NovelToon NovelToon

Rahasia Amira bersama Dosen Killer

Pembukaan

Amira Aurora gadis berparas cantik. Sedang berjalan melewati halaman kampus. Setiap mata memandang ke arahnya menjadikan dia sebagai pusat perhatian. Siapa yang tidak kenal dengannya. Putri pertama dari keluarga Demien Raharja. Pemilik Perusahaan ternama yang berjalan di bidang kosmetik.

Muncul lagi seorang gadis muda yang lain. Dia adalah anak sambung Demien Raharja. Angel Morena wanita berparas tegas seolah tak terima ketika sang kakak menjadi pusat perhatian. Ia mengatur rencana untuk mempermalukan Amira. Mempercepat langkahnya untuk membuat sang kakak terjatuh. Sejurus kemudian Angel melemparkan buku tebal untuk membidik kaki Amira. Benar saja lemparannya tepat mengenai kaki Amira.

"Brukk."

Spontan Amira langsung terduduk dengan posisi kaki terlipat. Rasa sakit dan ngilu ketika ujung buku tebal mengenai betis kakinya. Karena pagi ini Amira menggunakan rok sebawah lutut. Sehingga buku itu langsung mengenai kulit kakinya.

Angel kurang puas dengan apa yang terjadi.

"Ah, gak asik ... masak gitu doang? jatuh ke guling-guling kek ...." sungutnya.

Namun dari arah belakang Amira. Axel sedang berjalan sambil membaca buku bacaan. laki-laki itu tidak memperhatikan jalan dengan baik. Ia tak tahu ada Amira yang sedang duduk di bawah.

"Brakk." Axel menabrak Amira hingga membuat mereka berguling dengan posisi tubuh berhimpitan. Suara tawa keras dari mahasiswa lain yang melihat kejadian ini. Mereka juga bersorak. Sekalipun ada yang iri karena Axel menubruk wanita yang paling cantik di kampus ini.

"Mampus! bener-bener cocok itu pasangan anak pungut!" batin Angel puas. berjalan melenggang setelah mengetahui semua orang sedang menyoraki Amira dan Axel.

Tidak ada yang tahu tentang rahasia Axel adalah suami Amira. Mereka baru menikah beberapa hari yang lalu. Setelah Axel mengajak Amira untuk menikah kontrak dengannya.

Amira menutup matanya karena terkena silaunya sinar matahari langsung menyorot wajahnya. Tangan kanannya seakan berusaha menutupi sinar cahaya itu.

Buru-buru Axel bangkit, Ia sungguh malu atas kejadian ini.

"Kamu kenapa duduk ditengah jalan Amira! bikin malu aja." tegas Axel malah memarahi Amira sebelum tahu apa yang terjadi.

Amira seakan tak perduli. Masih nyaman dengan posisi tergeletak diatas cor lantai halaman. Sungguh berat sekali masalah hidupnya. Terpaksa menikah dengan laki-laki Killer demi menebus hutang Eva ibu tirinya.

"Hy, Amira ayo bangun! malah keenakan tidur disitu," kata Reyno mengulurkan tangannya kepada Amira. laki-laki ini adalah sahabat karib Amira sejak masa kecil. Reyno selalu memberikan bantuan kepada Amira. Sebenarnya Reyno memiliki perasaan lebih untuk sahabatnya ini. Tetapi tak pernah berani mengungkapkannya.

Dengan senang hati Amira menerima uluran tangan Reyno. Mengatur kakinya untuk menjaga roknya agar tak membuka. Amira membersihkan debu yang menempel.

"Kamu gak papa?" tanya Reyno.

"Gak papa kok, tenang aja." jawab Amira tersenyum manis, walaupun hatinya terasa sangat perih. Mendapatkan perlakuan kasar setiap hari dari. Ditambah sekarang menikah dan harus hidup serumah dengan Axel.

Amira berjalan dengan tatapan kosong. Memberikan semangat untuk hatinya sendiri. Reyno melihat gelagat aneh di wajah Amira. Selama ini Ia tahu permasalahan Amira ketika ada di rumah. Tetapi biasanya Amira akan bahagia ketika ada di kampus.

"Amira ada apa?" tanyanya memutar wajahnya menatap Amira. Gadis cantik ini melirik menyudutkan bola matanya membalas tatapan Reyno. Sebenarnya Reyno belum mengetahui tentang status barunya yang baru saja ia sandang beberapa hari.

Mulut Amira terlihat membuka kemudian mengatup. Ia tampak ragu untuk mengatakan kenyataan ini.

"Amira, kamu baik-baik aja kan?" desak Reyno walaupun bila dilihat dari wajah Amira terlihat tidak baik-baik saja.

"Hehe, gak papa ... Aku agak gak enak badan aja kok ... udah yuk, kita ke kelas aja." ajak Amira memutuskan merahasiakan ini dari Reyno.

Di dalam kelas Angel telah duduk lebih dulu menatap sengit kedatangan Amira bersama Reyno. Perasaan panas dalam hatinya akibat terbakar api cemburu ketika Angel melihat Reino tersenyum lebar sedang asyik mengobrol dengan kakak tirinya itu.

"Dasar gatel! udah nikah masih aja ganjen ... coba aja kalau itu anak pungut nggak bikin surat perjanjian ... Aku bakal bocorin rahasia mereka kalau ternyata udah nikah." guman Angel sengit. Axel memang menuliskan perjanjian pranikah kepada keluarga Amira. tentang larangan untuk membocorkan rahasia pernikahan mereka. Ia tak mau kehidupannya sebagai doysen terganggu karena gosip yang sebenarnya adalah kenyataan. Mengingat Amira adalah gadis yang populer di kampusnya. Axel tidak mau pusing dengan banyaknya pertanyaan yang akan ia terima dari keturunan Adam bagaimana tentang dirinya bisa menikahi Amira.

Alhasil Angel hanya bisa diam walaupun dia memegang kartu rahasia Amira.

Angel memang selalu ingin melebihi Amira. Contohnya mengambil jurusan yang sama dengan gadis itu. Amira mengambil jurusan desainer. Sedangkan Angel tidak ahli dan sama sekali tak memiliki bakat di bidang ini. Sebenarnya Angel sendiri ada bakat lain berupa dancing ataupun model. Mempunyai kelebihan tampil di depan umum. Ia malah menutup mata hanya demi terlihat sama dengan Amira.

Bahkan posisi tempat duduk pun ia selalu menempati tempat di mana Amira duduk. Bila kemarin Amira duduk di kursi nomor tiga maka, hari ini Angel akan datang lebih untuk menduduki kursi itu. Amira terbiasa menghadapi sikap Angel yang kekanak-kanakan. Ia hanya pasrah dan mencari tempat duduk yang lain tanpa berniat mencari masalah dengan adik tirinya. Karena percuma saja ketika Amira melawan hanya akan menimbulkan masalah baru di rumah. Eva dengan lantang akan memperlakukan Amira secara kasar entah memukul atau memberikan hukuman berat padanya.

Bersyukur ada baiknya ketika Amira menikah dengan Axel. Berkat pernikahan ini, Amira bisa menghindari permasalahan dirumahnya. Kini dia hidup bersama laki-laki Killer itu menempati rumah pemberian orang tua Axel.

"Eh, sekarang mapel Dosen Axel ya? buset males banget gue!" seru mahasiswa bernama Edo.

Di kampus Axel memang terdengar sebagai dosen yang Killer. Dia selalu memberikan banyak tugas. Apabila ada yang tidak mengerjakan tugasnya. Maka dia tak segan-segan memberikan hukuman juga menambah tugas yang lain.

Amira menghela nafas berat, sepertinya Ia memang berjodoh dengan Axel. Bertemu di rumah saja membuat badannya sesak apalagi sekarang ia akan bertemu lagi dengan laki-laki itu selama empat jam lamanya.

Baru saja mereka bergunjing, langkah tegas dari lorong kampus terdengar jelas. Siapa lagi jika bukan langkah kaki sang dosen. Axel meletakkan buku di atas meja. menatap wajah-wajah mahasiswanya bersiap untuk mengajar.

"Selamat pagi, mari Kita mulai pembelajaran pagi ini ... minggu kemarin sepertinya Saya kasih tugas ke Kalian, tolong kumpulkan tanpa terkecuali!" ketus Axel menunggu mahasiswanya untuk mengumpulkan tugas mereka.

Reyno segera bangkit mengumpulkan tugas teman-temannya. berbeda dengan yang lain Reyno memiliki rasa kagum kepada Axel. bagi Reyno Axel adalah panutan yang baik untuk ditiru. Sikap tegas dan disiplin yang Axel miliki patut dijadikan contoh. Tak tahu bagaimana jadinya bila Reyno tahu bahwa Axel adalah suami dari wanita yang ia cintai.

"Pak, kok kemarin saya lihat didepan rumah Bapak ada karangan bunga selamat menikah, emangnya Bapak udah nikah? kok kita gak diundang?" tanya Edo tiba-tiba membuat semua orang terkejut.

Terlebih Axel dan Amira jantung mereka seakan berhenti berdegup.

Bab 1. Awal mula pernikahan.

Waktu itu ketika weekend. Semua orang beristirahat dari aktivitas harian mereka. Ada yang libur bekerja, sekolah ataupun yang lainnya. Termasuk dengan Amira. Ia tak berangkat ke kampus karena sekarang hari libur. Sayangnya tak seperti anak muda yang lain. Pergi liburan atau sekedar keluar mencari angin. Amira justru menjadi pembantu dirumah megahnya itu. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya. Jam weker kecil senantiasa setia membangunkannya setiap pagi.

Amira keluar dari kamar, Ia mengenakan baju dinas berupa perlak layaknya seorang pelayan. Sejak Demien menikah dengan Eva. Kehidupan Amira menjadi benar-benar menderita. Ada saja alasan Eva untuk memberikan hukuman ataupun pekerjaan yang berat.

"Amira, kesini sebentar!" kata Demien duduk sofa ruang tamu membaca koran.

"Aduh, ada apa lagi ini?" gusar Amira, berjalan mendekati sang Papa. Eva terlihat duduk di sofa single. Berbeda dengan sang Papa yang duduk di sofa panjang. Amira masih berdiri sebelum dipersilahkan duduk Ia takkan duduk.

"Duduk!" titah Demien.

Barulah Amira duduk mengusap roknya agar tak menyingkap.

Amira tak berani bertanya, ia masih diam menundukkan kepalanya.

"Sayang, jadi artinya kamu setuju?" kata Eva manja kepada Demien. Tetapi laki-laki itu belum menjawab. Ia masih sibuk meneruskan bacaan korannya hingga kalimat terakhir. Beberapa detik akhirnya Demien melipat kertas koran itu dan membenarkan kacamatanya yang kurang pas. Laki-laki berwajah tegas ini memang jarang sekali tersenyum. Kejadian ini terjadi semenjak almarhum Rani istrinya tiada. Demien memiliki kebencian dengan putrinya Amira, karena pergi ketika Rani dalam keadaan sekarat. Rani yang sedang sakit akhirnya menghembuskan nafas terakhir di rumah. Kala itu Amira sedang keluar untuk menyelesaikan pekerjaan kelompok, dan saat tiba dirumah Demien menangis tersedu-sedu melihat Rani telah tiada. Itulah sebabnya hubungan mereka menjadi renggang. Demien selalu beranggapan bila Amira adalah penyebab kematian Rani.

"Baiklah, lebih baik aku setuju ... lagian aku mana ada uang sebanyak itu, kamu sendiri bagaimana bisa hutang seratus triliun Eva!" sentak Demien memijat pelipis dahinya. Berdenyut karena ulah Eva. Wanita ini memiliki hutang sebanyak itu dan hari ini jatuh masa tempo. Eva hanya tersenyum malu. Uang sebanyak itu tentu saja Ia habiskan untuk berfoya-foya.

"Yes! berhasil, aku tahu Mas Demien bakalan setuju ... dia kan benci banget sama Amira." batin Eva seringai akhirnya Demien menyetujui permintaan.

"Terimakasih ya Pa," ucap Eva mengecup kedua pipi Demien.

Tatapan mata jijik dan geli terlihat dari retina mata Amira. Tingkah Eva memang terlihat seperti anak remaja yang sedang kasmaran. Tak tahu bagaimana dulu kenapa Eva bisa menikah dengan sang Papa Demien. Amira hanya diam layaknya seorang patung. Seperti tak terlihat dimata kedua orang ini.

"Amira, sekarang kamu ganti baju! kita mau pergi ... jangan lupa dandan yang cantik!" ketus Eva memberikan titah Amira.

"Emang kita mau kemana Ma?" tanya Amira. Sebenarnya Amira sadar. baru saja Ia melakukan kesalahan karena bertanya. Salah satu isi list poin larangan dari Eva. Dilarang bertanya apapun alasannya.

Eva melirik tajam, Amira tahu lirikan itu ditujukan kepadanya.

Hembusan nafas berat keluar dari bibir mungil itu kemudian dia berlalu tanpa menunggu jawaban.

"CEPET! GAK PAKE LAMA!" teriak Eva memberikan waktu untuk Amira.

Dengan waktu singkat Amira melepaskan pakaiannya. Membuka lemari pakaian memilih acak. Ia terpaku dengan blouses maroon serta rok tutu simple berwarna putih. Buru-buru ia keluarkan dari tempat kotak itu dan segera memakainya. Kilat baru beberapa detik Amira selesai mengenakan pakaian ini. Kemudian beralih merias wajahnya didepan cermin. Memakai lipstik warna merah jambu. Cukup hanya itu, tanpa mengunakan alat rias yang lain. Kemudian Amira langsung keluar sebelum suara Eva nyaring memekakkan telinganya lagi.

Eva tersenyum licik, ia beranjak dari duduknya ketika melihat Amira datang.

"Ayo, ikut Mama!" ajak Eva.

Tetapi tiba-tiba langkah Ibu Tiri ini terhenti.

"Oh, ya ... pokoknya selama ada diperjalanan Mama gak mau denger ada pertanyaan dari mulut kamu! paham!" ketus Eva tanpa menoleh kearah Amira.

"Iya Ma," jawab Amira pasrah.

Mereka segera berangkat menuju kesuatu tempat.

*

Disebuah restoran ternama. Axel dan Mila sang Ibu telah datang lebih dulu. Mereka hanya sibuk melihat kesegala arah secara bergantian. Hubungan canggung diantara keduanya memang terjadi sejak dulu. Mila mengadopsinya Axel ketika laki-laki ini masih berumur sepuluh tahun. Awalnya ia tak menyukai Axel. Tetapi lama-lama Mila membuka hatinya setelah mendapatkan petuah dari seseorang. Mila sudah berusaha untuk dekat. Tetapi Axel sendiri masih membatasi diri. Axel ingat tatapan benci Mira saat dirinya masih remaja. Ia trauma atas tatapan itu. Teringat kejadian dulu ketika dirinya disiksa oleh Ayah kandungnya.

"Axel, maafin Mama ya ... harus melibatkan kamu juga," ucap Mira lembut.

Axel tersenyum simpul,

"Enggak papa Ma, Axel kan udah setuju." jawab Axel berbohong. Ia hanya terbayang hutang budi menjadi alasan utama tak bisa menolak permintaan Mila.

Dari jauh terlihat Amira dan Eva berjalan bersama. Rupanya mereka telah tiba.

"Halo Mila, udah lama ya? maaf ya, maklum nungguin Amira dandan lama banget." kilah Eva menjadikan Amira sebagai penyebab keterlambatan mereka.

Amira memberikan salam hormat, membungkukkan badannya. Betapa terkejutnya Axel dan Amira ketika mata mereka saling beradu.

"Pak Axel?" ucap Amira spontan.

"Amira?" balas Axel pun sama.

"Loh, kalian udah saling kenal?" tanya Mila terkejut dengan reaksi pertemuan mereka berdua. Lain halnya dengan Eva sudah tahu lebih dulu dari Angel. Semula Eva ingin Angel saja yang menikah dengan Axel. Tetapi Angel menolak tegas karena tahu kepribadian Axel selama dikampusnya.

"Mila, kamu gak tahu? kan di kampus, Amira ini anak didiknya Axel." jelas Eva.

"Wah? beneran? ya ampun takdir Tuhan lucu banget ya?" jawab Mila tak menyangka.

Eva ikut tersenyum, tetapi hatinya sudah gatal ingin segera melakukan acara inti. Alasan mengapa mereka harus bertemu.

"Mila, kayaknya aku gak bisa lama-lama deh ... bisa kita mulai sekarang?" ucapnya Eva tak tahu malu. Dirinya yang memiliki hutang tetapi berlagak sok sibuk. Bahkan dengan berani memerintah Mila sesuka hatinya.

Untung saja Mila pandai menyembunyikan wajah tak sukanya. Ia masih bisa tersenyum tenang. Meskipun hatinya memendam benci.

"Dasar, ini orang gak sadar diri banget!" batin Mila.

"Oke, langsung kita mulai aja ya, ehmm." kata Mila memulai lebih dulu.

"Amira, tujuan kami pertemukan kalian disini adalah untuk melamar kamu ... karena Mama kamu Eva punya hutang sama saya sebanyak seratus triliun dan dia bilang gak mampu untuk bayar, padahal diawal pinjam dia yakin dia mampu ... tapi kenyataannya enggak!" sindir Mila halus namun tepat mengenai sasaran. Eva terlihat salah tingkah karenanya.

"Jadi, maksud Ibu ini ... Mama Eva jual saya sebagai penebus hutang?" sela Amira tak mengira Eva akan berbuat lebih kejam dari yang selama ini telah ia terima.

"Itu bisa dibilang benar, dan kita akan melakukan pernikahan dua hari kedepan!" kata Mila mempercepat acara pernikahan mereka.

Tangan Amira sampai bergetar. Ia sedang menahan air matanya untuk tetap pada tempatnya. Ia tak mau terlihat semakin menyedihkan sekarang.

"Eva, mau temani saya pesan cincin berlian? sepertinya Amira dan Axel butuh waktu untuk saling mengenal." ajak Mila sengaja.

Mendengar kata berlian mata Eva langsung berbinar. Wanita matre ini melupakan tentang ucapannya yang tak bisa lama-lama tadi.

Kedua ibu itu pergi meninggalkan Amira.

Axel tahu kesedihan diwajah anak didiknya itu.

"Gak usah panik, tenang! sekarang kamu boleh nangis! gak baik nahan air mata!" ucapnya kasar tapi mengandung perhatian.

"Hiks ... hiks ... hiks." Air mata Amira jatuh deras membasahi pipinya. Ia sampai sesenggukan meratapi nasib buruk yang terus-menerus menimpa dirinya.

"Kamu gak perlu khawatir Amira, kita akan nikah tapi cuma pura-pura ... saya juga gak mau dicap pedofil karena nikah sama anak kecil." ketus Axel.

Amira mengangkat wajahnya.

"Maksud Bapak apa?" tanya Amira tak paham.

"Jadi, kita akan nikah kontrak ... kamu boleh tetap kuliah bahkan saya akan biayai semua full sampai lulus! jadi kita cuma perlu pura-pura aja, dan saya rasa ini kesempatan yang bagus buat kamu ... karena saya tahu Nenek lampir gak tahu malu itu udah biasa sakitin kamu kan?" terka Axel. Hanya dengan sekali bertemu saja ia mampu menilai watak dan kepribadian Eva yang buruk.

Amira terdiam beberapa saat. Gara-gara ucapan Axel barusan. Ia sendiri baru sadar. Akhirnya ada kesempatan bagi Amira untuk pergi meninggalkan rumah laknat itu.

"Baik Pak, saya mau!" jawab Amira akhirnya.

*

Setelah menikah secara diam-diam. Seperti bangkai. Walaupun ditutup serapat mungkin pasti lambat laun akan tercium juga. Tetapi Axel juga tak mengira akan ketahuan secepat ini.

Axel mengatur nafasnya, sekarang dirinya tak boleh terlihat gugup dihadapan para mahasiswa. Sedangkan Amira hanya menunggu cemas. Jawaban apa yang akan Axel keluarkan untuk menjawab pertanyaan Edo barusan.

"Benar, saya memang sudah menikah." jawab Axel akhirnya mengakui. Ia tahu tak mudah menyembunyikan kenyataan dari orang dewasa. Lain halnya apabila Axel menghadapi seorang anak kecil yang mudah sekali dibohongi.

"Woah, selamat Pak ... tapi kok Bapak gak sebar undangan?" tanya mahasiswa lainnya.

"Iyah, kan kita bisa foto bareng Pak,?"

"Ah, pantesan minggu kemarin Bapak gak ngajar selama tiga hari ... ternyata oh ternyata."

Semua mahasiswa tampak berlomba-lomba menghujami Axel dengan pertanyaan. Kepala dosen ini dibuat berdenyut karena sedang pusing memikirkan jawaban.

"Maaf ya, itu hak privasi saya ... lain kali kalo ada waktu senggang kita bahas lagi." kata Axel enggan menjawab pertanyaan anak didiknya. Axel segera menarik tutup spidol hitam. Memulai acara pembelajaran.

"Yah, gak asik ... kan bagus kalo dia mau ngaku, jadi Reyno bisa tahu kalo ternyata Amira udah nikah." guman Angel kecewa. Nafsu sekali wanita jahat ini untuk menghancurkan hubungan Kakak tirinya dengan sahabatnya itu.

Amira mengusap dadanya. Ia tampak lega karena Axel tidak menyebutkan siapa nama istrinya.

Amira merasakan tubuh Reyno sedang menghimpit dirinya.

"Amira, kamu penasaran gak sih? kira-kira siapa ya yang udah bisa bikin luluh hati Pak Axel? keren banget aku mau sungkem." gelak Reyno dengan berbisik.

Amira hanya mampu tersenyum getir.

"Apanya yang keren? aku istrinya Pak Axel Reyno, aku!" batin Amira berteriak. Namun yang terlihat mulutnya tetap mengatup rapat. Hati Amira menjerit-jerit. Seakan ingin melarikan diri dari kelas sekarang juga. Tangan kecil itu mengusap kasar rambut panjangnya. Sungguh Amira hanya merasakan ketenangan dalam hidupnya.

Dari meja depan ketika Axel ingin berdiri. Dosen killer itu melihat tingkah istrinya. Kemudian memutar kedua bola matanya ditambah mencebik bibirnya pula.

"Hah! sekarang kita masih bisa selamat ... gak tahu kedepannya, aku yakin pasti bakalan banyak batu kerikil." katanya seraya membalikkan badannya menghadap papan white board.

Keadaan cukup kondusif. Tidak ada yang bertanya ataupun mengobrol. Mereka hanya diam mendengarkan segala penjelasan yang sedang dijelaskan oleh Axel.

"Pak, istrinya cantik gak?" celetuk Edo lagi-lagi membahas masalah ini.

Bab 2. Kata pujian untuk pertama kalinya.

Axel menghentikan kesibukan jemari tangan yang sedang menulis di papan putih itu. Baru saja ia bernafas lega. Ada saja yang menganggu.

Sedangkan dibangku belakang. Edo dan teman-temannya sedang menunggu jawaban dari sang Dosen. Amira tahu Axel takkan mengatakan apapun. Apalagi hanya untuk mengeluarkan kata-kata sepele semacam pujian. Amira melepaskan bola matanya tak terarah. Sesekali melirik sinis untuk Laki-laki yang sedang berdiri didepan kelas, sebagai tanda rasa kesalnya.

"Istri saya jelas cantik lah ...." jawab Axel singkat, tentulah mengejutkan Amira.

"Deg-deg ... deg-deg." Jantung Amira berdegup kencang setelah mendengarkan pujian itu. Hatinya pun ikut membuncah seakan tak percaya. Dari rasa haru ataupun rasa berbunga-bunga belum bisa ia putuskan. Semua bagian tubuhnya seakan ikut andil dalam hal ini.

Amira menatap Axel dengan kedua mata bulatnya itu.

"Ini aku gak salah denger kan?" dalam batin Amira. Tatapan matanya masih tertuju ditempat yang sama.

Reyno sama seperti yang lain. Dirinya pun penasaran dengan sosok wanita yang telah berhasil memikat hati Axel.

"Gila sih, gue penasaran banget malahan ... kapan-kapan cari tahu ah," ucapnya bertekad.

Detak jantung Amira tak kunjung tenang. Ia sampai memegangi dadanya. Menoleh kekanan dan kekiri takut gerak-geriknya diketahui orang lain. Kejadian yang amat langka, seorang Axel mengatakan kata pujian untuk dirinya seorang. Laki-laki yang selalu bersikap acuh ketika ada dirumah. Sungguh Amira tak mengira akan mendapatkan satu kata pujian dari Axel. Meskipun secara tak langsung, tetap saja Axel mengakui bahwa dirinya memanglah cantik bagi laki-laki itu.

Sedangkan di depan kelas. Ada yang sedang mengusap wajahnya karena malu.

"Axel, kamu ngomong apa sih barusan!" umpat Axel memukulkan kakinya menendang dinding. Hatinya berkecamuk. Antara isi hati dan kenyataan sangat tak sinkron. Sejujurnya alasan dirinya mengatakan kata-kata ini, karena tak mau membuat Amira semakin bersedih. Ia sedikit tahu permasalahan yang telah Amira alami. Maka, itulah alasan Axel memuji Amira. Sekalipun dia sendiri agak menyesal karena gengsi.

Segera Axel membuang nafas panjang. Baru kemudian kembali menulis di papan. Karena waktu terus berjalan.

"Woah kalian dengar gak? kata Pak Axel istrinya cantik ... ah, jadi makin penasaran kan kita." kata Edo belum puas malah lebih semakin tertarik lagi.

Akhirnya Axel membalikkan badannya. Dilipatnya kedua tangan itu menatap tajam wajah Edo.

"Edo, kalo kamu masih aja tanya perihal masalah diluar topik mata kuliah, padahal dengan tegas saya udah kasih kamu peringatan... saya bakalan kasih kamu tugas karena gak bisa diam, sepanjang saya ngajar dikelas." ketus Axel. Sepertinya harus mengeluarkan ancaman untuk membungkam mulut mereka.

Seketika nyali Edo menciut. Ia langsung tertunduk. Dibukanya buku mapel diatas meja. Memaksa penuh untuk kembali fokus belajar.

Ancaman Axel akhirnya membuat semua anak didiknya diam tak bersuara hingga kelas berakhir.

Selesai membereskan semua alat tulisnya. Axel beranjak. Ia meninggalkan kelas dengan tangan penuh membawa tugas para mahasiswanya.

Udara panas yang Amira sedang rasakan. Kini berubah menjadi dingin. Nafasnya yang sesak tiba-tiba lancar tak ada hambatan. Gadis cantik itu menyandarkan kepalanya diatas meja. Ia ingin menikmati suasana tenang ini untuk beberapa saat.

Perlahan satu persatu personil mahasiswa yang hadir berkurang. Mereka meninggalkan kelas melakukan kegiatan lain. ataupun pergi ke kelas berikutnya. Reyno menatap aneh Amira. Melihat gelagat sahabatnya itu tidak seperti biasanya.

"Amira, kamu kenapa sih? daritadi aku perhatiin kamu gak kayak biasanya?" tanyanya.

"Gak papa Rey, aku lagi gak semangat aja." jawab Amira lemas. Namun tetap melemparkan senyuman tipis dibibirnya.

Reyno tersenyum simpul. Sungguh ia tahu ada yang sedang disembunyikan Amira dari dirinya.

"Bohong! aku kenal kamu udah lama Amira ... kalo kamu sampai diem aja, berarti ada masalah." protes Reyno. Wajah Amira biasanya selalu ceria. Apalagi bila ada dikampus. Reyno tahu sahabatnya ini menjadikan Kampus sebagai tempat ternyaman. Daripada rumah megahnya itu yang selalu dia anggap sebagai neraka.

Gagal sudah rencana Amira untuk menyembunyikan permasalahan hidupnya yang baru. Itu semua karena wajah lugu bin polos yang ia miliki tidak pandai untuk berbohong.

Hingga terdengar suara perut keroncongan. Dengan jelas Amira mendengar suara itu berasal dari perut Reyno. Bagai tergelitik. Amira tergelak melihat ekspresi wajah Reyno memerah.

"Cie, yang laper ... ke kantin yuk? Aku traktir!" ajak Amira segera mengangkat kepalanya dan menarik tangan Reyno.

"Eh, yang bener?" tanya Reyno mengikuti kemana Amira membawanya.

Mereka meninggalkan kelas untuk mencari isi perut. Dari belakang Angel mendengus kesal akibat terusik melihat keakraban Amira dengan Reyno.

"Apaan sih lebay banget! apa tadi katanya Amira mau traktir? sok banget dia! dapet duit darimana kali." ketus Angel.

"Ah, gue tahu! bakalan gue bikin malu itu Kakak tiri ... lihat aja!" imbuh Angel mulai beraksi lagi berniat untuk menganggu Amira.

Amira berhasil menarik tangan Reyno. Kaki mereka telah berdiri diatas lantai tempat surganya makanan bagi para mahasiswa.

Tercium aroma makanan yang sangat menggugah selera. Amira dan Reyno bahkan sampai mengendus layaknya dua anak anjing. Sikap mereka terlihat sangat lucu.

"Amira kamu serius mau traktir aku?" tanya Reyno memastikan sekali lagi. Ia bukannya tidak mempercayai ucapan Amira. Tetapi selama ini dia tahu betul tentang Amira tak pernah diberikan uang saku. Setiap harinya Amira hanya membawa bekal sisa makanan dari rumahnya saja.

"Seriuslah! udah kamu gak usah khawatir ... sekarang kamu pilih aja sepuasnya ... nanti aku yang bayar." ucap gadis itu yakin mengangkat alisnya.

Reyno tergelak melihat keyakinan Amira seperti tak ada beban. Akhirnya ia melangkahkan kaki segera memilih beberapa makanan yang telah tersaji rapi diatas meja.

Merekapun memilih beberapa makanan. Reyno memilih dua roti sandwich dan satu botol susu murni. Amira sendiri memilih roti isi sosis dan segelas jus jeruk. Segera mereka membawa makanan ke kasir untuk membayar semuanya.

Reyno masih mengamati gerak tangan Amira. Ia sendiri tak ingin merepotkan Amira. Karena rasa tak teganya laki-laki itu bersiap mengeluarkan dompetnya untuk membayar semuanya. Tiba-tiba Angel datang meletakkan banyak makanan bersamaan dengan miliknya dan Amira.

"Hai Kakak Amira, aku mau dong ditraktir juga." katanya membuat-buat nada bicaranya seolah menganggap Amira sebagai kakaknya.

Mata Reyno terbelalak melihat banyaknya makanan yang ingin Angel beli. Ia sendiri sengaja memilih harga makanan yang paling rendah. Tetapi lihat, Angel malah meletakkan makanan mahal dalam jumlah lebih dari sepuluh piece.

"Angel apa-apaan sih kamu! enak aja suruh bayarin ... mendingan kamu bayar sendiri aja punya kamu! gak usah suruh-suruh Amira!" protes Reyno.

"Ih, Reyno jahat banget sih, emangnya kenapa? Aku kan adiknya Kak Amira ... wajar dong aku minta ditraktir, kamu yang temennya aja ditraktir masak aku enggak," balas Angel berlagak lembut.

Reyno melirik sinis, benar-benar tingkah Angel membuatnya tak habis pikir. Ia tahu Angel sangat membenci Amira, bahkan selalu berbuat jahat kepada temannya itu. Sekarang lagi-lagi dia datang untuk menganggu.

"Reyno udah dong, gak papa." sela Amira menahan tubuh Reyno yang terlihat semakin maju karena terus memaki Angel.

Dari sisi samping Angel menatap remeh Amira. Bibirnya sampai mengerut untuk mengejek Amira.

Dengan santainya Amira mengeluarkan dompetnya. Ia mengambil kartu hitam yang ia letakkan di paling depan bagian lipatan tempat penyimpanan uang itu.

Mata Angel terbelalak ketika melihat kartu debit tanpa limit dimiliki oleh Amira.

"Itu kan blackcard?" ucapnya terkejut ingin merebut benda itu dari tangan Amira.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!