"Karmen, kalau memang kamu tidak ingin ikut, sebaiknya pulang saja. Ini adalah jalanku dan Dara. Kami tidak ingin merepotkanmu." Galang menghela nafas.
"Sampai sejauh ini, aku sudah senang kamu menemani aku dan Dara. Rangga pun demikian. Aku tidak akan memaksa kalian."
"Kamu diamlah!" Jawab Karmen ketus.
"Diamlah!" Dara menirukan ucapan Karmen. Dia lalu menoleh ke Ayahnya yang duduk di sampingnya dipangkuan Karmen. Sementara, Rangga sedang menyetir mobil.
Galang pura-pura tak melihat Dara. Lalu tiba-tiba tangan Dara memukul wajah Galang. "Plak!"
Galang masih pura-pura tak melihat. Tampak mulut Dara bergerak-gerak. Dia tidak ingin Ayah marah pada Bibi Karmen. Dara marah pada Ayahnya dan membela Karmen. "Ayah nakal!"
Detik berikutnya, Dara telah menangis sekeras-kerasnya. Dia ingin Ayahnya minta maaf pada Karmen. Dia tidak akan diam kalau Ayah belum minta maaf.
Galang mencoba memindahkan Dara ke pangkuannya, namun Dara meronta. Dia tidak mau dan malah memeluk Karmen dengan erat. Karmen tersenyum, "Ayah bukan marah, sayang." Suara Karmen berusaha menenangkan Dara. Namun Dara tak percaya. Dia dengan sendiri kalau Ayahnya menyuruh Bibi Karmen pulang. Dia tak terima.
"Karmen, aku minta maaf ya. Aku tidak akan nyuruh kamu pulang lagi." Ucap Galang sambil mengerling pada Karmen.
Tiba-tiba tangis Dara berhenti. Dia ingin melihat reaksi Bibi Karmen. Dara memundurkan badannya, lalu melihat Karmen. Karmen tersenyum. Dara juga tersenyum, bahkan tertawa. Semua lantas ikut tertawa.
Melihat semua tertawa, Dara justru bingung. Namun saat itu dia yang memeluk Karmen tampak menguap. Beberapa saat kemudian, dia telah tertidur. Kelihatannya memang sangat ngantuk.
"Sampai kota di depan, kita berhenti. Kita menginap di sana." Ujar Galang. Rangga mengangguk. Sementara Karmen pura-pura tidur.
*******
Dila masih tak percaya apa yang dilihatnya. Ia sama sekali tak menyangka jika harus berurusan dengan pria-pria yang tiba-tiba berada di dekat mobilnya ketika ia akan membuka pintu mobil. Dila merasa bahwa tidak akan ada kesempatan untuk lari.
Setidaknya ada empat pria yang mengurung gerak Dila. Mereka seperti hendak menelan mentah-mentah tubuhnya yang memang bagus. Dila mengenakan kemeja putih dipadu dengan rok warna hitam pendek di atas lutut yang semakin membuatnya menjadi sasaran empuk mata para pria yang memandangnya.
"Kalian mau apa?" Tanya Dila setengah berteriak. "Aku salah apa?" Lanjutnya sambil memelas.
"Kamu tahu, dulu ayahmu lah yang telah membuat kami menjadi seperti ini. Ayahmu telah mencampakkan kami dan tak memberikan apapun. Kau akan kami bawa kepada bos untuk mendapat tebusan yang mahal dari ayahmu. Hahahaha!" Kata salah seorang pria yang menjadi pemimpin pria lainnya. Dan dengan aba-aba darinya, pria di belakang Dila membekap mulut Dila dengan saputangan yang sudah diberi obat bius.
Lalu, Dila dimasukkan ke dalam mobil van, mobil meluncur dan akhirnya sudah menghilang dari pandangan.
******
"Paman, kenapa Dila belum datang?" Tiba-tiba Reno membuka pintu kantor Herlambang. "Dia sudah ditunggu. Hari ini ada pembicaraan mengenai kontrak kerja periklanan. Sudah setengah jam tidak satang-datang."
"Tadi dia pamit mengambil dokumen di mobil yang tertinggal. Coba kamu ke sana." Kata Herlambang.
"Baik, Paman. Aku akan melihatnya." Reno lalu bergegas turun. Saat sampai di basement, Reno terkejut mendapati petugas parkir tergeletak. Tak ada orang di sana. Reno lalu mencari mobil Dila. Agak kesulitan, namun beberapa menit kemudian dia menemukan mobil Dila dalam keadaan terbuka dan ketika memeriksa ke dalam, Reno hanya menemukan dokumen di tas map folio. Dia juga menemukan kunci mobil Dila di lantai mobil.
"Kemana dia?" Gumamnya.
Reno bergegas ke atas menemui Herlambang setelah menghubungi Departemen Keamanan.
Dengan nafas terengah-engah, Reno memasuki ruang kantor Herlambang, "Paman, Dia hilang! Petugas parkir pingsan. Mobilnya terbuka dan ini dokumen serta kunci mobilnya!"
Mendengar ucapan Reno, Herlambang tersentak. Pikirannya mulai kacau. Jangan-jangan diculik? Memikirkan ini, Herlambang merasa ngeri. Kini dia hanya bisa menebak. Saat itu, polisi datang setelah menerima laporan dari pihak keamanan mengenai insiden petugas parkir yang pingsan.
"Pak, ada masalah lain?" Tanya Kapten Polisi pada Herlambang. "Tidak mungkin mereka hanya membuat pingsan petugas parkir."
"Dila hilang, Kapten." Jawab Herlambang dengan nada berat. Kapten Herry paham. Ini penculikan.
Tiba-tiba telepon berdering. Herlambang, Herry dan Reno saling pandang. Herry mengangguk ke arah Herlambang.
"Halo!" Sapa Herlambang.
"Putrimu ada di tanganku, jangan lapor polisi! Kamu segera pulang, aku akan menghubungi lagi nanti!" Terdengar suara dari seberang telepon. Lalu, "Click!" Telepon ditutup.
Herlambang segera meninggalkan kantor setelah menyerahkan urusan kantor pada asistennya. Dia benar-benar sangat terpukul. Dia menerka-nerka siapa yang melakukan ini?
******
Mobil yang membawa Dila sedang dalam perjalanan keluar kota menuju sebuah gedung tua dekat sungai. Saat itu, Dila yang awalnya dibius dan pingsan kini sudah bangun dan meronta membuat keributan dalam mobil minivan.
Dila sama sekali tidak menyerah dan terus meronta. Sebisa mungkin dia ingin melepaskan diri dari mobil itu. Dalam hatinya, walau dengan rasa putus asa, Dila masih punya harapan, siapa tahu ada yang melihatnya dan berusaha menolong.
"Lepaskan aku huhuhu...!" Seru Dila.
"Hahahaha, percuma kamu meronta! Kamu tak akan bisa kemana-mana. Lebih baik kamu patuh, dan itu tidak akan menyakitkan. Setelah mendapat uang dari ayahmu, kamu baru kami lepas!" Kata salah seorang pria.
"Bos, jangan dilepas begitu saja dong. Aku mau dia, bos!"
"Plak!" Sebuah tamparan keras mengenai muka seseorang. "Kamu kira hanya kamu yang mau? Aku juga mau!" Seru pria yang dipanggil bos.
"Tidaaaaaak...!!" Dila terus saja meronta, berteriak dan menjerit.
******
Saat itu, masih pagi, Galang kebetulan sedang berhenti di pinggir jalan untuk menganti ban yang bocor. Rangga sudah selesai menganti ban yang bocor dengan ban serep. Sementara Galang juga membantunya. Karmen terlihat mengendong Dara yang sedang tidur.
Tiba-tiba sebuah mobil dari arah berlawanan datang dengan kecepatan tinggi. Terdengar teriakan seorang wanita di dalamnya. Wanita itu menjerit-jerit, namun tak jelas. Dara juga terbangun karena suara mobil itu mengejutkannya.
"Bibi!" Dara memanggil Karmen lalu melihat wajahnya. Berharap mendapat penjelasan apa yang sedang terjadi. Karen tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa, Sayang. Tidur lagi, ya." Lalu Karmen mengusap-usap kepala Dara.
"Mik cucu!" Kata Dara. Lalu Karmen mengambil botol berisi susu dalam tasnya.
"Masuk mobil!" Tiba-tiba Elang memberi perintah agar memasuki mobil, lalu dia berinisiatif menyetir. Mobil berputar dan melaju kencang mengikuti mobil minivan.
Dara tak peduli, dia meminum susu sambil dipeluk Karmen.
"Kamu? Apa yang akan kamu lakukan?" Tanya Karmen. Galang tak menjawab pertanyaan Karmen.
"Ayah!" Dara memanggil.
Maksud Dara adalah, Ayahnya harus menjawab pertanyaan Bibi Karmen.
"Kita akan selamatkan orang!" Jawab Galang.
Dara menatap Karmen. Dia melihat Karmen seperti tak senang.
"Ayah!" Dara ingin memberitahu Ayahnya lagi kalau Bibi Karmen tak senang dengan jawaban ayahnya.
"Iya, aku paham. Tapi, kita ini tim, kita sudah melewati berbagai rintangan bersama. Menyelamatkan orang yang tidak berdaya sudah sering kita lakukan. Jadi kita akan terus menyelamatkan orang yang tertindas." Kata Galang lagi.
Dara melihat wajah Karmen lagi. Walaupun dia tidak paham apa yang diucapkan Ayahnya, dia ingin melihat ekspresi Karmen
Karmen tersenyum. Mereka memang seperti sebuah tim sosial dan kemanusiaan. Menyelamatkan banyak orang dalam petualangan mereka menuntut keadilan.
Dara akhirnya tertawa, dia mencium Karmen. Karmen menyadari, Dara sangat menyayangi Karmen. Terbukti, tiap kali berdebat dengan Galang, Dara selalu membelanya. Bahkan, ketika Galang enggan menjawab pertanyaan Karmen, maka Dara akan memaksa Galang untuk menjawabnya.
Setelah beberapa menit berlalu, mobil yang membawa Dila berbelok ke arah jalan yang sempit. Jalan itu jarang dilalui. Terlihat rumput-rumput liar tumbuh subur di jalanan. Dan yang menjadi tujuan mereka adalah sebuah gedung tua bekas markas polisi hutan. Letaknya sekitar 2 kilometer dari jalan raya.
Tampak jelas, gedung itu sudah lama tak dihuni. Beberapa bagian dinding sudah mengalami retak dan berlumut akibat air hujan. Selain itu, ada beberapa kursi tua di teras yang sudah tak layak untuk dipakai.
Saat mobil sampai, tampak beberapa orang keluar dari dalam gedung. Setidaknya ada 7 sampai delapan orang. Salah satu dari mereka tampak berpakaian rapi, masih muda dan berwajah lumayan tampan. Sepertinya dia adalah bosnya.
"Cepat bawa masuk, kurung dia di kamar atas dan kunci pintunya!" Perintah pemuda itu. Saat itu Dila sudah pingsan lagi, jadi dia tidak tahu jika dia dibawa ke sebuah gedung tua.
"Baik, bos!" Jawab mereka
******
Mobil Galang berhenti agak jauh dari belokan. Rangga terlihat sedang sibuk, membuka kap mobil dan seperti sedang memperbaiki kerusakan.
Sementara Karmen sedang bermain dengan Dara. Galang tak ada di sana, dia masuk melalui sisi lain untuk mengintai.
Rangga sedang mondar-mandir seperti sedang memikirkan sesuatu. Karmen dan Dara heran melihatnya. Berjalan ke depan mobil, lalu dari sana berjalan ke arah belakang. Begitu seterusnya. Karmen membuang muka karena merasa pusing sendiri dan menggelengkan kepala. Dara melihat ke arah Karmen.
Tiba-tiba Dara berlari ke arah Rangga dan memegang celananya. Rangga yang masih terus melakukan itu langsung menghentikan langkahnya.
"Paman!" Muka Dara terlihat sedang marah. Dia memarahi Rangga karena berkelakuan tak jelas dan membuat orang pusing. Lalu Dara menghentikannya.
Melihat kelakuan Dara, Rangga yang memang sedang menggodanya lantas berpura-pura tak melihatnya. Dara tambah marah dan memukul-mukul kaki Rangga.
Rangga pura-pura kesakitan, jatuh di rumput dan telentang, matanya dipejamkan. Saat itu, Dara merasa bersalah. Dia telah membuat Paman Rangga pingsan. Dan yang Dara lakukan adalah mengambil botol air mineral, membuka tutupnya dan menumpahkan ke muka Rangga.
Karmen yang melihat itu tertawa terbahak-bahak. Dara nyengir. Rangga pura-pura marah dan Dara mengulurkan tangan. Oh, dia meminta maaf.
Sebuah bayangan berkelebat, Galang muncul dari hutan setelah melakukan penyelidikan ke gedung itu.
"Bagaimana?" Tanya Karmen. "Tidak masalah, mereka lemah. Biar aku dan Rangga yang turun tangan. Kau akan di hotel bersama Dara." Jawab Galang.
"Mukamu kenapa? Kau habis menangis?" Tanya Galang ke Rangga.
"Tanya tuh." Jawab Rangga lalu mulutnya dimonyongkan ke arah Dara. Melihat itu Dara terkekeh, lalu menumpahkan air dari botol mineral ke sepatu Galang. Dia ingin menunjukkan apa yang dilakukannya terhadap Rangga.
Galang tak menghindar, karena kalau menghindar, pasti Dara akan marah.
*****
Rumah Herlambang.
Telepon rumah Herlambang berdering. Herlambang, istrinya dan kakaknya Dila serta polisi sedang menunggu telepon dari para penculik.
Kapten Herry memberitahu Herlambang agar menahan pembicaraan selama 30 detik agar bisa melacak lokasi penculik. Dengan aba-aba Herry, Herlambang lalu mengangkat telepon, petugas kepolisian kemudian merekam pembicaran.
"Herlambang, aku sudah bilang, kalau kamu lapor polisi, maka anakmu tidak akan selamat!" Kata suara di seberang telepon.
"A-Aku tidak lapor polisi!" Suara Herlambang tampak gugup.
"Tidak lapor? Aku lihat di rumahmu sekarang banyak polisi. Kamu tidak bisa membohongi aku!" Terdengar suara di seberang telepon marah. Telepon ditutup
"Pergi!" Seru istri Herlambang. "Pergi kalian semua! Kalian ingin anakku dibunuh?"
Herry terkejut, rupanya mereka telah mempersiapkan semua. Berarti rumah ini dipasang kamera pengintai? Pikir Herry sambil matanya mencari-cari kalau mungkin ada kamera. Namun dia tak menemukan apa-apa.
"Pergilah!" Kata Herlambang.
"Tapi, Pak...?"
"Aku sudah bilang pergi!" Suara Herlambang meninggi. Herry memberi kode agar semua polisi meninggalkan rumah ini.
Sementara Herry yang berpakaian biasa tetap tinggal. Terlihat 3 mobil polisi meninggalkan rumah Herlambang.
Ketika sampai di jalan raya, tiba-tiba, "Duar...! Duar...! Duar....!!"
Terdengar ledakan. Herry berlari keluar diikuti Herlambang dan anak laki-laki Herlambang.
Tiga mobil polisi meledak di jalan, selanjutnya terjadi kecelakaan beruntun. Herry panik dan segera menghubungi pemadam kebakaran dan ambulan. Dan terakhir, dia menghubungi tim penjinak bom. Wajahnya pucat. Dia ingin memeriksa CCTV rumah Herlambang.
Saat rekaman CCTV diputar tak ada orang yang memasuki halaman rumah
Itu berarti mereka mungkin memasang bom saat mobil di markas polisi? Tidak mungkin!
Saat itu telepon rumah Herlambang kembali berdering. Tanpa menunggu aba-aba, Herlambang dengan wajah pucat menjawab telepon.
"H-halo!" Suara Herlambang bergetar dan gugup.
"Itu hanya peringatan saja. Jika kamu ingin putrimu selamat, jangan macam-macam!" Suara di seberang mengancam.
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Herlambang.
"Aku? Aku hanya ingin balas dendam! Termasuk aku ingin uangmu. Aku ingin seratus miliar uangmu. Bukankah itu tidak banyak?" Kata suara di seberang telepon.
Mendengar itu, Herlambang jatuh terduduk. Dia harus membayar 100 miliar?
"Apakah kau akan bayar? Jika tidak sanggup, aku akan mengirim kepala anakmu nanti malam!"
"I-ya, aku sanggup! Tolong jangan sakiti anakku. Tolong jangan mengancam lagi. Aku akan turuti apa maumu. Bolehkah aku mendengar suara anakku? Aku hanya ingin memastikan." Jawab Herlambang dengan mata berkaca-kaca.
"Baik, aku akan memberi instruksi apa yang harus kamu lakukan. Aku akan menghubungimu lagi besok pagi."
"Putrimu sedang tidur. Nanti malam kalau dia sudah bangun, aku akan menghubungimu. Ingat! Jangan ada polisi lagi!" Lalu telepon ditutup.
Istri Herlambang pingsan. Dia sangat tertekan dengan kejadian ini. Anak laki-lakinya tampak sangat cemas, namun dia tak berkata apa-apa. Dia hanya memangku kepala ibunya yang sedang diberi aroma minyak kayu putih di hidungnya oleh Kapten Herry Sementara Herlambang terduduk tak berdaya. Tulang-tulangnya seperti berubah menjadi kertas. Dia telah kehilangan kekuatannya.
Di jalan raya, selain korban dari kepolisian, korban lain juga banyak dari pengguna jalan dan pengendara. Tabrakan itu juga menelan korban jiwa dan luka-luka. Petugas pemadam kebakaran berhasil memadamkan api, dibantu pihak kepolisian, mereka mengevakuasi jenazah untuk dibawa ambulan. Sementara, warga yang kebetulan melintas juga ikut membantu evakuasi korban.
*****
Galang sambil menggendong Dara pergi ke resepsionis. Dia ingin memesan kamar hotel VIP layaknya apartemen dengan dua kamar tidur. Lengkap dengan kamar mandi, dapur dan ruang tamu.
"Selamat sore, ada yang bisa dibantu?" Sapa resepsionis sopan.
"Mau lihat-lihat dulu paket kamar mbak." Jawab Galang.
"Baik, silahkan!" Lalu resepsionis menyodorkan buku besar berisi keterangan kamar dan harganya.
Galang kemudian melihat-lihat dan memilih kamar yang sesuai. Namun di buku itu dia tak melihat kamar VIP yang sesuai.
"Apakah hanya ini yang ada di sini?" Tanya Galang.
Saat itu resepsionis terkejut. Memangnya mau yang seperti apa? Ada juga harganya sangat mahal.
Sambil bermalas-malas, resepsionis pria itu memberikan buku lainnya. Galang menerimanya dengan cuek. Dia lalu memperhatikan buku dan memilih yang sesuai keinginannya.
Galang lalu memberikan buku itu kembali, dia menunjuk paket kamar Super VIP. Di sana tertulis ada dua kamar, masing-masing kamar ada kamar mandi, satu kamar mandi juga ada di luar dekat ruang tengah, dapur dan ruang tamu. Disediakan makan 3 kali sehari, snack dan gratis makan di bar.
Resepsionis terkejut. Apa orang ini tak melihat harganya?
"Mas, tapi, kamar ini harganya per malam 7 juta. Apa mas salah lihat?" Tanya resepsionis.
"Enggak! Saya sudah lihat. Karna ada makam tiga kali, maka saya kan nggak perlu cari-cari makan lagi. Semua disediakan lebih praktis. Soal harga tidak masalah." Galang tampak tak peduli dengan resepsionis yang meremehkannya. Penampilannya memang tampak seperti gembel. Apalagi dia tampak seperti sedang melarikan diri dari istrinya.
"Saya pesan selama satu minggu. Saya ingin bayar sekarang, saya ingin istirahat." Kata Elang mulai tak sabar. Lalu dia menyerahkan kartu bank kepada resepsionis. Resepsionis menerima kartu dengan meremehkan.
Lalu dia menggesek kartu, meminta pin.
"Pin ada di kartu!" Kata Galang.
Rupanya resepsionis ingin mengecek saldo. Ketika dia melihat saldo, dia tiba-tiba terduduk. Temannya yang perempuan sampai kaget dan bertanya, "Ada apa?"
Pria itu menunjuk ke arah mesin penggesek kartu bank. Si cewek juga sampai terduduk.
"Cepat dong, saya sudah capek berdiri dari tadi!" Kata Galang membuyarkan keterkejutan dua resepsionis itu.
Dara yang sejak tadi diam juga ikut bicara, "Cepat!" Dia tidak suka pada orang itu. Dia terlalu meremehkan Ayahnya.
"I-iya, Tuan. Maaf. Maaf..." Suara resepsionis gugup karena terkejut dan takut. Dia telah meremehkan tamu hotel ini.
Kini dia menyesal. Dia mempercepat proses pembayaran dan akhirnya menyerahkan kartu dan kunci gesek serta pin pintu kamar. Dengan sangat hormat, dia segera meminta maaf lagi. Melihat itu, Dara yang juga jengkel, membuang muka dan dilihat oleh kedua resepsionis itu. Mereka tampak justru merasa lucu dan tersenyum saling pandang.
Galang tampak bingung. Dara tidak ada di sampingnya? Padahal tadi dia masih melihatnya di depannya bermain-main dengan sepatu kecilnya. Kemana dia?
Galang lalu memberi kode pada Karmen dan Rangga. Mereka akhirnya berpencar mencari Dara, gadis kecil putri Galang. Ibunya meninggal 1 tahun setelah Dara lahir. Riana mengidap tumor hati yang ganas. Hanya 8 bulan dia tidak bisa melawan penyakit itu dan akhirnya menyerah.
Galang tampak sangat kuatir. Dia mulai membayangkan anak itu sekarang sedang mencari dia. Sungguh Galang sangat kuatir. Usia Dara saat ini 2,5 tahun.
Sememtara itu, Dara sebenarnya mengikuti seekor anjing pudel yang selalu melihatnya. Anjing itu memakai baju layaknya dirinya. Dara lalu mengikutinya dan sampai di mal. Dara kecewa, ternyata anjing itu bersama ayahnya. Sementara dia lupa tidak mengajak ayahnya.
Lalu Dara mencoba mencari ayahnya, namun dia malah melihat tumpukan mainan. Ternyata ayah sudah kasih kejutan mainan. Pikirnya.
Lalu dia mendekat, dilihatnya ada mobil, bus, pesawat, helikopter dan banyak lagi.
Dia tertarik dengan dengan mobil polisi. Lalu Dara menaikinya sambil berjalan pantatnya di atas mobil mainan itu, mulutnya menirukan suara sirine polisi. Tiba-tiba mobil itu rusak, dia terjatuh dan itu membuatnya berpikir kalau mobil polisi gampang rusak. "Lusak, payah!" Teriaknya.
Dara melihat mobil lainnya. Oh, iya, dia tahu. Ada mobil lapis baja yang kuat. Dia kuat sekali, bahkan mobil-mobil, orang dan lainnya takut. Dara menghampiri tank itu, dia mengamati, dia mulai berpikir tank itu akan dia gunakan untuk apa?
Orang-orang di sekitar tempat itu merasa lucu melihat tingkah Dara yang imut banget. Tubuhnya gemuk, pipinya gemuk, matanya bulat dan sebening kristal, rambutnya diikat ke atas. "Ya ampuuuuun, lucunya...!!!" Teriak seorang wanita muda.
Dara mana peduli, dia hanya fokus dan masih memikirkan soal tank.
Oh, dia mengerti. Dia akan obrak abrik mainan itu, biar ayah tau rasa. Masa dia nggak ada di sini. Padahal anjing tadi main sama ayahnya.
Setelah berpikir, Dara lalu memegang bagian belakang tank, mendorongnya kesana-kemari, menabrak bus, helikopter, menabrak tembok. Dan....
"Hei, heii... Rusak semua ini! Aduuuh, anak siapa ini? Hancuuurr...!!!!" Seru seorang penjaga toko di mal itu. Dia benar-benar marah dibuatnya. Si laki-laki lalu menarik tangan Dara dengan kasar, dia akan membawanya ke manajer. Dara yang langkahnya pendek-pendek tak bisa mengimbangi laki-laki itu. Kakinya berusaha mengimbangi langkah si pria itu, namun tidak bisa, kadang dia terseret, terangkat. Ah, orang-orang yang melihat itu ngomel-ngomel. Ada yang memperingatkan, namun dia tak perduli. Anak ini akan dia serahkan ke manajer.
Manajer yang dia maksud ternyata mendatanginya, dia lihat gadis kecil itu sangat lucu. Dia pengen nyubit pipinya. Tapi dia tahan, dia ingin terlihat profesional.
Dia lalu bertanya dengan nada tinggi, "Siapa namamu?"
Ditanya begitu, Dara malah memalingkan muka dengan sengaja. Tingkahnya ini justru membuat orang-orang makin gemas. Apalagi wanita tadi. Dia benar-benar ingin menciumnya.
Dara masih memalingkan muka, gadis 2,5 tahun itu tak akan menjawab. Ayahnya berpesan, dia tidak boleh bicara dengan orang asing. Apalagi yang bicara ini orangnya jelek. "Huh." Dara mendengus.
Manajer yang kebingungan kemudian berteriak, "Anak siapa ini?!"
Orang-orang yang ada di sana tidak ada yang menjawab. Mereka semua memutar kepala ikut mencari, barangkali ada orang yang merupakan orang tua gadis kecil yang menggemaskan itu.
Saat itu satpam masuk karena mendengar ada kekacauan. Dia mencari-cari, "Mana orangnya yang berani buat kekacauan?"
Manajer melotot ke arah Dara. Satpam paham, ternyata cuma gadis kecil yang sangat imut, menggemaskan. Satpam lalu berjongkok, dia memperhatikan Dara. Dara membuang muka. Ya ampun, satpam malah gemas dengan tingkahnya lalu tersenyum.
Manajer yang melihat itu memelototinya. Satpam langsung kecut. Dia lantas mencoba menginterogasi.
"Gadis kecil, siapa namamu? Paman mau bantu cari Ayahmu." Tanya satpam. Mendengar satpam bicara dengan lembut, gadis itu menoleh, lalu melihat satpam dengan pandangan menyelidik.
Dia masih curiga, jangan-jangan paman ini mau membohonginya. Dia tidak akan tertipu. Lalu membuang muka lagi. "Huh....."
Orang-orang yang menyaksikan itu malah merasa geli dengan sikap gadis mungil itu. Tak terasa mereka malah tertawa.
Saat itu Galang, Karmen dan Rangga muncul dari balik kerumunan. Mereka melihat Dara sedang berada di antara tiga orang. Seorang karyawan, manajer dan satpam yang sedang berjongkok. Melihat dara yang membuang muka, Galang paham, dia tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Galang lalu berlari mendekat, "Ada apa ini?! Tanyanya.
"Kamu siapa?" Tanya manajer sok berwibawa.
"Aku Ayahnya. Ini ada apa?" Tanya Galang lalu memeriksa Dara. Dia melihat pergelangan tangan Dara memerah.
"Ini? Siapa yang melakukan ini?" Tanya Galang geram. Dia memelototi ketiga orang itu. Tidak ada yang menjawab.
"Begini, anakmu ini telah merusak stand mainan di mal ini. Lihat aja kacaunya. Kami minta ganti rugi!" Kata manajer. Dia tidak menjelaskan. Tangannya menunjuk ke stand mainan yang berantakan.
Galang tidak mempedulikannya. Dia malah sibuk memeriksa putrinya.
"Dara, mana yang sakit?" Ditanya begitu, Dara yang menahan emosi sampai mukanya merah, langsung menghambur memeluk Ayahnya. Dia ingin minta perlindungan Ayahnya. Dia merasa sekarang ada yang membelanya.
Galang paham dengan sikap Dara. Dia pasti sangat ketakutan.
"Aku akan ganti rugi, tapi, aku ingin tanya, siapa yang menyakitinya?" Tanya Galang lagi.
"Tunggu dulu, kau mau ganti rugi? Kau tahu berapa kerugian kami?" Kata manajer dengan sombong. Dara yang digendong Ayahnya, tangannya menunjuk ke arah penjaga toko.
Galang yang melihat itu jadi geram. Dia yakin Dara disakiti.
"Memangnya berapa? Aku akan bayar!" Jawab Galang.
"Hahaha, apa kau mampu? Orang miskin sepertimu tidak akan mampu! Kau ingin menipu semua orang?"
"Kau tahu? Kerugian kami 100 juta!" Kata manajer.
Galang tidak terkejut. Dia hanya tersenyum sinis. "Cuma 100 juta, ya?" Katanya meremehkan manajer. "Aku kira berapa." Kata Galang lagi yang membuat manajer marah.
Orang ini meremehkan uang 100 juta? Dia hanya memakai kaos oblong, celana pendek loreng coklat. Dari cara berpakain saja dia tidak terlihat punya uang.
"Kau tahu, kalau hanya mainan yang rusak, itu setara 25 juta. Tapi kamu telah menghentikan aktivitas mal ini. Jika lebih lama lagi, maka akan terus bertambah. Bisa 1 miliar." Kata manajer yang membuat semua orang terkejut.
"1 miliar? Itu uang semua?" Kata seseorang dari kerumunan.
"Wah, ini pemerasan!" Seru seorang wanita yang dari tadi gemas melihat Dara yang imut. Dia lalu melihat Dara. Ternyata bocah itu tidur. "Ya ampun, lucu amat!" Serunya.
Di saat terjadi keributan begini, Dara malah tertidur. Mungkin dia kecapek'an. Benar-benar menggemaskan. Pikirnya lagi. Wanita itu kini beralih melihat ke Galang, dia melihat pria itu, ternyata tampan sekali. "Dia?" Serunya tertahan.
"Baik, aku akan membayar. Tapi ada satu syarat. Siapapun yang menyakiti gadis kecilku, maka dia harus berurusan denganku!" Seru Galang sambil melirik ke penjaga toko, yang membuat semua orang terkejut.
"Ini wilayahku, kau tidak bisa seenaknya di sini berbuat onar. Kau sudah miskin, pakai berpura-pura lagi. Kau mau bayar pakai apa?" Tanya manajer meremehkan. Galang mencibir. Dia lalu melihat ke arah Karmen. Karmen yang paham maksudnya lalu mendekat. Karmen adalah asisten Galang. Selain itu, Karmen juga adalah pengawalnya. Soal kemampuan bertarungnya? Sangat bisa diandalkan.
Dia adalah wanita cantik, badannya tinggi, padat dan berisi. Bisa dibilang tubuhnya sangat proporsional. Dilihat dari wajahnya, dia pasti blasteran bule. Hidungnya mancung, rambutnya berwarna biru. Matanya juga berwarna biru? Dia mengenakan celana jeans warna biru dipadu dengan baju lengan panjang berkerah berwarna putih. Pakaian laki-laki. Di punggungnya terlihat ada tas punggung yang cukup besar.
Melihat inu, semua orang terpana dengan kecantikan Karmen. Manajer yang melihat Karmen menelan ludah. Pikirannya kemudian terbang. Dia membayangkan jika wanita ini adalah istrinya.
Karmen lalu mendekati Galang dan menyerahkan kartu bank. Galang yang masih menggendong Dara lalu menggerakkan kepalanya, menyuruh Karmen menyerahkan kartu itu ke manajer mal.
Ketika Karmen menyodorkan kartu, manajer itu dengan sengaja menyentuh tangan Karmen. Tetapi karmen menepis tangan manajer.
"Ah!" Manajer mengeluh. Tangannya terasa sakit dan kartu jatuh.
Manajer lalu mengambil kartu itu, dia terkejut melihatnya. "Ini?" Serunya.
"Kau mau menipuku dengan kartu palsu ini?" Kata manajer geram. "Aku akan lapor polisi!" Katanya lagi.
"Kau bahkan belum mengeceknya. Kau silahkan cek dulu. Pin ada di sana." Jawab Galang kalem.
"Kartu ini hanya bisa dimiliki oleh orang yang sangat kaya. Dan bank hanya mengeluarkan beberapa kartu. Orang ini, apakah dia? Dia hanya orang biasa." Gumamnya.
Namun dia lantas memberikan kartu bank itu ke kasir.
"Cek isinya!" Perintahnya yang membuat kasir gelapan. Dia lalu mengambil kartu. Dengan gemetar, dia menggesek kartu, memasukkan pin yang tertera di kartu. Dan mengklik tombol enter.
Setelang beberapa detik, mata kasir membelalak.
"Hah! Apa?" Seru kasir sangking kagetnya.
"Gimana?" Tanya manajer penasaran.
"Manajer, di sini saldo kartu ini jumlahnya ada 50 triliun lebih!" Kata kasir dengan nada yang keras.
Manajer melongo. Semua orang juga ikut melongo mendengar jawaban kasir. Tak ada suara. Mereka semua diam. Manajer kaku, keringat dingin mengucur. Dia panik, tidak menyangka aka menjadi seperti ini.
Penjaga yang tadi menyeret Dara mencoba kabur, namun Karmen dengan sekali gerakan berhasil menangkapnya.
Tangan penjaga itu diputar ke belakang, lalu Karmen menjegal kakinya dan penjaga itu jatuh tertelungkup. Kaki Karmen menginjak punggung orang itu.
Saat itu Dara bangun. Dia melihat sekeliling dan terkejut. Banyak selai orang. Dia lalu mendongak dan memundurkan kepalanya, melihat ke wajah orang yang menggendongnya. Memastikan bahwa itu Ayahnya.
Galang yang melihatnya tersenyum. Dara lega setelah tahu bahwa itu Ayahnya. Dia lalu memutar kepalanya, melihat Karmen yang sedang menindas seseorang, Dara terpekik. "Bibi Karmen kasihan! (dengan suara khas anak balita)", Galang yang melihat itu lalu memberi kode agar Karmen melepaskannya.
"Ambil 100 juta, dan kami akan pergi!" Suara Elang memecah keheningan membuat manajer terlonjak. "Tapi kalian semua harus minta maaf. Dan jika Dara memaafkan, aku tidak akan mempermasalahkan. Tapi jika dia diam saja dan membuang muka, maka aku akan menghajar orang itu dan kamu." Kata Galang.
Satpam yang sedari tadi berjongkok mengambil inisiatif, dia lalu mendekati Dara. "Gadis lucu, paman minta maaf ya." Satpam itu mengulurkan tangannya, Dara yang melihat kebaikan satpam yang tidak membentaknya tersenyum. Dara lalu mengulurkan tangan. Tangannya yang mungil itu memegang jari telunjuk satpam yang besar. Wajahnya terus tersenyum melihat satpam itu. Galang paham, pasti satpam ini baik kepada Dara.
Giliran manajer dan penjaga yang ketakutan. Manajer tadi membentak Dara. Sedangkan penjaga itu menyeretnya.
"Kami minta maaf." Secara reflek, manajer dan penjaga maju dan meminta maaf secara bersama. Saat mendengar itu, Dara diam, memperhatikan keduanya, wajahnya kecut. Dia mau memafkan, tapi dia benci kedua orang itu. Kalau nggak dimaafkan, Ayah akan menghajarnya. Dara tampak bimbang.
Dara melihat ke wajah ayahnya, kepalanya ditarik ke belakang. Meminta persetujuan Ayahnya. Ayahnya tersenyum. Oh Ayahnya ingin dia memaafkan. Ayah tersenyum berarti harus memaafkan.
Tiba-tiba Dara membuang muka, "Huh..."
Manajer dan Penjaga stand mainan ketakutan. Mereka kemudian bersimpuh. "Nona Kecil, tolong maafkan kami!" Seru mereka yang kemudian keringat dingin mengucur deras.
Galang terkejut melihat putrinya itu. Galang ingin dia memaafkan mereka. Namun itu di luar dugaannya. Rangga yang sedari tadi berada di kerumunan, kemudian mendekat dan akan memukul keduanya. Saat itu Dara bereaksi, "jangan!" Teriak Dara. Tangannya yang mungil dijulurkan, telapak tangan menghadap ke Rangga.
Rangga malah jadi gemas. Tunggu saja, nanti paman akan menciummu. Pikir Rangga. Dia sangat gemas dengan tingkah anak majikannya itu.
"Paman, tidak boleh memukulnya. Kasihan." Suara Dara yang terdengar sangat kecil itu seperti orang dewasa saja yang membuat semua orang terkagum-kagum.
"Karmen, suruh kasir itu membayar 100 juta, lalu kita pergi!" Kata Galang. Karmen lalu menuju kasir. Dia memerintahkan kasir untuk memotong saldo 100 juta. Lalu mereka berempat pergi.
Menyadari hal ini, manajer memarahi kasir. "Kenapa kamu mau memotongnya? Kalau dia dendam bagaimana? Ini semua gara-gara-gara kamu!" Manajer lalu menoleh ke penjaga stand mainan. Dia mau menamparnya, namun satpam malah menangkap tangan manajer.
"Kau?" Mata manajer melotot. Dia ikut makin marah dengan tindakan satpam.
"Manajer, kau lihat gadis kecil itu ketika sesorang akan memukulmu? Dia melarang orang itu. Gadis itu baik sekali walau kalian tadi menyakitinya. Sekarang kenapa kau tidak memaafkan dia? Kalau dengan begini aku dipecat, silahkan saja. Aku bisa mencari pekerjaan di tempat lain." Kata satpam.
Mendengar itu, manajer reda amarahnya. Dia baru menyadari kekeliruannya. Uang sudah didapat, apalagi yang harus dipermasalahkan? Pikirnya. Akhirmya semua membubarkan diri.
Ketika Galang melewati kerumunan, wanita muda yang sedari tadi gemas melihat dara, sangat tertegun dengan ketampanan Galang. Dia mencoba berinteraksi dengan Galang. Namun Karmen dan Rangga menyingkirkannya. Galang diam saja. Dia hanya ingin secepatnya meninggalkan mal itu. Dia jadi merasa pusing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!