Happy reading ....
"Sudah ibu katakan, jangan dekati pria itu lagi. Sejak kamu bersamanya, kamu jadi berani melawan ibu!"
"Bu aku begini bukan karena Gunawan. Aku seperti ini, karena aku ingin memilih kebahagiaan ku sendiri. Selama ini aku selalu mengikuti apa yang ibu inginkan, tapi untuk pasangan biar aku yang memilih!" jawab Meliana dengan Isak tangisnya.
"Ibu tidak akan sudi menerima dia! Karena ibu sudah pilihkan pria yang tepat untuk mu. Lihat saja apa yang akan ibu lakukan ke dia, sampai kamu masih bersama dia!"
Perkataan sang ibu benar- benar membuat gadis berparas cantik dan bermata indah selalu bersedih. Ia harus menuruti apa yang di katakan olehnya, sampai ia harus rela kehilangan kebahagiaan yang selama ini ia inginkan.
****
Kisah cinta antara Gunawan dan Meliana, membuat sang ibu, sangat tidak menyukai bila putrinya mencintai laki-laki yang disebut nya pria brandal.
Sebuah percintaan Gunawan dan Liana yang selalu ingin dihancurkan oleh sang ibu. Semakin membuat dua insan yang saling mencintai untuk terus selalu bertahan.
Namun setiap kali Bu Fitriana, yaitu ibu dari Meliana selalu mengancam.Agar putrinya meninggalkan Gunawan, apapun akan ia lakukan.
Ia tidak ingin sampai jatuh miskin,kalau kedua anaknya menikah dengan orang yang ekonominya di bawahnya.
"Sampai kapanpun ibu tidak akan merestui kalian. Mungkin sampai ibu tiada pun, ibu takkan menerima ia menjadi menantu ku!"
Itulah sumpah Bu Fitriana, kepada sang putri yang terus-menerus menjalin hubungan dengan Gunawan.
Namun karena kekuatan cinta mereka berdua. Mereka sanggup mempertahankan hubungannya, di tengah-tengah kebencian sang ibu.
Jatuh bangun, Gunawan selalu mempertahankan dan memperjuangkan cintanya untuk gadis yang sangat ia cintai. Meskipun ia harus terima hinaan yang di lontarkan dari wanita yang sudah melahirkan Liana.
****
Gadis dengan berkulit putih, rambut panjang mata Indah dan senyuman yang manis. Memiliki nama Meliana, atau biasa dengan panggilan Meli atau Liana.
Meliana sendiri hidup dari keluarga yang berada. Ayahnya yang bernama pak Pujianto Purnomo, adalah juragan tanah, yang cukup terkenal di sana. Liana juga memiliki kakak yang juga sangat menyayanginya, bernama Arga Purnomo.
Wajah cantik dan sikap lembut yang di miliki Meliana, mampu membuat seorang pria berandal berubah jatuh hati kepadanya.
Selain Gunawan, ada sosok seorang sahabat yang selalu peduli dengannya. Hanya dia yang Liana anggap lebih dari kata sahabat.
Gadis itu bernama Ratna, putri dari pasangan pak Syafi'i dan Bu Nur. Ia juga memiliki kakak laki-laki bernama Adnan dan adik bernama Riko
Pertemanan mereka terjalin dari kecil sampai dewasa, bahkan sekolah pun selalu bersama. Hanya Ratna lah yang mampu mengerti, dan memahami Liana.
***
Hingga suatu ketika di saat Ratna dan Meliana sedang berjalan saat pulang sekolah. Tiba-tiba ada tiga motor yang mengendarainya dengan sangat cepat.
Hingga salah satu dari motor tersebut menyenggol Meliana hingga tersungkur di jalan. Ratna yang berada di dekatnya pun segera menolongnya, dan berteriak memaki pengendara motor tersebut.
"Woooy ....! Orang gil*, liat-liat dong !" maki Ratna dengan kesal, sambil membantu Meliana untuk berdiri.
Ratna pun membantu Meliana, agar bisa pindah duduk di sebuah batu tepat di bawah pohon.
Mendengar Ratna berteriak, sang pengendara motor pun memutar balik, lalu menghampiri mereka berdua.
Karena motor yang di kendarai orang tersebut menggunakan kenalpot racing dan sangat berisik. Membuat Meliana terlihat ketakutan, namun tidak dengan Ratna yang menunjukkan wajah marahnya.
"Ratna, gue takut. Sudah jangan di perpanjang masalah ini, mungkin dia gak sengaja." Bisik Meliana.
"Gak papa, ini biar gue yang urus!" jawab Ratna, dengan wajah merah padam.
Motor dengan bersuara berisik itu di matikan, lalu orang tersebut membuka helmet full face nya.
Saat di buka, terlihat wajah seorang pria dengan paras tampan, dengan memberikan senyuman manis kepada Ratna.
Pastinya Ratna pun tercengang saat melihat orang tersebut.
"Gunawan." Ratna menunjuk ke arah laki-laki yang saat ini berada dihadapannya.
"Hai ...Ratna," Kata seorang laki-laki bernama Gunawan, menghampiri Ratna.
"Ya ampun sorry ya! Maaf banget gue tadi gak sengaja menabrak kalian." Gunawan dengan rasa bersalahnya.
"Bukan gue, tapi Meliana yang terserempet!" jawab Ratna dengan ketus
Gunawan pun menoleh kearah Meliana yang saat ini sedang meringis kesakitan.
"Maaf ya? Kalau begitu gue akan tanggung jawab ko! Ayo gue bantu bawa elo ke klinik! Untuk di obati luka loe." Ajak Gunawan, namun Meliana hanya menggelengkan kepalanya, sambil tangan satunya memegangi tangan Ratna.
Gunawan nampak heran dengan sikap teman Ratna. "Gue gak bermaksud buat menabrak elo tadi, gue minta maaf. Sekarang elo gue bantu buat ke klinik untuk obati luka di kaki elo itu!"
Meliana yang hanya menundukkan kepalanya, membuat Gunawan semakin merasa bersalah.
"Liana, gak usah takut. Dia itu kakak kelas kita waktu SMP namanya Gunawan. Kita pernah satu sekolah dengan dia," Bisik Ratna.
Gunawan melihat ke arah Ratna.
"Gak usah takut, gue bukan orang jahat. Gue udah jinak kok sama Ratna." Sambil mengerlingkan matanya, dan tersenyum.
Ratna langsung melototi ke arah Gunawan, ia pun terkekeh.
"Jadi cowok jangan lenjeh Gun, emangnya gue cewek apaan,"
"Cewek jadi-jadian," celetuk Gunawan, dan Ratna pun tertawa. Meliana akhirnya ikut tersenyum.
Gunawan pun tertegun melihat Meliana mempunyai senyuman manis, dan paras yang cantik.
Akhirnya dengan bujukan Ratna, Meliana pun mau di antar untuk ke klinik. Setelah kaki di obati, Gunawan pun berniat ingin mengantarnya untuk pulang. Namun ia menolak, dan minta di antar ke rumah Ratna.
☘️☘️☘️
Dua bulan kemudian.
Sejak kejadian itu, Gunawan dan Ratna kembali saling berkomunikasi. Seperti malam ini, Gun datang main ke rumah teman lamanya.
Kini Gunawan duduk di kursi di depan teras rumah Ratna. Mereka mengobrol sambil menikmati dua cangkir kopi dan singkong rebus buatan Bu Nur.
"Satu tahun elo gak pernah ada kabar, jadi sekarang elo bantuin paman elo di bengkel?" tanya Ratna.
"Iya memang gue mau tinggal di mana Na. Gue udah di buang dengan orang tua gue sendiri," cerita Gunawan dengan senyum kecutnya.
"Gue bingung mau kemana lagi. Sedangkan bokap nyokap, gak peduli dengan gue. Elo tau siapa yang mau terima gue, anak begajulan kaya gue. Syukurlah paman gue masih mau terima gue," Gunawan tersenyum kecut meratapi nasibnya sendiri.
Ratna yang mendengar cerita ikut sedih. Karena perceraian orang tua, Gunawan harus memendam kesedihannya sendiri, dan di kehidupannya yang begitu keras.
"Udah deh Na! Begini nih, yang gue gak suka. Raut muka elo nunjukin kalau elo Kasian sama gue!" kata Gunawan, dengan tertawa mencairkan suasana.
"Idih ... siapa juga yang kasian sama elo!" jawab Ratna, padahal sebenarnya setiap mendengar cerita Gunawan ada rasa tak tega.
"Elo juga sih, yang gak peka sama gue. Jelas-jelas gue suka sama elo, tapi elo tolak terus," celetuk Gunawan, dengan menyindir Ratna.
"Idih, kenapa nyambungnya ke situ. Udah lah Gun, lebih baik kita temenan begini aja. Lebih asyik, dari pada punya hubungan, seakan-akan ada jarak gitu!"
Gunawan tersenyum mendengarnya, karena dia tau betul Ratna itu paling gak suka jika berteman, dan ujung-ujungnya punya rasa. Kalau katanya seperti ada pagar untuk jarak pertemanan mereka.
Bersambung.
Assalamu'alaikum semuanya ...
Kali ini aku buat karya yang membuat kalian sedikit menguras air mata. Eeiit ... Hanya sedikit ya, jangan banyak-banyak nanti kering. hihihi...
Kisah ini terinspirasi dari seorang teman, yang menceritakan perjalanan hidupnya. Lalu ia memintaku untuk di jadikan sebuah karya, semoga saja kalian menyukai nya.
Bagaimana kisah selanjutnya? Yuk jangan sampai ketinggalan dan nantikan bab selanjutnya.
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian, agar author tetap semangat untuk update🙏🙏👍
Love you All ....💗
Gunawan tersenyum mendengarnya, karena dia tau betul Ratna itu paling gak suka jika berteman, dan ujung-ujungnya punya rasa. Kalau katanya seperti ada pagar untuk jarak pertemanan mereka.
"Betul. Kalau ada hubungan spesial itu, kaya ada jarak antara elo dan gue," timpal Gunawan dan Ratna mengangguk.
"Lagian cewek bar-bar kaya elo. Gue gak kebayang nantinya, elo begitu, gue begini," kata Gunawan di sertai tawa, Ratna pun juga ikut tertawa
Saat Gunawan sedang menyeruput kopi.
Tiba-tiba Gunawan tersenyum ketika ada wajah seseorang terlintas di pikirannya.
"Na. Gue boleh tanya?"
"Tanya apa?" Ratna dengan tatapan menyelidik, saat melihat Gunawan tersenyum.
"Meliana itu dulu yang selalu satu bangku dengan elo kan? Kira-kira dia punya pacar gak ya?" tanya Gunawan dengan sedikit malu-malu.
Ratna menatap dengan tatapan menyelidik, dia mencari maksud dari pertanyaan temannya itu.
"Wiih ... ada apa gerangan dirimu bertanya tentang dia?" goda Ratna membuat Gunawan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"CK!" Gun berdecak. "Gue cuma tanya aja emang gak boleh apa Na?" Gunawan dengan berlaga sewot.
"Alah elo gak usah ngelak Gun? Gue tau maksud dari ucapan elo, nanya tentang Liana!" Ratna menaikkan kedua alisnya menggoda Gunawan.
"Iya-iya, gue nyerah. Sebenarnya gue kesini ingin bertanya tentang dia, kaya gue tertarik sama dia. Habisnya dia bikin gue penasaran aja, entah kenapa bayangan dia selalu terlintas di pikiran gue, " kata Gunawan, membuat Ratna terkekeh.
"Ya 'kan ketawan juga maksud elo datang kesini mau ngapain. Elo mau cari tau tentang Liana?"
Gunawan tersenyum mendengar Ratna yang terus saja nyerocos ngeledek dirinya. Karena berhasil menebak maksud dari kedatangannya.
"Meliana itu teman kecil gue. Dia putri keluarga juragan kontrakan. pak Pujianto dan Bu Fitriana. Dia juga punya kakak laki-laki, namanya Arga," jelas Ratna.
"Meliana itu sombong gak si?" tanya Gunawan.
"Enggak, dia gak sombong. Justru dia baik dan gak pernah malu untuk berteman dengan gue. Hanya aja orang tuanya aja yang seperti itu, agak sombong,"
"Dia hanya dua bersaudara aja? Apa kakaknya sudah menikah?" tanya Gunawan.
"Kakaknya belum menikah," ada senyuman kecut pada Ratna, dan tertangkap basah oleh Gunawan.
"Kenapa pas elo nyebutin kakaknya, elo raut wajah elo berubah masam? Elo suka sama dia ya?"
Ratna tersenyum kecut, saat Gunawan memberikan pertanyaan kepadanya.
"Dulu, gue pernah dekat dengan dia, dan gue pernah memiliki hubungan dengan dia, meskipun hanya sebentar. Tapi entah kenapa disaat dia keluar kota, dia berubah dan sempet menjauh dari gue. Hingga suatu ketika gue ngeliat dia jalan sama cewek lain. Pastinya dia lebih cantik dari gue, sedangkan gue apa ...?" jawab Ratna dengan tersenyum kecut.
"Tapi itu udah berlalu saat itu gue kelas dua. Lagian gue gak permasalahkan, toh gue juga masih pelajar, gak mikirin untuk pacaran. Gue mau fokus ke sekolah, kalau udah lulus gue mau kerja bahagiain orang tua,"
Gunawan tersenyum mendengarnya, lalu merangkul pundak Ratna.
"Nah begitu dong. Apalagi elo masih sekolah, janganlah mikirin pacaran. Elo harus bahagiain ortu elo, selagi masih ada yang peduli dengan lo, jangan elo sia-siakan," nasihat Gunawan.
"Jangan sampai kaya gue, nyokap bokap udah gak peduli. Mau kuliah lagi juga percuma, butuh biaya yang gak sedikit. Sedangkan mereka udah punya keluarga masing-masing, gak mungkin kan gue harus minta dengan mereka yang sudah bahagia dengan keluarga yang baru. Ya sekarang dari pada buat lanjutin pendidikan selanjutnya, mendingan gue kumpulin duitnya buat makan dan gue tabungin. Syukur- syukur gue bisa kuliah atau buka usaha sendiri Na," ada kekecewaan opada orang tuanya, namun dia tetap menunjukkan senyuman untuk dirinya sendiri.
"Ya gue yakin elo akan bisa, dan akan bahagia dengan hasil elo sendiri," ucap Ratna dengan senyuman.
Gunawan mengangkat tangannya, dan melihat jam yang melingkar.
"Oh iya, udah malam, gue balik ya! Gak mungkin kan nanti kita di keroyok terus di nikahin. Emang elo mau ama gue, kalo iya gak papa, gue juga siap." Kata Gunawan dengan tawa khas nya.
"Idih dasar loe, kalau ngomong gak di ayak lagi. Gue tinju pake ini mau loe!" jawab Ratna dengan sewot sambil mengepalkan tangannya, namun tetap ada senyuman.
Gunawan hanya terkekeh menanggapinya.
"Panggil ayah dan ibu loe, gue mau minta restu. Eeit salah maksudnya mau pamitan hihihi...." Goda Gunawan sambil terkekeh, sedangkan Ratna melotot ke arahnya.
Ratna pun menggelengkan kepalanya melihat kejahilan temannya. Ia lalu masuk untuk memanggil ke dua orang tuanya.
Kini kedua orang tua Ratna sudah keluar, dan Gunawan pun berpamitan kepada mereka.
"Bu, Pak, Gunawan balik pulang ya. Gak enak sudah malam," pamitnya dengan sopan.
"Iya Leh, jangan kapok main kesini lagi ya!" Gunawan hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Ini ada makanan untukmu di rumah, jangan lupa di makan ya!"
"Ini apa Bu? Ya ampun pakai merepotkan jadinya,"
"Gak sama sekali Gun, ibu tidak merasa direpotkan dengan adanya kamu. Ibu dan bapak senang kamu datang kesini lagi, anggap lah kami sebagai keluargamu." Ucap bu Nur, dan diangguki oleh pak Syafi'i.
Gunawan benar-benar senang, dengan perhatian dari orang tua Ratna kepadanya.
"Matur nuwun sanget Bu, pak." Kata Gunawan yang mengambil pemberian dari Bu Nur.
"Sami-sami nak Gunawan."
Gunawan pun meninggalkan rumah Ratna, setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya.
🍂
🍂
🍂
🍂
Hingga beberapa Minggu kemungkinan ketika Meliana sedang berjalan hendak pulang.
Tiba-tiba saja Meliana di ikuti oleh tiga sepeda motor, dengan enam orang. Benar saja ketika di jalan yang terbilang sepi, mereka menggodanya.
"Hai ... cantik-cantik jalan sendirian aja?Mau di temani gak?" kata satu pria berada di atas motor, menggoda Meliana.
"Gak usah terimakasih!" jawab Meliana dengan ketus.
"Galak bro. Hahahah ..." pria lainnya menjawab di sertai tawa.
Sebenarnya Meliana sedikit takut, karena ada enam orang laki-laki saat ini menggodanya.
"Temani dia aja Bram, jangan di anggurin cewek cantik begitu,"
Tiba-tiba satu motor berhenti dan salah satunya turun mendekati Meliana.
"Hai, gue Bram. Boleh kalau gue antar elo?" tanya seorang laki-laki menggunakan kaos berwarna hijau dengan penampilan yang terlihat seperti pemabuk. Membuat Meliana merasa sangat takut.
"Enggak terimakasih!" Meliana berjalan dengan cepat, dan laki-laki bernama Bram mengikutinya.
Tiba-tiba saja ketika di pertigaan gang, tangan Meliana ditarik oleh laki-laki bernama Bram.
"Mau kemana cantik, hemm? Jangan galak-galak dong! Elo akan semakin terlihat menggemaskan kalau galak." Sambil menggenggam tangan Meliana dengan sangat kencang.
"Saya mohon, lepasin tangan saya!" Meliana memohon, karena teramat takut.
Tak ada yang berani menolongnya, karena penduduk setempat tau kalau pria yang saat ini bersamanya seorang preman, yang sering menggangu warga. Terutama jika ada perempuan yang lewat.
"Jangan nangis dong cantik. Abang belum apa-apain," dengan senyum menyeringai.
"Hahaha .... udah bawa aja Bram, lumayan kan buat mainan kita di markas," jawab salah satu temannya.
Meliana menggelengkan kepalanya, serta air matanya yang tak henti-hentinya mengalir.
"Saya mohon lepasin saya!" Meliana berontak memohon agar di lepaskan, namun justru laki-laki itu justru semakin kencang menyentuh tangan Meliana.
Dengan senyuman yang menyeringai, Bram menarik paksa tangan Meliana untuk ikut dengannya. Liana sendiri sangat takut dirinya akan di bawa kemana.
"Aaaaaa .... lepas apa-apaan main tarik paksa begini! Meliana berontak memukul tangan pria tersebut.
Namun pria itu justru tertawa , melihat Meliana berontak. Dengan cepat, Liana mengigit tangan preman itu.
"Kyaaaaa ...."
"Aaaarrrggghhh ...."
Pria itu kesakitan dan terlihat sangat marah. Lalu ia menatap Meliana dengan tatapan tajam. Dengan cepat Liana berlari menjauh darinya.
"Cepat kalian kejar, kenapa bengong! Dasar anak buah be*o!" Kata ketuanya bernama Bram.
Dengan cepat Meliana berlari dan keluar jalan besar. Sampai menemukan keramaian, agar dapat ia minta tolong.
Bersambung...
...Jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian 👍🙏...
...🙏...
Happy reading....
Dengan cepat Meliana berlari dan keluar jalan besar. Sampai menemukan keramaian, agar dapat ia minta tolong.
"Eeeit ... mau kemana loe. " Saat tiba-tiba tangan Meliana ada yang menarik.
"Aaaa ... lepasin, sakit. Tolooong ... tolooong ..." Meliana berontak dan berteriak.
Untuk kali ini Meliana benar-benar sangat ketakutan. Apalagi teman- temannya ikut mendekat, dan bantu memegangi Liana. Sedangkan Bram tersenyum menyeringai menatap gadis di hadapannya itu.
Bram menyentuh kedua pipi Meliana dengan kencang, hanya dengan satu jari.
"Benar kata teman-teman yang lain, gadis cantik kaya elo. Kalau di anggurin mubazir, hahaha ..." kata Bram dengan tawa jahatnya.
"Lepasin, brengsek!" teriak Meliana.
"Berisik! Banyak bac*t loe ya dari tadi!"
PLAK!
Meliana di tampar oleh Bram, sampai tak sadarkan diri. Liana lalu di bawa ke sebuah gang kecil yang buntu terdapat tumpukan barang yang sudah tak terpakai.
Saat Meliana tak sadarkan diri, Bram mencoba membuka kancing bajunya. Mereka berniat ingin melec**hkan Liana.
Bram dan kawan-kawannya sudah menunjukkan tatapan naf*u nya saat kancing baju Liana sudah terbuka dua. Namun tiba-tiba ...
Brak!
Terdengar suara motor terjatuh, saat di lihat ada laki-laki yang sudah berdiri di depan motor mereka yang kini sudah terjatuh.
"Woy! Elo apain motor kami!" bentak seorang pria berwajah garang.
"Yang harusnya bertanya itu gue? Kalian mau apain gadis itu? Dia teman gue!"
"Gue kenal dia Bram. Kalau gak salah dia Gunawan anak motor yang suka balapan bareng Choky. Dia temannya Tomas," Bisik salah satu temannya, ke bos nya.
"Choky, Tomas?" tanya Bram dengan senyuman menyeringai. "Gue gak peduli!"
"Eeh ... anak kecil, mau ngapain loe kesini. Meskipun dia teman loe, tapi dia sekarang milik gue." Mendengar itu Gunawan mengepalkan tangannya.
"Jika elo sentuh dia, elo sendiri bakalan abis sama gue!" ancam Gunawan.
"Berani loe bocah tengik." Ucap Bram dengan langkah menantang.
"Setelah ini, kalian bisa liat. bocah tengik kaya gue, bakalan gue abisin kalian satu persatu!" kata Gunawan dengan mengikat tangan dengan saputangan merah.
Gunawan menggunakan pengikat kepala, membuat dirinya seakan menantang. Apalagi Gun menunjukkan senyuman menyeringai, terlihat kalau dirinya benar- benar sangat murka.
Gunawan dengan terpasang kuda-kuda, dan tangannya yang terkepal. Menatap wajah abang-abang di hadapannya itu dengan tatapan membunuh.
BUGH .... BUUGGH ....
DUUGH ...
BRAGH ...
Ketika sebuah bogem dan pukulan mendarat di perutnya Bram, justru dia doyong dan tersungkur jatuh terkena motor.
Sebuah balok, mengenai tepat di lehernya Gunawan. Saat Gun menoleh, pria itu di ten* ang olehnya dan terpental lalu tersungkur dengan darah yang keluar dari bibirnya.
Gunawan masih menunjukan wajah menantang. " Siapa lagi di antara kalian yang ingin maju?"
Lalu ada satu pria bertubuh kekar, dengan rambut panjang. Ia menunjukkan wajah sangar kepada Gunawan, namun Gun tak menunjukkan rasa takut.
Pria itu memberikan sebuah pukulan ke arah Gunawan, namun ia menahannya, dengan cepat Gun melayangkan tendangan, sampai pria itu mundur beberapa langkah.
Gunawan tak mau menyerah, Gun memutar badan dengan cepat ia melayangkan tend*ngan ke bagian dada dan perut. Hingga pria itu memuntahkan cairan, dan di bantu temannya agar tidak terjatuh.
"Gue bilang apa, dia temannya Tomas, dan Choky. Bisa abis kita di tangan dia. Dari pada kehilangan nyawa kita, mendingan kita lari dari sini!" kata salah satu temannya.
Karena sudah tiga orang menjadi korban akibat Gunawan. Akhirnya mereka semua melarikan diri, terbirit-birit.
Gunawan tersenyum menyeringai, lalu ia sadar akan Meliana. Lalu ia mencarinya, dan ternyata Gun melihat Liana terbaring tak sadarkan diri.
Gunawan juga melihat dua kancing baju Liana sudah terbuka, karena pria bajingan tadi.
"Ya ampun Liana." Gunawan melepaskan jaketnya untuk menutupi bagian depan, Meliana yang terbuka.
Gunawan menepuk pipi Liana agar tersadar. "Meliana, Mel." panggilannya dengan suaranya yang serak, namun begitu lembut.
Meliana membuka matanya dengan perlahan, dan melihat ada pria di hadapannya. Namun Liana berteriak histeris.
"Aaaaa ... saya mohon jangan apa-apakan saya." Meliana menutup wajahnya, dengan telapak tangannya.
"Liana. Hei ini aku, Gunawan. Jangan takut, mereka semuanya sudah pergi." Gun memegangi tangan Meliana, agar tidak terus berontak.
Benar saja saat Meliana membuka matanya, ada sosok pria dengan ikat kepala di keningnya dengan senyuman hangat.
"Gun _ Gunawan," ucap Meliana.
Gunawan pun mengangguk. "Iya ini aku, Gun. Jangan takut, semua berandalan itu sudah pergi," jelasnya.
Bulir bening pun keluar dari pelupuk matanya, Meliana pun langsung memeluk Gunawan.
Gunawan tercengang ketika Meliana memeluknya. "Terima kasih Gun. Hiks ... hiks... jujur aku sangat takut."
Gunawan sendiri bingung harus apa, dengan Meliana yang menangis ketakutan seperti ini.
Namun seketika tangannya terulur, membalas pelukannya, dan membuat Liana sedikit tenang.
"Uuusssttt ... jangan takut. Kamu sekarang sudah aman." Gunawan membelai rambut Liana dengan lembut.
Saat Meliana sudah sedikit tenang, Gunawan membawanya ke sebuah taman. Gunawan mengobati luka yang ada pada Liana.
"Terimakasih Gun, kamu udah nolongin aku. Kalau gak ada kamu mungkin aku ..." Meliana tak melanjutkan perkataannya.
"Sama-sama Mel, Tadi aku sempat mau balik ke kontrakan. Terus liat kamu, mangkanya aku langsung menolong kamu. Tapi kamu belum sempat di apa-apain kan, dengan mereka?" Tanya Gunawan, dan Meliana menggeleng.
"Mereka belum sempat apa-apakan aku. Hanya tadi pria yang bernama Bram menampar ku, selebihnya aku gak tau." Jawab Meliana. "Jujur aku jadi takut, kalau pulang sendirian,"
"Jangan takut, kalau mau aku bisa antar kamu pulang setiap hari?" kata Gunawan dengan menawarkan dirinya.
Meliana yang mendengarnya, tertegun. Sedangkan Gunawan tersenyum saat melihat gadis di hadapannya menjadi salah tingkah saat di perhatikan olehnya.
"Maksudnya apa ya Gun?"
"Kalau boleh, aku jemput kamu ya? Itu pun kalau gak ada pria lain yang marah?"
Meliana terkekeh mendengar jawaban Gunawan. "Pria lain? Memang siapa yang akan marah?"
"Pacar kamu,"
"Enggak punya juga," jawab Meliana.
Mendengar jawaban dari Meliana, Gunawan pun tersenyum.
Sejak saat itu, Gunawan dan Meliana terlihat semakin dekat. Meskipun hanya sebatas teman, namun teman yang selalu memberikan perhatian satu sama lain.
Meliana juga sering bermain di kontrakan Gunawan, bahkan suka menemaninya di bengkel.
Meliana tak malu, dekat dengan seorang laki-laki yang tiap harinya hanya di bengkel.
Mengotak atik, mesin bermain oli. Begitupun juga dengan Gunawan, dengan adanya gadis yang ia sukai. Bekerja pun jadi lebih bersemangat.
Dua bulan kemudian.
Di mana, Meliana dan Ratna sedang melakukan ujian sekolah. Lalu mereka semua lulus dari sekolah, dan melanjutkan perjalanan pendidikan selanjutnya.
Setelah lulus sekolah, untuk pertama kalinya, dua sahabat yang selalu bersama, kemanapun, kini harus berpisah. Meliana melanjutkan kuliahnya di universitas, di Jakarta. Sedangkan Ratna, lebih memilih bekerja di sebuah restoran sebagai waiters untuk membantu ekonomi keluarga.
Untuk Meliana dan Gunawan, ternyata mereka memiliki hubungan spesial tanpa sepengetahuan Ratna sahabatnya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!