NovelToon NovelToon

Happiness Is The Best Healer

Tiba

Riuh angin laut yang kurasakan ....

Dentuman ombak yang senantiasa ku lalui ....

Aroma dermaga yang aku rindukan ....

Serta bayang-bayangnya yang kerap hadir di setiap malamku ....

Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat.

^^^Happiness Is the Best Healer.^^^

Sungguh disayangkan. Indahnya bunga sakura yang bermekaran, tak mampu kusaksikan lagi tahun ini.

Berbulan-bulan telah kulalui, hanya untuk mengabdi pada negara ini. Begitu jauh dari gazebo vilaku, begitu jauh dari dirinya.

Enam bulan sudah semenjak aku pergi meninggalkan kediamanku untuk bekerja. Selama itu pula, kakiku tak menyentuh daratan Miyako sama sekali.

...----------------...

Namaku adalah Mitsuyoshi Kaito, laki-laki yang baru saja genap berumur 26 tahun seminggu yang lalu.

Aku telah menyelesaikan pendidikan panjangku dan kini aku bekerja di tempat yang cukup jauh dari tempat asalku. Aku adalah seorang tenaga medis sekaligus pelatih serta pembimbing kesehatan yang ditugaskan untuk menangani para prajurit di sektor angkatan laut Jepang.

Karena pekerjaanku ini, seringkali aku turut berlayar ke tengah lautan luas, bersama-sama dengan para prajurit muda yang masih perlu penempaan di sana-sini. Hal ini membuatku seringkali merasakan situasi terkepung hamparan perairan biru selama berbulan-bulan.

Pemandangan yang kulihat semasa bekerja, setiap hari sama saja. Hanya ada air dengan jumlah yang dasyat yang memenuhi penglihatanku. Hal itu terkadang membuatku begitu merindukan nuansa daratan.

Terlebih, di saat memasuki masa shift-off seperti sekarang ini, hasrat kerinduanku kian bertambah.

"Aku ingin segera pulang dan beristirahat." Begitu pikirku.

...///...

...tiba....

...///...

07 Desember 2015 16:55

Prefektur Miyako, Jepang.

Setelah hampir 2 hari 1 malam kami menghabiskan waktu menyusuri lautan di timur Jepang, akhirnya kapal kami tiba di pelabuhan lokal Miyako, tempatnya berlabuh.

Begitu sampai, para prajurit langsung dibariskan oleh komandan dengan begitu teratur menuju pintu keluar dengan banyak sekali barang bawaan yang mereka pikul di kiri dan kanannya.

Mereka yang seluruhnya ada di atas kapal ini adalah para tentara angkatan laut Jepang. Kebanyakan dari mereka merupakan anggota muda yang masih dalam tahap pelatihan. Kendati ku katakan anggota muda, selisih umurku dengan mereka tak begitu jauh.

Kurasa tak hanya aku saja yang merindukan daratan. Tapi para tentara ini pun, mereka adalah sama. Berbulan-bulan menjalani pelatihan ketat di atas kapal tentunya akan menumbuhkan hasrat ingin pulang yang begitu luar biasa.

Yah, sekaranglah waktunya. Kita semua pulang. Nikmatilah kebebasan kalian yang walau hanya akan berlangsung beberapa minggu ke depan itu ....

...----------------...

Beberapa saat lalu, kapal kami sudah merapat sepenuhnya di dermaga. Sebagian penumpang sudah keluar dari kapal sejak kapal baru saja tiba di pelabuhan, termasuk diriku. Aku juga merasa tak perlu lagi berlama-lama berada di kapal militer yang berloreng gelap nan membosankan itu.

Aku bisa merasakan, sekejap setelah kakiku melangkah berpijak ke daratan, betapa lembut dan dinginnya salju di sore itu. Walau kakiku beralaskan sepatu, dada dan lenganku hampir seluruhnya tertutup busana, kulit wajahku bisa merasakannya begitu jelas.

Sekelilingku kini dipenuhi warna-warna putih nan lembut yang berasal dari salju yang turun sejak beberapa hari lalu. Sungguh pemandangan yang kontras dari apa yang kulihat selama masa bekerjaku di lautan lepas.

Kota kecil ini tak banyak yang berubah, sebenarnya.

Jalanan rusak di dekat pelabuhan masih saja belum terjamah perbaikan hingga sekarang. Padahal kau tahu, rencana perbaikannya sudah dicanangkan sejak sebelum shift kerjaku dimulai. Bupati Miyako saat ini memang sebaiknya tak boleh dipercaya. Ayahku benar.

Kebiasaanku, ketika tiba di Miyako, aku selalu mampir sejenak ke toko kakek untuk belanja mingguan atau setidaknya menyapa Kuroga, adik sepupuku. Mengingat mereka merupakan keluargaku satu-satunya di kota ini, jadi sudah sepantasnya aku mengabari mereka tentang kepulanganku.

Tokonya tak terlalu jauh, kok, dari pelabuhan. Kurang lebih hanya 150 meter dari tempat kapal kami berlabuh tadi.

Tempat ini memang sudah terkenal di kalangan masyarakat sekitar pelabuhan. Menjual cukup lengkap barang-barang baik itu bahan pangan maupun berbagai peralatan pecah belah. Bisa kubilang, sebelas dua belas dengan toko serba ada.

Beberapa menit aku melangkahkan kaki melewati jalan rusak yang kusebutkan tadi, setelah menunggu rombongan kendaraan militer habis melewatiku dari belakang, aku pun langsung menyebrang jalan menuju toko kakekku tersebut.

Oh iya, karena letaknya yang tak terapit bangunan lain sama sekali, toko itu dapat terlihat oleh mata telanjang bahkan dari jarak puluhan meter jauhnya. Kondisi toko ini pun juga tak banyak perubahan. Poster-poster komik serta minuman elektrolit keluaran tahun lalu masih tertempel di kaca depan toko ini dengan corak yang sudah sangat pudar. Untaian lampu LED warna putih bekas Natal tahun lalu pun masih dipakai walau nyatanya tak lagi berfungsi dengan baik. Sekiranya begitulah yang teramati olehku sore ini.

Aku lalu berjalan masuk menuju toko tersebut.

"Irasshaimase! Terimakasih telah memilih toko kami!"

Suasana di dalam toko ini tak jauh berbeda dari keadaan di luar toko.

Sama-sama dingin.

Dan, tak sampai 5 detik aku berada dalam toko ini, seseorang lantas menyapaku dengan lantangnya.

"Eh? Kak Kaitou!?"

Mendengar namaku terucapkan begitu jelas, aku sontak menoleh ke arah sosok di balik meja kasir, yang di mana sumber suara itu berasal.

"Ah ..., Dek Kokuto, ya, ternyata," sahutku ramah. "Lama tak berjumpa!" sambungku.

Kokuto adalah adik sepupuku. Umurnya masih 18 tahun dan ia duduk di bangku akhir masa SMA. Sambil sekolah, dia turut menghabiskan waktunya untuk membantu kakek dengan menjadi kasir di toko ini. Sekedar informasi, ibunya dan mendiang ibuku merupakan kakak beradik. Yah, tak heran jika kami memang sudah akrab bahkan sejak kecil.

Banyak orang mengatakan, bahwa "Ko-kun" (begitu orang rumah sering memanggilnya) memiliki segudang kemiripan dengan diriku. Kebanyakan mengatakan soal rambut hitam lurus kami. Sebagian lagi berpendapat bahwa itu adalah bentuk wajah bulat kami maupun juga gaya berpakaian kasual kami.

"Kakak ini kenapa 'nggak pernah ngabarin dulu, sih, kalau sudah sampai?" tanyanya terheran.

"Lho ... memangnya mesti, ya? Suka suka kakak, dong," balasku sembari tertawa kecil, meledeknya seperti hari-hari lampau.

"Ya ... setidaknya kabarin dulu kan bisa gitu loh ...." Kakuto menatapku lesu, nada bicaranya yang sopan nan halus seakan begitu menyayangkan sikapku tersebut. Ngomong-ngomong, dia ini memang anak yang sedikit soft, tidak seperti laki-laki lainnya yang seumuran dengannya. Hal yang ... tidak jadi masalah untukku, sebenarnya.

"Ngomong-ngomong, kesini mau cari apa, Kak?" ujarnya beralih topik.

"Hmhh ... biasalah .... Kakak hanya ingin membeli beberapa makanan instan," jawabku datar, lalu kembali meneruskan, "Juga ehm ... beberapa buah dan sayur, kurasa." Aku sibuk menyusuri rak-rak etalase toko tersebut.

"Kakak ini agak aneh, ya ...."

"Kakak ini dokter, tapi aku tak terlalu yakin kalau makanan yang kakak makan sehari-hari itu mencerminkan citra seorang dokter," tutur Kokuto bingung.

Aku pun terdiam sejenak. Lalu tak lama, pandanganku langsung mengarah padanya.

"Iya, kan? Pekerjaan memang menetukan image seseorang, kan, Ko-kun?" singgungku.

"Y..Ya, jelas begitu, kan?! Dasar kakak!" tukasnya.

"Ngomong-ngomong, di mana kakek kita?" tanyaku lebih lanjut.

"Kakek ...? Ah ..., aku rasa kakek sedang membenarkan talang air di belakang." Kokuto mengarahkan jempolnya ke arah belakang, mengisyaratkan bahwa Kakek sedang berada di "belakang".

"Mau ku panggilkan?" tawarnya melanjutkan.

"Hah? Tak perlu, tak perlu. Kalau memang sibuk, ya lain hari sajalah ...." Aku lekas menggeleng.

"Untuk hari ini, sampaikan saja salamku," tambahku sembari menyerahkan barang belanjaanku pada Kokuto untuk kemudian dihitung.

"Hih ...? Mie instan kuah super pedas guntur lagi? Jujur, aku semakin khawatir dengan tubuhmu, Kak," ujar Kokuto yang mulai meng-scan belanjaanku yang kebanyakan merupakan makanan instan itu.

"Tolonglah, kasir .... Jangan kau terlalu mempedulikan barang-barangku! Laksanakan saja tugasmu!" omelku resah.

"Hahaha! Baiklah, Tuan Dokter ...."

To be continued ....

Merasa Hidup

Semakin sore, semakin tentram. Masih di hari yang sama, begitu nikmat udara yang ku rasakan sore ini. Semerbak angin sepoi, bercampur butiran-butiran salju kecil begitu lembut menghantam wajahku, benar-benar menciptakan suasana perjalanan yang semakin nyaman.

Walau jaket berbahan kulit yang kupakai ini sudah penuh noda dan kusam, setidaknya lembaran ini masih bisa menahan tubuhku dari dinginnya hawa sekitar.

//

...Happiness is The Best Healer....

^^^//^^^

Beberapa menit berjalan kaki dari toko kakek, membuat kaki-kaki ini akhirnya sampai di vila tempatku bermalam. Bangunan yang tak terlalu besar dan mewah sebenarnya, mengingat vila ini memang sesungguhnya diperuntukkan untuk ditinggali oleh satu orang penghuni layaknya diriku.

Mengenai lokasi vila, bisa kubilang sangat tidak strategis. Bagaimana tidak? Vila ini sangat terpencil, berdiri kokoh di dalam suatu lorong yang sepi dan jarang tertapaki oleh masyarakat sekitar. Bahkan untuk menuju lorong itu saja, aku mesti berjalan menanjak sejauh ±50 meter dari persimpangan dekat toko Kakek.

Kendati demikian, aku sendiri sengaja memilih lokasi tersebut sebagai tempat tinggal selama libur bekerja. Bukannya tanpa alasan, melainkan ada satu aspek yang vila itu miliki dan kebetulan tak dimiliki oleh vila atau rumah sewa lainnya di sekitar sini.

Aspek tersebut adalah panorama.

...----...

Karena sudah hitungan bulan aku terombang-ambing di laut, diri ini jelas merindukan sebuah kasur lembut. Kasur yang berpijak langsung ke bumi, bukannya ke dek kapal. Oleh karena itu, tidur jadi hal yang terus-menerus melintas dalam otakku.

Tentunya aku akan beristirahat segera. Namun begitu, tetap jadi hal yang penting untukku mengecek kondisi vila, pekarangan, dan lain sebagainya sebelum aku boleh tenang.

Usai menyusuri puluhan meter lorong pendek nan rindang, aku akhirnya tiba di depan vila.

Dan pemandangan yang aku lihat detik itu, benar-benar berbeda.

Pekarangannya yang benar-benar bersih! Jujur, hal seperti ini sangat aneh bagiku. Berada di luar ekspetasi. Karena biasanya, ketika pulang ke vila saat musim dingin begini, halaman depannya selalu sesak dan dipenuhi banyak sekali daun yang berguguran bekas musim gugur. Bahkan asal kau tahu, aku sebelumnya sempat berpikir jika liburku kali ini hanya akan kuhabiskan untuk membersihkan daun-daun basah nan lengket itu lagi.

Aku berulang kali mondar-mandir pekarangan, mengucek mataku demi meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi. Walau terbilang janggal, yang namanya manusia tentu akan legowo melihat bebannya berkurang. Sekalipun itu tak bisa dijelaskan bagaimana bisa terjadi.

Termasuk aku.

Dalam hatiku memang merasa ada yang aneh, namun jauh di dalamnya, hati nurani hatiku berbisik lega.

"Syukurlah ..., jadinya aku tidak perlu memporsis begitu banyak tenaga sore ini ...." katanya.

Sembari kemudian membuka kunci gembok yang terpasang pada pintu, aku kembali mengecek pekarangan itu untuk terakhir kalinya.

Sungguh, ini bukan mimpi.

Aku telah masuk ke dalam vila. Dengan ini, bersih-bersih pun dimulai.

Aku mulai dengan membereskan dan menyapu bagian dalam vila. Maklum, setelah berbulan-bulan ditinggal dengan kondisi tertutup dan tak berpenghuni, laba-laba sudah merajalela membangun rumah mewahnya di dalam sini.

Sapu ijuk bekas milik penghuni vila sebelumnya aku pakai untuk menyapu sawang-sawang yang menumpuk di sudut ruangan.

Aku tak tau bagaimana bisa mereka berkembang sebanyak ini hanya dalam waktu 6 bulan. Bukan laba-labanya maksudku, tapi sarangnya yang kian memenuhi sudut ruangan ini.

Beberapa menit kemudian,

Hah ... usai bersih-bersih, menyapu, dan sedikit mengepel, rumah ini akhirnya terlihat sedikit lebih layak untuk dihuni. Untunglah ini musim dingin, bukannya panas.

Oh iya, samping itu, tak lupa juga aku menyiapkan sedikit makan malam untuk mengganjal perutku yang sudah keroncongan sejak sampai di dermaga ini.

Malam ini, pencernaanku hanya akan ditemani oleh makanan sepele, yakni mie instan. Entah karena bumbunya, atau karena apa, lidahku sudah nyaman dengan gurihnya racikan instan ini. Mungkin juga hal ini adalah akibat dari kebiasaanku sejak kecil yang sering mengkonsumsi mie-mie-an seperti ini.

Sebenarnya ada kok niatku untuk mengubah pola makanku yang serba instan ini, namun hal itu nyatanya tak semudah yang mereka katakan. Semua butuh proses.

Lima menit waktu merebus mie kuselingi dengan mencuci buah-buahan dan sayur yang tadi kubeli dari toko.

"Aku harap keran ini masih berfungsi," gumamku.

Aku coba memutar keran wastafel yang ada di dapurku. Agak keras sebenarnya. Hal ini membuat diriku jadi serba salah saat memutarnya. Pelan takkan bisa, kuat ... malah pacul. Begitulah kira-kira.

Putaran perlahan tapi pasti dari jemariku akhirnya berhasil membuat air mengalir dari keran tersebut. Namun sebelum mencuci buah dan sayuran, aku terlebih dulu mencolek sedikit air yang keluar tersebut dengan telunjukku, lalu mencicipnya guna memastikan rasanya tawar.

Karena posisi vila ini berada di dekat laut, dan saluran air kadang juga kerap mengalami kebocoran, penting untuk memastikan bahwa air di wastafel ini layak untuk dipakai mencuci. Aku cicipi air itu, jaga-jaga bila saja rasanya asin karena tercampur air laut.

"cp..cp..cp.." kecap lidahku.

"Hm ... untunglah tidak asin," sambungku lega.

Akupun lekas mencuci buah dan sayuran yang ada. Selepas itu, mie yang kurebus pun sudah ikut matang. Aku kemudian mengambil mangkuk serta sumpit dan kemudian menyajikannya.

"Selamat makan!" ucapku seorang diri.

Karena keadaan, aku terpaksa menghabiskan liburku kali ini, lagi-lagi sendirian.

Hah ... apa boleh buat, aku hanya harus menjalaninya saja. Kurasa dengan begitu, rasa kesendirian ini akan hilang dengan sendirinya.

Pada akhirnya aku bisa memuaskan dahaga laparku yang sejak tadi melanda. Selama makan, aku tak memikirkan hal-hal lain lagi. Yang ada di benakku saat itu hanyalah kenikmatan dari mie instan yang sedang kulahap.

Kebahagiaan Adalah Obat Terbaik.

Akhirnya tiba waktuku beristirahat. Aku akan tidur dengan nyenyak malam ini. Pasti.

Akan tetapi, sebelum pergi tidur di vila ini, aku punya suatu kebiasaan. Di mana aku akan selalu keluar vila, berjalan melintasi pekarangan dan duduk sejenak di sebuah gazebo yang berada tepat di depan vilaku. Hanya sekedar melihat-lihat sekeliling saja.

Dari gazebo itu, aku bisa melihat hamparan laut yang terpampang jelas di depan mataku di kejauhan. Sungguh pemandangan yang begitu sempurna untuk dinikmati oleh seseorang yang terpaksa disendirikan oleh keadaan.

Inilah yang aku sebut sebelumnya sebagai aspek panorama dari vila ini.

Selain hamparan laut, nampak pula di sana, sebuah kapal besar yang terlihat baru saja berhalu dari dermaga dan sedang bergerak menuju ke arah lautan luas.

Kau tahu, tiap aku melihat kepergian kapal seperti itu, aku jadi merasa hidup. Aku semakin merasakan bahwasanya hidup ini terus berjalan terus berkembang sedemikian rupa.

Meninggalkan sebuah tempat demi pekerjaan atau sejenisnya juga memberiku pelajaran mengenai apa itu hidup.

Layaknya sebuah kapal yang baru meninggalkan pelabuhan, kapal itu terus melaju. Pergi jauh menuju tempat yang asing baginya. Ia pergi dari zona di mana ia aman dari segala mara bahaya, menuju zona yang tak tahu menau ada apa di sana.

Kepergiaan tak selalu diharapkan. Ada saja mereka yang tak ingin berlama-lama bepergian. Mereka tak ingin pergi atau setidaknya mereka ingin sampai ke tujuan dengan cepat.

Pun mengenai orang-orang yang pergi dengan menaiki kapal itu, mereka semua begitu berharap untuk bisa pulang dengan selamat kembali ke daratan.

Pergi menuju lautan itu terkadang terdengar menyeramkan. Baik menurut penumpang di kapal itu sendiri maupun sanak keluarga yang ditinggalkan.

Kepergian dengan kapal juga selalu mendatangkan kerinduan bagi para keluarga. Baik anaknya, orang tuanya, saudaranya,

Pasangannya.

Ya, aku mengerti akan hal itu.

Aku juga merasakannya.

Persis seperti perasaanku dulu.

--->

^^^Merasa hidup.^^^

--->

To be continued ....

Terasa Berbeda

Keesokan paginya,

Selasa, 08 Desember 201**5

07:15 pagi**.

Pagi ini, sesaat setelah aku mendengar suara gemericik kecil,

Aku terbangun.

Suara tersebut berasal dari atap vila. Terdengar begitu syahdu namun mampu membuat tubuh ini bangun dari tidur lelap.

Dengan posisi berbaring dan mata yang masih belum kubuka sepenuhnya, aku dapat mendengar suara gemericik tersebut rerintikan jatuh menghantam atap. Membuatku langsung tahu bahwa di luar sana sedang hujan gerimis.

...----...

...Happiness Is the best Healer....

...----...

Sungguh berat rasanya 'tuk bangkit dari sikap berbaring guna lekas memulai hari. Batinku seakan bersungut-sungut ingin tetap melekat pada ranjang ini sepanjang hari.

Namun tak lama berselang, masih dengan sikap terlentang, samar-samar terdengar olehku, tiupan angin kapal yang bergemuruh panjang dari jauh.

"Suara itu .... Aku begitu mengenalnya," gumamku dalan hati.

Aku jelas mengenali suara itu. Sebab, tiupan sejenis itulah yang selama ini menemani kegiatan pengabdianku di lautan luas.

Lalu, dengan tanpa merasa malas lagi, aku langsung bangun dan kemudian bergegas melihat ke luar melewati jendela vilaku. Mataku langsung tertuju ke arah kejauhan, di mana kapal besar yang kokoh, besar, dan kuat itu baru saja tiba di pelabuhan.

Sebagian besar badan kapal, terkhususnya yang bawah, tak tampak olehku sebab posisi vila yang jauh dari ujung jendela panorama, sehingga yang terlihat oleh mataku hanyalah bagian dek kapal saja. Namun begitu, aku tahu betul bahwa itu adalah kapal Angkatan Laut berukuran besar.

Yap, kapal itu adalah salah satu kapal militer angkatan laut milik Jepang. Kapal tersebut biasa dipakai untuk mengangkut personil militer di dalamnya, terkhusus untuk kegiatan pelatihan prajurit muda atau sejenisnya.

Dan seperti yang kalian ketahui, aku merupakan salah satu pembimbingnya.

Hah ... melihat kapal itu datang dengan jelasnya terkadang membuatku kembali mengingat masa-masa kerja. Masa yang sungguh menguras waktu dan tenaga. Rasanya seperti sudah satu windu, padahal baru kemarin.

"Sebaiknya aku jangan melihatnya terlalu lama deh. Otak ku jadi tidak tenang." Begitulah yang lekas kulakukan sehabis itu.

...----------------...

Puas mengetahui apa yang sebenarnya sudah kuketahui, pupil mataku tak lagi berfokus pada titik di kejauhan tersebut.

Ada sosok,

Ada satu sosok di sudut area penglihatanku, yang entah darimana datangnya melintas tepat di depan vilaku, sehingga menarik fokusku untuk berpaling pandangan. Kemunculan sosok tersebut kian mengarahkanku untuk melihat ke arah radius pandangan yang lebih dekat, yakni,

Halaman depan vilaku.

"Dia ...."

Dari balik jendela, aku bisa dengan sangat jelas melihat seorang perempuan yang lewat tepat di depan mata kepalaku sendiri. Memecah fokus mataku yang tadinya tertuju ke kejauhan.

Kemunculannya membuatku kaget bukan main. Bagaimana tidak? Jarang sekali kulihat ada orang yang berlalu-lalang di sekitar sini. Bahkan aku rasa takkan ada. Mengingat posisi vila ini benar-benar terpencil dan tak ada tujuan atau bangunan apapun lagi di sini kecuali beberapa semak dan sebuah gazebo di depan vilaku.

"P...Perempuan itu ... dari mana dia datang?" batinku. Aku berusaha berpikir sambil terus memperhatikan penampilannya.

Ia berjalan dengan membawa tas sandang dan berpakaian seragam sekolah. Rambutnya tampak agak berantakan dan bajunya kusut. Aku menduga kalau ia adalah salah satu murid SMU yang berada di dekat sini. Tapi aku tak tahu persis sekolah yang mana.

"Aneh sekali. Berjalan di sekitar sini dengan seragam sekolah seperti itu. Sedang apa dia di sini?" Aku begitu bingung, bertanya-tanya sembari kian memperkecil celah tiraiku.

Sejauh ini, aku berusaha setenang mungkin untuk terus mengamatinya dari balik celah tirai ini agar aksi mengintipku ini tak ketahuan.

Dan setelah beberapa saat kemudian, perempuan itu pun akhirnya berjalan pergi menjauhi kawasan vilaku dengan langkahnya yang begitu santai. Sosoknya lalu perlahan hilang dari pandanganku. Sepertinya ia sudah pergi agak jauh. Untunglah dia sama sekali tak menyadariku.

Kemunculannya yang misterius itu pun membuatku mulai memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.

"Apa...apa mungkin dia ... habis melakukan-"

*KRINGGG *KRINGGG *KRINGGG

Ah, alarmku berbunyi.

Maaf ya, alarm. Aku sudah bangun lebih dulu darimu.

Happiness Is the best Healer.

^^^Kebahagiaan Adalah Obat Terbaik.^^^

Gerimis di luar sudah berangsur reda. Mungkin ini adalah saat yang tepat untukku memulai hari.

Aku memutuskan untuk membuat secangkir kopi hangat dan lalu membawanya bawa ke luar rumah. Berharap bisa mendapatkan 'vibe' musim dingin seperti saat-saat biasanya, aku pun memutuskan untuk menikmatinya sambil duduk-duduk di gazebo lesehan yang berada di depan vila ini.

Sangat dekat sebenarnya. Tak sampai 10 langkah dari terasku.

Angin sepoi-sepoi yang berhembus membuat ranting pohon di sekitar gazebo ikut berbunyi-bunyi. Suasana ini semakin menambah kesan nyaman dan hangat pada secangkir kopi ini.

"Mungkin aku, ah...bisa sedikit bersantai sejenak di sini," ucapku sembari naik ke gazebo lalu duduk bersandar menghadap ke arah laut.

Sudah berbulan-bulan tak main ke gazebo ini membuatku begitu merindukannya. Ditambah lagi, panorama di gazebo ini juga benar-benar tak ada duanya. Aku bisa melihat garis pantai sejauh mata memandang. Sungguh luar biasa.

Karena lorong menuju kemari juga terlihat tak terawat penampakannya, kesan-kesan negatif dapat dengan sendirinya menyebar di kalangan orang-orang sekitar. Jalanan berbahaya, angker, lokasi pembunuhan, dan lain sebagainya. Itulah yang menyebabkan jarang ada orang yang berlalu-lalang di sekitar sini.

Namun dibalik itu semua, sangat disayangkan sebab banyak pula orang yang tak mengetahui bahwa di sini, kau bisa membuat jiwamu tenang dengan hanya duduk di sebuah gazebo sederhana.

Tapi, tunggu.

Aku mendadak merasakan sesuatu yang aneh dan mengganjal di gazebo ini. Hal aneh ini kurasakan setelah menyadari aroma dari gazebo yang terasa begitu berbeda dari biasanya.

Aku coba mencermati aromanya sekali lagi.

"hmm....ini..."

"hmh...aromanya .... terasa begitu tidak alami. Aku yakin ini seperti..., hmh...seperti wewangian buatan. Ini berarti, ada seseorang yang pernah datang ke gazebo ini selain aku." ujarku sambil terus mencermati aromanya.

"Apa ini aroma bekas perempuan tadi?" lintasku penuh tanda tanya.

Masuk akal juga jika dibayangkan. Belum lagi, aroma ini masih dapat tercium dengan jelas olehku. Aku yakin, siapapun dia, dia pasti belum lama meninggalkan gazebo ini. Dan orang baru saja meninggalkan kawasan ini hanya satu orang, yakni perempuan tadi.

Sudah jelas, ini pasti aromanya.

Jadi begitu ya. Perempuan itu ternyata juga sudah pernah mampir ke gazebo ini. Besar kemungkinan dia pernah menghabiskan waktu luangnya di sini. Hal itu tentu akan menyebabkan aromanya kian membekas di gazebo ini.

"Ehm .... kalau memang benar dia pernah mampir kesini, ya ... paling cuma untuk bersantai, kan?" pikirku sepele.

.../ / /...

...Terasa Berbeda...

.../ / /...

Beberapa menit setelahnya,

Aku akhirnya memutuskan untuk menyudahi self-healing ku di gazebo tersebut. Hari juga sudah memasuki siang, jadi tak mungkin juga aku hanya menghabiskan keseharianku hanya dengan duduk-duduk di sini.

Separuh kopi sudah kuminum. Sementara sisanya kini sudah mulai dingin akibat suhu hari ini yang cukup rendah.

Aku memutuskan untuk masuk kembali ke dalam vila. Tak lupa membawa serta cangkir tersebut.

Hal itu kulakukan karena aku teringat akan sesuatu. Hari ini, aku akan pergi mengunjungi toko kakek lagi. Aku hanya ingin bermaksud untuk memberitahu beliau akan kepulanganku.

Bukan sesuatu yang mendesak sih sebenarnya, namun lebih baik aku lakukan saja ketimbang tidak. Karena juga, aku pun tak tahu lagi mau melakukan apa hari ini.

Aku menghabiskan masa liburku hanya seorang diri. Sebenarnya, dengan begini aku bebas untuk pergi kemanapun aku suka semasa liburan ini. Namun, setelah kupikir-pikir, lebih baik aku tetap di sini saja. Menjalani rutinitas sehari-hari kurasa tak ada salahnya.

Setidaknya sampai tahun ini berlalu. Karena di awal tahun depan nantinya, aku akan kembali bekerja dan berangkat menuju lautan lepas lagi. Di saat itu, akan ada gelombang pelatihan baru terhadap para akademi militer.

Sungguh waktu libur yang benar-benar biasa saja, bukan?.

To be continued ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!