"Pernikahan bukan tentang siapa cepat, dia yang menang. Bro. Santai!" tutur seorang pemuda tampan pada saudara kembarnya dengan menepuk bahu.
"Makasih ya! Bener kan Lo nggak keberatan kalau gue duluan?" jawab Ikun saudara kembar pemuda itu, menyunggingkan senyum lebarnya.
"Haish. Pastilah! Gue salut dan pasti dukung lo. Lo bisa ikutin mau Baba dan Buna. Jadi anak baik. Kalau emang lo dah siap. Cewek lo siap. Kenapa nggak? Adek kita juga nyatanya bisa kan nikah muda?" jawabnya lagi.
Adik kembarnya itu pun mengangguk. "Mohon doanya. Semoga, Baba dan Buna ijinin," tutur saudaranya lagi memohon doa.
"Baba dan Buna pasti kasih ijin. Mereka kan memang ingin kita nikah muda!" jawabnya pada saudara kembarnya.
Kemudian kedua saudara kembar itu. Saling menepuk tangan. Lalu berpelukan sebagai dukungan dan si Adik yang bernama Ikun pamit pergi dari kantor kakaknya itu. Dan kini pemuda itu duduk termenung di kursi kebesarannya dengan satu papan nama terpampang di meja yang mengkilap dan besar itu.
Amer Gunawijaya, seorang CEO muda. Dia adalah anak kedua dari 7 bersaudara sebuah keluarga kaya dan terpandang, keluarga Gunawijaya.
Walau masih muda, tidak sulit untuknya mencapai sukses, sebab sejak kakek neneknya memang mempunyai perusahaan besar. Dan kini dia memegang salah satu perusahaan ayahnya yang bergerak di bidang property.
Amer pun menyunggingkan senyumnya sepeninggal adiknya. Ya, sebagai anak kedua dari 7 bersaudara, dua adik Amer sudah melangkahinya. Adik ketiganya bahkan sudah menikah walau masih duduk di bangku kuliah. Dan kini saudara kembarnya dengan mantap dan jantan meminta restunya hendak melamar perempuan yang memikat hatinya.
"Jomblo bukan berarti sendiri kan? Kamu nggak usah khawatir Kun. Secepatnya aku akan yakinkan Lexa, untuk bersedia menikah denganku." gumamnya memilih ballpoinya.
Ya. Amer tidak bersedih sama sekali dilangkahi adiknya. Dia belum menikah bukan karena kisahnya yang tragis. Sebagai pemuda yang usianya baru 25 tahun tapi sudah memimpin perusahaan besar. Tentu sangat mudah memilih perempuan. Amer juga normal dan jatuh cinta, bahkan Amer sudah mempunyai tambatan hati. Amer belum menikah karena pujaan hatinya memang belum siap dia ajak nikah.
Siska Alexa, seorang gadis lulusan Sarjana Komunikasi yang menjadi bawahanya sudah mencuri hatinya. Namun karena usia, Lexa yang masih di bawah 25 tahun, lebih tepatnya baru 21 tahun. Mereka sepakat ingin memantapkan karir lebih dulu.
Padahal, Lexa dan Amer sudah bersahabat 3 tahun. Mereka bertemu saat Lexa menjadi mahasiswa mahang. Sementara Ikun dan calonya baru bekenalan 1 bulan sudah mantap menikah.
"Kring...," dering ponsel Amer berbunyi.
Amer pun memeriksanya. Seketika matanya mengernyit dan seulas senyum terukir di bibirnya.
"Selamat Siang Pak. Bos. Waktunya makan siang? Mau makan di luar apa di kantin aja? Saya hari ini masak Spageti dengan toping sapi lada hitam,"
Tertera di layar teleponya pesan manis dari gadis yang dia pikirkan. Ya, Lexa pacarnya memang bawahanya dan hampir rekan kerja sudah tahu tentang hubungan mereka. Lexa tidak canggung untuk memberikan perhatian pada Amer dan Amer menerimanya dengan baik.
"Oke. Kita makan di kantin aja!" jawab Amer cepat.
Dia pun melepas jasnya dan segera keluar menuju tempat dia bisa bertemu dengan kekasihnya itu.
*****
Lexa pun tak kalah cepat, ruang tempatnya bekerja lebih dekat dengan kantin sehingga dia sudah sampai lebih dulu dan sudah menyiapkan makanan untuk Amer.
"Taraa... Udah siap. Bos. Silahkan makan!" sambut Lexa dengan senyum cerianya.
Hal yang disukai Amer, Lexa selalu ceria, rajin dan juga perhatian. Tidak peduli rekam jejak kakaknya atau berita miring tentang Lexa. Tapi Amer tahu, Lexa gadis yang cerdas bahkan selalu mengerjakan pekerjaan dengan sempurna.
"Makasih, Sayang. Calon istri solikhah nih!" puji Amer ke Lexa.
"Ish...," desis Lexa lalu memberikan tempat ke Amer
Amer pun segera mencicipi masakan karyawan sekaligus pacarnya itu.
"Gimana enak?" tanya Lexa.
"Enak lah, nih aku makan. Kamu belajar dengan baik, Baby. Good joob," jawab Amer sekenanya sembari mengunyah memberikan jempol ke Amer.
"Hmmm..." dehem Lexa sembari manyun. "Enak doang? Udah setara sama masakan Buna dan Adekmu belum?" tanya Lexa
"Uhuk...," seketika itu Amer tersedak mendengar pertanyaan Lexa.
*****
Aloooowwww.... Kakak pembaca NT tercinta.
Hehehe.
Ini nupel ke 7 aku.
Sebelumnya. Mohon maaf. Buat pembaca pertanggal 11- Agustus- 2023. Ini nupel dulunya judulnya Istri Kecilku. Karena ada masalah dan sesungguhnya itu cerita lanjutan nupelku yg lain. Maka ada sedikit jeda waktu. Ini novel kuremak3 dan ditulis ulang dengan cerita berbeda.
Judulnya yang terbaru. "Bukan Dia,"
Jadi....Walau udah ada isi komen sampai episode 21. Tapi ini dimulai lagi dari episode 1 ya.
Untuk nanti ada episode yg nggak nyambung sampai episode 21. Berarti masih tahap edit.
Bismillah semoga suka.
Oh ya. Sebelum lanjut baca.
Kita bikin kesepakatan ya.
Kita saling dukung, caranya :
Jangan asal bintang. Kalau nggak suka, cukup skip nggak usah baca lagi.
Kalau suka dan sayang sama ini novel. Kasih vote rekomendasi. Hadiah. Like dan komen.
Kalau mau tau update-ku. Tap love. Atau follow IG ririnrohmanningsih (CoretanRandom). Story Alay skip aja. Pantengin Updatenya aja.
Rajin komen biar aku tahu kalau nupelku ada yang baca. Makasih.
Bagi Amer, sampai detik ini di usianya yang menginjak angka 25 tahun, perempuan paling baik dan berharga baginya adalah Ibunya, Buna Alya.
Dia adalah cinta pertamanya, perempuan yang paling ia takuti walau tak pernah memarahinya. Perempuan yang selalu ia pikirkan apakah Buna suka atau tidak saat melakukan sesuatu, walau Bunanya tak pernah mengaturnya. Perempuan yang tak pernah habis dia ceritakan juga pada pacarnya, itu sebabnya juga, Lexa ingin berharga untuk Amer.
“Ehm… minum- minum,” tutur Amer tersedak mendengar pertanyaan Lexa.
Dengan muka masam, Lexa memberikan minumnya. Amer pun segera meneguknya.
“Maaf, Lexa salah tanya ya?” tanya Lexa peka.
“Hhh…,” Amer segera meraih tisu membersihkan mulutnya kemudian tersenyum pada gadis yang sudah memikat hatinya itu.
“Sayang, berpa kali aku bilang ke kamu. Ibuku, adiku, kakakku, kamu, semuanya berharga untukku, kalian selalu mempunyai tempat di hatiku. Nggak bisa dibandingin. Masakanmu enak, aku suka. Masakan ibuku dan adiku juga enak. Aku suka semuanya, tidak ada yang paling enak, semua aku suka. Jadi nggak usah tanya gitu lagi ya!” ucap Amer memberitahu.
Lexa pun mengangguk menngerti. Walau matanya masih menyitatkan rasa kecewa.
“Aku habisin nih tapi masa aku sendirian, kamu juga makan dong, Mas suapin ya!” tutur Amer hangat.
“Emem…” Dengan muka manjanya, Lexa pun menerima suapan Amer.
Amer ingat adiknya Ikun yang hendak menikah. Amer pun berfikir, sebaiknya secepatnya dia juga mempersiapkan Alexa untuk bertemu dengan Ibu dan keluarganya, mengenalkan Alexa sebagai calon istri.
“Sayang…,” panggil Amer di akhir makan mereka.
“Hmmm…,” jawab Lexa menoleh menampakan muka manisnya.
“Adek kembarku pamit mau nikah?” tutur Amer cepat.
“Huh? Pak Ikun? Baguslah. Kata Mas dia jomblo? Nikah sama siapa?” tanya Lexa. Lexa tahu kembaran pacarnya juga seorang pembisnis hebat, dan dia menghormatinya.
“Dia taaruf katanya, Mas juga belum kenal. Katanya ketemu di acara seminar waktu Ikun jadi pembicara, sebagai pengusaha milenial gitu. Nah dia panitianya!” jawab Amer.
“Masih mahasiswa juga?” tanya Lexa.
“Bukan, kerja di Yayasan kalau nggak salah!” jawab Amer lagi.
“Oh… pakai hijab juga?” tanya Lexa lagi.
“Kalau difoto. Pakai cadar malah kayaknya,” jawab Amer lagi.
"Oh!" Seketika itu, Lexa langsung diam dan menunduk.
“Kenaapa kok diam?” tanya Amer.
“Aku harus pakai kerudung juga ya?” tanya Lexa.
“Ya nggak harus, jadi diri sendiri aja. Mas nggak akan maksa kamu!" jawab Amer.
"Tapi Buna Mas suka sama perempuan berkerudung kan?" tanya Lexa lagi.
"Kamu udah pernah ketemu Bunaku waktu nikahan Nila kan? Buna baik kan? Nggak! Buna pernah bilang apa- apa kok!” tanya Amer menenangkan.
Ya. Siska Alexa memang sudah mengenal keluarga Amer, sebab kakak Lexa berteman dengan ipar Amer. Akan tetapi mereka berkenalan sebagai kerabat.
Amer masih merahasiakan hubunganya, sebab ia tahu. Di keluarga mereka tidak menyukai hubungan pacaran. Jika mantap harus segera menikah. Sementara Lexa mengatakan belum siap menikah atau dikenalkan sebagai pacar.
“Iya sih, Lexa percaya Buna baik, tapi Buna, Kak Jingga, Nila juga memakai hijab, berarti Lexa juga iya kan?" jawab Lexa lagi balik bertanya.
“Masalah memakai hijab, Buna tidak akan mempermasalahkan sayang. Itu hak masing- masing orang. Sekarang yang dipikirkan, kapan kamu siap, Mas ajak ke rumah dan kita sampaikan ke Buna dan Baba tentang hubunhan kita,” jawab Amer untuk yang ke sekian kali mengajak Lexa.
“Eists! No!” jawab Lexa cepat menyilangkan tangan di depan dadanya.
“Kenapa?"
"Nanti kita disuruh tunangan dan nikah lagi!" jawab Lexa
"Ya kan baik Sayang. Emang kamu nggak mau nikah sama aku? Heh?"
"Bukan nggak mau. Mas. Jangan sekarang!" "Ya. Bisa dibahas nanti. Yang penting kan mereka tahu dulu. Kamu udah kenal adikku, udah kenal Buna. Kita tinggal bilang aja!”
“Please Mas. Lexa mohon, Lexa belum siap!” jawab Lexa lagi.
“Hhh…,oke!” jawab Amer menghela nafas mencoba mengerti mau Lexa.
Seketika itu, Lexa menyeringai.
“Lexa juga mau ngomong sesuatu,” celetuk Lexa.
“Apa?”
“Hehe…, ini,” tutur Lexa lalu mengeluarkan selembar kertas ke Amer.
“Apa ini?” tanya Amer.
“Baca!” ucap Lexa lagi.
Dengan cepat, Amer membuka kertas itu. Dan sepersekian detik, bibir Amer terangkat mencebik lalu menatap Lexa.
“Lexa janiji akan bagi waktu, ijinin ya, Bos gantengku, pacarku yang sweet! Hmm… please!” ucap Lexa menangkupkan kedua tanganya memohon dengan jurus manisnya.
Seketika itu, Amer terdiam, ada rasa tercekat di leher, akan tetapi melihat mata gadis yang dia cintai begitu berbinar, dan apa yang ada di tanganya adalah hal positif, Amer kemudian menggerakan bibirnya membentuk seulas senyum walau rasaya hambar.
“Yah… selamat ya. Ini cita- cita kamu kan?” ucap Amer kemudian.
Dan seketika itu, Lexa langsung melebarkan senyumnya. “Iya, Mas dukung kan? Jadi nanti dulu, kasih tahu Buna dan Baba tentang hubungan kita. Lexa selesaikan S2 Lexa, nggak apa- apa kan?” tanya Lexa dengan wajah berbinar.
Amer pun mengangguk tersenyum. Dan dengan berat hati. Amer mengangguk.
“Ya. Bekerjalah dengan baik, belajar yang serius dan raih cita- citamu. Apapun yang buat kamu happy. Mas dukung!” tutur Amer dengan bijak.
“Mm… makasih, Mas. Lexa seneng banget. I love you…,” tutur Lexa, spontan mendekat ke Amer lalu memeluk Amer.
Amer pun menerimanya walau sedikit canggung. Di keluarga Amer, sebenarnya sangat mengatur hubungan antara laki- laki dan perempuan agar jaga jarak. Amer menyayangi Lexa dengan tetap menjaganya dengan terhormat.
"Oh ya Mas!" celetuk Lexa lagi.
"Apa lagi?"
"Barangkali, keluarga Mas nyari dekorasi. Temenku ada yang lagi buka usaha dekor. Bagus lho! Keren. Kekinian banget!" ucap Lexa memberi usul.
Amer pun mengernyit mempertimbangkan.
"Lexa kirim kartu nama dan IG nya," ucap Lexa lagi, lalu merogoh sakunya mengambil hp mencari alamat IG temanya itu.
"Boleh!" jawab Amer.
Amer pun segera memeriksa alamat IG yang Lexa tunjukan.
"Lhoh ini kan Amira?" pekik Amer kaget melihat teman yang ditunjukan Lexa.
"Iya. Mas kenal?"
"Dia temanku!" jawab Amer ternyata kenal.
"Keren tau Mas. Lexa aja ingin pakai ini kalau nikah. Dia viral tahu. Artis aja ada yang make ini!" sahut Lexa.
"Mas kenal dia kok. Dia memang seleranya bagus. Nanti mas usulkan ke keluarga Mas!" jawab Amer.
Lexa pun mengerlingkan matanya setuju.
Setelah hidangan makan siang selesai, walau di kantor sendiri. Amer dan Lexa professional. Mereka tidak korupsi waktu atau bermalas- malasan berpacaran.
Mereka pun segera kembali ke ruanganya. Lexa segera bergabung di divisinya dan Amer langsung menemui sekertarisnya dimana jadwalnya sudah menanti. Hingga mereka kembali sibuk dengan pekerjaan masing- masing.
Ya, Amer dan Alexa memang bukan pemuda pemalas, keduanya mempunyai kepribadian sama- sama pekerja keras juga kreatif dan cakap. Alexa hampit tidak ada cacat, cantik, pintar rajin ramah perhatian dan pekerja keras. Itu sebabnya Amer jatuh hati pada Alexa.
Alexa juga banyak membantu Amer. Dan begitulah hubungan mereka, selama beberapa tahun, mereka berpartner dan bekerja sama. Saling berbagi cerita hingga jatuh cinta.
****
Beberapa hari berlalu. Setelah Amer menjadi orang pertama yang dipamiti Ikun untuk melamar wanita tambatan hatinya, Ikun meminta restu pada orang tuanya.
Orang tua Amer dan Ikun yang mempunyai background agama yang baik dan sangat mendukung pernikahan, menyambut baik ijin dari Ikun, bahkan meminta Ikun segera menyiapkan lamaran, dan hari ini, Amer beserta keluarganya, mengikuti acara lamaran adiknya.
Rupanya, calon dari adiknya yang juga sudah mempunyai perusahaan adalah keluarga dari kalangan biasa, bukan pengusaha atau konglongmerat. Bahkan calon mertua dari Ikun hanya seorang pegawai Negeri Sipil rendahan di sebuah kota.
Akan tetapi, gadisnya itu mempunyai kepribadian baik sehingga membuat Ikun jatuh hati. Hal itu pun menjadi pegangan Amer dan menegaskan, orang tua Amer, tidak memandang status social menantunya. Akan tetapi yang utama adalah anaknya juga akhlaknya.
Di dalam acara lamaran pun langsung dibahas hari pernikahan. Di antara kesepakatan keluarga pihak perempuan dan keluarga Amer keduanya ternyata mempunyai pandangan yang sama, menyegerakan pernikahan adalah lebih baik daripada menunda.
Mereka pun sepakat untuk menikah 1 bulan dari waktu mereka lamaran. Keluarga Amer pun pulang dengan semangat mempersiapkan pernikahan mereka.
“Kamu nyiapin yang untuk acara di rumah Salma aja, Kun. Acara di rumah, biar aku yang urus!” celetuk Amer dengan berbesar hati menawarkan bantuan. Begitu mereka sampai di rumah mereka segera membahas persiapan pernikahan.
Mendengar pernyataan Amer, Ikun dan keluarga yang lain langsung menoleh terhenyak.
“Kakak serius?” tanya Ikun.
“Ya. Kenapa tidak?” jawab Amer mantap.
"Ikun tidak mau merepotkan Kakak. Biar Ikun urus sendiri saja Kak!" jawab Ikun sungkan. Sudah melangkahi kakaknya masih mau merepotkan.
"Hei. Merepotkan gimana? Saudara kembarku akan menikah, tentu saja aku tidak boleh tinggal diam. Aku akan buatkan pesta yang meriah untuk adikku!” ucap Amer mantap.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih sebelumnya!" Ikun tersenyum senang mendengarnya, dan spontan memeluk kakaknya erat.
Amer pun memeluk adik kembarnya balik, hingga kedua saudara kembar itu pun berpelukan. Kasih sayang mereka tergambar begitu nyata, kasih sayang sebagai saudara satu nafas dalam kandungan yang terus terjaga sampai sekarang.
“Tes…,” hingga tanpa sadar Ibu dan ayah mereka yang melihatnya menitikan air mata haru melihat kasih sayang mereka. Tapi segera Buna dan Baba tahan agar tak terlihat.
"Baba dan Buna banggak ke kalian! Nanti Buna dan Baba juga bantu kok," ucap Baba dan Buna mereka mendekat ke mereka.
"Nggak apa- apa. Bun. Ini perkara mudah. Kebetulan, Amer punya kenalan WO bagus Bun!" tutur Amer ingat tawaran Lexa
"WO mana? Buna juga lagi kenal sama salah satu WO yang lagi viral," tanya Buna penasaran
"Amira!" jawab Amer.
"Lhoh ya itu. Buna kemarin juga di acara pertemuan bakti sosial ketemu sama pemiliknya!" jawab Buna girang.
Siang itu pun Amer, juga adik dan keluarganya langsung membahas dengan rinci detail persiapan acara pernikahan Ikun dan adiknya. Hingga Amer mengcancle semua agendanya dan waktu rapat berlanjut sampai malam.
Setelah semua disepakati. Amer langsung beraksi mengerahkan anak buahnya untuk bergerak dan esok hari langsung menghubungi rekan- rekan terkait. Barulah mereka beristirahat.
****
Di kamar tidur rumah orang tua Amer. Orang tua Amer pun deeptalk sebelum memejamkan mata.
“Aku kepikiran Amer, Ba!” tutur Ibu Amer sesampainya di kamar.
“Apa Buna memikirkan jodoh Amer?” jawab Baba menebak.
Buna pun mengangguk, rupanya suami istri ini mempunyai pikiran yang sama.
“Kok Baba tahu?"
"Ya. Usia Amer sekarang sudah dewasa!" jawab Baba.
"Buna kasihan ke Amer, Ba! Nila saja sudah Bahagia dengan keluarganya, Ikun juga akan segera melepas masa lajangnya, Amer masih saja sibuk bekerja. 25 tahun waktu yang tepat untuk menikah,” tutur Buna pelan ke suaminya.
“Buna kan dekat dengan Amer, ya sudah tanyakan, dia sudah punya calon belum!” ucap Baba memberi saran.
“Tidak usah ditanya, Ba! Buna sudah punya pilihan untuk Amer yang menurut Buna pas!” ucap Buna Amer yakin.
“Gleg!” Baba langsung menoleh kaget ke istrinya.
“Buna mau jodohkan Amer?” tanya Baba.
Dan Buna mengangguk.
“Baba nggak salah?” tanya Baba mengulangi.
Di keluarga Amer, Baba dan Buna terkenal, Baba yang sering memaksakan kehendak, bahkan dua saudara Amer pernah dijodohkan oleh Baba, dan semua menentang. Buna sendiri pernah meminta agar tak menjodohkan anaknya, tapi entahlah, kali ini Buna ingin menjodohkan putranya.
Hari- hari terus berlalu, waktu pernikahan Ikun semakin dekat. Sementara Alexa, pun sudah mulai masuk ke perkuliahan S2nya, hingga kebersamaan Bersama Amer berkurang. Jika sebelumnya mereka menyempatkan bertemu seusai bekerja, kini, Siska membagi waktunya pagi bekerja dan siang kuliah. Amer juga membagi waktu untuk bekerja dan untuk keluarganya.
Dan hari ini, hari pernikahan Ikun tiba, Amer tidak berangkat ke kantor, akan tetapi mendampingi saudara kembarnya melangsungkan akad di sebuah masjid dekat dengan tempat tinggal mempelai perempuan. Selesai akad mereka pun melanjutkan acara di rumah mempelai putri.
Karena saudara ipar Amer dari kalangan sederhana, acara juga pun berjalan sederhana namun terjaga kesakralan dan hikmatnya. Akan tetapi tetap saja, karena yang membuat acara adalah WO paketan dari pihak keluarga Ikun, rangkaian acara seperti pada umumnya tetap ada. Termasuk acara lempar bunga. Walau Ikun dan mempelai putri sebenarnya tidak begitu suka tapi karena sudah disediakan mereka menghormati pihak WO.
Daan saat moment lempar bunga, sebenaranya Amer tak terlalu menghiraukan, bahkan Amer baru saja menerima telepon dari Alexa kalau hari ini dia ada kuliah, dan tidak bisa memenuhi permintaan Amer untuk datang ke akad adik Amer dan berjanji datang ke resepsi yang akan di gelar di hotel besok.
Akan tetapi, tepat saat menutup telpon dan menghadap ke keramaian, bunga jatuh ke hadapanya dan mau tidak mau Amer yang menangkapnya.
Semua pun bersorak Bahagia, apalagi semua tahu, Ikun dan Amer itu saudara kembar, tak terkecuali, Buna dan adik- adik Amer.
“Yeaay…Amer dapat bunganya, nyusul niih nyusul...” teriak Jingga kakak Amer yang kini sedang hamil anak kedua.
“Bismillah ya Kak. Meski kita nggak boleh percaya ritual beginian, dan hanya untuk seru- seruan, tapi doa banyak orang semoga terkabulkan, Kakak nyusul Kak Ikun! Nila doain Kak...” tutur Nila adik Amer mendekat memberi doa.
“Ck… kalian, sirik tahu percaya beginian!” ucap Amer berdecak, tidak percaya hal- hal seperti itu.
“Yeaayy… kan kita Cuma doain bukan percaya sama ritual lempar bunga! Kita doain kamu. Ayo gera nikah. Udah tua juga!” jawab Jingga mencebik.
Amer tidak peduli.
"“Nih, ngapain sih ada acara lempar bunga segala, bikin resah aja!” Amer malah menyodorkan bunganya ke pihak WO yang ada kebetulan ada di situ sedikit kasar, lalu berlalu begitu saja. Kebetulan WO yang disewa Amer adalah WO teman Amer dan disewa Amer menghandle semua acara Ikun.
Tidak menunggu ucapan maaf tim WO teman Amer, Amer berlalu ke stand makanan.
Amer tidak peduli malu, walau belum ada tamu yang ambil makan. Amer mengambil dessert dan duduk di kursi VVIP yang sudah disediaakan oleh mempelai perempuan.
Kak Jingga dan adik- adik Amer yang paham watak Amer tak memperdulilan dan kembali sibuk dengan keluarganya menikmati acara. Akan tetapi berbedaa dengan Buna Alya, Ibu Amer. Buna kemudian mendekat ke Amer.
“Buna memang tidak percaya dengan ritual lempar Bunga, Nak! Tapi Buna juga berharap dan berdoa tahu, kamu segera menyusul adikmu,” ucap Buna tiba- tiba.
“Uhuk… uhuk..,” Amer yang sedang menyantap brownis coklat langsung tersedak.
“Hmmm…,” Buna jadi menghela nafasnya dan menepuk Pundak Amer juga meminta air petugas catering yang lewat.
Amer langsung memuntahkan makananya ke tissue lalu minum air mineral yang disodorkan pegawai catering.
“Huuh?” Amer lalu menghela nafasnya dan menatap ibunya. “Buna tadi ngomong apa?”
“Kamu punya kuping kan? Nggak usah suka pura- pura tuli seperti Babamu, kebiasaan! Ibunya ngomong nggak didengerin!” omel Buna ngambek.
Seketika itu Amer langsung merekahkan senyum ke Bunanya.
“Bunaa… anak Buna sekarang kan lagi nikahan, udah sih Bun. Buna nikmati syukuran Ikun, Buna nanti cepet tua kalau banyak berfikir, Buna nggak usah mikirin Amer, Oke!” jawab Amer dengan selengekan.
“Ck..,” Buna tambah berdecak, anaknya yang satu ini benar- benar, suka sekali meremehkan ibunya dan selalu menganggap semuanya santai.
“Buna udah makan belum? Amer ambilkan makan ya!” ucap Amer malah menawarkan makan merayu Bunanya.
Buna tambah mencebik, Buna benar- benar ingin anaknya ini menikah.
“Kamu kasihkan ke siapa tadi bunganya?” tanya Buna.
“Apaan sih Bun? Masih bahas Bunga, dosa tahayul Bun.” Jawab Amer.
“Buna cuma tanya, dia temanmu kan? Kamu kenal kan?” tanya Buna lagi.
“Ya kenal kan dia yang jadi parnert kita urus semua dekorasi ini,” jawab Amer ngegas.
“Cantik nggak?” tanya Buna lagi.
Bukanya menjawab Amer malah mengernyit.
“Buna kesambet apa gimana sih?"
"Kesambet gimana? Dia cantik kan?" tanya Buna lagi dengan lembut dan melirik si perempuan yang memakai seragam jas hitam dengan rambut di kuncir kuda. Perempuan ini sebenarnya hanya pegawai dari pemilik WO sebenarnya. Tapi dia terlihat sangat aktif dan cekatan.
Amer ikut melirik, ya dia teman Amer yang bari dia marahi karena ada acara lempar bunga segala. Amer pun mencebik.
"Buna tenang aja, Buna jangan khawatir, Amer masih bisa bedain cewek cantik. Nggak usah ditanya, Amer jago Bun nyari cewek cantik!" jawab Amer malah membercandai Bunanya.
Buna tambah mengurut dada, kenapa anak- anaknya suka sekali menguji kesabaranya.
“Jawab dulu pertanyaan Buna. Tadi yang kamu kasih Bunga temanmu kan? Dia cantik kan? Kamu dekat sama dia kan?” tanya Buna lagi.
“Buna apaan sih? Udahlah Amer lapar, Amer mau makan!” jawab Amer merasa ibunya ngaco kenapa tiba- tiba bahas temanya itu. Amer pun beranjal dan meninggalkan Bunanya.
Buna pun menghela nafasnya, lalu Buna menerawang entah menatap apa. Hingga tiba- tiba Buna dikagetkan oleh sapaan seorang perempuan cantik.
"Bu Alya?" sapanya.
"Eh.. Nak Mira,"
"Boleh saya duduk di sini?" ijinya sopan.
"Tentu saja boleh dong. Silahkan?"
"Maaf mengganggu waktunya. Saya sebagai ketua tim ini. Saya minta maaf, karena saya tidak mendiskusikan dulu tentang moment lempar bunga ini. Sepertianya Tuan Amer tidak berkenan!" ucapnya sopan ternyata dia tersinggung.
Tentu saja Buna langsung tersenyum ramah dan mengelus bahu perempuan tersebut.
"Nggak apa- apa Mbak. Tamu- tamu dan teman Ikun senang kok. Ini kan pesta sifatnya hiburan. Amer nggak suka ya sudah tidak usah dipedulikan! Kamu mengerjakan pekeejaanmu sangat baik. Kita suka dengan dekornya! MCnya juga keren!" tutur Buna sangat bijak
Perempuan itu pun menyunggingkan senyumnya yang manis. "Terima kasih, tuturnya sopan!"
Buna mengangguk dan perempuan itu kembali bekerja.
Selang beberapa waktu Baba dan adik- adik Amer mendekat ke Buna mengajak mereka foto bersama dan melalui acara itu sampai akhir.
*****
Jarum jam pun berputar cepat hingga tak terasa waktu terus berganti. Setelah acara akad, acara resepsi dan ngunduh mantu pun digelar. Acara ngunduh mantu ini diselenggarakn di hotel milik Baba.
Tentu saja semua berjalan megah dan meriah. Dan semuanya dihandle oleh Amer. Keluarga Amer pun bersuka cita dan bergembira.
Akan tetapi sampai acara selesai dan semua pulang ke rumah, dari ratusan handai tolan dan sanak saudara, hari itu hanya Amer yang masih tetap tidak bisa tersenyum dan dahinya mengkerut.
Keluarganya pun jadi timbul banyak spekulasi. Apakah Amer bete karena lelah dia yang bertanggung jwab semuanya. Namun acaranua sukses harusnya Amer bahagia.
Atau Amer iri dan baper kalau adiknya menikah? Tapi Buna sudah berulangkali menanyakan, dan Amer selalu ngeles kalau dibahas tentang nikah.
****
Beberapa hari setelah acara resepsi Ikun.
"Buna nggak mau menunda Ba. Besok kita pertemukan mereka!" tutur Buna saat berdiskusi dengan suaminya memikirkan Amer.
"Mungkin Amer itu murung karena lelah Bun, tunggu dululah! Pikirkan dulu!" jawab Baba menenangkan.
"Buna sudah mantap Ba. Buna yakin dia adalah perempuan terbaik dan tepat untuk Amer!"
"Tapi. Kita bicarakan dulu. Nanti Amer kaget malah bisa sedih lho!" sahut Baba.
"Buna itu ibunya. Buna pikir Amer itu susah cari perempuan karena sibuk. Dia pasti merasa kehilangan dan kesepian. Ikun dan Amer itu saudara satu kantong. Ikun sekarang sudah bahagia bersama istrinya. Sementara Amer kesepian. Pokoknya cepat telepon Amer. Adakan temu di restoran kita besok. Amer tidak boleh menolak dan harus mau. Buna tidak mau kalau Amer malah salah pilih!" tutur Buna kekeh.
"Ya!" jawab Baba setuju. Baba Amer sudah tua. Baba tidak mau ribut dengan istrinya. Apalagi Baba juga tahu niat istrinya ini baik. Baba pun menghubungi Amer untuk makan siang bersama Ayah Ibunya besok.
Sementara Buna menghubungi pihak perempuan pilihan Buna.
*****
Amer yang sekarang sudah tinggal terpisah dari keluarganya dan tinggal di apartemen, mendapati permintaan Babanya patuh bersedia menjawab. Amer pun mengancel acaranya demi orang tuanya. Padahal acara itu adalah acara bertemu dengan Alexa menemani Alexa mendatangi sebuah kantor demi mengerjalan tuga s Alexa.
"Mas katanya udah maafin aku? Maaf waktu itu aku presentasi jadi aku nggak bisa datang ke acara Pak Ikun. Please jangan balas dendam gini dong!" tutur Alexa merayu manja saat Amer membatalkan janjian kencanya.
Spontan Amer langsung memencet hidung pacarnya itu dengan gemas dan tersenyum. Alexa pun mencebik manja.
"Iya. Sayang. Jujur Mas hari itu bete banget dan marah banget kamu nggak bisa datang. Padahal kan di situ kamu bisa lebih kenal keluargaku," tutut Amer.
"Uluuuh maaf!" ucap Alexa lagi menangkupkan tanganya dan cemberut manja.
"Tapi sekarang udah nggak kok. Mas tahu. Kuliah itu nomor satu. Lalukan tugasmu dengan baik.ya. Hari ini aku nggak bisa temani kamu. Soalnya Baba sama Buna ajak Mas makan siang. Apa kamu mau ketemu? Ya ayo sekalian. Abis makan Mas antar kamu!" tutur Amer menawarkan dan memberitahu.
Ternyata saat acara Ikun. Amer cemberut karena Alexa tidak memenuhi janjinya.
Alexa dengan cepat menyilangkan kedua tanganya mendengar penuturan Amer.
"Enggak. Lexa belum siap Mas ketemu Baba Bunanya Mas. Lexa belum percaya diri. Nanti yah kalau Lexa udau S2. Lexa akan percaya diri berkenalan dengan orang tua Mas sebagai pacar Mas!" jawab Lexa
Amer tersenyum terharu.
"Tapi Buna dan Babaku nggak memandang itu kok!" jawab Amer memberitahu.
"Tetap aja. Kalau sekarang Lexa belum PD!" jawab Lexa ngotot.
"Oke. Ya udah Mas berangkat ya?" pamit Amer.
"Ya deh. Berarti Lexa pergi sendiri ya?"
"Maaf ya!" ucap Amer mengacak- acak rambu Lexa dengan penuh kasih.
Lexa pun mengangguk mengerti dan dengan mobil sport mewahnya. Amer melaju ke salah satu hotel yang di dalamnya terdapat restoran indah dimana tempat Baba dan Buna menunggu.
Ya di lantai ke 30, di salah satu ruang privat yang berdindingkan kaca sehingga mereka bisa menatap ibukota yang dipenuhi gedung pencakar langit yang berjejer indah, Baba dan Buna sudah menunggu.
Amer sedikit tercengang, sebab dekor meja makanya tersetting mewah dan eksklusif
"Siang Ba Bun!" sapa Amer.
"Alhamdulillah kamu datang awal! Nggak malu Buna!" jawab Buna
Amer pun mengernyit, heran. Lalu menatap meja yang dihias indah juga kursinya tertata tidak hanya 3 tapi ada 5.
"Perasaan hari annive Baba dan Buna masih bulan depan. Hari ulang tahun Buna dan Baba juga bukan sekarang. Ada acara apa nih? Kak Jingga? Dhek Nila? Bang Adip sama Pak Rendi nggak ikut? Mana adik- adik?" tanya Amer mengira Buna dan Baba buat acara keluarga.
Buna pun tersenyum
"Ini adalah acaramu. Tidak perlu ada mereka. Mereka nanti di undang di hari H nya!" jawab Baba.
Amer semakin memicingkan matanya dan mulai gelisah.
"Maksud Baba apa?" tanya Amer.
Buna pun tersenyum.
"Buna mohon, kali ini nurut sama Buna ya!" ucap Buna lagi.
Amer semakin gusar.
"Buna jangan bercanda!" ucap Amer.
"Buna sudah pilihkan perempuan terbaik untuk kamu. Menikahlah Nak. Kamu sudah menggenapi syarat dan rukun nikah. Menikahlah agar hidupmu lebih terarah!" tutur Buna mengutarakan maksudnya dengan jelas.
Spontan Amer langsung menggelengkan kepalanya dan menyeringai kecewa, Amer menolak.
Akan tetapi tepat di saat itu terdengar langkah kaki, dan suara waitress mempersilahkan seseorang duduk
"Itu mereka sudah datang!" ucap Buna tersenyum.
Amer pun tambah pucat, Amer gelagapan campur marah. Rasanya dongkol ingin berontak. Tapi Amer tak kuasa.
"Assalamu'alaikum...," terdengar sapaan lembut di kuping Amer.
Hingga Amer yang tadinya rahangnya mengencang kaku, juga berat menolehkan mukanya mau tidak mau matanya tergerak menoleh.
Saat wajah manis perempuan tertangkap di netranya. Amer tambah membelalakan matanya.
"Amira!" pekik Amer benar- benar syok. Amer kemudian memicingkan matanya menatap ayah ibunya.
Kenapa selera Baba dan Bunanya jungkir balik. Amer kira dia akan di jodohkan dengan seorang perempuan sholikhah, atau anak direktur ternama, atau mungkin anak pejabat. Kenapa malah Amira si gadis yang dia kasih Bunga. Sejak kapan Bunanya percaya hal- hal yang tidak masuk akal. Amira memang anak seorang mantan pejabat tapi kan sudah meninggal dan sekarang tak punya pengaruh apapun hingga dia terpaksa bekerja keras
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!