Pria itu lantas berjalan menjauhi makam yang baru saja dibuat. Dalam hatinya penuh harapan akan kembalinya wanita itu, Hwayoung Choi.

"𝘚𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘶𝘮𝘶𝘳 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘬𝘶, 𝘏𝘸𝘢𝘺𝘰𝘶𝘯𝘨."

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Semburat mentari pagi masuk menembus kaca jendela, diikuti oleh hembusan angin yang perlahan masuk.

Suara ricuh terdengar menggema di seluruh ruangan, membuat seorang wanita muda perlahan membuka kedua matanya. Ia menatap langit langit kamar yang cukup familiar, dengan corak bunga yang indah.

"Dimana ini …." Kedua bola matanya menatap setiap sudut ruangan, berusaha untuk mengetahui dimana keberadaannya saat ini.

"Hwayoung!! Cepat bangun!! Acaranya akan dimulai dua jam lagi!!" teriak seorang wanita sembari berjalan menghampirinya.

Ia menarik selimut yang tengah digunakan oleh wanita yang disebut-sebut sebagai Hwayoung.

"I– ibu? Kenapa Ibu masih hidup?!" Hwayoung lantas membuka matanya lebar-lebar, lalu memejamkannya kembali.

"Hai! Apa maksudmu ibu sudah tiada?! Cepat bangun, pernikahannya akan berlangsung dua jam lagi." Perlahan wanita yang di anggapnya sebagai ibu itu berjalan keluar ruangan.

Sementara Hwayoung menatap wajahnya di cermin, lalu meraba-rabanya beberapa kali. Namun tak ada yang berubah sedikitpun dari situasi tersebut.

"Apa aku hidup kembali pada dua tahun yang lalu?!!"

Wanita itu beranjak dari ranjangnya, lalu melihat kalender yang terpampang di dinding kamarnya.

Ia melihat dengan jelas dimana angka pernikahan pada kehidupan sebelumnya dilingkari sebagai tanda.

Merasa tak percaya, Hwayoung lantas membuka HPnya, menekan beberapa keyboard untuk mengetahui tanggal serta tahun berapa saat ini.

"Benar … 23 Mei tahun 20XX, hari dimana aku menikah dengan Hajoon di umurku yang masih dua puluh tiga tahun. Apakah aku diberi kesempatan hidup yang kedua kalinya untuk balas dendam pada Hajoon?"

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Dua jam berlalu sejak ia terbangun dari tidurnya. Kini wanita itu tengah berjalan di aula pernikahannya. Pandangan matanya hanya tertuju pada seorang pria yang juga berjalan ke arahnya.

Jantung Hwayoung berdegup kencang begitu mengingat masa lalunya yang kelam.

Sorak sorai yang terdengar menggema di ruangan itu membuat sejumlah orang merasa iri, lantaran pria idaman di kota mereka menikah dengan Hwayoung Choi, putri dari keluarga Konglomerat.

🍂𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐 ...

𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚍𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛, 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚜𝚎𝚍𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚒𝚔𝚞𝚝𝚒 𝚕𝚘𝚖𝚋𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜 𝚗𝚘𝚟𝚎𝚕. 𝙳𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚔𝚎𝚌𝚒𝚕 𝚊𝚙𝚊𝚙𝚞𝚗 𝚜𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚊𝚛𝚐𝚊 𝚋𝚊𝚐𝚒 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛, 𝚕𝚘𝚑 ... 🍁

Chapter 3 : Permulaan

◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ Reading🍁

𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚔𝚎𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊 ㋡

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Hembusan angin kencang membelai rambut seorang wanita. Senyuman indah terukir di bibir wanita itu, terlihat sangat manis. Ditambah dengan parasnya yang begitu cantik, membuat siapa saja yang melihatnya seakan bertemu malaikat.

Perlahan wanita itu mendekat, dengan buket bunga di tangannya. Bunga yang indah dengan warnanya yang beragam.

Ia berjalan beriringan dengan seorang pria tampan.

"Hajoon Lee, apakah kau berjanji akan mencintai dan menjaganya seumur hidup?"

"Ya, saya berjanji!"

"Hwayoung Choi, apakah kau juga berjanji akan mencintainya seumur hidup?"

"Ya, saya berjanji!"

Tepuk tangan terdengar begitu meriah, memandang dua mempelai yang tengah melakukan sumpah janji.

Keduanya lantas berciuman, sama seperti yang pengantin lain lakukan.

"Hwayoung, hari ini kau terlihat sangat cantik," ucap Hajoon seraya tersenyum lebar.

"Terima kasih …." Wanita bernama Hwayoung itu menunduk, dengan senyuman tipis dari bibirnya.

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Beberapa orang berjalan kesana kemari, melakukan kesibukan mereka masing-masing, meskipun kesibukan itu hanya dilakukan untuk sepasang pengantin yang baru saja menikah.

Hwayoung duduk di ruang rias, dengan beberapa orang di sebelahnya. Mereka nampak melepas aksesoris dari tubuh wanita itu. Tak ada yang di lakukannya selain terdiam menunduk, dengan jari-jari tangan yang saling terikat.

Seorang pria yang tiba-tiba saja menampakkan sosoknya membuat mereka berhenti, lalu menunduk dan mempersilahkan pria itu masuk.

"Kalian semua silahkan keluar, aku ingin berbicara berdua dengan istriku," perintahnya.

Orang-orang lantas keluar meninggalkan keduanya dalam satu ruangan.

Hwayoung tak menyapa maupun memperlihatkan senyuman, wanita itu hanya terdiam dalam duduk manisnya.

"Istriku, kenapa kau diam saja? Sebelumnya kau bahkan sangat manis," katanya dengan manja. Ia meletakkan kepala serta tangannya di atas paha Hwayoung, pria itu adalah Hajoon.

"Sayang, apa kau bisa keluar? Aku belum selesai melepas seluruh aksesorisnya."

"Apa? Ah, tidak masalah … aku akan tetap di sini untuk melihat wajahmu yang cantik."

Wanita itu tersenyum tipis, walau dalam hatinya ingin sekali membunuh pria di hadapannya itu.

Kedatangan seorang wanita cantik membuat Hajoon berdiri. Ia menoleh, lalu mendapati ibu dari istrinya datang. Sosoknya lantas memutuskan untuk keluar.

"𝘈𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘏𝘢𝘫𝘰𝘰𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘫𝘶𝘨𝘢. 𝘚𝘦𝘫𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘥𝘪 𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢𝘯𝘺𝘢."

"Putriku sayang, bagaimana hari ini? Sangat menyenangkan, bukan?" tanya nyonya Ahn.

"Tidak begitu buruk."

"Apa maksudmu tidak begitu buruk? Kau pikir menikah itu hal yang membosankan? Tentu saja tidak, Hwayoung … nanti malam adalah malam pertamamu. Ibu harap kalian melakukan yang terbaik," tutur sang ibu membuat mata Hwayoung terbelalak kaget.

Ia menunduk kesal mendengar perkataan ibunya mengenai malam pertama. Jika diingat-ingat, pada kehidupan sebelumnya ia bahkan membuat Hajoon kecewa.

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Langit siang berubah menjadi langit malam yang gelap. Rembulan bersinar terang menyinari malam tanpa cahaya. Hembusan angin yang kencang menambah suasana malam yang menyenangkan.

Suara ketukan langkah kaki terdengar begitu menggema di sebuah ruangan, ruangan yang hanya diterangi dengan cahaya dari satu lilin saja.

Seorang wanita nampak berjalan dengan sebuah lilin di tangannya. Ia melangkah, menimbulkan suara yang amat sangat keras dalam keheningan. Pakaian tidurnya yang tipis, membuat lekukan di tubuhnya terlihat begitu mencolok.

Wanita itu memperlihatkan senyuman di wajahnya. Kulitnya yang putih bersih membuat wajahnya terlihat jelas di pencahayaan yang minim.

Ia duduk di ranjang miliknya, menunggu seseorang untuk masuk. Tak berselang lama, akhirnya orang yang tengah di tunggunya pun tiba. Ia adalah seorang pria, dengan wajah tampan serta tubuhnya yang tinggi.

Bahkan, di saat menggunakan pakaian tidurnya itu, otot-otot di perutnya terlihat begitu indah. Pria itu adalah Hajoon. Perlahan kakinya melangkah mendekati Hwayoung dalam duduknya.

Ia menyeringai, lalu memegangi dagu wanitanya, dan berkata, "Malam ini kau sungguh cantik, bahkan lebih cantik dari rembulan."

Dalam hati, Hwayoung memandangnya penuh kebencian yang dalam. Bahkan rasanya muak sekali melihat pria yang sudah membunuhnya merayunya seperti malam ini.

Perlahan ia bangkit, kedua mata mereka saling bertemu.

"Hajoon … " panggilnya, tangannya meraba bahu sampai lengan pria itu.

"Kau menikahiku hanya karena aku ini cantik, dan kaya raya, kan? Jika aku tidak mempunyai uang, wajah cantikku bahkan tidak ada harganya." Ia menatap penuh kemenangan.

Bibirnya memperlihatkan raut sinis. Pria dengan nama Hajoon itu mengernyitkan dahinya, memandang Hwayoung dengan iba.

"Apa maksudmu aku yang kaya raya ini memandang kekayaan orang lain?"

"Ahaha, aku hanya bercanda."

Hwayoung lantas memeluk pria di hadapannya. Ia memperlihatkan raut sadis dibalik tubuh kekar Hajoon. Tangannya perlahan masuk ke dalam pakaian tidur pria tersebut.

Semakin lama, Hajoon semakin ingin memilikinya. Ia mendorong Hwayoung hingga terkapar di atas ranjang. Pandangan keduanya sama sekali tak buyar, dengan tatapan penuh cinta serta kebencian.

"Ternyata kau cukup mahir juga, jangan bilang sebelumnya kau pernah melakukan hal ini dengan pria lain," ucap Hajoon lembut. Tangannya meraba anggota tubuh Hwayoung yang terbalut kain.

"Mungkin kau orang yang pertama dan terkahir kalinya yang akan melakukan hal ini padaku."

Hajoon menyeringai. Semakin lama tenaganya semakin berkurang, hingga akhirnya ia terlelap dalam ketidak sadaran.

Perlahan Hwayoung bangkit dari bawah tubuh pria itu, lalu menyingkirkannya hingga terjatuh ke lantai.

"Ternyata obatnya cukup lama bereaksi, aku jadi harus melakukan hal yang seharusnya tidak ku lakukan." Ia mengambil gelas yang sebelumnya berisi minuman milik Hajoon, lalu diganti dengan gelas lain.

Wanita itu mendekatkan wajahnya pada Hajoon, menatapnya dalam jarak yang cukup dekat.

"Tidak kusangka rencana pertama berjalan dengan lancar. Mungkin seterusnya akan semudah ini."

〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎

Kicauan burung terdengar merdu, dengan sayap yang di kepakkan di bawah birunya langit. Semburat mentari pagi memancar ke segala arah, masuk menembus kaca jendela yang begitu tebal.

Seorang wanita di dalamnya terbangun, lalu bersandar pada ranjangnya. Tak berselang lama, seorang pria yang tidur satu ranjang dengannya membuka matanya.

Ia mendapati wanita dengan parasnya yang cantik tengah menatapnya penuh cinta, namun tidak dibalik semua itu.

"Hwayoung, ugh! Kepalaku sakit … apa yang terjadi semalam?" tanyanya sembari bangkit, dengan tangan yang memegangi dahinya.

"Kau … pingsan. Mungkin lebih tepatnya seperti itu."

"A– apa?!! Bagaimana aku bisa pingsan di malam pertama?! Hwayoung, maaf aku sudah mem–."

"Benar, kau membuatku kecewa. Karena malam itu hanya ada satu, dan kau menyia-nyiakannya dengan pingsan. Sekarang lebih baik kau mandi," cakap Hwayoung dengan ketus. Bahkan ia tak menatap Hajoon sedikitpun.

"Ah … aku benar-benar minta maaf. Aku tau kau pasti sangat kecewa, Hwayoung …."

Tubuhnya yang telanjang dada memeluk wanita di sebelahnya. Ia tak merenggangkan sedikitpun pelukan itu.

"Baiklah, kali ini aku memaafkanmu." Wanita itu bangkit, lalu perlahan berjalan meninggalkannya.

Sementara Hajoon hanya bisa mendengus kesal, dengan menundukkan kepalanya menatap ranjang mereka.

🍂𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐 ...

𝙼𝚘𝚑𝚘𝚗 𝚍𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛, 𝚔𝚊𝚛𝚎𝚗𝚊 𝚔𝚊𝚛𝚢𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚜𝚎𝚍𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚒𝚔𝚞𝚝𝚒 𝚕𝚘𝚖𝚋𝚊 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜 𝚗𝚘𝚟𝚎𝚕. 𝙳𝚞𝚔𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚔𝚎𝚌𝚒𝚕 𝚊𝚙𝚊𝚙𝚞𝚗 𝚜𝚊𝚗𝚐𝚊𝚝 𝚋𝚎𝚛𝚑𝚊𝚛𝚐𝚊 𝚋𝚊𝚐𝚒 𝚊𝚞𝚝𝚑𝚘𝚛, 𝚕𝚘𝚑 ... 🍁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!