NovelToon NovelToon

Menikah Dengan Guru Killer

Bab 1 Dijodohkan

"Selamat pagi dunia!!" teriak seorang gadis yang baru saja turun dari bus. Dia adalah Alana, gadis berusia 19 tahun yang merupakan murid di sekolah ternama, SMA Bimasakti. Dia merupakan satu-satunya siswi yang menjadi langganan gurunya untuk menerima hukuman.

Bagaimana tidak? Setiap hari dia selalu berbuat ulah seperti tertidur di kelas, lupa mengerjakan PR, bahkan lebih parahnya lagi, dia selalu membolos di jam mata pelajaran yang tidak dia sukai. Sampai-sampai dia pernah tertinggal kelas saat duduk di kelas XI. Dan karena hal itu juga Alana mendapat julukan murid abadi.

Tapi sekarang dia sudah kelas XII. Bukannya belajar karena sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan, Alana justru semakin menjadi.

"Hah.. hari yang cerah, secerah hatiku." Alana merentangkan kedua tangannya, menikmati sinar matahari pagi yang hangat.

Saat Alana berjalan, dia tidak sengaja melihat kaleng tergeletak di depannya. Dia menatap kaleng dan tong sampah bergantian. Lalu, Alana mengambil ancang-ancang dan...

Dugh

Alana menendang kaleng tersebut kearah tong sampah. Tapi sialnya, bukannya masuk ke tong sampah, kaleng tersebut justru mendarat sempurna di kepala seorang pria.

"AW..." Pekik pria itu mengaduh

"Gawat!!" Alana memilih kabur sebelum pria itu menangkapnya.

"Ish..." pria itu mengusap kepalanya. Dia mengambil kaleng tersebut dan melihat seorang gadis tengah berlari terbirit-birit. Pria itu menyipitkan matanya, mencoba mengenali gadis itu. Dia mengepalkan tangannya erat dan memasukkan kaleng tersebut kedalam tasnya.

Alana terus berlari masuk ke area sekolahannya. Dia berhenti sejenak mengambil nafas dalam. Sesekali dia menoleh kebelakang untuk memastikan jika pria itu tidak mengejarnya. "Huft... Aku selamat." Ucapnya. Dia berjalan santai menuju kelasnya. Beruntung dia tidak terlambat pagi ini.

Alana masuk ke kelas dan meletakkan tasnya di meja.

"Kau baru datang?" tanya Rayhan, teman sebangku Alana. Mereka cukup dekat dan Rayhan selalu membantunya saat dia mendapat hukuman.

"Seperti yang kau lihat, aku baru datang." Sahut Alana dengan nafas yang masih terengah-engah

"Kau habis olahraga?" Tanya Rayhan setengah mengejek, membuat Alana berdecak kesal dan duduk di sebelahnya

" Oh iya, Jam pertama ada matematika. Ap....." Belum selesai Raihan berucap, Alana sudah lebih dulu menggebrak meja.

Brakh

"Apa kau bilang? Matematika? Oh my God, kenapa kau baru bilang sekarang?" Alana melihat arlojinya yang menunjukkan jika 5 menit lagi pelajaran akan dimulai. Dia meraih tasnya dan bergegas keluar dari kelas.

"Hai.. kau mau kemana?" Teriak Rayhan yang tidak digubris oleh Alana

"Pasti dia mau membolos." Gerutu Raihan

Dan benar saja, Alana memang berniat untuk membolos karena ada mata pelajaran yang tidak dia sukai yaitu matematika. Apapun yang berhubungan dengan hitung menghitung, dia tidak menyukainya. Dia terlalu malas menghafal rumus dan menghitung angka. Tapi berbeda jika menghitung uang. Dia akan dengan senang hati menghitungnya.

Dan kini Alana sudah sampai di halaman belakang sekolah, tempat dimana dia biasa memanjat ala Sun Go Kong untuk bisa keluar dari sekolah.

Tapi sepertinya Alana sedang sial karena aksinya itu di pergoki oleh guru yang tidak sengaja lewat di sana.

"Hei... Mau kemana kau?" Teriak sang guru

Alana berdecak pelan. Dia membalikkan badannya dan menunduk. "Maaf Mr." Lirihnya

"Maaf? Enak sekali kau bilang maaf. Aku tahu kau berniat untuk membolos, kan?"

"Tidak Mr, eh... Iya maksudnya."

"Berdiri yang tegak dan angkat kepalamu!!" Perintah sang Guru

Alana mengumpat dalam hati. Dia melakukan apa yang gurunya perintahkan dan......

Deg

"Mr. Bara?" Lirih Alana. Alana meringis pelan karena yang ada dihadapannya sekarang adalah guru killer di sekolah Bimasakti. Sudah dipastikan dia tidak akan selamat karena Mr. Bara terkenal sangat kejam dan tidak ada toleransi untuk siswa yang melanggar peraturan atau melakukan kesalahan.

Bara menatap tajam, Alana. Dia merasa tidak asing dengan postur tubuh gadis itu. Dan, tas yang Alana gunakan membuat Bara yakin jika gadis itu yang melempar kaleng kearahnya.

"Ikut keruangan ku." Seru Bara

Alana menghentakkan kakinya kesal dan mengikuti pria itu. Niat ingin membolos pun gagal dan sekarang dia harus bersiap menerima hukuman. Ini rekor terbaru Alana karena ini pertama kalinya dia dihukum di pagi hari.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

Alana menelan ludahnya kasar saat masuk ke ruangan Bara. Rasanya sangat mencekam. Ini pertama kalinya dia masuk keruangan guru killer tersebut. Dan lihatlah tatapan mata pria itu!! Sangat tajam, setajam silet.

Selama ini dia belum pernah berhadapan langsung dengan Bara karena Bara tidak mengajar di kelasnya. Jadi, saat dia melakukan kesalahan, dia berusaha untuk tidak berurusan dengan Bara.

"Apa kau tahu kesalahanmu?" tanya Bara dengan ekspresi dingin

"Tahu Mr. Karena saya membolos di jam mata pelajaran pertama." jawab Alana sekenanya. Karena menurutnya hanya itu kesalahannya.

"Kau yakin hanya itu?" Suara keras Bara, membuat Alana tersentak. Dia menunduk dan memikirkan kira-kira apalagi kesalahan yang dia perbuat? Dia merasa tidak melakukan kesalahan lain selain membolos.

"JAWAB!!!" bentak Bara

Alana kembali tersentak. Dia mengangguk kan kepalanya cepat. "I-iya Mr."

Bara mendengus kesal. Dia mengeluarkan kaleng dan meletakkannya di meja dengan keras.

BRAKH

Seketika wajah Alana pucat pasi melihat kaleng tersebut. Dia ingat betul jika kaleng itu yang dia tendang tadi pagi dan mengenai kepala seseorang.

"Sudah ingat?" Tanya Bara

Alana menggigit bibir bawahnya. Dia tidak menyangka jika pria itu adalah Bara. Jika begini, hukuman yang akan dia dapatkan lebih berat.

"APA KAU BISU, HAH?" Bentak Bara lagi

"I-iya Mr. Saya ingat." Jawab Alana terbata. "Ta-tapi Mr. Saya tidak bersalah. Tadi saya menendang kaleng itu kearah tong sampah, tapi kaleng itu justru...."

"APA KAU BILANG? TIDAK BERSALAH? JELAS-JELAS KAU MENIMPUK KU DENGAN KALENG INI DAN KAU BILANG TIDAK BERSALAH?" Bara terlihat emosi sampai-sampai melempar kaleng tersebut dengan keras di depan Alana

Alana hanya bisa menunduk takut. Bara terlihat lebih menyeramkan dari pada Sadako. Kedua mata Bara terlihat akan keluar saat melotot menatapnya. Suara pria itu juga menggema keras, sampai-sampai kedua telinga Alana berdengung. Hah... sepertinya setelah ini, dia harus pergi ke dokter THT. Pikir Alana

"Aku akan menghukum mu." Seru Bara

"Ta-tapi Mr, saya benar-benar tidak sengaja. Saya tidak bermaksud menimpuk Mr. dengan kaleng itu." sangkal Alana

Bara menggeram kesal. Dia tidak habis pikir jika ada siswi yang tidak mau mengakui kesalahannya seperti Alana. Jelas-jelas bukti sudah di depan mata. Tapi Alana tidak mau mengaku. Jika saja Alana bukan perempuan, mungkin Bara sudah menghajarnya. Tapi sayangnya dia adalah seorang guru. Dia tidak mungkin melakukan kekerasan terhadap muridnya. Tapi jika ada yang melakukan kesalahan, maka dia tidak akan segan memberinya hukuman berat.

"Kau murid pertama yang berani menjawab ku. Jelas-jelas bukti ada di depan mata, tapi kau masih menyangkalnya, hah?" Sentak Bara

"Tapi saya benar-benar tidak melakukannya." Gumam Alana yang masih terdengar oleh Bara. Dia berkata jujur, jika dia tidak sengaja. Jadi, tidak salah jika dia membela diri, bukan?

Bara menghela nafas, mencoba meredam amarahnya. Dia paling tidak suka ada murid yang menjawabnya. Apalagi saat dia sedang marah. Biasanya, murid yang ketahuan melakukan kesalahan, memilih untuk diam agar tidak mendapatkan hukuman yang berat. Tapi Alana justru melakukan sebaliknya.

"LARI KELILING LAPANGAN 10 KALI." perintah Bara.

"What?" pekik Alana

Bara melototkan kedua matanya mendengar pekikan Alana. "Kau ingin aku menambah hukuman untukmu?" Bentak Bara

"Ti-tidak Mr." Alana buru-buru keluar dari ruangan Bara dan berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali. Dia mengumpat mengeluarkan sumpah serapahnya karena saat ini Bara mengawasinya dengan tatapan horornya.

Hah.. Ini adalah hari tersial untuk Alana. Tidak hanya gagal membolos, dia juga harus di hukum berlari keliling lapangan sebanyak 10 kali. Dan yang menghukumnya adalah guru killer yang dia hindari selama ini. Dan dia berharap tidak akan lagi berurusan dengan pria itu. Cukup ini yang pertama dan terakhir.

...----------------...

Rasa kesal Alana terbawa sampai di rumah. Dia seolah menyimpan dendam pada Bara dan akan membalasnya nanti.

"Bara Erfian Rahardian, akan aku ingat nama itu." seru Alana geram. Dia seolah tidak perduli apakah Bara adalah guru atau bukan. Yang pasti, suatu hari nanti dia akan membalas apa yang sudah Bara lakukan padanya hari ini.

Hah... Sepertinya Alana lupa seperti apa Bara itu? Bahkan dia sempat berharap tidak mau berhadapan dengan Bara lagi. Tapi sekarang dia justru berencana untuk balas dendam pada pria itu.

"Alana!!"

Alana berhenti sejenak dan menoleh. Dia menarik sudut bibirnya keatas memamerkan deretan gigi putihnya. "Mommy!! Daddy!!" Alana mendekat dan duduk diantara keduanya dengan menampilkan wajah polosnya karena dia tahu, pasti kedua orang tuanya ingin menanyakan apa yang terjadi di sekolah.

"Alana, apa kau berbuat ulah lagi di sekolah?" tanya Erwin. Ini bukan kali pertama dia mendapat telepon dari pihak sekolah jika putri semata wayangnya berbuat ulah. Tapi kali ini Alana sudah keterlaluan karena menimpuk gurunya dengan kaleng bekas. Dan hal itu tidak bisa di toleransi lagi. Erwin harus tegas pada Alana.

"Maaf." Lirih Alana. Dia udah menduganya jika ayahnya akan bertanya seperti itu. Untuk itu dia akan mengeluarkan jurus andalannya dengan menampilkan wajah seolah menyesal dengan apa yang telah dia perbuat.

Erwin menghela nafas panjang. Kepalanya berdenyut tiap kali mendengar putrinya berbuat ulah di sekolah. "Daddy tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi mu, Alana. Apa Daddy harus mati dulu agar kau mau berubah?"

"Dad!! Jangan bicara sembarangan!!" pekik Alana

"Kalau begitu, bisakah kau merubah sifatmu itu?" pinta Erwin

Tidak ada jawaban dari Alana. Dan hal itu membuat Erwin yakin dengan keputusannya. "Daddy dan mommy sudah sepakat akan menjodohkan mu dengan anak sahabat Daddy."

Deg

Alana terkejut dan menatap Erwin. "A-apa? Di jodohkan?"

"Ya. Dan kau tidak bisa menolaknya." Seru Erwin. ini satu-satunya cara agar Alana mau berubah. Dengan menikah, Alana akan belajar bertanggung jawab. Apalagi calon suami Alana adalah seorang guru. Erwin yakin dia bisa mendidik Alana dengan baik.

"Tapi Dad, Aku masih sekolah. Aku masih muda dan aku masih ingin meraih cita-cita ku." Alana menolak tegas keputusan ayahnya. Menikah? Bahkan pacaran saja dia belum pernah. Dan sekarang ayahnya ingin dia menikah? Gila!!

"Cita-cita yang seperti apa yang kau harapkan, hah?" Sela Erwin. Sekolah saja Alana sering membolos, tidak pernah belajar bahkan pernah tertinggal kelas. Memangnya cita-cita apa yang akan diraih dengan prestasi seperti itu?

Alana menunduk, meremas rok seragamnya. Di jodohkan? Yang benar saja. Dia masih terlalu muda untuk merasakan rumitnya berumah tangga. Mengurus diri sendiri saja dia tidak bisa, apalagi harus mengurus suami.

"Dad, aku...."

"Daddy tidak menerima alasan apapun." Erwin menatap Alana dan kembali berkata, "persiapkan dirimu, nanti malam kita akan bertemu dengan calon suamimu." Erwin beranjak dan meninggalkan Alana yang masih duduk di sana.

"Mom!!" Alana menatap Sovia dengan wajah memohon. Tapi Sovia hanya menggelengkan kepala sebagai tanda jika dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Alana menghela nafas berat. Menikah, satu kata yang saat ini terus berputar-putar di kepalanya.

Bab 2 Menikah

Malam harinya, Alana dan kedua orang tuanya tengah bersiap untuk makan malam di restoran. Alana terlihat cantik dengan gaun terbuka berwarna peach dengan panjang sampai batas lutut. Dan makeup tipis yang membuat wajah Alana terlihat cantik natural.

"Wah.. Putri mommy cantik sekali." puji Sovia

Alana hanya tersenyum kikuk. Ini pertama kalinya dalam sejarah, dia memakai gaun terbuka seperti ini. Bahkan selama ini dia tidak pernah memakai makeup. Dia biasa memakai pelembab dan lips balm saja. Tapi sekarang, demi menyenangkan kedua orangtuanya, dia rela melakukan apa yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Dia merasa sangat tidak nyaman. Wajahnya terasa sangat tebal walaupun Sovia hanya memakaikan makeup tipis di wajahnya. Bahkan dia berulang kali memastikan jika gaunnya tidak melorot.

"Sudah siap?" tanya Erwin yang dijawab anggukan oleh kedua wanita beda generasi itu. Mereka bergegas berangkat ke restoran tempat mereka akan bertemu dengan sahabat Erwin dan juga calon suami Alana.

Di sepanjang perjalanan, Alana hanya diam. Dalam hati dia tidak hentinya mengumpat dan merasa hal itu sangat tidak adil. Haruskah dia menikah di usia dini? Dan yang lebih tidak masuk akal adalah alasan kedua orang tuanya menjodohkannya agar dia bisa berubah. Gila, bukan?

Setelah menempuh perjalanan -+ 1 jam, mereka sampai di restoran. Mereka dituntun pelayan ke ruangan VIP yang sudah dipesan keluarga Rahardian.

"Sepertinya mereka belum datang." seru Sovia

"Kita tunggu saja." Erwin menarik kursi untuk Sovia duduk, baru kemudian dia duduk di samping Sovia.

Cukup lama mereka menunggu hingga tidak berapa lama pintu terbuka dan terdengar suara sepasang suami istri yang menyapa Erwin dan Sovia.

"Akhirnya kalian datang juga " Erwin dan Sovia menyambut kedua sahabatnya.

Mereka duduk dan menanyakan kabar masing-masing. Sesekali mereka tertawa seolah tidak menghiraukan perasaan Alana yang berada di sana.

"Oh iya, perkenalkan, ini putri kami namanya Alana." ucap Sovia memperkenalkan Alana pada sepasang suami istri yang saat ini duduk berseberangan dengannya.

"Cantik sekali." puji Cynthia

Alana hanya bisa tersenyum. Ini pertama kalinya orang lain memujinya cantik. Apa dia harus berbangga diri? Tidak!! Bahkan yang ada didalam pikirannya hanya ingin cepat pulang.

"Come on !! kapan semua ini akan berakhir?" batin Alana

Saat mereka tengah berbincang, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Bima dan Cynthia merasa lega akhirnya putra mereka datang juga.

"Maaf, saya datang terlambat." Ucap pria itu dengan suara beratnya. Pria itu berdiri di belakang Alana karena gadis itu duduk membelakangi pintu.

"Tidak masalah." Sahut Bima. Dia memberi kode pada putranya untuk duduk di sebelah Alana karena hanya itu kursi yang tersisa.

Alana hanya terdiam. Entah mengapa dia merasa tidak asing dengan suara tersebut. Tapi Alana terlalu malas untuk berfikir.

Sampai saat pria itu duduk di sampingnya, Alana refleks menoleh. Begitu juga dengan pria itu. Untuk sesaat mereka saling pandang. Tapi bukan karena terpesona, melainkan mereka terkejut karena saling mengenal.

"KAU!!" pekik mereka bersamaan

"Kalian saling kenal?" tanya Erwin.

"Tentu saja aku mengenalnya. Dia murid kurang ajar yang berani menimpuk gurunya menggunakan kaleng bekas." Seru Bara melirik sinis Alana yang duduk di sebelahnya

Alana hanya bisa menunduk dan mengusap keningnya untuk menutupi wajahnya. Ini sangat memalukan. Kenapa dia harus bertemu dengan Bara di sini? Apa pria yang akan di jodohkan dengannya adalah pria mengerikan itu? Jika itu benar, maka dia dalam masalah besar. Dia pasti akan hidup bagaikan di neraka jika tinggal satu atap dengan manusia lucknut yang mendapat gelar guru killer itu.

"Apa itu benar, Alana?" Tanya Erwin. Dia memang sudah tahu, jika putrinya melakukan kesalahan. Tapi dia tidak tahu jika guru yang menjadi korban Alana adalah Bara

"Kenapa kau diam saja? Ayahmu sedang bertanya, kau tidak bisu, bukan?" suara Bara terdengar sangat lantang dan tegas. Hal itu membuat Alana menelan ludahnya berulangkali.

"I-iya dad." Jawab Alana terbata. "Tapi aku tidak sengaja dad. Aku..."

"Wah..wah..wah.. bahkan sampai sekarang kau masih tidak mau mengakui kesalahan mu? Sungguh luar biasa." Bara bertepuk tangan karena Alana masih berani menyangkal.

"Lihat dad!! Apa ini wanita yang akan kau jodohkan dengan ku? Wanita urakan yang suka berbuat onar. Bahkan dia dijuluki murid abadi di sekolah." Lanjut Bara

Alana mengepalkan tangannya erat. Ini sudah keterlaluan. Walaupun benar apa yang Bara katakan, tapi apa harus pria itu mempermalukannya di depan semua orang?

"Ya. Aku memang berandalan. Lalu kau mau apa? Menghukum ku?Apa hanya karena kau guru yang di takuti di sekolah, maka aku akan takut padamu, begitu? Tidak Mr. Aku tidak takut padamu karena aku memang tidak bersalah." Ucap Alana dengan lantang. "Kau bahkan tidak pantas di panggil guru karena kau hanya percaya dengan apa yang kau lihat tanpa mau mencari tahu kebenarannya." Lanjut Alana yang membuat Bara geram.

"TUTUP MULUTMU, SIALAN!!" teriak Bara

"CUKUP!!" Bima kehabisan kesabaran. Dari tadi dia hanya diam. Tapi lama-kelamaan keduanya justru malah bertengkar. Bara sudah membuatnya malu di depan Erwin. Begitu juga Erwin yang malu karena perbuatan putrinya.

"Jangan kalian kira, kami akan membatalkan perjodohan ini hanya karena kalian bertengkar. Kami akan tetap menjodohkan kalian. Dan sekarang, kami akan memberi waktu pada kalian untuk menyelesaikan masalah kalian." Bima menatap tajam Bara dan kembali berkata, "kau sudah dewasa, jadi bijaksana lah. Ayo kita pergi!!" Bima mengajak Erwin dan yang lain untuk pergi dan meninggalkan Alana dan Bara. Anggap saja ini sebagai pendekatan untuk keduanya. Walaupun mereka yakin jika pada akhirnya mereka hanya akan berdebat. Tapi biarkanlah mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Alana melirik sinis Bara. Begitu juga sebaliknya. Acara makan malam mereka berantakan karena pertengkaran keduanya. Dan ini menjadi awal pertemuan yang buruk. Akan jadi seperti apa rumah tangga mereka nanti? Alana bahkan tidak bisa membayangkannya. Yang ada, setiap hari pasti mereka akan bertengkar.

Untuk beberapa saat mereka terdiam. Mereka mulai menggeser kursi masing-masing, saling menjauh satu sama lain.

"Apa maksud Mr. berkata seperti itu? Kau mau mempermalukan ku, ya." sentak Alana

"Cih untuk apa aku mempermalukan orang yang tidak punya malu." Ucap Bara sinis. "Dengar baik-baik, aku menolak perjodohan ini karena aku mencintai wanita lain. Jadi lebih baik kau mundur saja." Lanjut Bara

"Cih.. apa kau pikir aku mau menikah dengan pria gila seperti mu?" Balas Alana

Bara melebarkan kedua matanya geram. "Apa katamu? Pria gila? Kau yang gila, sialan!!" Teriak Bara. Bukannya menyelesaikan masalah, mereka justru terus berdebat dan saling menyalahkan.

"Kita sama-sama menolak perjodohan ini. Jadi, bagaimana jika Mr. bilang pada kedua orang tua kita untuk membatalkan nya? Aku sudah mencobanya tapi Daddy malah mengancam ku." gerutu Alana

"Apa kau pikir, aku menerima begitu saja perjodohan ini? Tentu saja tidak. Apalagi wanita itu adalah berandalan sepertimu."ucap Bara sinis.

Alana hanya bisa menggeram kesal karena Bara terus saja menghinanya. Hah.. kenapa nasibnya sangat sial? Dia di jodohkan dengan pria menyebalkan seperti Bara. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka terjebak dalam permainan kedua orang tua mereka.

Cukup lama mereka berdiam diri, hingga akhirnya Bara membuka suara, "Begini saja, kita buat perjanjian pranikah. Dan aku ingin pernikahan ini di rahasiakan. Jangan sampai orang lain tahu. Terutama lingkungan sekolah." usul Bara

Alana melebarkan kedua matanya. Dia hendak protes tapi Bara lebih dulu menyela, "setelah satu tahun, kita akan bercerai."

Alana nampak berfikir. Dia merasa jika itu bukan ide yang buruk, "Oke, deal!!"

...----------------...

Dua Minggu kemudian, pernikahan Alana dan Bara di gelar tertutup di kediaman Erwin. Hal itu dilakukan atas permintaan Alana karena dia tidak mau teman-temannya tahu tentang pernikahannya.

Kedua orang tuanya tidak masalah asalkan Alana dan Bara menikah.

"Selamat ya sayang. Akhirnya kau menikah juga. Mommy bahagia sekali." seru Sovia

Alana hanya tersenyum kikuk. Bahagia karena dia sudah menikah atau bahagia karena tidak ada lagi yang membuat mereka kesal? Huh.. Entah mengapa dia merasa seperti dijual oleh kedua orang tuanya. Atau mungkin diusir secara halus dari rumahnya? Entahlah, yang pasti dia kecewa pada kedua orang tuanya.

Setelah acara selesai, Bara memboyong Alana ke rumah pribadinya. Ya, mereka memutuskan untuk tinggal terpisah dari orang tua mereka agar mereka lebih leluasa dalam melakukan hal apapun.

Eit... Jangan salah paham!! Mereka sudah membuat perjanjian pranikah yang isinya tidak boleh ada kontak fisik yang artinya mereka akan tidur terpisah. Tidak boleh ikut campur urusan masing-masing dan setelah satu tahun pernikahan, mereka sepakat untuk bercerai.

Sampai di rumah Bara, Alana dibuat kagum dengan desain interior rumah Bara yang terkesan mewah dan elegan untuk ukuran pria seperti Bara. "Wah... Rumah Mr. besar sekali. Mr. tinggal sendiri?" tanya Alana

"Tidak. Aku tinggal dengan dedemit." jawabnya ketus

Alana berdecak pelan dan kembali melihat-lihat. Hingga Bara menyodorkan sebuah kertas padanya. "Apa ini?" tanya Alana. Dia membaca setiap kalimat yang tertera di kertas tersebut dan beberapa detik kemudian dia melotot kan kedua matanya sempurna. "What? Apa maksudnya ini, Mr?" tanya Alana

"Kau bisa membacanya, kan? Harusnya kau tahu apa itu." Ucap Bara sinis

Alana menggeram kesal. Dia tahu apa itu, tapi maksudnya, kenapa semua pekerjaan rumah harus dia yang mengerjakannya? Dia seorang istri bukan pembantu. Lagipula, dia masih sekolah. Mana tahu urusan rumah tangga. Makan saja masih di siapkan ibunya, bagaimana dia bisa memasak dan mengerjakan pekerjaan lainnya?

"Itu peraturan yang harus kau patuhi dan apa saja yang harus kau kerjakan." seru Bara

Alana mendengus dan merobek kertas tersebut. Dia Alana, bukan gadis lemah yang mudah ditindas. Jangan harap dia mau melakukan semua itu.

"Hei... Apa yang kau lakukan?" teriak Bara

"Aku tidak mau melakukannya. Aku istrimu, bukan pembantumu. Jika kau ingin istri yang bisa melakukan itu semua, menikah saja dengan pembantu. Enak saja menyuruh orang untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Memangnya ini rumah siapa, hah?"

"Kau...." Bara mengepalkan tangannya dan menghela nafas panjang. Oke, sepertinya dia harus mempunyai stok kesabaran yang banyak saat menghadapi Alana. Di sekolah saja Alana sudah membuatnya darah tinggi dan sekarang mereka harus tinggal satu atap. Huft... Bisa-bisa dia gila jika terus seperti ini.

"Aku tidak mau tahu. Ini rumahku, dan kau hanya menumpang. Jadi lebih baik kau ikuti aturan rumah ini." setelah mengatakan hal itu, Bara masuk ke kamarnya. Dia tidak perduli dengan teriakan Alana yang terus menolak aturannya.

Bab 3 Di Hukum

Keesokan harinya, Bara tengah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ini hari Senin, jadi dia harus berangkat lebih awal. Biasanya dia bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan. Tapi sekarang sudah ada Alana. Jadi dia bisa sedikit lebih santai.

Bara melihat arlojinya, sudah pukul 06:30. Dia mengambil tasnya dan bergegas ke ruang makan. Tapi sesampainya di sana tidak ada apapun di meja makan. Bara mendengus kesal dan menyiapkan sepotong roti untuk sarapannya.

Saat hendak melahap rotinya, tiba-tiba Alana datang dengan terburu-buru. "Mr, mana sarapanku?" tanya Alana sambil tergesa-gesa memakai sepatunya.

Bara hanya melirik sekilas dan menikmati rotinya tanpa memperdulikan Alana.

"Mr!!!" teriak Alana

"Harusnya aku yang tanya padamu, mana sarapanku? Bukannya aku sudah memberitahu peraturan dan juga apa saja tugasmu di rumah ini?"

Alana menegakkan badannya setelah selesai memakai sepatu. Dia berkacak pinggang didepan Bara dan berkata, "Aku kan sudah bilang tidak mau melakukannya. Aku ini masih pelajar, mana aku tahu cara mengurus rumah. Harusnya Mr. mencari istri yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga." seru Alana

"Lagian, jaman sekarang kok masih saja ada perjodohan. Emangnya kita hidup di jamannya Kabayan?"

Bara yang saat itu sedang makan, sontak tersedak mendengar ucapan Alana. Kabayan? Sejak kapan perjodohan ada di jaman Kabayan? Bukankah yang benar itu, Siti Nurbaya?

"Mr, kau tidak apa-apa?" Alana menepuk pelan punggung Bara dan mengambilkan minum untuknya. "Makanya kalau makan itu pelan-pelan." ucapnya lagi

Bara mendengus kesal. Dia tersedak juga karena Alana. Tapi gadis itu seolah tidak merasa bersalah. "Ekhm... Jadi sekarang kau menyalahkan ku karena menerima perjodohan ini?" tanya Bara

"Aku tidak menyalahkan mu. Aku mengerti kenapa kau menerima perjodohan ini. Begitu juga denganku. Aku tidak mau menjadi anak durhaka dan berakhir seperti Malin Kundang." gerutu Alana

Bara tersenyum dalam hati. Kali ini dia setuju dengan ucapan Alana. Jika kita durhaka, maka kita bisa bernasib sama seperti Malin Kundang. Itu perumpamaan yang tepat.

"Sangat tidak etis, gadis cantik sepertiku berubah jadi kodok karena durhaka pada orang tua, bukan." imbuh Alana

Bara menepuk jidatnya. Dia tarik ucapannya, ternyata Alana sangat bodoh. Hah.. harusnya dia mencari tahu tentang calon istrinya terlebih dahulu. Maka endingnya tidak akan seperti ini. Sudahlah lupakan!! Dia harus segera berangkat karena dia sudah sangat terlambat.

Bara membawa piring dan gelas kotornya ke dapur dan menenteng tas nya berangkat ke sekolah.

"Mr, tunggu!!!" teriak Alana

Bara tidak memperdulikannya. Pagi ini dia sudah dibuat kesal, jadi dia berharap nanti di sekolah, dia tidak bertemu dengan Alana lagi.

"Mr!!" Alana berdiri didepan Bara dan menengadahkan tangannya. "Uang jajan." pintanya

Bara tersenyum sinis dan berkata, "Atas dasar apa kau meminta uang jajan padaku? Apa karena aku suamimu, maka aku harus membiayai kebutuhanmu? Lalu kau sendiri bagaimana? Apa kau sudah melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri?"

"A-aku....

"Jika kau menginginkan sesuatu, maka kau harus berusaha. Di dunia ini tidak ada yang gratis." Bara tersenyum mengejek dan pergi meninggalkan Alana. Dia tidak perduli bagaimana Alana akan pergi ke sekolah. Itu bukan urusannya.

"Bara Erfian Rahardian!!!" Alana menggeram kesal dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Raihan. Ya, tidak ada pilihan selain minta tolong pada Raihan untuk menjemputnya.

...****************...

"Tumben sekali, kau memintaku untuk menjemputmu? Dan kenapa kau bisa berada di halte itu?" tanya Raihan. Dia merasa heran, karena Alana berada di halte yang jauh dari rumahnya.

"I-itu...." Alana terlihat panik. Dia lupa jika Raihan tidak tahu jika dia sudah menikah dan sekarang tinggal di rumah suaminya. Tapi untungnya, belum sempat Alana menjawab, mereka sudah lebih dulu sampai di sekolah, bertepatan dengan bel yang berbunyi.

Alana menghela nafas lega dan mereka bergegas ke lapangan untuk melakukan upacara bendera. Selama upacara berlangsung, Alana tidak hentinya menatap sinis pria yang kemarin sudah sah menjadi suaminya. Dia mengumpat mengeluarkan sumpah serapahnya melihat Bara yang bersikap seolah tidak merasa bersalah. Cih.. Menyebalkan.

Selesai upacara, semua siswa berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing karena sebentar lagi pelajaran akan dimulai. Begitu juga dengan Alana dan Raihan. Mereka langsung duduk di kursi masing-masing dan mengeluarkan buku pelajaran mereka.

"Selamat pagi anak-anak!!" sapa Bu Siska

"Pagi bu!!" jawab mereka serempak

"Sekarang kumpulkan pr kalian dan buka buku paket halaman 91." pinta Bu Siska

Semua siswa mulai mengumpulkan pr mereka ke depan. Tapi tidak dengan Alana. Sejak mendengar kata pr, Alana mulai mengeluarkan keringat dingin. Itu karena dia lupa mengerjakan pr nya. Dia terlalu stress memikirkan pernikahannya sampai-sampai mengabaikan sekolahnya. Heh.. Bukannya ini bukan pertama kalinya kau tidak mengerjakan pr, Alana?

"Kau kenapa Alana?" tanya Raihan pelan. Tapi Alana tidak menjawabnya. Gadis itu menatap ke depan dan menelan ludahnya berulang kali seolah takut dengan sosok didepannya.

"Alana!! Mana pr mu?" tanya Bu Siska, tapi Alana tidak menjawab. Bu Siska menghela nafas dan menggelengkan kepalanya pelan. Dia menyuruh Alana untuk berdiri diluar kelas sampai jam pelajarannya selesai.

Alana hanya bisa pasrah dan melakukan apa yang diperintahkan Bu Siska. Dia berdiri didepan kelas dengan perut yang lapar karena dia melewatkan sarapannya dan semua itu karena Bara.

Alana terus mengeluh lapar dan terbesit pikiran untuk kabur ke kantin. Tapi saat hendak pergi, tiba-tiba duo keong racun menghampirinya.

"Wah.. Wah.. Wah. coba lihat!! Siapa ini? gadis gila, pembangkang dan pembuat onar. Pasti kau dihukum, kan?" tebak Agnes

Alana hanya memutar kedua matanya malas. Dia sudah biasa menghadapi dua keong racun didepannya ini, gadis-gadis menyebalkan yang mengandalkan kekayaan orangtuanya untuk menindas yang lemah.

"Kenapa kau diam saja? Aku benar, bukan?" lanjut Agnes

"Yeah, kau benar. Aku memang sedang dihukum. Lalu, apa masalahmu?" tanya Alana malas

"Masalahku? Tentu saja ini," Agnes mengambil ponselnya dan mulai merekam, "Guys!! Gadis pembuat onar kembali dihukum berdiri didepan kelas." Agnes dan Erika terlihat sangat puas dan hal itu membuat Alana kesal. Dia ingin membuat perhitungan, tapi mereka sudah lebih dulu kabur.

Tapi Alana tidak kehabisan akal. Dia melepas sepatunya dan melemparnya kearah Agnes dan Ericka. Tapi naas, sepatunya mendarat sempurna di kepala seorang pria yang sangat dia kenal

"AW...!!" pekik pria itu

Deg.

Alana kembali berdiri dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Tapi bukti ada di depan mata. Pria itu mengambil sepatu tersebut dan menatap Alana yang hanya menggunakan sepatu sebelah.

"Alana!!!" geram Bara

...****************...

"Dasar menyebalkan, pria brengsek, tidak punya hati. Argh... Kenapa dia tega melakukan hal ini padaku?" teriak Alana. Setelah hukuman dari Bu Siska selesai, dia kembali mendapat hukuman dari Bara. Dia di hukum membersihkan toilet wanita di seluruh sekolah itu. Gila, bukan?

Bahkan Bara tidak mau mendengar penjelasannya. Ya mana dia tahu jika tiba-tiba Bara akan keluar dari kelas sebelah. Hah.. Semenjak dia bertemu dengan Bara, entah kenapa dia selalu saja sial.

"Alana!!"

Alana menoleh, melihat Raihan yang menghampirinya. "Ada apa Rai?" tanya Alana

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Raihan langsung merebut pel dari tangan Alana dan mulai mengepel lantai toilet.

Alana tersenyum. Lagi dan lagi Raihan membantunya. Dia senang, setidaknya ada Raihan yang mau berteman dengannya. Mereka membersihan toilet bersama-sama sambil tertawa. Dan interaksi keduanya dilihat oleh Bara yang kebetulan ingin mengecek pekerjaan Alana.

"Siapa pria itu?" batin Bara

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!