Di malam bulan purnama saat itu, terlihat obor-obor menyala diiringi banyak warga yang pergi menuju sebuah hutan.
Di antara rombongan panjang yang berjalan malam itu, seorang gadis dengan wajah kotor dan pakaian lusuh berjalan di tengah rombongan dengan tangan terikat.
“Aku tidak peduli dengan nasibmu setelah ini, tapi ini sudah menjadi keputusan bersama.” kata seorang pria pada gadis malang itu
“Bahkan seandainya Aragaki-sama membunuhmu sekalipun, itu bukan masalah besar. Selama desa aman dari amukannya, kami tidak peduli pada nasib yang menimpahmu setelah ini.”
“Heh! Kau harus bersyukur karena saat kau mati nanti, kami tidak perlu membuang jasadmu ke sungai! Biarkan para siluman itu memakan tubuhmu sampai tidak bersisa.”
“…” gadis itu terdiam
Dengan berusaha menahan air matanya, dia mencoba untuk tidak membalas.
Setelah memasuki hutan sedikit lebih dalam, rombongan tersebut melihat sosok yang telah menunggu. Mereka adalah dua remaja laki-laki dengan telinga dan ekor rubah yang disebut Youko.
“Mereka datang.” ucap salah satu dari youko tersebut
Rombongan yang melihat sosok siluman rubah tersebut langsung berlutut memberi hormat. Termasuk gadis malang itu. Dengan perasaan takut dia berlutut sambil menundukkan kepalanya.
Seorang tetua desa memberi salam kepada dua siluman tersebut.
“Kami…kami dari Kamakura, ingin memberikan persembahan kepada Penguasa Higashi no Mori.”
Salah satu dari siluman tersebut bertanya.
“Dimana dia sekarang?”
“Dia ada di sini. Hei, cepat kemari!” perintah sang tetua. Dua orang pria dewasa menarik tangan gadis itu secara paksa dan melemparkannya ke hadapan dua siluman tersebut.
Melihat sosok lusuh yang kotor dengan pakaian yang sangat tidak layak membuat salah satu siluman rubah tersebut terlihat kesal.
“Hah? Ini? Ini persembahannya? Kalian mencoba menguji kesabaran Aragaki-sama ya?”
Melihat pandangan tajam dari mata keemasan yang menyala di malam hari membuat semua penduduk desa tersebut menjadi takut.
“Ka–kami minta maaf! Tapi, kami hanya bisa memberikan dia pada Aragaki-sama. Dia hanyalah gadis yatim piatu yang membawa petaka bagi desa kami. Karena tidak ada dari kami yang menginginkannya, jadi kami rasa kami bisa–”
“Bisa memberikan ‘sampah’ pada tuan kami, begitu? Kalian lupa bahwa semua tradisi ini dimulai karena leluhur kalian sendiri yang melanggar perjanjian dengan Aragaki-sama?!” bentak salah seorang siluman rubah tersebut
“Kami minta maaf!”
Gadis itu diam dan menahan air matanya, namun tidak ada yang tau bahwa di dalam hatinya dia sudah menangis.
“Pada akhirnya, tidak ada dari mereka yang akan menyelamatkanku. Mungkin inilah nasibku.”
Siluman rubah itu kembali bicara.
“Selama ini calon ‘pengantin’ yang kalian berikan itu sama sekali tidak berguna. Dan sekarang, kalian malah memberikan sampah untuk tuan kami. Berani sekali kalian menghinanya seperti ini. Jika sudah bosan hidup, seharusnya katakan dengan jelas!”
“Nagi, hentikan itu.”
“Biar mereka memahami betapa hina dan rendahnya mereka!”
“Kami minta maaf, kami hanya bisa memberikan dia pada Aragaki-sama!” kata tetua itu sambil bersujud ketakutan
Penduduk lainnya ikut bersujud meminta pengampunan pada dua siluman itu sambil terus mengatakan kata maaf dari mulutnya.
Salah satu dari siluman lainnya berkata “Hentikan itu. Kami mengerti. Bagaimanapun juga perjanjian tetap perjanjian. Dia akan kami bawa ke hadapan Nushi-sama.”
“Te–terima kasih banyak, Youko-sama.”
“Sekarang tinggalkan tempat ini. Bibir hutan bisa tercemar aroma manusia yang kotor milik kalian semua” ucapnya dengan mata dingin yang menyala
Mendengar itu, seluruh rombongan tersebut mulai berlari keluar dari hutan meninggalkan gadis malang itu sendirian.
Di dalam hutan di malam hari tersebut, gadis itu akhirnya hanya bersama dua siluman rubah yang berdiri di hadapannya.
“Oi, manusia! Katakan siapa namamu?”
“Nagi, jangan berkata kasar pada calon ‘pengantin’ Nushi-sama!”
“Huh!”
Gadis itu melihat keduanya dan mencoba membuka mulutnya.
“Re–Reda.”
“Reda-sama. Mungkin ini tidak begitu penting tapi biar kami perkenalkan diri kami. Kami adalah Youko, penjaga hutan Higashi no Mori ini. Namaku Ginko dan ini Nagi. Kami akan mengantarmu ke tempat Nushi-sama berada.”
Gadis malang itu hanya diam. Dia tidak begitu memedulikan hal itu karena dia tau takdir apa yang ada di depannya saat ini. Itu tidak akan jauh dari kematian.
Setelah pengenalan singkat yang dilakukan siluman rubah tersebut, Reda berdiri dan berjalan mengikuti keduanya.
Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam hingga terlihat sebuah gerbang torii besar berwarna merah keoranyean.
“Itu adalah pintu masuk ke dalam hutan Higashi no Mori. Setelah masuk ke dalam sana, Reda-sama tidak bisa lagi keluar tanpa seizin Nushi-sama. Itu akan menjadi rumah barumu.”
Reda tidak mengatakan apapun. Dia mengikuti kedua siluman itu masuk ke dalam gerbang tersebut dan ketika masuk ke dalamnya, Reda dibuat terkejut dengan apa yang ada di dalamnya.
Sebuah desa besar yang sangat ramai di malam hari dengan lentera dan lampu kertas di sepanjang jalan. Banyak sekali siluman yang berjalan layaknya desa milik manusia. Sebuah pemandangan asing yang tidak pernah dilihat oleh Reda seumur hidup.
“Ada desa di dalam hutan?”
“Selamat datang di Higashi no Mori. Mulai hari ini, tempat ini adalah rumahmu. Mari, silahkan lewat sini.”
Reda menahan rasa takutnya dan berjalan di belakang kedua siluman rubah itu. Sepanjang jalan, Reda melihat kanan dan kirinya.
Seekor siluman rubah bernama Nagi mundur dua langkah lalu berkata padanya “Perhatikan langkahmu. Bagaimanapun juga kau tetap saja manusia. Kalau lengah, kau mungkin akan dimakan oleh mereka sebelum sampai di tempat Aragaki-sama.”
“Di–dimakan?!” Reda terkejut
“Apa siluman benar-benar memakan manusia? Tapi aku tidak berani bertanya pada mereka.”
“Nagi, berhenti membuatnya takut.”
“Aku hanya memperingatkannya agar tidak bernasib sama seperti yang mati kemarin.”
“Kemarin?” Reda bertanya pelan
“Bukan apa-apa." Nagi berjalan kembali meninggalkannya di belakang
Ucapan dingin itu membuat Reda tidak begitu terkejut. Dia sudah tau bahwa setiap pengorbanan yang disebut calon ‘pengantin’ di desanya itu adalah persembahan bagi sang pelindung desa. Tentu saja sebutan ‘pengantin’ itu hanya sebuah pemanis.
Kenyataannya, calon 'pengantin' itu adalah orang yang dibuang untuk diberikan kepada siluman.
Sepanjang jalan, banyak mata yang melihat ketiganya. Lebih tepatnya, mereka semua melihat dan menatap dingin Reda. Beberapa siluman bahkan ada yang dengan jelas membicarakannya.
“Menyedihkan sekali.”
“Lingkungan ini semakin kotor karena mereka.”
“Lihat pakaiannya itu. Sungguh menjijikkan.”
“Kenapa mereka hanya bisa memberikan sampah pada Nushi-sama? Dasar makhluk kotor!”
Gadis malang itu hanya menerima semua ejekan tersebut dalam diam. Bukan hanya ejekan, namun telur dan sayur-sayuran busuk pun ‘menyambutnya’.
Tidak ada pembelaan dari kedua siluman di depannya. Mereka hanya berjalan di depannya meskipun tau apa yang terjadi pada gadis itu.
“Aku harus kuat. Setelah mati nanti, semua rasa sakit ini akan hilang. Aku harus bisa bertahan sedikit lagi.”
Mencoba menguatkan dirinya sendiri, Reda berjalan sambil terus menerima lemparan telur ke arahnya. Pakaian lusuh itu semakin terlihat tak layak dan bau amis mulai tercium kuat. Kedua siluman rubah di depannya bahkan berjalan lebih cepat sehingga jarak mereka sekarang menjadi jauh.
Setelah melewati desa, mereka sampai di sebuah pintu besar dengan tembok tinggi dan pepohonan di dalamnya.
“Kita sampai.” Kata siluman rubah bernama Ginko
“Ini…”
Nagi, siluman rubah lainnya bicara dengan nada sangat ketus pada Reda.
“Kau! Pokoknya menjauh dari kami dan Aragaki-sama saat tiba. Tubuhmu itu amis dan menjijikkan. Ingat itu!”
“Aku…mengerti.” Reda hanya bisa pasrah tanpa membalas
Begitu pintu dibuka, terlihat sebuah jalan lurus dengan banyak lentera di sisi jalannya. Mereka berjalan melewati sebuah taman luas dengan kolam dan pohon bunga sakura besar di sudutnya.
Kelopak bunga yang berguguran berwarna pink nan cantik yang berterbangan tertiup angin, membuat Reda merasa bahwa tempat ini sangat indah.
Kedua siluman rubah itu berhenti di depan pohon bunga sakura yang sangat besar.
Reda melihat sosok pemuda tampan berambut hitam dengan mata keemasan yang indah dan ekor berbulu berwarna putih yang cantik sekali.
“Nagi, Ginko, kalian telah kembali.” katanya
Suara itu begitu indah dan lembut. Seperti membius dan menghipnotis, Reda memerah melihat sosok tampan yang ada di bawah bunga sakura tersebut.
“Kami kembali, Aragaki-sama.”
“Kami kembali, Nushi-sama.”
Kedua siluman itu berlutut memberi hormat padanya. Reda berdiri dan mematung karena menganggumi sosok tersebut.
“Apakah itu Aragaki-sama? Apa benar dia adalah pelindung desa kami selama ini? Sosok indah nan menakjubkan itu benar-benar mempesona.” puji Reda dalam hati
Namun di saat Reda masih diam tanpa mengatakan apapun, tiba-tiba sebuah serangan angin membuat tubuhnya terhempas cukup jauh hingga terjatuh ke tanah.
“Aaa!”
Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya tidak bisa menahan air matanya.
“Apa itu tadi?” dia bertanya-tanya dalam hati
Sosok tampan yang dikaguminya berubah menjadi sosok penuh kemarahan dengan aura yang menakutkan di sekitarnya.
“Sampah.” Itulah satu kata yang dikeluarkan olehnya. Reda begitu syok mendengarnya.
Air mata yang keluar karena sakit pada tubuhnya tidak sebanding dengan sakit di hatinya. Aragaki masih melanjutkan ucapannya.
“Aku benci manusia dan sampai kapanpun aku akan tetap membenci kalian.”
“…” Reda terdiam
“Makhluk kotor yang telah merusak kepercayaan yang kumiliki. Nasibmu akan sama seperti sampah lainnya. Nagi, Ginko…”
“Ya?”
“Bawa sampah itu pergi dari hadapanku.”
“Baik.”
Keduanya langsung membawa paksa Reda jauh dari hadapan Aragaki.
Tanpa berkata apapun, Reda merasa bahwa keberadaannya begitu rendah hingga dimanapun dia berada, tidak ada yang menginginkan dirinya untuk hidup.
****
Reda dibawa ke sebuah pintu di bagian belakang kediaman besar itu lalu didorong begitu saja oleh dua siluman rubah, Nagi dan Ginko.
“Aah!” teriaknya karena menahan sakit
“Cih! Manusia itu aromanya sudah busuk! Tapi ditambah dengan bau telur yang amis dan tomat busuk di tubuhnya, dia jadi semakin busuk! Menjijikkan sekali.”
Sebuah hinaan yang menusuk sekali dari mulut siluman rubah bernama Nagi. Reda yang masih belum berdiri meneteskan air matanya. Itu sungguh hinaan yang sangat menyakiti hati gadis malang tersebut.
Siluman rubah lainnya, Ginko terlihat tidak begitu memedulikan apa yang terjadi pada gadis malang itu. Namun, setidaknya dia tidak menggoreskan luka di hatinya yang baru saja menerima hinaan fisik dan mental dari tuannya.
“Reda-sama, ini adalah perintah Nushi-sama. Kami hanya menjalankannya.” Katanya dengan nada datar
Reda menghapus air matanya dan mulai melihat dua sosok siluman itu dengan senyuman.
“Aku baik-baik saja. Aragaki-sama sudah baik karena mau membiarkan aku untuk tetap hidup. Aku…berterima kasih padanya.”
“Oi, jaga mulut kotormu itu!” bentak Nagi
“Eh?”
“Jangan pernah memanggil tuan kami dengan sebutan Aragaki-sama! Mulut itu tidak pantas memanggilnya dengan sebutan itu!”
Reda hanya diam. Dia tidak mengerti, semua yang dilakukannya terlihat hina dan rendah di mata kedua siluman tersebut, terutama Nagi. Terlihat dia begitu membenci Reda.
“Nagi, jika ingin memberitaunya, sebaiknya jangan menggunakan cara kasar.”
“Untuk apa mengurus manusia rendah! Aku pergi! Kau saja yang bereskan. Tanganku harus kubersihkan. Kalau nanti aku bertemu Ryuunosuke, aku akan minta dia untuk mengawasinya seperti yang sudah-sudah.”
“Nagi!” Ginko memanggilnya. Tetapi, Nagi sudah berjalan meninggalkannya. Kini, Ginko harus menghadapi Reda seorang diri.
“Haa~ ini merepotkan sekali.” Katanya
Reda hanya tertunduk mendengar helaan itu.
“Apakah untuk ini aku dibawa ke tempat ini, kalau tidak ada yang menginginkan kehadiranku?.”
Di dalam hatinya, Reda seperti terus menangis dan bertanya pada nasibnya. Dibuang oleh penduduk desa dan dijadikan pengorbanan, lalu dihina dan dibuang oleh mereka yang membawanya. Takdir apa yang ingin melihatnya menderita seperti itu?
**
Nagi yang sudah meninggalkan Ginko, berjalan di engawa (koridor luar rumah adat Jepang) sambil menggerutu.
“Dasar gadis desa lusuh yang kotor! Aku tidak percaya tempat ini harus selalu menerima manusia sebagai calon ‘pengantin’ Aragaki-sama! Ini semua tidak akan berhasil. Aragaki-sama tidak akan pernah memaafkan mereka. Kebencian yang mereka goreskan pada hati Aragaki-sama tidak akan pernah hilang meskipun telah 200 tahun berlalu.”
Tidak lama dari arah belakang, Nagi mendengar suara langkah kaki berlari di lantai kayu engawa.
“Nagi-sama, Nagi-sama!” teriak suara itu
“Ryuunosuke?”
Sosok itu adalah rubah kecil yang menghampiri Nagi dengan sangat terburu-buru.
“Nagi-sama, apa benar calon ‘penganti’ lainnya sudah datang?”
“Benar. Ginko sedang mengurusnya di belakang. Kalau bisa, kau urus gadis lusuh itu! Aku sudah muak dengan bau manusia. Lihat tanganku yang penuh dengan aroma amis telur dan tomat busuk!”
“Nagi-sama, itu kejam sekali.”
“Terserah. Aragaki-sama juga sudah melemparnya begitu beliau melihatnya.”
“Aku…aku akan menghadap Aragaki-sama!”
Rubah kecil bernama Ryuunosuke langsung berlari meninggalkan Nagi sendiri.
**
Di bawah pohon sakura yang sama, Aragaki terlihat begitu kesal. Perasaannya yang tenang berubah menjadi sebuah amarah yang coba dia tahan.
“Lagi-lagi manusia yang kotor. Sebanyak apapun yang datang, aku tidak akan pernah memaafkan mereka.”katanya di dalam hati
Dari belakangnya, terdengar suara yang memanggil namanya.
“Aragaki-sama, Aragaki-sama!”
Aragaki mengibaskan ekornya dan melihat ke belakang. Mengetahui suara itu datang dari seseorang yang begitu dekat dengannya, ekspresi Aragaki berubah. Terlihat sebuah senyuman manis yang membuat wajah tampannya memancarkan keramahan.
“Ryuunosuke? Ada apa? Kenapa terburu-buru seperti itu?”
“Aragaki-sama! Aku bertemu dengan Nagi-sama dan mendengar bahwa calon ‘pengantin’ Aragaki-sama telah datang? Apa itu benar?”
“…” Aragaki tidak menjawab
“Aragaki-sama!” Ryuunosuke mulai mendesak tuannya untuk bicara
Melihat rubah kecil itu mulai cemas, Aragaki berlutut dan mengelus-elus kepalanya.
“Dia sudah datang dan dia ada di belakang. Jika kamu ingin bertemu dengannya, pergilah. Temui dia. Aku percayakan semuanya seperti biasa padamu, Ryuunosuke”
“Aragaki-sama…” Ryuunosuke merasa semakin khawatir dengan ucapan tuannya tersebut
Aragaki berdiri dan pergi meninggalkan Ryuunosuke di bawah pohon sakura itu sendirian. Dia masuk ke dalam rumah.
Segera setelah tuannya kembali ke dalam, rubah kecil itu langsung berlari menuju arah belakang.
Di belakang, Reda masih belum bangun dan tertunduk. Ginko yang telah menghela napasnya beberapa kali setelah ditinggalkan oleh Nagi mulai penasaran dengan gadis itu.
"Aku tidak bisa bilang dia cantik karena dia manusia, tapi aku jelas bisa mengatakan kalau dia itu bernasib sangat sial. Dibuang oleh penduduk desa terkutuk itu dan berakhir di tempat ini. Padahal di sini, kemungkinan dia hidup mungkin tidak ada seperti yang sudah-sudah."
Ginko bertanya pada gadis malang itu.
“Reda-sama, kenapa masih belum berdiri?”
“Aku sudah boleh berdiri?” gadis itu malah balik bertanya
“Kenapa justru bertanya? Kalau ingin berdiri, sebaiknya berdiri.”
“Maafkan aku. Di desa, mereka selalu bilang kalau aku tidak boleh melakukan apapun jika tidak disuruh atau aku akan dimasukkan ke dalam kandang anjing.”
“Apa? Kandang anjing?”
“Aku…aku hanya bisa makan jika melakukan semua hal yang diminta oleh penduduk desa. Karena itu, aku takut kalian mungkin akan menghukumku juga jika aku berdiri seenaknya.”
Reda tertunduk dengan wajah takut. Tangannya yang lecet dan gemetar menjadi bukti kalau dia memang takut.
“Ini gila. Jadi penduduk desa itu benar-benar memberikan Nushi-sama seseorang yang dianggap ‘sampah’? Aku pikir mereka tidak serius dan merendah.” pikir Ginko dalam hati
Sebelum Ginko kembali bicara, dari arah belakang terdengar suara yang memanggilnya.
“Ginko-sama!”
Itu adalah Ryuunosuke kecil yang berlari dengan ekspresi wajah takut dan khawatir. Begitu sampai di depannya, dia langsung berdiri di depan Ginko sambil merentangkan tangannya seperti hendak melindungi gadis itu.
“Ginko-sama, ini adalah calon ‘pengantin’ Aragaki-sama! Aku yang akan mengurusnya. Tolong jangan sakiti gadis ini, aku mohon.”
“Kamu salah paham, Ryuunosuke. Aku tidak akan menyakiti Reda-sama. Silahkan kamu urus sisanya. Aku akan kembali ke dalam.” Ginko tersenyum dan pergi meninggalkan kedua orang tersebut.
Reda melihat bentuk ekor imut milik siluman rubah kecil yang manis itu. Begitu dia membalikkan tubuhnya, rubah kecil itu langsung menghampiri dan membantunya berdiri.
“Tubuhmu kotor.” katanya dengan wajah sedih
“Aku tidak apa-apa. Ini…sudah biasa.”
Reda masih tersenyum untuk membuat wajah rubah manis itu tidak khawatir lagi.
“Namaku Ryuunosuke. Mulai sekarang, aku yang akan membantumu…um…”
“Reda. Namaku Reda. Salam kenal Ryuunosuke.”
“Aku minta maaf tapi malam ini kamu tidak bisa tinggal di sini, Reda-sama.”
“Dimana aku bisa tidur?”
“Ayo ikut aku.”
Ryuunosuke membawanya ke pintu di belakang Reda. Mereka berjalan di dalam bagian hutan yang sepi menuju suatu tempat. Tidak ada cahaya apapun di sana. Gelap seperti normalnya hutan lebat, hanya saja tidak ada hewan buas di dalamnya.
Setelah berjalan cukup lama, mereka sampai di sebuah gubuk tua kecil yang gelap.
“Silahkan masuk.” ucap Ryuunosuke sambil membukakan pintunya
Reda melihat kondisi di dalamnya. Hanya ada satu ruangan kecil dengan tungku sederhana, tatami tua dengan beralaskan tempat tidur lantai yang tipis dan selimut, serta sebuah pakaian yukata tidur berwarna gelap.
“Tempat ini…”
“Maafkan aku, tapi Reda-sama harus tidur di sini. Ada pakaian yang sudah disiapkan, silahkan malam ini bersihkan tubuhmu dulu di kamar mandi belakang dan istirahatlah. Besok pagi, aku akan mengantarkan makanan dan menjelaskan semuanya sebelum menghadap Aragaki-sama.”
Reda hanya bisa mengangguk tanpa bertanya. Setelah Ryuunosuke pergi, Reda pergi menuju kamar mandi belakang. Di sana hanya ada bak besar penuh air dengan sebuah cairan kental beraroma rumput dan tanaman herbal serta kain tipis untuk mengeringkan tubuhnya.
“Setidaknya aku bisa tidur di tempat yang hangat. Syukurlah. Ternyata, aku masih bisa merasakan hal mewah seperti ini.” Reda tersenyum senang dengan air mata menetes di pipi.
Betapa perih dan menderitanya hidup yang selama ini dia jalani. Hal itu bisa dilihat dari caranya menggunakan semua barang seadanya itu dengan sangat hati-hati.
Aroma bau dan amis tubuhnya mulai hilang berkat cairan yang terbuat dari rumput dan tanaman herbal tersebut. Sekarang, dia bersiap untuk tidur.
Sambil membaringkan tubuhnya yang masih terasa sakit, dia sempat mengingat sesuatu.
“Ayah, ibu, apa kalian baik-baik saja di surga? Reda akhirnya bisa merasakan tidur dengan pakaian bagus dan tempat tidur hangat malam ini. Reda tidak tidur di kandang anjing lagi sekarang. Reda tidur di rumah yang bagus seperti ini. Rasanya seperti sebuah mimpi.”
“Mungkin Reda akan menyusul kalian setelah dibuang oleh penduduk desa, tapi tolong doakan aku agar bisa tersenyum sampai akhir seperti janji Reda pada kalian ya? Selamat malam.”
Malam itu di tengah hutan, di dalam sebuah gubuk kecil tanpa cahaya apapun, seorang gadis malang tidur dengan wajah penuh kebahagiaan. Hanya malam itu, dia bisa merasa seperti seseorang paling beruntung di dunia.
Meskipun mungkin, takdir berkata lain ketika fajar datang.
****
Matahari mulai terbit pagi itu.
Di kediaman utama milik Aragaki, dirinya sudah bangun lebih dulu dari yang lain. Dengan pakaian rapi dan ekornya yang besar, Aragaki duduk bersimpuh di meja kerjanya sambil melihat gulungan kertas yang menumpuk di sampingnya.
Pintu kayu tradisional di ruangan itu terbuka dan langsung memperlihatkan pemandangan taman dan bunga sakura yang bermekaran. Pemandangan itulah yang menjadi teman Aragaki di pagi hari.
Dari engawa luar, Ryuunosuke berlari dengan terburu-buru.
“Aragaki-sama, Aragaki-sama!”
Aragaki yang sedang membaca kemudian meletakkan kembali gulungan kertasnya.
“Ryuunosuke, selamat pagi. Ada apa terburu-buru?”
“Aragaki-sama, gawat! Aku…aku tidak boleh masuk ke dapur untuk menyiapkan sarapan!”
“Kenapa tidak boleh? Siapa yang melarangmu?”
“Na–Nagi-sama yang melarangnya.”
“Nagi melakukannya? Kenapa?”
“Aku…aku pergi ke dapur pagi-pagi buta untuk memasak nasi dan lauk agar Reda-sama bisa makan dan–”
“Reda? Siapa itu Reda?”
Aragaki yang awalnya terlihat ramah mendengarkan cerita pelayang kecilnya itu mendadak berubah serius. Dia merasa tidak mengenal nama itu dan menjadi sedikit aneh.
Dengan ekor dan telinga rubah Ryuunosuke yang turun karena takut, dia menjawab.
“Itu…nama dari calon ‘pengantin’ Aragaki-sama. Gadis semalam itu bernama Reda-sama.”
Sekarang, mata Aragaki berubah. Ekspresi wajahnya terlihat penuh dengan kebencian dan tangannya mengepal kuat menandakan bukti ketidaksukaannya pada gadis itu.
“Aku ingin membawakan pakaian ganti dan sarapan untuk Reda-sama, tapi Nagi-sama menghalangiku untuk masuk dapur. Nagi-sama berkata bahwa aku tidak boleh membawakan makanan untuk Reda-sama. Aragaki-sama, tolong katakan pada Nagi-sama untuk–”
“Ryuunosuke…”
“I–iya?”
“Aku tidak mau memberi makan manusia.”
“Eh?”
Sebuah tatapan kemarahan dan kebencian terlihat. Ryuunosuke menjadi semakin takut. Ucapan dingin di pagi hari yang cerah itu seperti sebuah tanda kesialan. Apalagi, hal itu dikatakan langsung oleh penguasa Higashi no Mori.
“A–Aragaki-sama, tapi–”
“Aku tidak mau memberi makan manusia. Apa yang dilakukan Nagi sudah benar. Seharusnya, memang itulah yang dilakukan oleh semua orang di tempat ini. Kenapa hanya Ryuunosuke sendiri yang begitu terobsesi dengan manusia?”
“Aragaki-sama, jangan bicara begitu! Reda-sama adalah orang baik! Berbeda dengan gadis manusia sebelum ini, aku yakin kalau Reda-sama bisa membuat–”
“Manusia itu semua sama!” Aragaki membentak Ryuunosuke. Suara itu terdengar sampai keluar. Membuat beberapa siluman yang berjaga di sekitar taman mendengarnya.
“Aragaki…-sama” Ryuunosuke terkejut
“Manusia itu semua sama! Mereka perusak, pembohong, pengkhianat! Sebaik apapun kita pada mereka, pada akhirnya mereka akan selalu mengingkari apa yang telah mereka janjikan. Aku tidak akan pernah melupakan kebencianku pada mereka!”
Kemarahan Aragaki membuatnya tidak bisa mengendalikan tiap kuku di jarinya yang tumbuh. Terlihat tanda merah di atas kening Aragaki dan ekornya yang besar menjadi semakin besar.
Aura pembunuh mulai keluar setiap dia mengatakan alasan demi alasan kenapa dia begitu membenci manusia.
“Aku tidak akan mengulangi kalimat ini untuk ketiga kalinya, Ryuunosuke. Aku tidak memberi makan manusia. Jika kamu tetap bersikeras, maka kamu harus berusaha sendiri untuk memberinya makan. Bahkan jika siang ini dia datang ke tempat ini, hal pertama yang akan aku lakukan adalah melemparnya kembali seperti yang aku lakukan semalam.”
Ryuunosuke semakin gemetar. Dia mulai mengeluarkan air matanya dan menangis. Melihat pelayan kecilnya ketakutan, Aragaki langsung berubah tenang. Aura menakutkan dan tanda di keningnya menghilang, ekor besanya kembali ke ukuran semula. Dia kembali terlihat seperti sosoknya semula.
“Aku minta maaf sudah menakutimu di pagi hari, Ryuunosuke. Sekarang pergilah dan lakukan tugasmu. Masih banyak hal yang harus aku lakukan setelah ini. Siang ini, Ryuunosuke bisa menemuiku setelah makan siang.”
“Ba–baik” Ryuunosuke pergi dengan wajah sedih dan air mata yang masih keluar. Dia gagal meminta bantuan tuannya.
Sekarang, dia harus bisa berpikir untuk mendapatkan setidaknya beras agar bisa dimasak untuk gadis malang itu di hutan.
**
Di dalam gubuk tua di hutan, Reda baru saja membuka matanya. Tubuhnya masih belum bisa digerakkan lantaran sakit yang amat terasa akibat terlempar jauh semalam.
“Sakitnya…”
Reda perlahan bangun dan melihat sekeliling. Ada perasaan aneh yang dia rasakan.
“Ini bukan mimpi. Aku benar-benar tidur di tempat ini. Entah kenapa rasanya senang sekali.”
Meskipun sakit di tubuhnya masih terasa, namun dia masih menyempatkan diri untuk tersenyum. Di dalam pikirannya, bisa hidup setelah mengira semalam adalah malam terakhirnya hidup adalah anugerah Dewa baginya.
Setelah memaksakan diri untuk berdiri, dia pergi untuk membasuh tubuh serta wajahnya.
Di hutan, Ryuunosuke berjalan dengan membawa dua timun, dua tomat bulat dan dua kentang di keranjang. Di pundaknya, terdapat kain lain yang merupakan pakaian untuk gadis itu.
“Hanya ini yang bisa aku ambil di kebun. Kalau terlalu banyak, nanti yang lain pasti akan menyadari bahwa ada yang mengambilnya.” Rubah kecil itu tampak begitu murung. Setelah sampai di gubuk, Ryuunosuke mendapati gadis yang lusuh dan kotor itu dengan kondisi berbeda.
“Ah, selamat pagi rubah kecil.” sapa Reda
Ryuunosuke menjatuhkan semua sayur di keranjang dan terlihat memerah.
“Ka–ka–ka–kamu…Reda-sama?”
“Iya. Memang kenapa? Apa wajahku penuh dengan gigitan nyamuk?” Reda terlihat bingung. Reaksi rubah kecil itu membuatnya heran.
Dalam hati, Ryuunosuke seperti sedang memujinya.
“Cantiknya. Dari semua gadis yang datang, ini yang tercantik. Aku yakin kalau gadis ini pasti bisa membuat Aragaki sama mau menyukai manusia lagi! Aku yakin! Insting pelayanku bergetar melihatnya! Pasti tidak akan salah!”
“Rubah kecil? Ryuunosuke?”
“Ah! Maaf! Ini, aku membawakan pakaian dan… Waa! Maafkan aku, sayurnya jatuh semua!”
Reda hanya tersenyum melihatnya.
Ryuunosuke mengambil kembali sayuran tersebut dan memberikannya pada Reda. Mereka duduk bersama di tatami.
“Maafkan aku. Aku ingin membawakan sarapan pagi ini, tapi Aragaki-sama bilang beliau tidak mau memberi makan manusia jadi aku tidak bisa membawakan sarapan untukmu. Aku terpaksa mencuri ini semua agar kamu bisa makan, Reda-sama. Tapi semua ini masih mentah.”
Ryuunosuke terlihat begitu sedih. Melihat hal itu, Reda mengusap-usap kepala rubah kecil itu dengan lembut.
“Tidak apa-apa, ini saja sudah membuatku senang. Aku yang biasa memakan sisa makanan yang dibuang ke jalan oleh penduduk desa begitu bersyukur dapat makan sayuran segar ini. Terima kasih banyak.”
“Reda-sama…”
Reda mengambil keranjang dan mencuci sayuran tersebut. Dengan memanfaatkan benda yang ada di sana, Reda memotong kentang menjadi bagian kecil-kecil lalu mengukusnya sebentar, sementara tomat dan timun dipotong kecil-kecil menggunakan pisau berkarat yang telah dicuci sebelumnya.
Setelah kukusan kentangnya matang, Reda menyuguhkannya di atas sebuah piring retak yang ada di tempat itu.
“Ryuunosuke juga harus sarapan. Aku minta maaf karena tidak bisa membuat yang lain. Tidak ada bumbu apapun di sini.”
“Tidak! Akulah yang harusnya minta maaf karena tidak bisa membawakan sarapan untuk Reda-sama!”
“Tidak apa-apa. Ayo makan juga.”
“Ryuunosuke…sudah makan sebelumnya, jadi sebaiknya Reda-sama yang memakannya.”
“Baiklah. Aku makan ya.”
Reda menikmati setiap kentang kukus, tomat dan timun itu. Rasanya ada kebahagiaan sendiri untuknya yang selama ini hanya makan makanan sisa di jalan. Keberuntungan besar, itulah yang dipikirkannya.
Ryuunosuke hanya menatap gadis itu dengan tenang sambil menggoyang-goyangkan ekor rubahnya.
“Aku yakin dia orang yang tepat untuk Aragaki-sama! Aku yakin itu!”
Selesai sarapan, Ryuunosukue menjelaskan sedikit apa yang harus dilakukan oleh Reda selama ada di Higashi no Mori.
“Reda-sama, selama tiga bulan ini kamu harus melayani Aragaki-sama sebagai pelayan di Higashi no Mori.”
“Melayani? Apa itu ada hubungannya dengan calon ‘pengantin’?”
“Calon ‘pengantin’ itu adalah sebutan untuk gadis yang diberikan untuk Aragaki-sama. Hal ini dilakukan karena tradisi sejak 200 tahun lalu karena sebuah masalah serius.”
“Masalah serius?”
“Benar. Gadis yang disebut calon ‘pengantin’ di sini memiliki tugas untuk melayani Aragaki-sama seperti pelayan lainnya, mulai dari memasak, mengepel dan menyiapkan segala kebutuhan Aragaki-sama setiap hari.”
“Begitu. Artinya perintah Aragaki-sama itu harus dipatuhi ya.”
“Benar.”
“Lalu, apakah ada maksud lain dengan kata calon ‘pengantin’ itu? Aku pikir itu artinya menikahi Aragaki-sama.”
“Itu tidak mungkin. Aragaki-sama tidak akan menikahi manusia.”
“Kenapa?”
“Beliau…beliau begitu membenci manusia. Ada maksud kenapa hanya gadis di desa itu yang dikorbankan. Hal itu…aku rasa aku belum bisa mengatakannya. Yang jelas nanti siang, Reda-sama akan bertemu dengan Aragaki-sama.”
Reda hanya mengangguk. Yang dia tau sekarang, menjadi pengorbanan artinya dia melayani Aragaki. Gadis itu masih belum mengetahui ada tugas lain yang dibebankan padanya.
“Aku harus menjadi pelayan yang baik untuk Aragaki-sama agar aku tidak dilempar seperti semalam. Jika dengan melayaninya aku masih bisa makan dan tidur di tempat ini, aku harus berjuang.”
Ryuunosuke melihat senyum polos dari gadis cantik itu. Rasa bersalah mulai menyelimutinya.
“Aku tidak bisa mengatakannya. Aku tidak bisa mengatakan bahwa gadis ini hanya memiliki kesempatan 3 bulan untuk membuat Aragaki-sama mau menerimanya dengan melayani semua kebutuhan Aragaki-sama.”
“Jika gagal, gadis ini akan dibunuh oleh Aragaki-sama sendiri seperti yang lainnya. Bagaimana aku bisa merenggut senyuman yang lugu itu.”
****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!