Monita Maheswari Kusuma adalah gadis berusia 20 tahun, ia adalah gadis yang baik hati dan selalu tersenyum meski beban hidupnya begitu banyak, selain itu Monita juga memiliki paras yang sangat cantik, hidungnya mancung, bibir seksi dan berwarna merah delima meski tanpa polesan lisptik, rambutnya panjang dan lurus, kulitnya putih dan begitu mulus, mempunyai wajah yang anggun, bulu matanya juga terlihat begitu lentik.
Monita adalah gadis yang tidak suka memakai make up, karena tanpa make up pun Monita sudah terlihat begitu cantik, banyak wanita yang merasa iri akan kecantikannya, karena dalam segi fisik Monita nyaris sempurna, namun keberuntungannya dalam hal kecantikan berbanding terbalik dengan ekonominya yang bisa di katakan jauh dari kata mapan, Monita yang tinggal di desa kini harus merantau ke kota demi mencari nafkah untuk menyekolahkan adik perempuannya Eden Kusuma yang kala itu masih duduk di bangku SMA, dan juga untuk kesembuhan ibunya yang saat ini tengah sakit keras.
Ayah Monita sudah meninggal dunia dan ibunya kini memiliki riwayat penyakit jantung.
Monita pun mencari pekerjaan di kota besar dengan hanya tinggal di sebuah kost, Monita yang pandai membuat kue pun membuka usaha jualan kue kecil-kecilan dan pembelinya pun hanya teman-teman yang berada satu kost dengannya dan tetangga-tetangga yang tinggal di sekitar kost Monita.
Orang yang satu kost dengan Monita hampir semuanya membeli kue Monita setiap hari, itulah sebabnya dari pagi sampai siang, di habiskan Monita untuk membuat kue serta mengantarkan kue itu ke kamar kost pelanggannya masing-masing atau ke tetangga kost itu.
Kemudian dari siang sampai malam di habiskan Monita untuk bekerja sebagai waiters di salah satu club mewah yang ada di kota itu.
Begitu lah Monita menghabiskan kesehariannya tanpa bisa menikmati hidup layaknya gadis seusia nya yang seharusnya masih bisa bersenang-senang bersama teman dan keluarga.
Namun jangan kan waktu bersantai, waktu untuk tidur saja kurang, bagaimana tidak, jam 05.00 Monita harus ke pasar untuk berbelanja bahan kue jualannya yang semuanya Monita kerjakan dan siapkan sendiri, Monita Maheswari gadis cantik jelita yang sangat malang.
Malam ini seperti biasa Monita kembali di sibukkan dengan banyaknya orderan minuman di club tempat ia bekerja.
“Monita, apa minuman ini sudah di antar di ruangan VIP?” Tanya Agus dengan raut wajah cemas.
Agus adalah Manager khusus melayani minuman di club itu, dia salah satu orang kepercayaan owner club dalam mengelola dan mengembangkan club mewah itu.
“Sebentar lagi siap pak.” Jawab Monita sambil menundukkan kepala.
“Jangan buat mereka menunggu, cepat antarkan dulu yang di ruangan VIP sekarang!” Perintah Agus sembari berlalu meninggalkan Monita.
“Ba.. baik pak,”
Monita pun bergegas mendorong troli yang membawa cukup banyak minuman dan juga makanan ringan, Monita berjalan sigap menuju ruangan VIP yang memang sengaja di buat terpisah dari ruangan yang lainnya.
Sementara orang dalam ruangan itu sudah pasti tergolong orang-orang penting di kalangan pebisnis, karena biasanya tamu dari kalangan pebisnis itu sering mengadakan perayaan keberhasilan terikatnya kontrak kerja sama dengan seorang klien yang ingin meminta untuk merayakannya dengan minum-minum di club.
Tak lama tiba lah Monita di depan pintu ruangan VIP itu, Monita mendorong perlahan gagang pintu dan masuk dengan ikut membawa troli itu ke dalam ruang VIP, di dalam ruangan tersebut sudah duduk 4 orang bos muda yang tampan dengan balutan jas mahal yang menambah kesan formal.
“Permisi tuan, ini minumannya.” Ucap Monita ramah sembari mulai menghidangkan minuman dan makanan ringan itu di atas meja.
Monita sama sekali tidak berani menatap wajah para bos muda itu, ia hanya fokus dengan minuman dan makanan ringan yang tengah ia hidangkan, karena ia tidak ingin membuat kesalahan sedikit pun.
Para bos muda itu merespon dengan cukup ramah, kecuali satu orang yang sama sekali tidak merespon kedatangan Monita, dan orang itu adalah Ilham Adhitama, sang CEO perusahaan Anugrahjaya, perusahaan besar nan berjaya di kota itu.
Ilham hanya diam sembari menatap Monita yang sedang menghidangkan makanan dengan tatapan dinginnya.
Ilham Adhitama adalah seorang lelaki tampan, ia berusia 30 tahun dan sangat terkenal dengan sikap dingin dan arogant nya, Ilham Adhitama adalah pewaris tahta kerajaan bisnis keluarganya, mulai dari beberapa Restaurant mewah dan hotel bintang 5 semua itu berada dibawah naungan management AnugrahJaya, bahkan seluruh usahanya itu sudah tersebar di luar kota bahkan sudah ada beberapa di luar negeri.
Ilham Adhitama mempunyai seorang istri bernama Naomi Ratu, istri yang amat sangat Ilham cintai, Ilham juga begitu setia denhan istrinya itu, usia Naomi tidak terpaut jauh dari Ilham, usianya sudah menginjak 29 tahun, mereka sudah 5 tahun menikah, dan kini Naomi sedang mengandung anak pertama mereka dan usia kandungannya sudah masuk bulan ke-7.
Setelah selesai menghidangkan minuman dan makanan ringan di ruangan VIP itu, Monita pun pamit lalu membungkukkan badannya dan berlalu meninggalkan ruangan itu.
“Bagaimana? Apa kau melakukan kesalahan?” Tanya Agus langsung menghampiri Monita yang baru saja keluar dari ruangan VIP.
“Tidak pak, sama sekali tidak.” Monita dengan cepat menggelengkan kepalanya.
Sementara Mami Bela yang melihat Monita dari kejauhan mulai menyunggingkan senyuman sinisnya sembari memegang satu batang rokok di tangan kanannya.
Tak lama, Mami Bela melangkah kan kakinya menghampiri Monita.
“Jangan terlalu memarahinya.” Ujar mami Bela ketika sudah berada dekat dengan Agus dan juga Monita.
Melihat keberadaan Bela di tengah-tengah mereka membuat Agus sontak membungkukan badannya dan pamit pergi meninggalkan Bela dan juga Monita.
Kedudukan mami Bela di club itu cukup berpengaruh, mami Bela adalah mucikari yang di tugaskan untuk menangani dan mengawasi para ladies di club itu.
“Hei, aku baru melihat mu di sini, siapa nama mu?” Tanya mami Bela muali menatap Monita dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Monita nyonya,” jawab Monita dengan menundukkan kepalanya.
“Tidak perlu menundukkan kepala seperti itu.” Ujar Bela memegang lembut dagu Monita yang tertunduk agar bisa ia lihat dengan jelas.
“Cantik sekali, bahkan sangat sempurna.” Gumam Bela dalam hati yang tiba-tiba saja menemukan sebuah ide.
“Kamu sangat cantik, kenapa kamu hanya bekerja sebagai waiters?” Tanya Bela sembari mulai menghisap rokoknya yang mulai habis.
“Karena hanya pekerjaan ini yang saya dapatkan nyonya.”
“Aku punya pekerjaan yang lebih pantas untukmu, dan tentunya gaji nya juga jauh lebih besar dari hanya sekedar menjadi waiters.” Tutur Bela dengan senyuman menyeringai.
“Benarkah nyonya? Pekerjaan apa itu?” Tanya Monita dengan begitu polosnya.
“Tapi sebelumnya, tidak usah panggil saya nyonya, panggil saja saya Mami.”
Monita Maheswari Kusuma
Ilham Adhitama
“Pekerjaan apa itu nyonya.. eh maksud saya mami.” Tanya Monita tampak gelagapan.
“Menjadi salah satu ladies di sini, kau bisa mendapatkan bayaran yang sangat fantastis, bahkan kau bisa menjadi primadona di sini, mengalahkan Rosa.” Ujar Mami Bela mencoba memberi penawaran pada Monita.
Mendengar itu, Monita sontak mebulatkan matanya, lantas dengan cepat Monita menggelengkan kepalanya, dari kecil sampai sekarang dia tidak pernah bercita-cita menjadi seorang pelacur.
“Tidak mam tidak, saya tidak mau, lebih baik saya menjadi waiters saja, walau pun bayarannya sedikit, asalkan halal.” Jawab Monita menolak mentah-mentah tawaran Mami Bela, dan berlalu begitu saja meninggalkan Bela.
“Tidak apa jika kau menolaknya sekarang, tapi kalau kau berubah pikiran, kau bisa datang kapan saja,” ujar Bela menghentikan sejenak langkah Monita.
Monita pun tidak menjawab sama sekali, ia terus saja mengayunkan kakinya dan benar-benar pergi meninggalkan Bela yang masih berdiri mematung.
Hari ini Monita benar-benar merasa penat, dia terus melangkah kan kakinya menuju halte dengan membawa perasaan kesalnya, bagaimana tidak hari ini Mami Bela benar-benar membuat hatinya gusar, tega-teganya Mami Bela menawarkan dia untuk menjadi ladies di club mewah itu.
Tak lama, sebuah taxi terlihat mulai melintasi jalanan yang mulai sepi itu, melihat taxi yang hendak melintasinya, Monita segera berdiri dan menyetop taxi itu.
Hanya butuh waktu 10 menit, sampai lah Monita dikost nya, begitu sampai Monita menghempaskan tubuhnya di kasur single size yang terletak di lantai itu, sembari memjiti pelipisnya, kepalanya mulai terasa berdenyut, setelah berbaring cukup lama, Monita mulai bangkit dari tempat tidurnya hendak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Namun belum sampai di kamar mandi, ponsel Monita berdering dengan menampilkan nama Eden di layar depan, Monita pun bergegas menjawab panggilan telepon itu.
“Halo.”
“Kak, ibu kak.” Ucap Eden dengan isak tangisnya.
“Ibu kenapa Den?” Tanya Monita dengan mendelikan matanya, jantungnya kini mulai berdebar begitu kencangnya menanti jawaban dari Eden adiknya.
“Ibu masuk rumah sakit penyakit ibu kambuh, dan sekarang ibu tidak sadarkan diri.” Jawab Eden dengan tangisan yang semakin memilukan.
“Apa? La..lalu bagaimana? Apa tindakan dokter?”
“Kata dokter, ibu harus segera di operasi, jika dalam 24 jam ibu tidak segera di operasi, nyawa ibu tidak akan terselamatkan,”
Monita pun semakin di buat cemas kala itu, deru jantungnya semakin berdegup kencang seakan ingin keluar dari sarangnya, bagaimana tidak, ibu nya sedang dirawat di rumah sakit sedangkan dia sedang berada di kejauhan demi mencari sesuap nasi.
“Kak, kakak.” Panggil Eden seketika langsung membuyarkan lamunan Monita.
“Iya dek, maaf kakak sangat syok, berapa biaya operasi yang disebut kan dokter?” Tanya Monita dengan raut wajah yang begitu cemas.
“50 juta kak.” Jawab Eden singkat.
“Apa? 50 juta?” Monita menutup mulutnya yang menganga.
“Iya kak 50 juta, apa kakak tidak punya uang?” Tanya adiknya mulai kasihan dengan kakaknya itu.
“Ah tidak dek, kamu tenang saja, kamu jaga ibu ya, kakak janji kakak akan segera mendapatkan uang untuk biaya operasi ibu, kamu jaga ibu baik-baik ya, begitu pun dengan kamu, jaga kesehatan dan jangan lupa makan.”
“Iya kak, kakak juga jaga kesehatan ya.”
“Iya, kakak tutup telepon dulu ya.” Tutur Monita langsung mengakhiri panggilan telepon.
Eden Kusuma
Selesai bicara dengan sang adik, kini perasaan Monita mulai berkecamuk, di mana dia harus mendapatkan uang 50 juta dalam waktu kurang dari 24 jam, namun di tengah kecemasannya tiba-tiba Monita teringat Mami Bela, di pikiran Monita saat ini hanya Mami Bela lah yang bisa menolongnya.
Tanpa pikir panjang lagi, Monita segera meraih ponselnya lalu menghubungi nomor Mami Bela, semua pekerja di club itu termasuk waiters seperti Monita tentunya menyimpan nomor Mami Bela.
Lima kali mencoba menghubungi Mami Bela, akhirnya panggilan telepon itu terjawab juga.
“Halo, siapa ya?” Tanya Mami Bela dari seberang telepon.
“Mam, ini saya Monita.” Jawab Monita dengan ragu-ragu.
Mendengar nama Monita, Mami Bela sontak mengutas senyumannya.
“Akhirnya kamu menghubungi Mami juga ya Mon, apa kamu mulai berubah pikiran?”
“Ah tidak tidak Mam, to..tolong jangan salah paham, ak..aku… aku…” Ucap Monita dengan tersendat-sendat.
“Kenapa sayang? Bicara lah, Mami akan mendengarkannya.” Ucap Bela dengan nada lembut.
“Jadi begini Mam, aku… aku butuh uang 50 juta, ibuku sedang dirawat di rumah sakit sekarang, ibuku butuh biaya operasi, dan waktu ku hanya 24 jam, kalau sampai lewat 24 jam ibuku tidak di operasi, itu bisa membahayakan nyawa ibu ku.” Jelas Monita lirih.
“Apa yang bisa menjadi jaminannya agar saya bisa mempercayaimu?”
Monita pun terdiam, sejujurnya dia dia tidak tau jaminan apa yang harus ia berikan untuk meyakinkan Mami Bela, tapi saat ini dia benar-benar butuh uang, pikiran Monita pun jadi di buat kalut.
“Monita?”
“Eh iya maaf mam… jujur aku tidak punya jaminan apa-apa, tapi aku akan bekerja dari pagi sampai malam agar bisa melunasi hutang ku pada Mami, bila perlu Mami bisa mengambil sebagian besar gajiku sebagai jaminannya, dan aku akan terus bekerja sebagai waiters sampai hutang ku lunas.” Jawab Monita penuh keyakinan.
“Monita… Monita, di dunia ini mendapatkan uang 50 juta itu tidak semudah itu, lebih baik kamu pikirkan saja tawaran Mami tadi, kalau kamu bersedia besok kamu akan segera mendapatkan bahkan lebih dari 50 juta, kamu akan mendapatkan bayaran yang lebih mahal dari Rosa, Mami bisa jamin itu.” Ungkap Bela mencoba memberi penawaran lagi pada Monita.
“Maaf Mam, aku tidak bisa, aku akan cari pinjaman di tempat lain saja.” Ucap Monita kemudian langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Dasar keras kepala, kita lihat saja nanti, apa kamu benar-benar tidak membutuhkan pekerjaan ini.” Gumam Bela seorang diri dengan tatapan sinis.
Mami Bela
Setelah bolak balik mencari pinjaman namun tak kunjung mendapatkannya, akhirnya Monita memutuskan untuk pulang dulu dan lanjut kembali mencari seseorang yang dengan sukarela mau meminjamkan uang padanya.
Kini Monita sudah berada di kostnya, setelah selesai membersihkan diri, Monita pun membaringkan tubuhnya yang terasa begitu letih di kasur kecilnya.
Keesokan harinya…
Sinar mentari pagi kini menyapa Monita lewat sela-sela jendela kamar kostnya, hangatnya sengatan matahari dari balik jendela berhasil membangunkan Monita, hari ini Monita tidak ke pasar untuk membeli bahan kue untuk dijual, Monita libur jualan karena harus lanjut mencari pinjaman kemana-mana.
Setelah duduk berdiam diri di tempat tidurnya, Monita kembali memikirkan tawaran Mami Bela semalam, Monita tampak berpikir keras, perasaannya saat ini begitu kacau, pikiran Monita seolah buntu, ia sudah mencoba mencari pinjaman di mana-mana, namun tidak ada yang bersedia memberikannya pinjaman karena memang uang yang akan Monita pinjam jumlah nya tidak sedikit.
“Apa aku terima saja tawaran Mami Bela.”
Naomi sedang duduk bersantai di taman belakang rumahnya pagi itu, sembari menikmati segelas susu khusus ibu hamil, kehamilan Naomi sudah masuk bulan ke tujuh, Naomi dan Ilham tampak begitu bahagia karena kehamilan Naomi kali ini adalah impian mereka berdua sejak lama, 5 tahun menikah, menunggu dengan sabar dan berdoa ternyata membuahkan hasil yang tidak mengecewakan, akhirnya Naomi hamil tepat di 5 tahun pernikahan mereka, sehingga patut dianggap sebagai hadiah terindah.
Bahkan Ilham juga semakin posesif dan sangat menjaga Naomi dengan baik selama masa kehamilan ini, kedua orang tua Ilham juga tak kalah bahagianya, akhirnya cucu pertama yang sudah lama di nantikan kini akan segera hadir.
Naomi Ratu
“Sayang, ini mama sudah bawa kan beberapa potongan apel untukmu, buah-buahan sangat baik untuk ibu hamil.” Ujar Nancy ibu kandung Ilham yang kini sudah duduk di samping Naomi dengan seutas senyuman.
Nancy juga berperan dalam membantu menjaga Naomi selama Naomi hamil, bak mertua idaman, dia selalu menyiapkan makanan bergizi untuk sang menantu, bahkan ia melarang pelayan untuk membantunya memasak makanan untuk Naomi karena ia ingin menantunya makan masakan yang dia buat dengan tangannya sendiri, Nancy sama sekali tidak mau melakukan kecerobohan dalam hal merawat menantu kesayangannya itu.
Nancy
“Terima kasih Ma, tapi Naomi mau makan di dalam saja.” Jawab Naomi sembari meraih sepiring buah yang sudah dipotong itu.
“Ya sudah mama bantu bawakan.”
Namun baru saja hendak beranjak, tiba-tiba saja Naomi merasakan nyeri yang hebat di perut dan punggungnya, melihat itu, Nancy pun tersentak dan cemas bukan kepalang.
“Naomi, kamu kenapa nak?” Tanya Nancy yang sontak memegang lengan dan punggung Naomi dengan raut wajah cemas.
“Sakit Ma, perut dan punggung Naomi sakit.” Keluh Naomi sembari memegang perut dan punggungnya secara bersamaan dengan meringis kesakitan.
Tidak sampai disitu saja, mata Nancy seketika dibuat mendelik saat melihat banyaknya darah yang mengalir di kaki Naomi, melihat itu Nancy pun tampak semakin panik, dia segera berteriak memanggil pelayan, tak menunggu lama, pelayan pun segera datang mereka sama terkejutnya saat melihat keadaan Naomi, sehingga tanpa pikir panjang, mereka segera membantu Nancy untuk memapah Naomi masuk ke dalam rumah.
Nancy segera membawa Naomi ke rumah sakit, memanggil supir pribadi mereka untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit.
Kini Naomi dan juga Nancy sedang berada di perjalanan menuju rumah sakit, Naomi semakin mengerang kesakitan karena nyeri di perutnya semakin hebat.
“Pak Rudi cepetan dong.” Titah Nancy tampak tak sabaran.
“Baik nyonya.” Pak Rudi selaku supir pribadi keluarga Adhitama itu langsung menginjak pedal gas dan menaikan kecepatan mobil itu dengan kecepatan tinggi.
Tak butuh waktu lama, sampailah mereka di rumah sakit yang dituju, Nancy memerintahkan pak Rudi untuk menggendong Naomi masuk ke dalam IGD rumah sakit itu, melihat itu, perawat dan dokter jaga rumah sakit pun tak tinggal diam, mereka segera mengambil brankar dan membaringkan Naomi di sana.
Kini Naomi sudah di bawah masuk ke ruangan khusus perawatan, Nancy dan pak Rudi menunggu Naomi dengan harap-harap cemas.
Setelah sudah 20 menit menunggu, Nancy pun tersentak dan segera menghubungi Ilham yang masih berada di kantor, saking cemasnya, Nancy sampai lupa menghubungi Ilham.
“Halo Ma.” Jawab Ilham dari seberang telepon.
“Ham, Mama harap kamu segera ke rumah sakit sekarang, Naomi mengalami perdarahan dan nyeri perut hebat, Mama sudah membawanya di rumah sakit dekat rumah kita, sekarang Mama sedang menunggu Naomi yang sedang berada dalam penanganan dokter.”
“Bagaimana bisa Ma?” Tanya Ilham lalu mengusap kasar wajahnya.
“Nanti Mama jelaskan, sekarang kamu cepat ke sini.”
“Baik Ma.” Jawab Ilham langsung mengakhiri panggilan telepon.
“Andre, kau handle semua pekerjaan di kantor, saya akan ke rumah sakit, istri saya mengalami perdarahan hebat.” Titah Ilham saat berpapasan dengan Andre asistennya, yang hendak masuk ke ruangannya namun harus terhenti karena melihat atasannya itu begitu tergesa-gesa keluar dari ruangan.
“Baik pak.” Jawab Andre sembari membungkukkan badan.
Ilham pun berlalu meninggalkan Andre begitu saja, berjalan dengan langkah cepat menuju lift khusus direktur.
Setelah melewati meja resepsionist dan loby kantor, Ilham berjalan cepat menuju basement tempat mobilnya terparkir.
Sisi Lain Club Mewah…
Dengan langkah gontai, Monita berjalan menuju ruangan Mami Bela, dia pun mematung di depan pintu ruangan itu, Monita pun menghela nafas panjang lalu dengan perlahan ia mulai mengetuk pelan pintu ruangan Mami Bela.
“Masuk, tidak di kunci kok.” Jawab Bela dari dalam dengan suara yang tersendat-sendat.
Akhirnya tanpa ragu, Monita memutar gagang pintu dan membukanya, namun alangkah kagetnya Monita saat mendapati pemandangan memalukan itu di depan matanya, sehingga dengan refleks Monita menutup kedua matanya.
Mami Bela sedang kedapatan bercumbu dengan seorang lelaki yang usianya terpaut jauh lebih muda dari Bela.
“Kenapa sayang?” Tanya Bela dengan matanya yang tampak sayu dan nafas yang terengah-engah akibat pergulatan panasnya dengan seorang pria, yang sedang berlangsung namun harus terhenti sejenak karena keberadaan Monita.
Melihat keberadaan Monita, pria itu hendak menghentikan aksinya, namun Mami Bela kembali menarik pelan rambut pria itu dan kembali menengadakan wajah pria itu ke area sensitifnya untuk kembali mencumbuinya.
“Ma..maaf Mam, lebih baik aku tunggu di luar saja.” Ujar Naomi tampak gugup dengan tangan yang masih tertutup di mata.
“Oke beib.”
Monita pun keluar dengan mengusap dadanya, sembari menghembuskan nafas secara kasar, lalu kemudian duduk di depan ruangan Mami Bela dengan jantung yang bergemuru dengan begitu cepat.
Sedangkan Ilham sedang berjalan mondar mandir di depan ruang perawatan istrinya dengan perasaan yang berkecamuk, Ilham tampak begitu cemas, terlihat dari sikapnya yang beberapa kali mengusap kasar wajahnya.
Tak lama Dokter pun keluar dari ruang perawatan Naomi, Ilham dan juga ibunya bergegas menghampiri Dokter yang sudah terlihat berdiri di ambang pintu, dengan raut wajah cemas.
“Dok bagaimana keadaan calon anak dan istri saya?” Tanya Ilham antusias.
“Maaf tuan, kami harus segera melakukan tindakan operasi pada nyonya Naomi untuk mengeluarkan janin dalam kandungannya, karena janinnya sudah meninggal di dalam kandungan tuan, karena plasenta atau ari-ari dalam rahimnya terlepas, itulah sebabnya mengapa Nyonya Naomi mengalami perdarahan hebat dan nyeri dibagian perut dan punggung.” Jelas sang dokter dengan seksama.
Mendengar itu, Ilham dan juga ibunya tampak syok, Nancy sampai menutup mulutnya yang sedikit menganga karena saking terkejutnya.
“Baiklah, saya permisi dulu, jika tuan bersedia tuan bisa ke ruangan saya untuk menandatangi persetujuan pelaksanaan tindakan operasi.” Ujar Dokter spesialis kandungan itu, sembari menepuk pelan pundak Ilham.
Ilham tampak begitu terpukul, kini Ilham terduduk lesu di kursi depan ruang tunggu itu dengan tatapan kosong, begitu pula halnya dengan Nancy, ia sama terpukulnya dengan Ilham, ia mengusap pelan punggung anaknya itu, menyalurkan kekuatan yang sebenarnya dirinya pun juga rapuh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!