"Come on, haruskah aku memakainya?" tanya seorang gadis dengan mengerutkan kening tanda protes di wajah manisnya.
"Tentu nona, anda tau sendiri situasinya." jawab seorang pria berusia tiga puluh tahun. Lelaki tampan berkulit putih itu terlihat menawan dengan tubuh kekarnya.
Mereka berbicara dalam bahasa asing, semua bahasa di benua bagian utara mereka kuasai dan keduanya sering terlibat perdebatan kecil. Semua bahasa itu satu persatu keluar dari mulut gadis yang memiliki kulit eksotis itu ketika merasa kesal. Segala macam umpatan selalu dia layangkan pada lelaki yang kini duduk berbeda satu bangku di depannya.
Dan lelaki itu dengan sabar menerima segala kekesalan gadis yang sejak lama begitu dia sayangi. Dia menyukainya saat pertama bertemu, entah mengapa hatinya merasa begitu tertarik dengan gaya gadis yang selalu misterius itu. Timbul dengan sendirinya rasa ingin melindungi gadis ini.
"Persetan, aku tidak suka pakaian itu." gadis itu memalingkan wajah dan bersedekap tangan di dada.
"Hanya sebentar nona. Ini untuk kesempurnaan rencana kita, anda tidak ingin hidup normal kembali?" tanya lelaki itu mencoba membujuk dengan sabar.
"Huft.. bedebah, fucking situation." gerutu gadis itu dengan kasar merampas satu set pakaian yang disodorkan lelaki di depannya.
"Astaga, nona Deff. Jangan melihat kemari, John!" pekik lelaki itu saat gadis bernama Deff itu tiba tiba membuka baju yang dipakainya menyisakan pakaian dalamnya saja berganti dengan pakaian yang diberikan tadi. Beruntung kaca mobil itu gelap.
Tanpa canggung sedikit pun Deff dengan santai mengganti bajunya. Dia sedikit kesusahan karena mereka sedang berada di dalam mobil yang masih berjalan menuju suatu tempat.
"****, bantu aku Mike!" teriak Deff kesal karena lengan baju yang dipakainya itu tersangkut di anting telinga kirinya. Lebih tepatnya tindik di daun telinganya, Deff meringis saat merasa ngilu dan mungkin saja berdarah.
Lelaki yang dipanggil Mike itu tak kunjung berbalik, dia menghembuskan napas kasar dan meraup wajahnya kasar. Dia berusaha menahan dirinya mati matian lalu kemudian berbalik dan membantu Deff secepat kilat.
"Baju sialan!! Telingaku rasanya berdarah, doesn't it?"
Mike melihatnya dan memang ada cairan merah di sana. Dia mengambil sapu tangan di jasnya kemudian mengelapnya dengan hati hati.
Dia melirik wajah Deff, "Sakit?"
Gadis itu mendengus, "Kau bercanda? Tubuhku bahkan sering tertusuk belati dan tertembak puluhan kali. Ini bukan apa apa untukku."
"Anda meringis, nona," ujar Mike membuat Deff mendorong tangan lelaki itu dengan keras.
"Diam kau, Mike!" ketusnya.
Mike hanya tersenyum tipis melihatnya. Sebagai asisten dia tidak berani membantah bos nya ini. Deff bukan gadis sembarangan, dia seorang bos mafia yang sangat kejam. Di usianya yang masih menginjak dua puluh tiga tahun, dia sudah membuat white shadow berkembang pesat dalam waktu dua tahun terakhir.
"Gunakan ini, nona, sebentar lagi kita sampai."
"Are you kidding me? Big no!" sergah Deff melihat benda di tangan sang asisten.
"Haruskah aku ingatkan tujuan kita datang kemari?"
"Sialan!" kesal Deff dan menarik syal itu dengan kasar.
Dan saat mobil berhenti di sebuah garasi yang cukup luas di tempat yang tidak bisa dikatakan rumah bersamaan dengan Deff yang sudah memasang syal itu di lehernya dengan rapi. Mike memberikan kain itu untuk menutupi tatto yang ada di belakang leher Deff.
"Singkirkan matamu! Kau mengejekku karena begitu jelek!" sergah Deff.
Mike menggeleng, "Anda terlihat cocok mengenakannya."
"Akan ku potong lidahmu jika kau mengatakannya lagi!"
Mike langsung terdiam dan mengalihkan pandangannya keluar. Mengedarkan netranya ke sekeliling arah sebelum keluar dari mobil. Suasananya terlihat asri, berbagai jenis tanaman tersusun seperti taman mengelilingi bangunan yang terbuat dari bambu itu. Sepertinya bambu yang digunakan bukan bambu sembarangan, sebuah bangunan tidak terlihat seperti rumah kebanyakan membuatnya penasaran.
"Cepat keluar! Aku kepanasan di sini, baju ini membuatku kesal!" geram Deff saat Mike tak kunjung membuka pintu mobil. Sebenarnya keadaan di dalam mobil cukup dingin karena air conditioner yang masih menyala, namun Deff yang memang sudah kesal sejak tadi merasa gerah dengan pakaian serba panjang yang disiapkan asistennya guna menutupi semua tatto di tubuhnya.
Sebelum membuka pintu, Mike meraih sesuatu di dalam tas di sampingnya kemudian turun dan melipat jok mobil memberi akses keluar untuk bos nya yang sedang meradang.
"Tunggu nona, satu lagi."
Mike menunjukkan benda di tangannya pada gadis yang kini kembali mengumpat kesal tapi tetap mengenakannya. Sebuah kaos kaki cukup panjang disimpan Mike di atas pangkuannya. Dia berjongkok membuka sepatu dan kaos kaki pendek Deff kemudian menggantinya dengan kaos kaki panjang yang dia bawa lalu memberinya sandal hitam biasa.
Deff duduk di bangku mobil dengan kedua kaki menjuntai keluar dan membiarkan Mike menggantikan kaos kaki nya. Dia menyulut sebatang nikotin dan meraih ponsel yang tergeletak di bangku mobil yang diduduki asistennya tadi. Deff tersenyum saat mendapat sebuah pesan yang membuat hatinya cukup terhibur saat ini.
Mike berdiri dan melihat Deff yang sedang tersenyum mengerikan itu sudah tau apa yang sedang bosnya lihat. Dia sempat mengeceknya tadi. Sebuah pekerjaan yang ditugaskan pada anak buahnya sudah berhasil. Kini Deff senang mendapat kabar musuhnya satu lagi hancur dan musnah dari dunia ini.
Mike menarik lengan Deff perlahan membantunya turun. Sedangkan Deff masih terus memandangi isi pesan dari para anak buahnya membuatnya tak melihat jalan di depannya dan kemudian kakinya terantuk jalan yang tidak rata.
"****! Kau mau mencelakai ku, Mike?" sungut Deff pada asistennya yang sejak tadi menuntunnya keluar mobil.
"Maaf, nona. Itu kesalahan saya."
"Dan apa ini, kenapa kau memberiku benda jelek seperti ini?" tanya Deff yang baru menyadari sepatu mahalnya sudah berganti dengan sandal sederhana.
Mike mengambil batang bernikotin dari tangan Deff dan membuangnya.
"Penyamaran anda sempurna, nona. Dan sekarang bersikap anggun lah, nona Ririn melihat anda," ujar Mike saat tanpa sengaja sudut matanya menangkap seorang gadis lebih muda dari bos nya tengah menatap ke arah mereka saat ini.
Sebelum menuju ke tempat itu, Mike mencari tau segala sesuatu yang berhubungan dengan bos nya sendiri karena Deff sama sekali tidak mau mengatakan apapun mengenai dirinya di tempat ini. Baginya bukan masalah yang sulit untuk menyelidiki hal sekecil ini, jadi dia sudah mempelajarinya dengan baik dan mengingat semuanya supaya tidak melakukan kesalahan untuk rencana mereka.
Ini bukanlah operasi dari organisasi, namun hal ini begitu penting bagi kehidupan bos nya.
Melihat Deff yang mengedarkan pandangannya kesana kemari, Mike segera mengambil ponsel sang bos dan menyimpannya di saku celana nya.
"Arah jam 11, nona. Dia datang kemari," bisik Mike menunduk saat melihat gadis muda itu keluar dari sebuah rumah dan berjalan mendekati mereka.
"Okay, let's begin. Bersikaplah seperti suami yang baik, Mike!" ucap Deff pelan membuat Mike menelan saliva nya susah. Entah mengapa jantungnya tiba tiba berdebar lebih kencang mendengar perkataan bos nya.
"Kak Deff!" panggil gadis itu dalam bahasa asing yang tidak Mike pahami. Dia hanya tau bahwa gadis muda itu memanggil nama bos nya.
Dia hanya berdiri di samping Deff mendengarkan percakapan yang tidak dia mengerti sama sekali. Deff? Tentu dia sangat mengerti bahasa yang digunakan gadis yang dipanggil Ririn itu.
"Rin!! Apa kabar?" sapa Deff sangat lembut seperti bukan Deff si gadis mafia kejam.
Mereka berdua saling berpelukan melepas rindu. Mungkin rindu itu hanya ada pada Ririn saja, Deff mana punya perasaan lagi, hatinya sangat keras dan bahkan mungkin sudah mati.
"Aku baik, kali ini lebih baik. Aku sangat berterima kasih pada kak Deff karena sudah membuatku menjadi lebih baik," tutur Ririn dengan senyum haru nya bisa bertemu dengan teman yang sudah dia anggap kakaknya sendiri.
"Bukan aku yang membuatmu seperti sekarang Rin, kamu sendiri yang melakukannya. Oh ya, di sini sangat berbeda sekali sekarang," ucap Deff mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Ya, semuanya banyak perubahan di sini. Kak Deff sudah sangat lama tidak datang, kakak masih tinggal di-"
"Aku sudah menikah dan mengikuti suamiku ke negara luar Rin," potong Deff cepat.
"Ini suamiku, Mike," lanjut Deff memperkenalkan Mike asistennya sebagai suaminya saat ini.
Mike menoleh pada Deff saat namanya disebut, dia paham dengan tatapan mata Deff yang mengartikan sedang memperkenalkan dirinya.
Mike mengalihkan pandangannya pada Ririn yang kini tengah menatapnya dengan pandangan yang hanya Mike dan Ririn yang tau, tanpa menggubris pandangan itu Mike tersenyum dan mengangguk.
Ririn tersadar saat lelaki di hadapannya berdehem.
"Oh perkenalkan saya Ririn, temannya kak Deff," ucap Ririn dalam bahasa yang dia pikir lelaki itu akan mengerti.
Mike hanya diam karena memang tak mengerti bahasa negara yang sedang dia kunjungi sekarang bersama bos nya.
Deff yang melihat itu langsung berbicara dalam bahasa yang biasa mereka gunakan, berpura pura mengartikan ucapan Ririn.
"Dia memperkenalkan dirinya, tersenyum atau mengangguk lah!"
Setelah mengatakan itu Deff tersenyum menekan Mike agar melakukan perintahnya dan akhirnya lelaki itu mengangguk dengan senyum tipis.
"Maaf, dia sama sekali tidak mengerti bahasa negara kita," ucap Deff pada Ririn yang sedang curi curi pandang pada asistennya dalam bahasa daerah kembali.
'Gadis ini tetap tak berubah,' gumam Deff menatap Ririn dengan senyum mengerikan namun gadis itu tak menyadarinya.
"Tidak apa apa. Aku mengerti. Tidak menyangka kak Deff sudah menikah. Kalian bertemu di mana?" tanya Ririn tiba tiba.
Deff sedikit bingung harus menjawab apa, dia melirik Mike yang sedang memainkan ponsel. Postur tubuhnya jauh lebih tinggi darinya, jadi setiap memandang lelaki itu Deff harus mendongak.
"Kami bertemu di tempatku kerja dulu. Iya, di sana," jawab Deff saat mendapat ide jawaban yang cukup masuk akal.
"Kak Deff dulu kerja? Kerja di mana? Kak Deff bilang kita akan melamar kerja sama sama dulu, tapi sayangnya nomor kak Deff tidak bisa dihubungi lagi," tutur Ririn membuat Deff menggeram kesal dalam hatinya.
'Gadis ini terlalu banyak bertanya, jika dia bertanya lagi aku akan menembak mulutnya itu.'
Melihat Deff yang terlihat kesal karena gadis di hadapannya terus bertanya membuat Mike memikirkan cara untuk menyudahi percakapan mereka. Dia takut Deff tidak dapat menahan diri karena emosi dan menggagalkan rencana.
"Umm baby, di sini terlalu panas. Bisakah kita ke tempat lain?" tanya Mike membuat Deff menatap ke arahnya dengan kening berkerut namun segera kembali normal karena Ririn sempat meliriknya.
"Ahh yaa, ayo kita duduk di sana dulu, Rin. Suamiku tidak suka panas," ujar Deff.
"Ya kak Deff, tentu, dia sama sepertimu. Kita langsung ke sana saja," ujar Ririn berjalan lebih dulu menuju satu rumah bercat hijau.
Deff melirik tajam pada Mike yang kini berjalan di sampingnya.
"Baby? Owh kau sangat mendalami cerita. Padahal dia tidak akan mengerti jika kau memanggilku dengan panggilan lain pun," ucap Deff.
"Dia akan mengerti jika aku memanggil nama anda nona."
Deff tak berbicara lagi karena mereka sudah sampai. Ririn sebenarnya merasa canggung karena menurutnya Deff sangat berbeda saat ini. Dulu, Deff adalah gadis yang lembut walaupun sedikit cuek tapi dia adalah gadis yang rendah hati dan welcome terhadapnya. Kini Ririn merasa jika Deff sudah sangat berubah. Tatapannya terlihat dingin dan menekan lawan bicaranya.
.
.
.
Bersambung.
Hari semakin siang dan cuaca begitu panas di negara tropis ini membuat Mike membuka jas yang dikenakannya karena merasa gerah. Begitu juga dengan Deff yang sejak tadi menarik narik syalnya hingga menampakkan lehernya yang jenjang dan terdapat tato di belakangnya.
Mike berkali kali mencoba membetulkan posisi benda itu, dia takut ada yang melihat tato di belakang leher bos nya yang menggambarkan simbol organisasi mereka.
Deff memang punya banyak tato di tubuhnya, bahkan simbol itu bukan hanya satu tapi ada lima di beberapa bagian tubuh gadis itu; tangan, kaki, punggung dan salah satu nya di dada, tepat di bagian jantung nya. Mike bernapas lega karena pakaian Deff kali ini menyembunyikan semua tato itu hingga rencana mereka bisa berjalan lancar.
"Singkirkan tanganmu Mike, aku kepanasan saat ini!" sergah Deff tanpa sengaja saat mereka sedang duduk di sebuah bangku yang disediakan. Dia lupa jika di sana masih ada Ririn.
Buru buru Mike mengelus pipi Deff dengan lembut saat Ririn melirik pada mereka. Deff yang mengerti langsung menarik tangan Mike dan melingkarkan nya di tubuhnya.
"Maaf, aku lupa."
"Aku akan mengambil sesuatu di dalam mobil sebentar," ujar Mike kemudian bangkit menuju mobil. Dia menggunakan jas miliknya untuk menutupi kepala dan menghalau panas mengenai kulitnya.
"Kak Deff sudah berapa lama menikah?" tanya Ririn yang sejak tadi menyimak percakapan yang tidak dia pahami.
"Umm sekitar satu tahun," jawab Deff.
Ririn mengangguk.
"Dia ada Rin?" tanya Deff sedikit canggung saat mengatakannya.
Ririn tersenyum kemudian mengangguk, "Ada. Mungkin sebentar lagi datang."
"Jadi masih sama seperti dulu?" tanya Deff kemudian keduanya tertawa bersama.
Mike melihatnya dari kejauhan bagaimana bos nya itu tertawa tanpa beban. Dia tersenyum tipis kemudian segera melanjutkan langkahnya dan memberikan kipas portable kecil pada bos nya itu.
Dan saat dia baru duduk di samping Deff, seorang pria seumuran dengan Deff keluar dari dalam rumah. Rumah itu adalah tempat praktek pengobatan tradisional. Dan sepertinya lelaki itu adalah salah satu terapis.
Pandangan lelaki itu langsung tertuju pada gadis di samping Mike yang mengenakan syal dan pakaian serba panjang di cuaca panas seperti ini.
Kini pandangan Deff dan dia bertemu. Deff membeku saat melihatnya, entah kenapa jantungnya terasa mencelos dan tiba tiba dia memegangi dadanya karena mulai terasa sakit. Beberapa detik pandangan mereka beradu dengan tatapan yang sama. Mike melihat itu dan dia rasa tatapan bos nya begitu dalam walaupun dari pandangan orang lain tatapan Deff tetap sama.
Mike merasakan sesuatu yang berbeda dari pandangan bos nya saat melihat lelaki yang tinggi nya sama dengan Deff dan badannya proporsional, tidak gemuk dan tidak kurus.
'Dia terlihat sangat berbeda,' gumam Deff dalam hatinya.
Hingga tiba tiba dia mendesis karena dadanya terasa sangat sakit. Mike yang melihat itu panik, walaupun dia sudah sering melihat Deff seperti ini. Tapi dia tetap merasa khawatir. Mike segera bertindak.
Dia mencari sebuah alat yang sering digunakan Deff dikala seperti ini dari dalam jas miliknya.
"****, dimana benda itu?!" geram Mike karena tak segera mendapatkan apa yang dicarinya.
"Mike!" gumam Deff menekan dadanya dengan kuat dan matanya terpejam menahan sakit.
"Bertahanlah," bisik Mike semakin panik karena napas Deff yang mulai pendek dan tersengal.
Akhirnya benda yang dicari Mike ditemukan, Mike segera menyingkap syal yang menghalangi bagian atas Deff dan menempelkan alat itu pada bagian dadanya. Perlahan napas Deff mulai teratur.
"Bukankah obatnya sudah diminum tadi pagi?" tanya Mike masih gusar saat Deff mulai membaik.
Deff mengambil napas dalam dan menghembuskannya perlahan, dia mengambil alih alat yang dipegang Mike di dadanya.
"Aku tidak meminumnya," jawabnya membuat Mike membelalak.
"Apa? Kenapa?" tanya Mike tak habis pikir.
Setiap hari Deff memang diharuskan meminum obat secara rutin dari dokter spesialis pribadinya. Dia mengalami masalah jantung dan beberapa organ lain tidak berfungsi dengan baik maka dari itu dia diwajibkan meminum obat itu tanpa terlewat sehari pun. Jika tidak, inilah salah satu akibatnya dan beberapa hal fatal bisa saja terjadi tanpa bisa diperkirakan.
"Aku muak dengan benda itu, Mike!" sentak Deff kemudian dia mulai terisak dengan memeluk lututnya.
Hati Mike mencelos melihat pemandangan ini kembali terjadi di depan matanya. Dia segera meraih tubuh yang bergetar itu kemudian mendekapnya erat. Membiarkan Deff menangis sepuasnya di dada bidangnya. Dia ikut merasakan sakit yang dialami Deff saat mendengar tangisan pilu itu, cengkraman tangan Deff di punggung dan dadanya yang begitu kuat menandakan tersiksanya dirinya saat ini.
Deff juga seorang penyintas depresi berat, hingga sekarang traumanya masih belum sembuh sepenuhnya. Mike terus berusaha dan mendampingi agar Deff bisa sembuh dan kembali hidup normal.
Ririn dan lelaki terapis tadi hanya bisa diam memperhatikan keduanya. Mereka tidak dapat berbuat apapun karena tidak tau harus berbuat apa untuk membantu. Ririn terlihat sangat khawatir, begitu juga lelaki yang memakai sarung dan penutup kepala itu namun dia berhasil menyembunyikannya dengan wajah datarnya.
Mike dengan lembut mengelus kepala dan punggung Deff menyalurkan ketenangan dan perlindungan. Dia kemudian mengambil ponsel miliknya dan menghubungi John.
"Ambilkan obat nona Deff sekarang, cepat!" ujarnya.
Tak lama orang yang dipanggil Mike tadi datang dengan berlari panik. Mendengar jika bosnya itu membutuhkan obatnya segera, berarti terjadi sesuatu padanya. Lelaki dengan perawakan tinggi tegap sama seperti Mike namun rentang usia lima tahun lebih tua dari Mike itu segera menyiapkan obat yang akan dikonsumsi bos nya lengkap dengan air minum.
Mike mengambilnya satu persatu dan menyuapkan pada Deff namun gadis itu menolak dan menepis tangan Mike hingga obat itu terjatuh. Mike menatap pada John dan dengan tatapan itu John langsung mengerti. Dia segera menyiapkan obat lain dalam bentuk suntikan.
Mike mengambilnya dan segera menyuntikkannya pada lengan Deff dengan susah payah. Jika tidak dilakukan, Deff akan semakin memburuk.
Kesalahannya karena tidak mengawasi Deff meminum obatnya dengan benar. Hingga terjadi seperti ini lagi.
"It's okay. Semuanya baik baik saja, aku di sini," bisik Mike setelah menyuntikkan obat Deff.
Ririn yang tidak mengerti hanya memperhatikan cukup lama sambil meringis saat melihat kondisi temannya yang diberi suntikan di depan matanya saat ini.
"Apa kak Deff baik baik saja?" tanya Ririn pada Mike tapi Mike yang tak mengerti hanya diam.
"Katakan padanya aku baik baik saja, Mike," lirih Deff di pelukannya.
"Tapi aku tidak tau cara mengatakannya."
"Mengangguk saja."
Dan Mike menuruti perkataannya lalu Ririn pun mengangguk menandakan dia mengerti dan mulai lega karenanya.
Setelah obatnya mulai bekerja, Deff merasa lebih baik. Dia mengusap wajahnya dan mengatur napasnya.
"Ambilkan minuman dan rok*k ku John," perintah Deff yang sudah melepaskan diri dari pelukan Mike.
"Obatnya baru saja masuk dalam tubuh anda, nona. Tidak minuman untuk sekarang," ujar Mike mencegah John melakukan perintah Deff.
Deff yang tidak ingin berdebat hanya menghembuskan napas tak menoleh sedikit pun pada asistennya.
Mike menyuruh John untuk membelikan makan siang untuk mereka semua termasuk Ririn dan lelaki yang men-trigger penyakit Deff kembali. Sebenarnya bukan karena lelaki itu sepenuhnya karena memang itu adalah kecerobohannya sendiri karena Deff tak meminum obatnya tadi pagi.
Hingga kemudian mereka makan bersama di sana. Mike merasa aneh dengan makanannya. Bukan hanya dia, tapi semua anak buahnya berbeda dengan Deff yang makan dengan lahap.
"Bodoh! Hahaha," Deff malah mengejek mereka karena ekspresi mereka begitu aneh saat baru merasakan makanan khas di negara asalnya. Dia tertawa puas melihat ketiga anak buahnya memasang wajah tidak enak dipandang.
Ririn dan yang lainnya pun terlihat menahan tawa mereka karena walaupun tidak mengerti Deff bicara apa, dia tau ekspresi ketiga lelaki itu, yang sepertinya makanan ini tidak cocok di lidah mereka.
"Pergi beli roti jika tidak suka makanan ini. Jangan memaksakan diri," ujar Deff.
Dia sebenarnya begitu pengertian pada semua bawahannya hanya saja sikapnya yang memang keras sehari hari.
Kini Mike yang bangkit dan pergi membeli apa yang diinginkannya untuk makan siang.
.
.
.
Bersambung.
Sejak selesai makan siang hingga dua jam setelahnya tidak ada percakapan apapun antara Deff dan lelaki terapis itu. Terasa begitu canggung antara mereka berdua. Deff hanya mengobrol dengan Ririn.
Mike, John dan satu anak buah Deff lainnya hanya berjaga di sana. Mike menemani kedua temannya merokok di sebuah tempat sedikit jauh dari Deff dan yang lainnya.
"Apa masih lama?" tanya Deff.
Ririn tersenyum, "Kak Deff tau sendiri. Tapi sepertinya, di sana," tunjuk Ririn pada arah di mana Mike dan yang lainnya tengah merokok terlihat seorang pria paruh baya berbadan tinggi besar berjalan ke arah mereka.
Mike yang tidak mengetahui bahwa pria paruh baya itu adalah orang yang tengah mereka cari hanya acuh dan tetap fokus pada ponselnya saat orang itu melewatinya.
Deff merasa sedikit gugup, dia merutuki Mike yang tidak segera kembali. Hingga saat pria paruh baya itu mulai berjalan melewatinya, pandangan keduanya bertemu dan Deff merasa semakin gugup. Dia segera menundukkan kepalanya.
'That's crazy! Di mana Mike sebenarnya?' pekik Deff dalam hatinya.
Pria itu kemudian duduk di kursi paling depan. Berjarak tiga kursi dari tempat duduk Deff dan Ririn. Deff bergerak gelisah, dia tidak tahan dan akhirnya bangkit berjalan cepat mencari Mike.
Pria itu hanya memperhatikan Deff dalam diam. Mata itu begitu Deff hindari, dia tau betul seberapa dalam pria itu bisa mengetahui dirinya hanya dengan menatap matanya. Itulah yang paling Deff benci.
"Mike! What are you fuc*ing doing here?" kesal Deff menghampiri orang terpercayanya itu.
"Ya? What happen?"
"Ikut aku!" Mike akhirnya mengikuti Deff menuju tempat duduk tadi lagi.
Mike bisa melihat pria paruh baya yang melewati dirinya tadi sudah duduk di sana dan menatap mereka. Mike duduk di samping Deff dan merangkul pinggang gadis itu untuk menyempurnakan rencana mereka.
"Hentikan Mike, dia tau segalanya," ucap Deff pelan hampir tak terdengar.
Mike tau siapa yang dimaksud oleh Deff.
"Tapi yang lainnya tidak," balasnya.
Deff tak menjawab lagi, dia hanya duduk diam sembari menunduk menghindari tatapan pria paruh baya di depannya.
Pria itu mengobrol dengan terapis tadi yang ternyata adalah murid sekaligus asistennya.
"Masuklah," ucap pria paruh baya itu pada Deff.
Mike ikut masuk menemani Deff ke dalam.
"Tinggallah beberapa hari. Untuk memastikan semuanya selesai," tutur pria paruh baya itu pada Deff.
Deff termenung, dia sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia kemudian mengangguk.
Hari sudah sore namun Mike masih belum menerima perintah apapun lagi dari bos nya itu. Deff sedang mengobrol berdua dengan Ririn, entah apa yang sedang diperbincangkan karena wajah Deff nampak sangat serius begitu juga dengan Ririn.
Mike tidak ingin Deff terbawa suasana dan membocorkan rencana mereka. Dia pun menghampiri Deff dengan berjalan tegap penuh wibawa. Dia menyingkap jas yang dipakainya dan satu tangannya bertengger di pinggangnya saat berjalan membuat Ririn meliriknya dengan pandangan penuh makna. Dan Mike melihatnya.
"Maaf mengganggu, ada yang ingin aku bicarakan," ucapnya membuat Deff menoleh.
"Nanti kita bertemu di sana, Rin. Aku harus pergi mencari perlengkapan dulu," ujar Deff pada Ririn.
"Iya, kak Deff. Aku juga harus pulang."
"Baiklah, terima kasih Rin."
"Jangan sungkan, kak Deff."
Ririn kemudian bangkit meninggalkan mereka berdua.
Mike duduk menghadap Deff.
"Sekarang apa? Tidakkah kita punya pekerjaan yang sedang menunggu di markas?"
"Kita tidak akan pulang, Mike," jawab Deff tanpa menatap ke arahnya.
"Apa maksud anda, nona?" tanya Mike tidak mengerti.
Bukankah sudah selesai? Sejak tadi dia melihat bagaimana Deff diperiksa oleh pria paruh baya itu di bagian tangannya yang dulu cedera. Bukan hanya cedera tapi tangan kiri Deff patah dan ada sesuatu yang hanya bisa diselesaikan oleh pria paruh baya yang mengobatinya dulu.
"Kita akan tinggal," jawab Deff datar kemudian bangkit meninggalkan Mike yang masih termenung.
Lelaki itu kemudian menyusul Deff yang akan masuk ke dalam mobil, gadis itu terlihat berjalan menunduk dan ternyata ada pria paruh baya terapis tadi di depan pemondokan pemilik garasi luas itu.
Mike tidak mengerti kenapa Deff yang selalu menatap lawan bicaranya dengan tajam dan menekan, kini di hadapan pria itu dia selalu menunduk dan mengalihkan pandangan dari tatapannya.
Dia mengikuti Deff yang kini mengambil alih kemudi. Mike segera masuk ke bangku depan sebelum mobil bergerak keluar dari sana.
"Hanya beberapa hari, Mike. Dan John tidak mungkin ikut tinggal bersama kita di sini, mereka akan curiga. Di atas ada perumahan, biarkan mereka berdua tinggal di sana sementara," ujar Deff pada John dan satu anak buah lainnya.
Mike mengangguk, "Saya masih belum mengerti. Apakah memang harus tinggal?"
Deff menghembuskan kepulan asap dari mulutnya, fokusnya masih ke jalan di depannya. Dia mengemudi menuju pusat kota untuk membeli perlengkapan.
"Ya," jawabnya singkat.
"Berapa lama? Kita tidak bisa terlalu lama di sini."
"Tidak lama, akan aku pastikan itu. Sekarang turunlah, di sana jalan masuk ke perumahan. Aku akan pergi sendiri."
"Tapi, nona."
"Aku sedang tidak ingin berdebat, Mike," potong Deff tegas.
Mike dan yang lainnya akhirnya turun. Deff segera melaju dengan cepat meninggalkan mereka.
"Bos, kita tidak mengerti bahasa mereka, bagaimana bisa mencari tempat untuk tinggal?" tanya John.
Mike menepuk keningnya melupakan hal sepenting itu. Dia segera menelepon Deff.
"Kami tidak bisa berkomunikasi dengan mereka, nona."
"Gunakan otakmu Mike, kau punya ponsel yang lebih pintar dari otakmu jika kau lupa!" jawab Deff di seberang sana kemudian menutup teleponnya begitu saja.
Mike hanya bisa memandangi ponselnya dan menghembuskan napas dalam kemudian melirik kedua temannya.
"Bos sedang mendapatkan masa period nya, jadi ayo lakukan dengan cepat, jangan sampai singa betina itu mengaum di depan wajah kalian," ujar Mike berjalan lebih dulu menyusuri jalan yang lebih kecil dari jalan utama.
John dan satu temannya menahan tawa saat mendengar keluhan Mike yang terkena amarah bosnya lagi.
Mereka akhirnya mendapatkan satu rumah yang jalannya masih bisa diakses oleh mobil. Berkat bantuan ponsel pintar yang mereka punya, ketiganya bisa berkomunikasi walaupun mengalami kesulitan. Mike lupa untuk membawa ear piece nya, alhasil mereka sangat kesusahan karena tidak mengerti bahasa di tempat ini.
^^^📨^^^
^^^"Cepatlah!"^^^
Itulah pesan yang diterima Mike setelah cukup lama menunggu. Dia segera berlari di jalan menurun menuju persimpangan jalan utama di mana Deff sudah menunggunya.
Terlihat Deff sedang bersandar memejamkan mata dan sudah berpindah ke bangku samping pengemudi. Mike segera masuk dan melajukan mobil menuju pemondokan.
Di bangku belakang terlihat tumpukkan belanjaan Deff yang disimpan sembarangan.
"Aku tidak dapat menemukan minuman di toko sekitar sini, apa kau membawa stok?"
"Ya, sedikit. Sepertinya cukup untuk dua hari ke depan."
"Baguslah."
"Tapi anda tidak bisa melakukannya di tempat itu, nona."
"Dia tau segalanya Mike, tidak perlu ku sembunyikan apapun dari nya."
"Aku tidak mengerti dengan 'dia tau segalanya' tapi di sana bukan hanya ada dia."
"Aku tau apa yang harus aku lakukan," lugas Deff.
Mike membelokkan mobil dan memarkirkannya lagi di garasi.
Deff masih mengenakan pakaian yang sama. Dia sama sekali belum berniat untuk menggantinya.
"Tunggu di sini."
Deff keluar lebih dulu dan menuju rumah di seberang pemilik garasi luas yang Mike ketahui itu adalah rumah gadis muda teman bos nya, Ririn.
Terlihat seorang perempuan paruh baya mengobrol dengan Deff kemudian tak lama menunjuk ke arah pemondokan di depannya.
Ternyata Ririn sudah berada di sini, Deff menghampirinya.
"Aku mencari mu ke rumah, kukira belum kemari," ujar Deff pada Ririn sambil membuka pintu mobil bagian belakang.
"Belum lama saat kak Deff datang aku juga baru masuk tadi. Mari aku bantu membawa barang barangnya," tawar Ririn hendak membantu.
"Tidak perlu Rin, biar Mike saja. Ini berat," tolak Deff karena dia tidak mau Ririn menyentuh barang barang pribadinya.
Tapi Ririn tetap kukuh ingin membantu Mike yang cukup kewalahan dan akhirnya Deff mengijinkannya membawa barang barang seperti selimut dan sepatu, Mike membawa sisanya.
"Lemah!" cibir Deff pada Mike yang menurutnya memberi peluang pada Ririn untuk membawakan barang.
Bagaimana tidak, barang barang itu seharusnya bisa diangkut dua sampai tiga kali tapi Mike membawanya sekaligus. Dan Mike hanya pasrah mendapat kekesalan bosnya lagi.
Dia mengikuti Deff dan Ririn masuk ke dalam rumah itu. Ruangan yang pertama dimasuki begitu luas dan hanya ada satu ruangan yang disekat menjadi dua bagian oleh setengah dinding yang terbuat dari bambu seperti dinding di sekelilingnya. Mike tidak tau tempat di sana digunakan untuk apa.
Ririn menuntun mereka menuju kamar yang terhubung dengan dapur. Satu kamar luas yang sering ditempati banyak orang. Deff sebenarnya tidak nyaman, tapi demi ketentraman hidupnya di masa depan dia akan melakukannya.
Setelah barang barang dibereskan pada lemari kecil yang tersedia, Ririn kembali melakukan tugasnya untuk membereskan tempat yang sedikit berantakan itu.
Sesekali Deff menghampirinya dan mengobrol sebentar hingga hari mulai gelap, Ririn pamit sebentar ke rumahnya.
Deff masuk ke dalam kamar dan mendapati Mike tengah membuka bajunya hingga bertelanjang dada, beruntung celananya masih melekat sempurna.
"Hey, kau tak bisa melakukannya sembarangan di sini," seru Deff segera menutup pintu kamar.
"Maaf tapi aku benar benar merasa panas, di sini tidak ada pendingin udara."
"Mandilah. Kamar mandinya di sebelah sana, jangan berbuat seenaknya. Ini bukan negara kita, di sini punya aturan ketat," jelas Deff.
"Aku mengerti."
Mike segera mengenakan kaos nya dan keluar mencari kamar mandi. Bayangan berendam untuk merilekskan tubuhnya langsung menguap begitu saja saat melihat kamar mandi yang jauh berbeda dari yang sering dipakainya di negara asalnya.
"Aku bisa mati muda lama lama tinggal di sini."
.
.
.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!