NovelToon NovelToon

Tap Your Heart

Bagian 1

"Clein! Kenapa lo kumpulin kita disini?"

Seorang pria yang baru saja turun dari sepeda motornya langsung bergabung bersama beberapa orang disana. Ia menatap bingung seorang wanita yang tengah berdiri di depan barisan dengan tatapan dingin.

"Nanti juga lo tau, Revan." Jawab seorang pria yang berdiri tepat di samping Clein.

Mata Clein yang penuh intimidasi terlihat mengabsen satu persatu manusia yang berdiri tepat di barisan itu. Ia tidak ingin ada satu orang pun yang tidak hadir dan tidak berada di sana. Clein tipikal wanita yang tidak suka jika perintahnya di bantah. Satu perintah yang keluar di bibirnya, maka saat itu juga harus terlaksana tanpa penolakan.

Clein Andrea Klarisa, seorang wanita yang tidak bisa dianggap remeh, menguasai beladiri pencak silat, menembak, memanah, berkuda, serta ia juga pandai berdebat. Bukan hal yang aneh jika sewaktu menjalani pendidikan di sekolah menengah atas hukuman dari guru sering ia dapatkan. Tak ayal, jika ada di satu waktu ia sempat akan di keluarkan dari sekolah. Sampai saat itu ia mampu menghandle dan berbicara omong kosong, hingga hal itu tidak sampai terjadi. Sekarang jauh setelah kelulusannya, ia di pilih untuk menjadi pemimpin sebuah komunitas yang beranggotakan 110 anggota. Komunitas itu bernama Black Tyrannical. Clein di pilih untuk menjadi pemimpin yang dimana saat itu ia harus mengganti kepemimpinan  Reynold. Reynold di gulingkan oleh para anggotanya karena ia bersekutu dengan salah satu musuh terbesar komunitas Black Tyrannical.

Komunitas mereka dibentuk berdasarkan kesamaan visi dan misi. Meski sering dikatakan komunitas gelap, namun sebenarnya tujuan mereka bukan untuk permusuhan melainkan perdamaian dan keselarasan. Entah, tetap saja banyak orang yang tidak suka melihat berdirinya komunitas itu dan malah menganggap komunitas Black Tyrannical sebagai sebuah ancaman. Mereka memusuhi komunitas Black Tyrannical tanpa sebab. Penyerangan mereka lakukan, hingga permusuhan pun tidak dapat terhindarkan. Mereka memantik api mereka sendiri sampai pada akhirnya mereka paham bahwa komunitas Black Tyrannical bukanlah komunitas yang dapat diremehkan.

Meski Clein seorang wanita, akan tetapi kepercayaan anggota lain terhadap Clein, mengantarkan komunitas mereka menjadi komunitas yang sukses dengan memiliki beberapa bisnis baik di bidang kuliner dan ada satu bisnis di bidang properti. Clein memiliki jabatan sebagai pemegang utama  dari bisnis-bisnis tersebut. Bukan kemauan Clein, akan tetapi para anggota lah yang memilihnya.

"Terimakasih atas kehadiran kalian semua disini. Saya tidak akan berbasa-basi terlalu lama, saya akan berbicara pada intinya saja. saya akan memberikan informasi kalau salah satu restauran kita yang berada di jalan Sun Water telah di serang oleh anggota geng Hitler!" Ujar Clein.

"Hah? Serius?!"

"Kapan?"

"Bisa-bisanya kita gak tau berita itu."

"Ini pasti provokasi dari Reynold! Si Bangsat!"

"Pokoknya kita harus langsung serang ke markas mereka, Clein! Kita gak bisa diem aja!"

Clein mencoba untuk menenangkan mereka semua dengan memberi isyarat dengan tangannya. Ia tidak ingin jika mereka semua tersulut emosi dan melakukan hal gegabah tanpa perencanaan. Jelas bukannya kemenangan yang akan mereka dapatkan, akan tetapi awal dari sebuah kehancuran. Semua harus di atur dan susun dengan baik agar berjalan dengan lancar.

"Tentu saja kita akan melakukan pembalasan. Itu juga menjadi alasan kalian di kumpulkan disini. Tapi, kita tidak akan melakukannya sekarang. Ada beberapa hal yang harus kita pertimbangkan." Jelas Clein.

"Apalagi Clein? Udahlah serang aja sekarang! Tangan gue udah gatel nih pengen bogem muka mereka!" Ucap Deva, pria dengan rambut gondrong yang tengah menggigit ujung sedotan.

"Iyah Clein. Apalagi yang harus kita tunggu? Jelas ini menyangkut harga diri dan juga kerugian. Restauran itu kita bangun pake uang yang gak sedikit, enak banget mereka ngerusakin gitu aja. Memangnya mereka siapa? Dari dulu juga dibanding komunitas kita, mereka itu gak ada apa-apanya! Mereka cuma unggul di jumlah anggota aja!" Timpal Son. Pria yang memiliki hidung mancung alis tebal dengan potongan rambut mohawk pendek.

"Kali ini kita perlu kesabaran. Semua harus di rencanakan dengan baik. Kalian pasti ngerti apa yang saya maksud. Jika kita serang sekarang, maka kemungkinan gagalnya akan ada sekitar 90%. Kerusakan itu dibuat sekitar satu jam yang lalu, sudah pasti jika sekarang mereka tengah bersiap untuk mengantisipasi kedatangan kita. Hasil yang dilalui dengan persiapan dan tanpa persiapan, kita sudah dapat memprediksi hasil akhirnya apa!" Tegas Clein.

"Terus gimana? Sekarang kita cuma diem aja gitu?"

"Tidak! Saya sengaja mengumpulkan kalian semua, supaya kalian bisa berunding kapan dan bagaimana penyerangan itu dilakukan. Setelah kalian selesai berunding dan sudah mendapatkan hasilnya, segera presentasikan di hadapan saya! Sesuai atau tidaknya, saya yang akan menentukan!" Tegas Clein.

Clein memilih untuk masuk ke dalam markasnya diikuti oleh Shane, salah satu tangan kanannya yang selalu berada di sampingnya. Pria itu adalah satu-satunya orang yang sangat Clein percaya dari semua anggotanya. Shane banyak membantu Clein dalam hal bisnis dan pengaturan strategi untuk melawan semua rivalnya.

Clein duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Shane memilih duduk di bangku samping kanan. Clein akan menunggu hasil dari rundingan para anggotanya. Belum berapa lama waktu merangkak maju, pintu sudah di buka. Disana terlihat Deva berjalan menghampiri Clein.

"Cepat sekali! Sudah menentukan rencananya?" Tanya Clein. Deva menggeleng cepat.

"Kita masih berunding. Di depan ada adek lo, Marcel. Katanya pengen ketemu sama lo, Clein."

"Suruh dia masuk!"

Deva mengangguk. Pria itu bergegas keluar dari dalam markas. Shane yang terlihat kebingungan segera menoleh pada Clein.

"Gak kayak biasanya. Tumben banget Marcel kesini? Semua orang tau kalo dia anti banget sama komunitas kita, aneh rasanya pas denger kedatangan dia." Ucap Shane.

Clein hanya mengangkat bahunya tak acuh.

Pintu terbuka, disana seorang pria yang berusia sekitar 18 tahun datang dengan senyum mengembang. Ia sedikit berlari lalu memeluk tubuh Clein.

"Kakak aku kangen!!!" Ucap Marcel antusias.

Clein membalas pelukan itu dan mencium puncak kepala Marcel dengan sayang.

"Kakak juga."

Shane menarik sudut bibirnya saat melihat kedekatan Clein dengan adiknya. Ia baru melihat kedekatan itu secara langsung, meskipun sebelumnya ia sudah tau bahwa Clein sangat menyayangi adiknya. Marcel adalah pesepakbola muda yang sudah memiliki banyak prestasi. Marcel merupakan pemain di salah satu Club bola terkenal. Marcel tinggal di Asrama dan tidak tinggal bersama dengan Clein. Itulah Alasan mengapa kedekatan kakak beradik itu jarang terekspos.

Marcel melepaskan pelukannya dan menatap dalam manik mata Clein. Clein dapat melihat pancaran kerinduan dari mata itu. Demi menggapai cita-citanya untuk menjadi pesepakbola terkenal, pasti tidak mudah bagi Marcel menjalaninya. Selain jauh dari orang tuanya, ia juga di paksa harus jauh dari Clein, kakak yang amat ia sayangi. Kakak yang selalu membela dan melindunginya kapanpun dan di manapun. Sekarang jauh dari Clein, seakan memaksa Marcel untuk bisa berdiri tegak di atas kakinya sendiri.

"Ada apa? Kenapa kamu datang kesini? Kenapa gak langsung telpon kakak aja?" Tanya Clein lembut, tangannya terangkat untuk membelai wajah adiknya itu.

"Pengen aja Kak. Soalnya Marcel gak sabar buat ketemu sama Kakak. Jadinya Marcel punya inisiatif untuk datengin kakak kesini."

"Jadi kamu dateng kesini gak ada tujuan?" Tanya Clein bingung.

"Ada lah Kak! Jadi gini, Marcel mau ngasih tau kalau lusa Marcel ada tanding bola perebutan juara pertama, tandingnya sama Club Secret Dream. Club itu adalah Club luar negeri yang terkenal banget kak. Kakak kan jarang datang ke pertandingan Marcel, malah hampir gak pernah datang. Nah, Marcel mohon banget supaya lusa kakak bisa datang untuk dukung Marcel secara langsung." Ucapnya.

Clein menatap Shane, Shane hanya menaikkan bahunya seolah menyerahkan semuanya pada Clein.

"Lusa?"

Marcel mengangguk mantap.

"Sepertinya kakak belum bisa. Ada urusan yang harus kakak selesaikan." Wajah yang tadi terlihat bahagia, kini berubah muram. Clein menyesal ia tidak dapat mendukung pertandingan adiknya dikarenakan Clein harus menyelesaikan masalahnya dengan geng Hitler. Tidak akan selesai satu atau dua hari, mereka harus membuat perencanaan yang matang.

"Why kak? Cuma satu hari loh? Ayah, Bunda aja pada mau dateng, masa kakak engga? Marcel tau kayaknya kak Clein udah gak sayang lagi sama Marcel. Terbukti disaat Marcel butuh support, kakak malah gak ada." Ujar Marcel dengan nada kekecewaan.

"Kakak sayang sama kamu, cuma ada urusan yang lebih penting yang harus kakak selesaikan, Cel."

"Berarti Marcel gak penting gitu?!"

"Bukan gitu Cel..."

"Intinya Kakak emang udah gak sayang lagi sama Marcel!" Ujar Marcel sedikit menaikkan nada bicaranya.

Clein mulai merasa frustasi. Karakter Marcel yang belum bisa dikatakan dewasa, masih harus diberi tahu pelan-pelan. Tidak bisa mengatakan hal secara tegas, harus lembut tanpa mengeluarkan emosi lebih. Clein berusaha menarik nafasnya, memegang lembut tangan adiknya.

"Baiklah! Kakak akan datang. Kakak akan support kamu ke Stadion secara langsung lusa nanti."

Seketika mata Marcel langsung berbinar, ia memegang erat jemari Clein.

"Yeyyy.. Akhirnya!!! Marcel pasti bakalan semangat untuk memenangkan pertandingan ini kalau kak Clein hadir." Ucap Marcel antusias. Melihat senyum bahagia yang terpancar di wajah adiknya, Clein juga merasa tenang dan ikut bahagia.

"Oh Iyah kak, di depan ada temen Marcel. Tadi Marcel mau kenalin dia ke Kakak, tapi kak Deva gak bolehin dia masuk." Lanjut Marcel.

"Dimana dia? Suruh dia masuk aja!"

"Beneran kak? Gapapa?"

"Of course, baby." Marcel mengangguk. Ia bergegas pergi ke luar Markas untuk memanggil temannya.

Melihat kepergian Marcel, Shane langsung mendekat pada Clein.

"Lo yakin bakal datang lusa nanti ke Stadionnya langsung?"

"Tidak ada pilihan lain."

"Lo bener. It's okay kita bisa pending masalah ini sampai lo selesai nonton pertandingan bola nanti."

"Bukan hanya saya yang akan hadir ke Stadion. Tapi kamu sama anggota yang lain juga, kalian harus ikut hadir bersama saya."

"Kita pasti bakalan hadir kalau pemimpin kita yang nyuruh. Tenang aja, Clein." Ujar Shane mengedipkan sebelah matanya.

Tak berkisar lama Marcel kembali masuk diikuti seorang pria yang perawakannya sama dengan Marcel, jika Marcel memiliki kulit putih, pria itu berbeda. Ia memiliki warna kulit kuning langsat.

"Kak kenalin ini temen Marcel namanya Edvin."

Clein melihat pada pria yang bernama Edvin. Pria itu mengulurkan tangan dan tersenyum.

"Edvin!" Ucapnya. Clein membalas uluran tangan itu mengangguk dan tersenyum tipis, nyaris tidak dapat terlihat jika Edvin tidak melihatnya dengan seksama.

"Clein!"

Edvin melepaskan uluran tangannya.

"Senang berkenalan sama kak Clein. Marcel sering banget cerita soal Kakak. Dia bilang kak Clein itu wanita yang hebat. Syukurlah, sekarang kita bisa bertemu dan berkenalan. Suatu kehormatan bagi Edvin, Kak." Ujar Edvin.

"Terimakasih." Singkat Clein.

"Kan kenalannya udah, Marcel juga udah kasih tau tujuan Marcel kesini, Sekarang Marcel pamit yah, kak? Marcel harus kembali ke Asrama."

"Ini sudah larut malam, Cel. Pulang aja ke rumah dan tidur dirumah! Besok baru kembali ke Asrama. Asrama kamu lumayan jauh. Bahaya juga kalau pergi malam-malam kayak gini."

"Gak bisa kak. Marcel izinnya cuma untuk kasih tau kakak aja. Besok pagi soalnya harus langsung latihan."

"Yaudah. Nanti kakak bakal suruh beberapa orang buat jagain perjalanan kalian. Mereka akan ngawasin mobil kalian di belakang."

"Oke kak. Kalau gitu Marcel pamit." Marcel memeluk tubuh Clein. Clein membalas pelukan itu.

"Mari kak Clein, Edvin juga pamit."

Clein tersenyum.

"Hati-hati." Keduanya mengangguk dan pergi keluar dari markas.

"Shane perintahkan empat orang untuk mengawal perjalanan Marcel!"

"Baik." Shane segera pergi dan melaksanakan perintah dari Clein.

******

Clein tersenyum bangga saat mendengar persentasi dari para anggotanya. Cara yang akan dilakukan untuk pembalasan dendam kepada geng Hitler sangat menarik dan pasti akan berhasil. Clein mengapresiasi ide dari mereka semua.

"Bagaimana Clein? Apa rencana yang akan kita lakukan akan di revisi kembali?" Tanya Son.

"Tidak! Rencana ini sudah sangat sempurna. Kita hanya tinggal mempersiapkan semua alat untuk penyerangan serta mempersiapkan waktu yang tepat saja." Jawab Clein.

"Sebenarnya semua alat akan terkumpul lusa dan kita bisa langsung melakukan penyerangan!" Ucap Revan.

"Kita tidak akan melakukannya lusa. Lusa kita akan menghadiri pertandingan sepak bola dari adiknya Clein." Timpal Shane

"Serius? Kita semua bakalan ikut kesana?"

"Iyah! Clein dan kita semua akan hadir langsung ke Stadion." Jawab Shane.

"Wahhh.. Yaudah pending aja. Kita semua suka sepak bola. Apalagi kalau datang ke stadion secara langsung, semangat banget!!!" Ucap Kenzo antusias.

"Bener asli! Bodoamat urusan geng Hitler, yang paling penting healing nonton pertandingan sepak bola!!" Sorak Revan.

Semua orang terlihat antusias dan bahagia. Jika biasanya hari-hari mereka diisi dengan urusan bisnis dan permusuhan. Lusa nanti mereka akan mengesampingkan itu dan akan menghilangkan sejenak rasa stress yang hinggap di kepala mereka.

"Syukurlah kalian tidak menentang soal penundaan penyerangan."

"Gak bakalan lah, Clein. Sepak bola merupakan sebuah kesenangan, buat apa kita nentang? Toh Kita malah terimakasih banget lo mau ajak kita." Ujar Kenzo.

Zefa mengangguk dan merasa lega.

"Jumlah anggota kita sekarang berapa?"

"Ada sekitar 110 orang." Jawab Deva.

"Oke, Shane cepat pesan tiketnya sekarang! Lusa nanti kita akan pergi ke Stadion untuk menonton pertandingan bola!" Tegas Clein.

"Baik!" Jawab Shane.

......Terimakasih sudah membaca💚......

Semoga suka yah sama cerita ini, kisah yang akan menampilkan bagaimana kebencian dua orang musuh di masa lalu...

Bagian 2

Clein sudah lebih dulu datang ke Markas komunitasnya. Jam menunjukkan pukul 16:00 Wib, hari ini adalah hari dimana Clein dan anggota komunitas Black Tyrannical akan pergi untuk mendukung Marcel secara langsung ke Stadion. Clein tidak mengerti mengapa teman-temannya yang lain belum ada satu pun yang berkumpul di Markas mereka. Selang waktu sekitar 10 menit, baru Revan saja yang datang dengan membawa tiga tas. Satu tas yang di gendongnya dan dua tas besar yang ia jinjing.

"Kita mau nonton bola bukan mau pindahan, Van. Ngapain bawa barang banyak-banyak?" Tanya Clein tak habis pikir.

"Barang yang gue bawa cuma sedikit. Barang-barang yang ada di tas besar ini, semuanya adalah barang yang kita butuhin. Ada banyak atribut dari mulai jersey dan ada beberapa bendera juga."

"Bendera?"

"Iyah, ada bendera negara kita, bendera Palestina, sama ada bendera komunitas kita juga." Revan mengeluarkan semua bendera dari dalam tas besarnya.

"Gue inisiatif bawa bendera Palestina, karena gue ngedukung banget kemerdekaan bagi negara itu. Kita tau sendiri bagaimana nasib anak-anak tidak berdosa disana yang di bunuh tanpa alasan oleh pasukan militer Israel. Pokoknya free Palestine! Kalau bendera komunitas kita, sepak bola kan ajang pertandingan yang sangat besar. Nah gue pengen memperlihatkan jati diri dari komunitas kita. Belum banyak yang tau apalagi dunia, gue pengen tunjukin kalau komunitas Black Tyrannical adalah komunitas nyata dengan segala kehebatan." Jelas Revan.

Clein tersenyum bangga dan menepuk pundak Revan.

"Taruh semua barangnya di bagasi!" Perintah Clein.

Revan mengangguk dan bergegas memasukkan semua barangnya. Clein melihat jam yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. Tidak seperti biasanya anggota yang lain datang terlambat.

"Van, yang lain kok belum datang? Pada kemana dulu yah?" Tanya Clein.

"Entah. Bentar lagi juga pasti Dateng."

Clein mengangguk.

Benar saja tak berapa lama, mereka semua datang. Jika biasanya mereka datang dengan menggunakan motor kali ini berbeda, mereka datang dengan menggunakan mobil. Satu mobil terdiri dari empat orang. Jadi, total mobil yang berada di depan markas sekarang berjumlah 28 mobil dengan satu mobil milik Clein.

"Lah yang bawa motor gue doang?" Tanya Revan.

Mereka semua tampak turun dari mobil. Seketika lapangan yang sangat luas di depan markas berubah menjadi showroom mobil.

"Kita-kita kan di chat grup bilang kalau kita naik mobil kesananya. Salah lo sih gak pernah muncul di chat grup, jadinya beda sendiri." Ujar Son.

"Sorry Clein kita telat. Sebenarnya tadi kita nungguin Revan. Kita gak tau kalau Revan udah datang lebih dulu kesini. Soalnya dia susah banget dihubungin." Ujar Deva.

"Hehe maaf. Soalnya aku siapin banyak barang. Jadi gak sempet mainin handphone." Ucap Revan cengengesan.

"It's okay. Tapi hadir semua kan?" Tanya Clein.

"Semua sudah hadir. Gak ada yang kurang satupun." Jawab Shane.

"Baik! sekarang kita langsung berangkat!" Ucap Clein.

"Gue berangkat di motor gitu sendiri?" Tanya Revan mencebikkan bibirnya kesal.

"Masukin motornya ke dalam markas, terus gembok pintunya. Kamu naik mobil bareng saya!" Ujar Clein.

"Okey siap!" Ucap Revan semangat.

Clein hanya menggelengkan kepalanya.

Komunitas dengan 110 anggota dan 110 karakter yang berbeda. Clein sudah biasa menghadapi satu persatu dari mereka. Sebagai wanita satu-satunya sekaligus seorang pemimpin, Clein sangat disegani serta di lindungi oleh mereka semua.

Clein diibaratkan titik penting bagi komunitas itu. Apa yang mereka dapat sekarang semua hasil dari kepemimpinan Clein. Semua anggota sering menjulukinya 'Queen Of Black Tyrannical'. Ratu dengan kuasa tinggi di komunitas mereka. Meski ia seorang pemimpin, akan tetapi Clein tidak pernah bertindak semena-mena terhadap bawahannya. Ia sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Clein akan berubah sangar jika ia sudah di pertemukan dengan musuhnya. Clein menganggap anggota lain seperti saudaranya. Mereka punya visi misi yang sama, yang harus mereka capai. Komunitas mereka bukan hanya sekedar sebuah komunitas untuk main-main. Kekuatan, keharmonisan, keberanian, kecerdasan serta pencapaian harus di selaraskan dengan baik, itulah prinsip mereka.

Semua orang bergegas masuk ke dalam mobil masing-masing. Clein masuk ke mobilnya dan di susul oleh Revan. Shane kali ini tidak pergi di mobil yang sama dengan Clein. Ia membawa mobilnya dan semobil dengan Son, Deva, dan Kenzo. Clein lebih dulu melajukan mobilnya dan memimpin perjalanan.

"Gue bawa banyak cemilan nih, Clein. Mau engga?" Tawar Revan.

Revan mengeluarkan banyak cemilan dari dalam tasnya. Clein tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Revan termasuk salah satu spesies unik diantara anggota komunitas Black Tyrannical yang lain.

"Saya tidak percaya kamu yang mempersiapkan semua ini, padahal perjalanan kita tidak akan lama." Ucap Clein.

"Mau waktunya lama atau engga, mau perjalanannya jauh atau singkat, cemilan merupakan bahan wajib yang harus dibawa. Makanan itu unsur penting Clein, selain bisa meredakan rasa lapar, cemilan ini juga bisa menghilangkan rasa bosan pas lagi di perjalanan." Jelas Revan.

"Up to you!" Singkat Clein lelah.

"Jadi kamu mau engga?"

"Mau permen, ada?"

"Ada dong!" Revan merogoh dalam tasnya dan mencari keberadaan permen disana.

"Nih!" Revan menyerahkan beberapa permen pada Clein. Clein mengambilnya satu, membuka kemasannya dan memasukkan permen itu ke mulutnya.

Revan memasukkan kembali cemilan yang sempat ia keluarkan dan memakan salah satu cokelat yang ia bawa. Pria itu menyalakan lagu dan berjoged menghentak-hentakkan tubuhnya. Clein hanya bisa menghembuskan nafas kasar dengan sesekali memijit pelipisnya. Semoga fokusnya tidak terganggu karena itu bisa membahayakan dirinya dan juga Revan. Suara nyanyian Revan yang sangat fals itu mendominasi mobil Clein. Clein harus tetap sabar dan menerima semuanya hingga ia sampai di tempat tujuan.

Revan melirik Clein.

"Come on, Clein. Ayo kita berpesta!" Ajak Revan.

Lagu hip hop yang di putar semakin terdengar asik. Revan semakin menggoyangkan kepala dan tubuhnya. Clein yang mulai terbawa suasana, mengangkat sebelah tangannya dan menggoyangkan kepalanya diikuti dengan senyuman lebar. Not bad, Clein dapat merasa stress nya mulai berkurang. Setidaknya adanya Revan, tidak membuat perjalanannya terasa membosankan.

******

Empat jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Gelora Internasional Stadium. Stadion yang akan di pakai oleh Club The Fixers.  Club yang dimana salah satu pemainnya adalah adik Clein, Marcel.

Revan lebih dulu turun dengan perasaan excited. Ia langsung menurunkan barang-barangnya di bagasi dengan penuh semangat.

Clein melepaskan jaketnya, cuaca malam ini lumayan panas, kemudian Clein menaruhnya di kursi belakang. Clein segera turun dari mobilnya. Semua perhatian tertuju pada Clein dan temannya yang lain. Mereka semua seperti terhipnotis dengan kedatangan komunitas Black Tyrannical. Aura mereka sangat kuat, hingga tak ada satupun dari orang-orang yang melewatkan kesempatan untuk melihat mereka.

"Ya Tuhan, Revan! Barang lo banyak banget!" Ujar Kenzo tak percaya.

Revan tidak merespon ucapan Kenzo. Fokusnya lebih utama pada barang-barangnya. Ia mengambil bendera yang lengkap dengan tiang pendek agar mudah di kibarkan. Revan menyerahkan semua bendera itu pada Kenzo.

"Nih pegang! Bagiin sama yang lainnya!" Ujar Revan.

"Widih Keren banget! Salut gue sama lo, Van!" Ujar Kenzo.

Kenzo segera membagikan semua bendera yang total keseluruhannya berjumlah tiga puluh. Sepuluh bendera negara Indonesia, sepuluh bendera negara Palestina dan sepuluh bendera komunitas Black Tyrannical. Revan sudah lebih dulu memegang bendera Palestina di tangannya. Semua orang di komunitasnya sangat tau, kalau Revan adalah salah satu orang yang sangat lantang dalam menyuarakan kebebasan negara Palestina.

"Kalau gitu ayo semuanya kita masuk!" Ucap Shane.

Semua orang mengangguk antusias. Clein dan Shane berjalan lebih dulu diikuti anggota yang lain. Kerumunan mereka sangat banyak dengan jaket hitam yang di desain sama. Hanya Clein yang tidak menggunakannya. Sudah sangat jelas mereka mengetahui bahwa Clein adalah pemimpinnya. Tatapan semua penonton teralihkan dengan kedatangan Clein dan anggota lainnya. Clein tidak merasa nyaman dengan tatapan mereka, ia membalas menatap mereka satu persatu dengan tatapan intimidasi. Seketika mereka lebih dulu memutus kontak mata dengan Clein. Aura Clein sangat menakutkan, rasanya mereka tak sanggup untuk mendapat tatapan seperti itu.

"Huuuuu!!! Yeayyy!!!" Teriak Revan kegirangan.

Clein menoleh dan tersenyum tipis.

"Makasih banyak Clein. Sebab kebaikan hati lo, akhirnya gue bisa ngerasain Vibes kayak gini. Huuhhh huwaahhh!" Ujar Revan. Anggota lain hanya tersenyum dan setuju dengan perkataan Revan.

"Jangan lebay Van, tolong sikapnya dikondisikan!" Peringat Deva.

"Biarkan saja." Ujar Clein.

Deva menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan tersenyum canggung.

"Malu Clein, diliatin orang-orang."

"Setiap orang punya kesenangannya masing-masing. Itu kebahagiaannya Revan. Jangan diganggu, biarkan dia menikmatinya." Ucap Clein.

"Tapi Clein-"

Clein menatap Deva dan menggelengkan kepalanya. Clein mencoba untuk memberi isyarat agar Deva tidak berbicara terlalu jauh dan agar tidak mengganggu kebahagiaan Revan. Setiap orang punya kebahagiaannya masing-masing dengan cara yang berbeda.

Pertandingan segera di mulai. Saat ini lagu kebangsaan Indonesia raya tengah dinyanyikan. Clein dan anggotanya yang lain manaruh lengan kanannya di depan dada dan ikut menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya.

Clein tersenyum bangga saat kamera menyorot Marcel. Layar besar itu menampilkan adiknya terlihat begitu serius dan terlihat sedikit gugup. Lagu selesai dinyanyikan. Baik tim The Fixers dan tim Secret Dream terlihat saling bersalaman satu sama lain.

Pertandingan dimulai. Marcel mencari keberadaan Clein, hingga tatapan mereka bertemu. Clein mengangguk seolah memberikan semangat, Marcel pun ikut mengangguk.

"Yuhuuuu mulaiii!" Teriak Revan.

"Clein orang tua kamu dimana? Bukannya mereka juga nonton?" Tanya Shane.

"Mereka ada di barisan VIP." Jawab Clein.

Shane hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.

*****

Waktu sudah 89 menit, score masih satu kosong dengan tim lawan yang unggul. Clein mulai merasa khawatir. Sudah beberapa pemain yang digantikan, namun belum ada perubahan score. Sorak yang tadinya memenuhi stadion kini berubah menjadi hening dan tegang. Marcel selalu melihat ke arah Clein, adiknya itu menatap Clein dengan tatapan frustasi.

"Se-ma-ngat!" Lirih Clein. Meski tidak terdengar namun Marcel bisa memahami gerakan bibir kakaknya. Marcel mengangguk dan semangatnya kembali berkobar. Di waktu 90 menit dengan tambahan waktu 6 menit, Marcel mulai gencar melakukan penyerangan. Ia bekerja sama dengan Edvin. Saat tepat di depan gawang, Marcel menendang bola langsung ke dalam gawang.

"GOALLL!" Sorak semua orang. Wajah panik dan tegang kini berubah menjadi bahagia.  Score berubah satu sama, kini tinggal satu score lagi untuk mencapai kemenangan.

Waktu semakin bergerak maju, hanya tinggal 2 menit lagi pertandingan usai. Bola kembali di kuasai oleh Edvin. Namun saat dia menendang bola, bola itu mengenai tangan kiper.

"Arghhh! Dikit lagi itu padahal." Ujar Revan.

"Asli, greget gue liatnya." Tambah Kenzo.

Clein meremas tangannya, ia sangat gugup dengan hasil akhirnya nanti. Clein tidak masalah jika mereka kalah, hanya saja Clein takut jika adiknya kecewa. Meski sepakbola permainan per tim, namun Clein tau bagaimana sifat adiknya. Marcel pasti akan menyalahkan dirinya sendiri jika timnya kalah.

Sekarang tendangan pojok untuk tim The Fixers. Marcel yang akan mengeksekusi tendangan pojok. Edvin dan Marcel saling memberikan isyarat satu sama lain. Peluit di bunyikan, bola di tendang tepat ke depan gawang. Saat bola melambung, Edvin segera menyundul bola itu, dannn...

"GOALLL!!!" Riuh suara sorakan bertambah dua kali lipat.

Clein meninju angin dan merasa puas saat bola itu masuk ke dalam gawang.  Shane menyentuh pundak Clein, ia melebarkan tangannya. Clein memeluk tubuh Shane, Shane pun membalas pelukan itu. Tak hanya Shane, Clein juga memeluk beberapa anggotanya. Ia sangat bahagia.

Peluit panjang dibunyikan, wasit menghentikan pertandingan dan kemenangan di dapatkan oleh tim The Fixers. Semua pemain tim The Fixers berlari untuk melakukan selebrasi kearah penonton. Semua pemain dan penonton saling menyuarakan kebahagiaan mereka. Yel-yel di suarakan, nama Marcel dan Edvin pun menggema di seluruh stadion. Clein tidak dapat menyembunyikan rasa bangga terhadap adiknya itu.

...Terimakasih sudah membaca 💚...

Bagian 3

Suasana lapangan seketika diubah menjadi stage untuk pemberian piala dan medali. Juara kedua yang terlebih dahulu dipersilahkan untuk naik ke atas stage. Marcel dan Edvin saling merangkul. Mereka sangat bahagia dengan kemenangan mereka. Apalagi saat melihat supporter yang sangat banyak menyaksikan pertandingan mereka dengan bersorak bahagia. Tak ada lagi bahagia yang mampu menggambarkan suasana hati mereka.

Saatnya giliran tim The Fixers di persilahkan untuk naik ke atas Stage. Mereka berjalan satu persatu, dimulai dari pemain sampai staf dan pelatih club mereka. Mereka berdiri tepat di depan dan tak sabar untuk mendapatkan piala.

Kapten mereka yang menjadi perwakilan untuk mengambil piala itu. Piala di bawa ketengah pemain. Dalam hitungan satu sampai tiga, piala diangkat ke atas dan saat itu kembang api dinyalakan bersamaan dengan sorakan para suporter dan pemain.

Setelah selebrasi kemenangan, keluarga pemain, Staf dan pelatih turun ke lapangan. Mereka turut serta memeriahkan kemenangan itu. Marcel memberi isyarat pada Clein agar segera turun ke lapangan.

Clein mengangguk.

"Kita turun!" Perintah Clein.

"Siap!" Jawab mereka serentak.

"Woy kalau udah di bawah benderanya kibarin! Jangan ada yang ketawa, komunitas kita bakalan di sorot media! Jangan buat image sangar komunitas Black Tyrannical jadi berantakan!" Ujar Revan.

"Tumben lo hari ini semangatnya menggebu-gebu?" Cibir Deva.

"Sirik aja lo!" Ketus Revan.

"Jangan berantem dulu, kita harus cepat turun. Ikuti perintah Clein!" Ucap Shane. Pria itu berusaha mengingatkan Revan dan Deva.

Mereka semua turun dari kursi stadion dan bergegas pergi ke tengah lapangan untuk memberi ucapan selamat kepada Marcel. Clein berjalan di barisan paling depan. Tidak seperti tadi, kini tak ada senyuman di bibir Clein. Ia sengaja memasang ekspresi datar. Semua mata tertuju pada kedatangan Clein dan teman-temannya. Jumlah mereka yang banyak diiringi kibaran bendera, kembali menjadi pusat perhatian semua orang. Bahkan kini kamera beralih merekam ke arah Clein dan anggota komunitasnya.

Clein menghentikan langkahnya ketika melihat seorang pria dengan didampingi banyak pria bertubuh kekar tengah berdiri tepat di samping adiknya. Pria itu terus saja menatap dirinya dengan ekspresi wajah yang sulit untuk diartikan.

Tangan Clein mengepal dengan sempurna, ia menatap tajam pria itu. Semua anggotanya hanya saling melemparkan tatapan bingung saat Clein tetap diam di tempatnya. Shane berinisiatif untuk menghampiri Clein.

"Ada apa?"

Clein melirik Shane sebentar dan menggeleng pelan. Ia kembali melanjutkan langkahnya dan menghampiri adiknya.

"Kakak!" Marcel segera menghambur ke pelukan Clein. Pemandangan itu menjadi pemandangan tak biasa bagi pria yang senantiasa menatap Clein.

"Selamat." Ucap Clein. Marcel melepas pelukannya. Senyum bahagia tidak pernah hilang dari wajahnya.

"Kakak makasih udah datang dan support Marcel." Ujarnya.

"Sudah seharusnya kakak dukung kamu." Balas Clein.

"Buat temen-temen kak Clein juga makasih banget udah datang kesini."

"Sama-sama Cel. Lo tadi mainnya keren, salut gue." Ucap Revan.

"Ah biasa aja kak." Jawab Marcel sedikit merendah.

"Asli Cel, keren! Kalau gue punya jempol seratus udah gue kasih semua sama lo!" Ujar Revan lagi.

Marcel hanya menggelengkan kepalanya kemudian menundukkan wajahnya karena malu. Pujian dari Revan terlalu berlebihan menurutnya. Bukan hanya Marcel yang bermain bagus, tapi pemain yang lain juga mempunyai kendali yang sama.

Clein berjalan dan mendekat pada Edvin, ia memeluk tubuh teman adiknya itu.

"Selamat." Ucap Clein.

"Terimakasih ka Clein."

Clein mengangguk dan melepas pelukannya.

Clein berbalik dan menghadap pria yang tengah berdiri tepat di sampingnya. Ada sekitar sepuluh bodyguard yang menjaganya tepat di belakang tubuh pria itu. Clein tidak sedikitpun melihat ada hal yang berubah dari pria itu.

Pria itu membalas tatapan Clein. Mereka kini saling berhadapan dengan sedikit jarak. Keduanya saling menatap sengit seperti enggan untuk memutus kontak mata. Suasana disana berubah menjadi tegang. Marcel dan Edvin saling menatap dan mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Keduanya segera mendekat pada Clein dan pria itu.

"Kak Clein, Kenalin ini Abang Edvin, namanya Karel Alvarez, kak."

Clein menoleh sebentar pada Edvin dan kembali menatap manik mata Karel.

"Karel!" Tangan pria itu terulur.

Clein menatap tangan itu dan tersenyum miring. Ia berdecih pelan.

"Berpura-pura tidak mengenal, untuk apa?" Tanya Clein dengan nada cibiran.

Karel menarik uluran tangannya dan ikut tersenyum miring.

"Mungkin saja kebencian telah menghapus semua memori anda tentang saya." Ucapnya.

Clein menggelengkan kepalanya sembari berdecak.

"Kebencian saya sangat besar! Saya akan mengingat semua tentang anda dan kesalahan anda!" Ujar Clein.

"Kebencian yang tidak berdasar! Apa yang dulu saya lakukan terhadap anda adalah sesuatu yang benar! Anda saja yang tidak ingin membuka pikiran anda terhadap hal positif!" Ucap Karel.

"Apa yang menurut anda benar, tidak pernah benar di mata saya!" Tegas Clein.

"Apa jika saya membawa anda ke atas ranjang dan mencumbu anda, itu baru sesuatu yang benar?"

Clein menajamkan matanya, ia mencekik leher Karel dengan sebelah tangannya lalu mencengkeramnya kuat.

"JAGA BATASAN ANDA!" Tegas Clein.

Bodyguard Karel mulai panik, mereka berniat untuk maju namun Karel mengisyaratkan mereka dengan tangannya untuk tetap berdiri di tempat mereka. Edvin juga merasa khawatir dengan Abangnya. Karel tersenyum menyeringai saat melihat Clein di selimuti amarah karena pancingannya berhasil.

"Kak Clein, lepasin kak Karel! Jangan sakitin abang Edvin!"

Terpaksa Clein melepaskannya dengan kasar disertai dorongan. Leher Karel terlihat memerah akibat dari cengkraman lengan Clein. Semua penonton yang berada di stadion, tidak melewatkan kesempatan untuk mengabadikan momen tersebut. Mereka merogoh handphonenya lalu merekamnya.

"Kali ini anda selamat! Jika adik anda tidak memohon, mungkin hari ini tidak akan ada lagi kehidupan untuk anda!" Tegas Clein penuh penekanan.

Clein memilih pergi dari sana diikuti anggota komunitasnya. Shane, Deva, dan Son menatap tak suka pada Karel. Bahkan Revan terlihat mengacungkan jari tengahnya pada pria itu. Kenzo melihat Karel dari ujung rambut sampai ujung kaki, ia berpura-pura akan maju dan akan memukul Karel. Namun salah satu bodyguard pria itu langsung menghalangi aksinya.

"Arghhh gak asik, anying!" Ujar Kenzo kemudian langsung menyusul teman-temannya yang lain.

Marcel berniat untuk mengejar Clein, namun orang tuanya lebih dulu datang.

"Udah biarin aja. Jangan ganggu kakak kamu kalo dia lagi marah. Nikmati kemenangan kamu. Disana ada Shane, Deva, dan banyak temannya yang lain. Mereka yang akan menenangkan Clein." Ujar Rio, ayah dari Clein dan Marcel.

"Marcel takut kalau nanti kakak buat hal yang macam-macam. Dia kelihatan marah banget ayah, bunda." Ucap Marcel.

"Jangan dipikirkan. Kakak kamu sudah dewasa. Dia tidak akan berbuat hal yang melampaui batas. Kamu kan tau kakak kamu itu, dia adalah kakak yang hebat. Dia bisa mengatasi apapun." Tambah Eliana, bunda Clein dan Marcel.

"Ayo gabung lagi sama yang lainnya! Malam ini kamu harus happy, ini impian kamu dari lama." Ucap Rio.

Marcel hanya mengangguk lemah dan berjalan bersama kedua orang tuanya untuk bergabung bersama pemain lainnya. Marcel melirik Karel dan berdecak kesal. Rio dan Eliana yang menyadari itu, segera merangkul Marcel dan menjauhkan Marcel dari pria itu. Rio dan Eliana tidak ingin Marcel merusak momennya sendiri.

******

"Dia siapa Clein?" Tanya Shane yang langsung menyusul Clein.

Mereka sudah berada di luar Stadion. Clein membalikkan tubuhnya dan melihat pada teman-temannya yang ingin meminta penjelasan.

"Dia musuh Clein sewaktu SMA!" Bukannya Clein yang menjawab, Seorang pria dari anggota komunitasnya berjalan maju menghampiri Shane.

"Lo tau, Oki?" Tanya Shane.

"Ya tau lah! Dulu gue sama Clein itu teman satu kelas sewaktu SMA. Sebelum dia kenal sama komunitas Black Tyrannical, dulu kita itu punya geng motor di sekolah dan pria itu bernama Karel Alvarez. Dia dulu ketua MPK sekaligus ketua kelas di kelas gue sama Clein. Dari SMA, Clein sangat-sangat membenci Karel! Pria itu seringkali mencoba untuk menjatuhkan serta mengurusi urusan Clein!" Jelas Oki.

Clein menatap Oki tak suka.

"Hentikan! Jangan bicara terlalu jauh!" Tegas Clein.

Oki menundukkan kepalanya.

"Sorry." Lirihnya.

"Kalau faktanya kayak gitu, seharusnya tadi kita habisin aja dia, Clein!" Ujar Kenzo.

"Tadi dia tidak melakukan apapun. Mencekiknya itu sudah cukup. Tidak perlu melakukan hal lebih yang akan membuat nama komunitas kita menjadi buruk!" Jelas Clein.

Semua hanya terdiam.

"Kembali ke markas! Kita harus segera mengeksekusi rencana penyerangan kita terhadap Geng Hitler!"

"Baik!"

Clein lebih dulu masuk ke dalam mobilnya. Revan segera menyusul. Suasana hati Clein tidak baik-baik saja, bisa saja jika nanti Clein langsung melajukan mobilnya tanpa memikirkannya. Para anggota yang lain masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk kembali ke markas mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!