NovelToon NovelToon

Upik Abu Vs Bad Boy

Salah Menilai

Kiana dengan sigap langsung memang mamanya dengan isak tangisan yang menjadi. Ya, air mata yang menyatu bersama hujan.

Sementara itu Reyhan juga terlihat sangat panik.

"Taxi," teriak Kiana yang langsung memanggil taxi yang baru saja lewat di depan mereka. Namun, taxi itu seolah menghiraukan Kiana.

"Kiana, izinkan aku membantumu. Mamamu harus segera di bawa ke rumah sakit!"

Tanpa mendapatkan persetujuan Kiana, Reyhan langsung menggotong tubuh Windari memasuki mobilnya, sementara Kiana yang menanggung sedih dan khawatir itu hanya bisa mengikut di belakang Reyhan.

"Rey, tolong bawa Mama ke rumah sakit terdekat!" pinta Kiana kepada lelaki tampan yang dianggap oleh Kiana berandalan karena ia sering bersikap semena-mena dan membuat Kiana kesal.

"Mama, bertahanlah! Jangan tinggalkan Kiana sendiri, Ma!"

Tania terus menangis memandangi mamanya yang saat ini tengah terbaring lemah tak berdaya di pangkuannya.

'Jangan tinggalin Kia, Ma,' ujar Kiana di dalam hati dengan sejuta ketakutan yang ia bawa bersamanya. Takut kehilangan seseorang yang sangat berarti di hidupnya.

Kiana terus menangis dan mengeluarkan air mata, dunianya seolah terasa hancur berantakan, sedangkan Reyhan terus menatap Kiana dari kaca spion mobilnya dengan tatapan iba.

Tidak ada yang bisa Kiana lakukan selain menggerak-gerakkan kakinya bertanda ia juga ikut panik.

"Rey, bisa tolong cepat!"

Kata-kata itu selalu ke luar dari mulut Kiana, padahal mobil Reyhan saat ini telah melaju dengan kecepatan maksimal.

"Iya, Kiana."

Hingga akhirnya setelah 15 menit waktu yang ditempuh, sampailah mereka di depan rumah sakit.

Kiana segera keluar dari mobil untuk memanggil perawat dan dokter agar segera menolong mamanya, sementara itu Reyhan menggendong tubuh wanita separuh baya itu dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki menuju sebuah kamar inap untuk mendapatkan perawatan.

Baju yang mereka kenakan basah kuyup, namun hal itu tidak menghalangi mereka untuk memasuki rumah sakit.

"Suster, tolong Mama saya!" ujar Kiana dalam isak tangisnya.

"Mohon selesaikan administrasinya dulu, Dek!" jawab suster.

"Suster, tolong segera selamatkan Mama saya dulu, saya pasti akan mengurus administrasinya," ujar Kiana dalam isak tangisan.

Namun, suster tetap bersitegang untuk meminta Kiana membayar tagihan rumah sakitnya.

Kiana mulai marah dan geram dengan sikap suster itu.

"Suster, Mama saya sedang tidak sadarkan diri, saya mohon tolong segera tangani, saya pasti akan bayar!" teriak Kiana dengan mata memerah melawan suster.

"Maaf, kami tidak bisa, ini adalah rumah sakit swasta dan kami tidak menerima pasien BPJS!" ujar sang perawat dengan nada suara yang terdengar tidak sopan.

Kania geram!

Kiana tidak terima ketika orang-orang merendahkannya di saat penampilannya terlihat seperti seorang gembel, rambut berantakan dengan pakaian basah dan tanpa alas kaki, namun tetap saja baju sekolah yang ia kenakan adalah baju sekolah berstandar internasional.

"Dokter, tolong selamatkan Mama saya!"

Kiana mengejar seorang dokter yang tiba-tiba lewat di lobby, namun Kiana tetap tidak diacuhkan.

Tanpa rasa malu lagi, Kiana menjatuhkan harga dirinya, ia sampai bersujud dan menjatuhkan tubuhnya di lantai rumah sakit, akan tetapi tidak ada yang mempedulikannya.

Isak tangis Kiana semakin menjadi. Ia meraung-raung, agar mamanya yang sedang terbaring lemah segera mendapatkan perawatan terbaik.

"Nona, ke luar dari sini! Rumah sakit kami tidak melayani pasien BPJS!"

Petugas keamanan menyeret Kiana secara paksa untuk keluar dari rumah sakit.

"Lepaskan aku!" pekik Kiana sembari berusaha melepaskan diri dari serangan mendadak itu.

Tidak ada yang menghiraukan Kiana, semua orang di rumah sakit itu benar-benar tidak mempedulikannya.

"Dokter! Tolong segera tangani pasien itu dan berikanlah perawatan terbaik!"

Suara lantang dan keras ke luar dari lisan Reyhan. Lelaki tampan itu terlihat sangat marah dengan perlakuan semena-mena pihak rumah sakit.

Suara lantang Reyhan juga tidak di hiraukan oleh seluruh orang yang ada di rumah sakit. Seolah rumah sakit ini hanya melayani orang dari kalangan elit saja, apalagi mereka dibentak oleh dua orang anak ingusan yang masih bocah dengan seragam sekolah.

Reyhan geram!

Ia marah dan sangat tidak terima melihat Kiana diperlakukan tidak adil. Sementara Kiana, gadis yang masih terlihat cantik dengan penampilan kusut itu berusaha melepaskan dirinya, namun petugas keamanan tetap tidak menghiraukannya.

"Lepaskan dia!" teriak Reyhan.

Mata Reyhan memerah dan emosinya meningkat, ia sungguh tidak tega jika sahabat baiknya menangis dan mendapatkan perlakuan kasar seperti itu, apalagi saat ini Kiana benar-benar tengah membutuhkan bantuan.

Petugas keamanan itu terlihat juga tidak menghiraukan Reyhan sehingga pria tampan itu merasa murka dengan apa yang terjadi.

"Panggil pimpinan perusahaan ini!"

Reyhan menunjuk kiri ke arah petugas keamanan itu dengan sejuta amarah yang ia bawa bersamanya.

"Tuan Muda, apa yang terjadi?"

Seorang dokter datang dengan berlari mendekati Reyhan dengan wajah pucat dan ketakutan, seolah Reyhan adalah orang berpengaruh di rumah sakit ini.

"Cepat tangani pasien itu dan berikan pelayanan terbaik!" teriak dokter kepada staf yang ada di rumah sakit dan tentu saja semuanya bergegas dan dengan sigap menolong Windari, mamanya Kiana.

Sungguh, uang, harta dan kedudukan itu sangat menentukan kebaikan hati seseorang.

"Om Dokter, tolong berikan perawatan terbaik untuk Mama teman saya!" perintah Reyhan dengan nada suara tinggi.

Dokter dan perawat membawa Windari ke ruang VVIP rumah sakit mewah ini dan langsung ditangani oleh dokter dan perawat terbaik.

Sementara itu Kiana, saat ini gadis cantik itu tengah duduk di kursi tunggu sembari memegang kepalanya. Tampang Kiana terlihat sangat kusut dengan wajah yang terlihat sangat menyedihkan karena air mata terus mengalir membasahi pipinya.

Reyhan mendekati Kiana, memegang pundak gadis cantik itu dengan lembut. Reyhan ingin menghibur dan menenangkan Kiana.

"Kia, sabar!"

Kata-kata lembut yang ke luar dari mulut Reyhan terasa menenangkan dan menghibur Kiana, namun gadis itu berusaha untuk menanggung kesedihan hatinya sendiri. Kiana menapis tangan Reyhan dan berusaha menghindari tangan lelaki itu, akan tetapi Reyhan tetap bersikap sabar, lelaki tampan itu terlihat mengerti dengan kesedihan hati sahabatnya. Ya, walaupun Reyhan tidak tahu persis apa yang terjadi, akan tetapi apa yang dilihat Reyhan sudah cukup membuktikan kalau masalah yang dihadapi oleh Kiana saat ini sangat pelik.

"Tenanglah, Kiana, aku akan membantumu!"

Reyhan langsung memeluk Kiana sembari menepuk-nepuk lembut pundak gadis itu, dengan harapan perasaan Kiana menjadi lebih baik dan lebih tenang. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang untuk membantu Kiana.

"Rey, pelakor itu telah membuat aku dan Mama di usir dari rumah! Kami bahkan pergi tanpa membawa apa-apa."

Isak tangis Kiana semakin menjadi-jadi dengan air mata yang semakin deras membasahi pipinya.

Kekesalan Kiana membuat ia akhirnya mengungkapkan semua kekesalan yang ia tahan di hatinya.

Kiana menumpahkan semua sakit yang menyesakkan dadanya, menceritakan semua persoalan hidup yang ia alami kepada Reyhan, hingga perasaannya menjadi lebih baik.

"Rey, aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Aku sudah tidak punya rumah dan aku juga tidak punya ijazah untuk melamar pekerjaan," ujar Kiana dengan isak tangis yang mulai mereda.

Diajak ke Aparteman?

Ya, Kiana adalah anak orang kaya, ia putri dari salah satu konglomerat yang sukses diberbagai bidang. Namun, ketika Kiana memutuskan untuk keluar dari rumah itu, artinya ia harus siap dengan semua konsekuensinya, termasuk meninggalkan semua fasilitas dan kemewahan yang papanya berikan. Kiana juga masih kelas dua SMA, ia tidak mungkin memakai ijazah SMP untuk melamar pekerjaan.

"Kiana, bukankah kita sahabat? Kamu tidak usah khawatir, tinggallah di apartemen milikku bersama Mamamu," ujar Reyhan.

Ya, Kiana dan Rendra sangat jauh dari kata sahabat tapi lebih tepatnya dikatakan sebagai musuh, dimana Reyhan selalu membully dan memperlakukan Kiana dengan sangat buruk di sekolah.

"Apartemen milik mu?" tanya Kiana dengan mata membelalak

Kiana melepaskan pelukannya dari Reyhan, kemudian menatap wajah tampan lelaki itu dengan tatapan yang penuh dengan sejuta tanda tanya. Ia tidak menyangka jika lelaki yang sudah lama memperlakukannya buruk itu berubah menjadi buaya.

Kiana memikirkan banyak hal, dan ia mulai gugup, mana mungkin ia akan tinggal di apartemen milik Reyhan.

Kiana melangkahkan kakinya beberapa langkah dari Reyhan, ia takut lelaki itu akan melakukan sesuatu kepadanya.

'Apa maksudmu?' ucap Kiana di dalam hati.

Sorot mata Kiana seperti menanyakan maksud Reyhan yang terlihat mencurigakan karena Kiana sangat yakin kalau Reyhan pasti punya rencana untuk mengganggunya.

"Kia, kamu bisa tinggal disana," balas Reyhan dengan senyuman yang meyakinkan.

Reyhan seolah paham dan mengerti dengan kekhawatiran Kiana. Jadi, ia menjawab dengan senyum manisnya agar gadis cantik itu tidak memikirkan hal-hal aneh di dalam otaknya.

"Kia, aku tidak tinggal di apartemen, aku masih tinggal bersama kedua orang tuaku," balas Reyhan.

Untuk sesaat Kiana merasa sangat senang, lelaki yang ia pikir buaya ternyata tidak seperti yang ia pikirkan, bahkan ia diberikan tempat tinggal yang layak bersama mamanya. Namun beberapa detik kemudian gadis cantik dengan mata besar seperti boneka barbie itu terlihat sendu dan memalingkan wajahnya dari Reyhan.

Ada rasa ragu dan ketidakpercayaan di hati Kiana. Ya, rasa takut dikhianati dan dikecewakan oleh orang yang sangat dipercaya.

"Kia, kamu tidak usah membayar apapun kepadaku, aku akan membantumu dan aku tulus!"

Reyhan terlihat meyakinkan Kiana, akan tetapi kata-kata itu membuat Kiana semakin ingin menangis. Perlahan, kristal-kristal bening mengalir di pipi Kiana, ia sungguh tidak kuasa menahannya.

Selama hidupnya, Kiana tidak pernah merasa kekurangan. Ia mendapatkan fasilitas mewah dari kedua orang tuanya dan apun yang ia inginkan pasti akan ia dapatkan, tapi saat ini ia terlihat seperti seorang pengemis yang mendapatkan belas kasihan dari orang lain, bahkan orang yang membantunya adalah musuh bebuyutan yang sering mengganggunya di sekolah.

"Rey, aku tidak ingin berhutang budi. Apa kamu mau mempekerjakan ku?"

Kiana mengangkat wajahnya dan dengan penuh percaya diri ia menawarkan dirinya untuk bekerja pada Reyhan. Kiana tidak ingin menerima secara gratis hingga mendatangkan hutang budi nantinya.

Untuk sesaat Reyhan terdiam, ia hanya menatap mata Kiana yang penuh dengan sejuta kesedihan. Reyhan tahu kalau Kiana adalah gadis yang memiliki harga diri yang sangat tinggi, tidak akan dengan mudahnya menerima bantuan dari orang lain, apalagi dirinya sendiri dengan cuma-cuma.

"Baiklah Upik Abu, apakah kamu mau membantuku?" tanya Reyhan lembut tapi penuh kecurigaan, ia menatap mata Kiana dengan tatapan penuh harap.

"Apa?"

Kiana heran sekaligus penasaran tugas yang akan Rayhan berikan kepadanya karena yang Kiana tahu Reyhan adalah lelaki yang sangat tidak ingin belajar bahkan ia sering bolos sekolah dan menghabiskan waktunya hanya untuk bermain game di kantin sekolah.

"Aku membutuhkan wanita cerdas dan berbakat sepertimu untuk membantuku, tolonglah!"

Reyhan menggenggam tangan Kiana, matanya terlihat penuh harap. Akan tetapi Kiana terlihat ragu. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Kiana saat ini selain menerima tawaran itu.

"Apakah kamu akan menggaji ku?"

Kali ini Kiana tidak segan-segan mempertanyakan soal uang, bukan perkara matre, tapi semua itu adalah kebutuhan. Walaupun ia tidak tahu pekerjaan apa yang diberikan oleh Reyhan akan tetapi yang terpenting sekarang adalah uang untuknya dan mamanya.

Ya, bagaimanapun juga saat ini Kiana membutuhkan uang untuk makan dan biaya hidupnya bersama dengan mamanya.

"Tentu," balas Reyhan sembari tersenyum.

"Tapi aku tidak ingin tinggal di apartemen, aku dan Mama akan mencari rumah kontrakan!" ujar Kiana tegas dan penuh dengan percaya diri. Dan jika Kiana sudah bertekad, maka tidak akan ada yang bisa menggoyahkannya.

Kiana terlihat tidak ingin menambah masalah dikemudian hari, karena ia sangat paham kalau keluarga Reyhan pasti tidak akan suka jika ia tinggal di apartemen Reyhan.

"Tapi, Upik Abu!"

Reyhan seolah keberatan dengan persyaratan yang Kiana ajukan, ia tulus dan ikhlas ingin seutuhnya membantu Kiana. Lagi pula apartemen yang ditawarkan oleh Reyhan itu sama sekali tidak ada yang menempati.

"Kalau kamu bisa memenuhi persyaratan ku maka aku akan bekerja denganmu, tapi jika tidak maka mohon maaf aku tidak bisa menerima bantuanmu!" ujar Kiana tegas.

Ya, Kiana adalah gadis yang memiliki harga diri tinggi, ia tidak akan dengan mudahnya bergantung atau merepotkan orang lain tanpa membalas jasa atau tanpa sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Ya, akhirnya Reyhan menyetujui keinginan Kiana, karena dalam otaknya saat ini adalah bagaimana cara untuk membantu Kiana agar sahabatnya itu tidak terlantar dan terkatung-katung di jalanan.

"Rey, apa boleh aku meminta gaji di muka untuk bulan ini?" tanya Kiana tanpa basa-basi.

Tidak tanggung-tanggung, Kiana meminta gaji 10 juta, jumlah yang cukup besar untuk perusahaan yang baru saja merintis dari nol. Ya, semua uang itu akan Kiana gunakan untuk biaya kontrakan, biaya rumah sakit dan biaya hidupnya bersama mamanya.

"Berapa nomor rekeningmu?" tanya Reyhan tanpa ada rasa keberatan sedikitpun.

Hahaha ....

Seperti orang gila, Kiana tertawa terbahak-bahak, namun dalam beberapa detik tawa itu berubah menjadi tangis dan air mata kesedihan.

"Lo menghina gw, Rey?" ucap Kiana dengan nada suara terbata-bata, dan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Ma-maksudnya?"

Wajah Reyhan terlihat kebingungan dengan sikap yang Kiana tunjukkan.

Reyhan ingin membantu Tania dan ingin mengabulkan apapun keinginan gadis cantik itu, akan tetapi Kiana malah mengira kalau ia telah menghina Kiana. Di hati Reyhan tidak pernah terbersit sedikitpun untuk menghina Kiana.

"Rey, lo nggak lihat, gw bahkan keluar tampa alas kaki. Gw tidak punya sepersen pun uang ketika meninggalkan rumah Papa, bagaimana mungkin gw punya nomor rekening!" jelas Kiana dengan nada suara tinggi.

Kesepakatan

Reyhan terdiam dengan rasa bersalah yang tergambar jelas di wajah tampannya. Reyhan akhirnya menyadari kalau ucapannya yang melukai perasaan Kiana.

"Ini, kamu bisa menggunakannya semau mu, asal jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku atau pergi tanpa izin dariku!"

Reyhan mengeluarkan kartu kredit tanpa batas dari dompetnya kemudian memberikannya di telapak tangan Kiana. Ya, tidak heran jika anak orang kaya seperti Reyhan memiliki kartu kredit tanpa batas, tapi bagaimana mungkin Reyhan dengan mudahnya menyerahkannya kepada Kiana tanpa berpikir panjang.

Kiana kaget, ia tidak menyangka Reyhan sang lelaki jahat itu akan berkorban sedemikian besar kepadanya, atau mungkin ini hanya sebuah cara agar Reyhan bisa lebih mudah mengendalikannya.

"Apa ini? Kenapa kamu memberikan ini kepadaku?"

Tidak serta merta menerima pemberian Reyhan. Kiana justru merasa sangat heran dengan sikap Reyhan yang sama sekali tidak berpikir panjang untuk membantunya.

"Kia, kita adalah teman SMA, kita juga sekelas, lantas kenapa kamu tidak mengizinkanku membatu mu?" ujar Reyhan sembari menatap Kiana dengan tatapan yang terlihat sangat tulus.

"Rey, kenapa kamu bersikap sebaik ini kepadaku?" tanya Kiana.

Kiana menatap mata Reyhan dan lelaki itu juga melakukan hal yang sama. Untuk sesaat empat mata itu saling berbicara dari hati ke hati.

Kring ..., kring ..., kring ....

Tiba-tiba telepon genggam Reyhan berbunyi, hingga dua insan itu saling salah tingkah.

"Kia, tunggu sebentar, Wilona menelpon!" ucap Reyhan sembari berjalan menjauhi Kiana untuk mengangkat telepon dari Wilona.

Wilona adalah kekasih Reyhan, gadis yang dijodohkan sejak dini oleh kedua orang tuanya karena urusan bisnis dan mereka akan menikah setelah keduanya tamat SMA. Tapi, Reyhan tidak ingin menikah dengan Wilona karena gadis itu bukanlah tipe wanita idaman Reyhan apalagi Reyhan merasa masih punya waktu yang panjang untuk menikmati masa lajangnya.

"Sayang, kamu dimana? Kenapa tidak ada kabar sih?" teriak Wilona yang membuat gendang telinga Reyhan serasa ingin pecah karena ketidaksopanan gadis itu.

Ya, sikap manja dan keras kepala Wilona adalah salah satu hal yang membuat Reyhan tidak menyukai Wilona.

"Dokter, bagaimana keadaan Mama saya?" ucap Kiana yang mengusik Reyhan.

Pandangan Reyhan tertuju kepada Kiana yang saat ini tengah menghampiri dokter. Ya, dokter baru saja ke luar dari ruang rawat inap orang tua Kiana.

"Aku lagi di rumah sakit, sudah dulu ya, nanti aku hubungi!" ucap Reyhan.

Reyhan langsung mematikan ponselnya dan kembali berlari menghampiri Kiana. Saat ini yang ada di otak Reyhan hanya Kiana dan ia tidak ingin ada hal buruk yang terjadi kepada Kiana dan keluarganya.

"Dokter, bagaimana keadaan Mama teman saya?" tanya Reyhan dengan nafas ngos-ngosan.

"Sepertinya pasien mengalami trauma berat sehingga otaknya tidak lagi sanggup memikirkan dan menanggungnya, makanya pasien jatuh pingsan. Apakah ada sesuatu yang membuat pasien seperti itu?"

Dokter menatap Kiana dan Reyhan secara bergantian. Namun, kedua insan itu hanya diam tertunduk, hingga sang dokter pun terlihat paham bahwa saat ini keluarga pasien sedang tidak ingin menjelaskan situasi peliknya.

Kiana menarik nafas panjang, kemudian menatap dokter dengan tatapan sendu penuh kepedihan, akan tetapi ia masih terlihat berusaha untuk tetap bersikap tegar dan kuat.

"Apa yang harus saya lakukan sekarang, Dokter?" ujar Kiana dengan nada suara lembut.

"Buatlah pasien merasa tenang dan nyaman, jangan biarkan pasien memikirkan hal-hal yang membuat mentalnya semakin terganggu," jelas dokter yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Kiana dan Reyhan.

Kiana terdiam, ia merasa sangat sedih!

Sakit dan hancur!

Begitulah perasaan Kiana saat ini, dan semua ini terjadi karena papanya yang berselingkuh.

Kiana mengepal kedua tangannya, seolah tengah mengumpulkan tenaga untuk membalas papa dan pelakor yang telah merusak keluarganya.

"Sabar, Kia!"

Reyhan seolah paham dengan emosi dan amarah yang dirasakan oleh sahabatnya itu. Ia menggenggam lembut tangan Kiana dengan harapan bisa memberikan sedikit ketenangan pada sahabatnya itu.

Kiana menoleh dan menengadahkan wajahnya menatap lelaki tampan yang ada di sampingnya itu, lelaki yang menggenggam tangannya seperti seorang malaikat yang khusus datang untuk menyelamatkan dan membantu hidupnya yang tengah terluka dan terpuruk. Padahal selama ini lelaki itu seperti malaikat maut bagi Kiana.

"Rey, aku ingin melihat Mama!"

Hanya itu kata-kata yang ke luar dari mulut Kiana saat ini. Ya, walaupun hatinya merasa sangat bersyukur karena ada Reyhan disini, tapi tetap saja mulutnya merasa kelu dan kaku untuk hanya sekedar mengucapkan terima kasih.

"Yuk!"

Reyhan menggandeng tangan itu memasuki kamar rawat inap Windari, mamanya Kiana. Reyhan terlihat tidak ingin melepaskan genggaman tangan itu sedikitpun. Sementara Kiana hanya terlihat pasrah dan tidak protes dengan sikap Reyhan kepadanya. Tidak bisa dipungkiri, hati Kiana merasa sangat nyaman dan tenang dengan lelaki yang saat ini tengah bersama dengannya itu.

Perlahan, kaki Kiana dan Reyhan tertuju pada sosok wanita separuh baya yang tengah terbaring lemah di kamar rumah sakit dengan mata menghadap ke loteng rumah sakit. Pandangan beliau terlihat kosong, tanpa arah dan tujuan.

Sakit!

Hati Kiana terasa tercabik-cabik melihat belahan jiwanya terlihat seperti mayat hidup. Ingin hidup tapi sudah tidak berdaya, ingin mati namun ajal belum menjemput.

Kiana melepaskan tangan Reyhan, kemudian berjalan pelan mendekati mamanya. Ia terlihat berusaha tegar dan tidak memperlihatkan kesedihannya kepada mamanya.

Dengan lembut Kiana membelai tangan mamanya dan mencium punggung tangan mamanya itu.

"Ma, Kia sayang sama Mama, cepat sembuh ya, Ma," ucap Kiana dengan nada suara lemah.

Windari bangkit dari pembaringannya dan melepaskan tangannya dari Kiana. Matanya memerah dan ia berteriak dengan sangat lantang kepada Kiana.

"Jangan sentuh aku! Aku tidak sudi melihatmu di sini! Pergi!"

Pekik Windari terdengar lantang dan sangat keras, beliau menangis dan meraung-raung sembari menutup telinganya dengan kedua tangannya.

"Mama ..., apa yang terjadi? Ini Kia, anak Mama," ucap Kiana sembari berusaha memeluk mamanya. Akan tetapi Windari terus memberontak dan semakin histeris.

"Kamu bukan anakku!"

"Kamu bukan anakku!"

"Kamu jahat! Dasar pelakor, pergi kamu dari sini!"

Hanya kata-kata itu yang ke luar dari lisan Windari beberapa kali dengan tangisan dan air mata yang terlihat sangat menyedihkan dan menyakiti hati Kiana.

"Rey, apa yang terjadi kepada Mama?"

Kiana langsung menjatuhkan tubuhnya memeluk lelaki tampan yang saat ini hanya diam dalam kebisuan. Ia terlihat tidak tahu akan melakukan apa kepada sahabatnya itu, kecuali membalas pelukan Kiana sembari membelai lembut rambut sahabatnya yang terurai panjang dengan pakaian yang telah mengering di badan.

"Sabar, Kia! Kamu tenanglah, aku akan memanggil Dokter!" ujar Reyhan.

Lelaki itu membawa Kiana duduk di kursi tunggu yang ada di kamar itu, kemudian ia berlari memanggil dokter untuk memanggil dokter agar pasien segera mendapatkan penanganan.

Sementara itu, Windari semakin histeris. Beliau melepaskan infus dan berjalan mendekati Kiana yang tengah duduk sembari menangis.

"Pelakor, kenapa kamu merusak rumah tanggaku! Apa mau mu! Apa kau tidak punya hati?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!