NovelToon NovelToon

CINTA LUAR BIASA - CHAPTER TWO

Tak Kenal Maka Tak Sayang

11 tahun kemudian..

Lika dan Kila beranjak dewasa, mereka berdua baru saja menyelesaikan program sarjana strata satu di kampus tempat ayah dan ibunya berkuliah, tentu saja dengan jurusan yang berbeda. Sebenarnya hanya sebuah formalitas bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliah, itu dikarenakan keduanya masing-masing telah mempunyai minat tersendiri. Lika sudah mengambil alih rumah mode sedangkan Kila mengambil alih bisnis ayahnya.

Pun Radit tidak mengizinkan kedua anak gadisnya terbang jauh dan tinggal di luar negeri untuk melanjutkan kuliah setidaknya sebelum mereka berusia 21 tahun.

Hari Sabtu yang cerah, hari yang tepat untuk rangka merayakan kelulusan Lika dan Kila. Radit mengadakan sebuah pesta kecil, maksudnya tamu pesta hanya mengundang orang-orang yang mengenal Lika dan Kila sejak kecil hingga menginjak usianya yang sekarang. Tamu pesta tersebut tak lain orang tua Dira, Papa Maisya, Papanya Enzi. Para orang tua termasuk Radit dan Rinjani sedang mengobrol asyik di dalam rumah, sedangkan para anak bersantai di dekat kolam renang.

"Selamat yah My Sister sudah lulus" pekik Maisya langsung memeluk Lika "hadiah dariku" lanjutnya menyerahkan dua bungkusan biru berpita "satunya buat Kila,"

"Makasih kakak," balas Lika mencium pipi Maisya "kasih sendiri sana,"

"Gak mau, aku takut. Ada anjing penjaganya di samping terus gak mau lepas," ujar Maisya menatap cowok berambut putih keperakan di dekat Kila, ia kemudian menggedikkan bahu, ngeri !

"Hahaha... Payah kamu, Kak" tawa Lika terdengar renyah yang membuat Dira dan Enzi melirik dengan diam-diam.

"Diliatin tuh ma Dira" bisik Maisya ke telinga Lika "tumben si tiang listrik datang, terakhir 4 tahun lalu kali ya?"

Lika kemudian menatap cowok berkaki panjang yang dibalut celana pendek berwarna hijau, lengannya kokoh dan dada yang bidang terbungkus kemeja bermotif pantai. Enzi terlihat seperti berada di pertengahan usia 20an, bukan usia sebenarnya yang masih berumur 19 tahun. Enzi adalah seorang atlet volly nasional, yang sejak tiga tahun lalu telah masuk dalam jajaran atlet pelatnas Indonesia.

"Mungkin jadwalnya lagi kosong," sahut Lika berhenti menatap Enzi lalu mengalihkan tatapannya ke Dira "kakak Maisya juga tumben datang?"

"Apa sih yang gak buat Kakak dan Adek. Dan kebetulan aku ada pemotretan di sini,"

"Kirain sengaja datang, hish," desis Lika.

"Jadi kamu milih Dira, Kak? Sekarang kan sudah bisa pacaran, sudah lulus kuliah dan 21 tahun. ciyee....hahaha," Tawa kencang Maisya terdengar oleh Dira yang menghentikan tangannya dari pekerjaan mengutak-atik telepon genggam lalu melemparkan senyum lebar ke arah Lika.

Diraya Syailendra teman kecil Lika, yang saat ini masih menempuh bangku kuliah di sekolah kesenian terkenal di ibukota, pria berambut sedikit gondrong itu telah menjadi artis terkenal dengan bandnya. Dira adalah gitaris sekaligus vokalis yang lagu-lagunya selalu merajai top chart musik Indonesia.

"Dia tak lebih sahabat bagiku," gumam Lika membalas senyuman Dira, lalu memeletkan lidahnya membuat pria itu terkekeh.

"Om dan kakak cantik juga sahabatan loh,"

"Kakak Maisya, berapa kali kubilang berhenti memanggil ibu dengan kakak cantik. Mau aku panggil "tante" gak?" Sungut Lika mengecurutkan bibirnya.

"Gak mau !" sergah Maisya dengan cepat.

Lika kemudian berjalan menuju ke tempat Kila yang sedang duduk dengan Hugo diikuti Maisya mengekor di belakangnya.

"Adek ini dari Kak Maisya," kata Lika mengangsurkan bingkisan kado berwarna sama dengan miliknya ke tangan Kila.

Gadis pendiam itu pun berdiri dan memeluk tubuh Maisya sembari berbisik "Terima kasih, Kak,"

Maisya menyunggingkan senyum merekah dari bibirnya "Sama-sama adek" sambil menepuk punggung gadis itu dan melepaskannya.

Kila kemudian melirik ke arah Hugo yang sedang merokok, begitu mata mereka berpandangan Hugo langsung mematikan rokok dengan menginjaknya. Pria itu langsung berdiri dan menyalami Maisya dan Lika.

"Mereka pacaran gak sih? 3 tahun terakhir membuatku selalu bertanya dalam hati, kedua orang itu tidak pernah sekali pun terpisahkan," kata Maisya setelah berjalan menjauh dari Kila dan Hugo.

"Gaklah, adek itu hanya berteman dengan Hugo. Apalagi tahu sendiri peraturan dari ayah, adek paling patuh," ujar Lika membela Kila, dia tahu betul jika mereka berdua belum pernah berpacaran, walau kelihatannya adek pendiam tapi sebenarnya dia sangat terbuka tentang apapun kepadanya.

...

Kila menyeruput jus campur-campur buatan bibi ada 5 macam buah di dalam gelas tinggi itu. Warnanya pun hijau muda sedikit memerah membuat Hugo dari tadi bergidik jijik melihatnya.

"Buat kesehatan," kata Kila menaikkan gelasnya bersulang ala Leonardo Dicaprio di film The Great Gatsby.

"Aku akan meminta oma mengirimkan gingseng ratusan tahun dari Cina jika kamu menginginkan kesehatan yang prima," kata Hugo dengan datar.

"Jangan pamer kaya," protes Kila sambil menggelengkan pelan kepalanya.

"Sorry," balas singkat Hugo sambil menaikkan tangannya seperti memberi hormat.

Kila kemudian menarik tipis bibirnya. Hugo temannya itu adalah pewaris tunggal perusahaan internasional yang bergerak di dunia otomotif dan beberapa bisnis besar lainnya. Pria terlahir dengan sendok emas di tangan, tak pernah merasakan kesusahan. Dia terbiasa terbang kesana kemari dengan pesawat pribadi namun dengan Kila mau saja diajak terbang dengan pesawat kelas ekonomi. Hugo tidak pernah mengeluh malah terkesan menikmati.

Kila bertemu dengan Hugo tiga tahun lalu, kala pria itu sedang berlibur di Indonesia untuk menjenguk keluarganya. Beberapa orang hendak merampok barang-barang bawaan Hugo, untung saja Kila melihat kejadian itu dan menolongnya. Sejak saat itu Hugo selalu berada di sekitarnya dan melupakan untuk pulang ke Jerman, orang tua Hugo beberapa kali datang ke Indonesia dan Kila pun selalu bertemu dengan mereka.

...

Dua hari kemudian..

Kila memandangi dari atas ke bawah pria yang berdiri di depan pendopo setelah ia memarkirkan mobilnya sesosok pria bermata sipit langsung berdiri menyambut.

"Halo" sapa pria itu mencoba bersalaman dengannya.

"Halo.. Ni hao ma? Annyeonghaseyo? Konnichiwa?" Balas Kila tersenyum geli meraih jabatan tangan pria itu.

"Selamat siang," jawab pria itu dengan fasih.

"Siapa kamu?" Tanya to the point Kila setelah malas berbasa-basi.

"Maaf. Apa kamu melupakanku?" Tanya balik pria itu menjulurkan sebuah foto lama, gambar tiga anak kecil berusia 4 tahun sedang bermain pasir di pantai "sekarang sudah ingat?"

"Rui?"

"Yes!!!" Jawab Rui memamerkan gigi putih berbaris rapi "Apa kabar Kila, apa tante tidak mengabari jika saya mau datang?"

Kila lalu membuka ponselnya sejak berapa jam lalu dia abaikan, rupanya ada pesan dari ibu.

"Oh yah, ibu lupa bilang kalau anaknya tante Naomi dari Jepang mau datang ke Bali. Rui Kim masih ingat? Teman kecil kalian. Dan selama di Bali akan tinggal di rumah, jadilah guide yang baik"

Ah, dasar Ibu. Kenapa telat ngasih tahu. Sungut Kila dalam hati. Kemarin ayah dan ibunya terbang ke Eropa dan kini ia harus menjadi pemandu wisata seorang Rui yang tersenyum manis ke arahnya.

###

Aura Lika Girindrawardhana

21 tahun, 168 cm

Supel, modis, berbakat di fashion, pintar menggambar, punya suara bagus

Aurora Kila Girindrawardhana

21 tahun 171 cm

Pendiam, tomboy, punya banyak teman cowok, tangguh, suara bagus tapi tidak suka menjadi perhatian

Diraya Syailendra

21 tahun 181 cm

Anak dari Widya Candrakanti

Kreatif, humoris, posesif,

Selebtiri, Gitaris band terkenal

Enzi Aires Bramantya

Anak dari Ezra Bramantya

19 tahun 190 cm atlet volly, cuek, perfeksionis, ambisius

Maisya Una Rajendra

26 tahun 175 cm

Anak dari Harry Rajendra

Model

Modis, glamour, partyholic,

Rui Kim

21 tahun, 188 cm

Kewarganegaraan Jepang

Mix blood Japan - Korea

Mandiri, romantis, sopan

Hugo Chan Navarro

23 tahun 185 cm

kewarganegaraan Jerman

mix blood : Jerman, Cina, Indonesia

BFF Kila

Pewaris tunggal

Jago bela diri, cowok cantik, berdarah dingin, loyal

Don't Tell My Father

Kila membiarkan kakaknya berjalan berdampingan dengan Rui, ia tahu jelas dari tatapan pria itu jika lebih tertarik berbicara dengan Lika ketimbang dirinya. Pria bertubuh tinggi menjulang bermata sipit seperti kucing adalah anak dari tante Naomi teman flat dan kuliah ibu saat menempuh program magister di Inggris, walau hanya sekali mereka bertemu pada saat umur 4 tahun tapi Rui mengingat dengan jelas momen ketika dia berlibur di Pulau Bali. Menurut penuturannya semalam, sejak sekolah menengah Rui telah belajar bahasa Indonesia dan ikut dengan perkumpulan orang-orang Indonesia di Jepang.

"Kita makan apa?" Tanya Lika berbalik menatap Kila dengan senyum yang semakin ceria setelah ia dan Rui mencoba permainan parasailing.

"Tanya Rui saja, aku terserah saja," Kila menjawab dengan balasan umumnya para wanita. Terserah.

"Indonesian food ?" Tanya Lika menatap Rui yang selalu menyunggingkan senyuman di bibirnya.

"Boleh," jawab Rui singkat.

"Kita suruh coba ayam betutu aja, Kak," seru Kila menyamakan langkah.

"Itu saja," kata Rui menyetujui usul Kila, walau tak tahu makanan apa yang dikatakan si kembar satunya, namun persetujuannya membuat Lika memamerkan sebuah senyuman semringah.

"Gimana? Enak?" Tanya Lika melihat Rui menyantap nasi ayam betutu dengan nikmat.

"Enak," seru Rui mengangkat kedua jempolnya, baik Lika dan Kila terpana dengan senyum manis pria itu, mata berbinar dengan bahagia.

"Kamu cocok tinggal di sini" ujar Lika.

"Aku memang merencanakan itu," sahut Rui menatap lurus ke arah Lika yang kemudian tersipu malu.

Apa-apaan ini ! Aku seperti menyaksikan adegan romantis film drama percintaan. Gerutu Kila dalam hati.

Ponsel Kila bergetar di atas meja, Hugo memanggil..

"Hmmmm," Kata pertama Kila begitu menekan tombol terima panggilan.

"Di mana?" Tanya balik Hugo.

"Restoran," jawab Kila separuh kesal. Sejak pagi ia menghubungi Hugo namun tidak ada respon, akhirnya ia hanya meninggalkan pesan kalau mereka akan ke Tanjung Benoa.

"Aku akan kesana,"

Klik !

Kila tidak menjawab lagi, Kila langsung memutuskan panggilan Hugo.

Tak berapa lama seorang pria berambut putih keperakan berjalan mendekati area restoran, pria yang sosoknya seperti malaikat itu kemudian menjadi pusat perhatian orang-orang yang melihatnya. Tubuh tingginya dibalut kemeja putih yang kancingnya dibiarkan terbuka hingga memamerkan perut six packnya, ditambah celana pendek putih dan sneaker hitam menambah ketampanan misteriusnya.

"Heiii Hugo," teriak Lika melambaikan tangan.

"Maaf aku telat," ucap Hugo penuh penyesalan. Sorot mata sipitnya menyendu.

Kila mendenguskan muka, tidak mau menatap wajah Hugo.

"Meet Rui, from Japan," ucap Lika memperkenalkan Rui kepada Hugo. Walau Lika dengan Hugo tidak seakrab dengan Kila namun mereka sering mengobrol bersama

Kila tetap cuek dengan adegan perkenalan kedua pria di depannya, ia memilih menghabiskan menu makan siang dan mengakhiri dengan menenggak habis jus lemonnya.

"Kamu marah?" Bisik Hugo sembari duduk di samping Kila

"Kamu begadang apa semalam?" Tanya balik Kila dengan mendesis, matanya melirik dengan tajam ke arah Hugo.

"Anak-anak main kartu sampai jam tiga,"

"Cih"

Hugo makin serba salah, dia paling takut dengan respon Kila yang marah seperti ini.

"Maaf"

"Ayo kita snorkeling!" Kata Lika dengan riang, ia ingin membantu Hugo mencairkan kekesalan Kila.

Kila langsung beranjak menuju kasir, diikuti Hugo. Dengan sigap pria itu mengeluarkan salah satu kartu platinum dari dompetnya dan menyerahkan ke pegawai kasir.

"Bawa mobil ke sini?" Tanya Kila menatap Hugo.

"Yang biru"

"Oke, selesai ini aku mau ke Hauptsitz" ucap Kila dengan datar.

Hauptsitz adalah julukan rumah tempat Hugo tinggal, sebuah resort mewah berkamar 20 dengan pemandangan pantai yang dibelinya setelah memutuskan untuk tinggal di Indonesia. Di Jakarta Hugo juga membeli sebuah apartemen berkamar 5 dan selama Kila kuliah di Jogja, ia memilih tinggal di hotel berbintang lima.

...

Setelah snorkeling mereka memilih bersantai di kursi pantai sambil menikmati kesegaran es kelapa muda. Lika terlihat masih bersemangat membahas pemandangan bawah laut yang dilihatnya hingga menjelaskan kepada Rui bahwa di Indonesia banyak tempat snorkeling yang lebih indah dibandingkan Tanjung Benoa.

"Jet ski?" Ucap Rui menatap ketiga orang yang di dekatnya.

"Let's go!" Seru Lika yang langsung berlari menuju ke arah pinggir pantai diikuti oleh Rui, mereka saling berpandangan dan tertawa bahagia.

"Apa kalian tidak capek?" Teriak Kila dengan suara tanggung yang tidak terdengar oleh Lika.

Saudara kembarnya itu seperti matahari, sosoknya ceria, penuh kehangatan dan menyilaukan mata. Tak mudah mendapatkan kekurangan dari seorang Lika, dia gadis yang sempurna. Wajar jika Rui dengan lebih cepat akrab dan terpesona.

"Kei..." Kata Hugo menyebut nama panggilan Kila yang diberikannya

"Hmmm,"

"Masih marah?"

"Aku gak marah," sanggah Kila dengan tatapan masih terarah ke Kakak dan Rui, ia merasakan jika kedua orang itu sedang membuka hati.

Keduanya kemudian terdiam menatap ke depan, melihat gerak gerik Lika dan Rui.

"Apa kamu tidak merasa kalau ibu yang memberi informasi ke Rui untuk datang ke Indonesia?"

"Maksudmu?"

"Musim perburuan dibuka,"

"Musim apa?" tanya Kila heran.

"Kalian berdua telah menyelesaikan kuliah, dan berumur 21 tahun. Kamu dan Lika sudah bebas untuk berpacaran, jadi mungkin ibu menginginkan salah satu dari kalian bisa dekat dengan Rui. Atau mungkin salah satu anak dari geng ayah,"

"Sejauh itu kamu berpikir"

"Menurutku itu yang terjadi, ayah dan ibu sekarang sedang liburan di Eropa. Apalagi kalau bukan ibu sedang membujuk ayah membiarkan kalian untuk memulai hubungan asmara," jelas Hugo, tiga tahun membuatnya tahu semua aturan yang berlaku di keluarga Girindrawardhana.

Kila terdiam, ia mencoba mencerna analisis Hugo. Seperti ada benarnya, ayah paling posesif kepada mereka berdua. Kenapa sekarang ayah bisa melonggarkan aturan dan membiarkan Rui, seorang pria dewasa tinggal di rumah?

Kila kemudian menatap Hugo sedang tersenyum tipis memandangi Lika mengikat rambut panjangnya.

"Apa kamu juga akan ikut berburu?"

"Hah?"

"Lika, apa kamu juga menyukai Lika?"

Hugo memalingkan wajahnya menatap lekat-lekat ke arah Kila

"Dumm," ucap pelan Hugo lalu berdiri - Dumm : bodoh dalam bahasa Jerman

"Hei, kamu barusan mengataiku bodoh," geram Kila sontak menarik ujung kemeja Hugo, namun pria itu melepaskan diri dan berlari menjauh.

"Awas kau!" Lanjutnya berusaha mengejar pria berambut putih panjang itu yang tertiup angin, rambutnya asli bukan hasil diwarnai, pernah sekali Hugo mewarnainya dengan hitam namun membuat dirinya banyak digodai laki-laki karena Hugo terlihat seperti seorang wanita.

Hugo tertawa sambil mempercepat larinya di atas pasir putih, Kila berusaha mengejar namun dia tidak bisa mengalahkan kaki ringan temannya itu. Kila pun berhenti dengan dada serasa membara.

Kila kemudian melambaikan tangan ke arah Hugo untuk mendekat. Dengan patuh pria itu pun menghampiri Kila, raut mukanya memerah di bagian pipi seperti memakai blush on.

"Apa?" tanya Hugo dengan tersenyum lebar.

"Aku capek, kita sudahi"

"Tapi ini seru"

"Aku capek"

"Gimana kalau kita maen jet ski juga"

"Apa? Di rumahmu juga ada jetski"

"Beda, di sini dilihat orang banyak"

"Mau pamer?"

"Tidak juga"

"Satu jetski saja, aku di depan"

"Yass" seru Hugo dalam hati.

"Don't you dare to hug me!!!" Ancam Kila membulatkan matanya ke arah Hugo

...

Setelah menyantap makan malam bersama di restoran yang sama saat makan siang tadi, mereka pun akhirnya berpisah. Lika dan Rui memutuskan untuk melanjutkan malam dengan nongkrong di daerah Legian, dan Kila bersama Hugo memilih untuk pergi ke Hauptsitz.

"Hati-hati nyetirnya, kak" kata Kila membungkukkan badan mengingatkan Lika yang di belakang setir mobil sedan buatan Eropa.

"Aku akan menjaganya" sahut Rui.

"Oke, kabar-kabar yah, kak" lanjutnya Kila mencium pipi saudara kembarnya yang tak identik itu.

"Iya adekku sayang, i love you," seru Lika.

Kila memperhatikan mobil mercy berwarna hitam itu menjauh, kemudian berjalan menuju mobil BMW X3 berwarna biru punya Hugo.

"Ayo" ucap Kila sambil menghempaskan bokongnya di kursi penumpang "capek banget," gumam lirih.

"Dan mereka berdua masih bisa ke Legian," sahut Hugo sambil tertawa ringan.

Kila memejamkan matanya yang berat, ia tak kuasa menahan kantuk yang menderanya sementara Hugo menfokuskan diri untuk mengemudi.

"Kei... Kei. Bangun" kata Hugo menggoyangkan badan Kila sedikit keras.

"Apaa!" Pekik kaget Kila terbangun dengan cara tidak mengenakkan.

"Ada orang dipukulin!" Kata Hugo dengan keras.

Kila mengucek matanya dan memperhatikan 10 meter di pinggir jalan tampak 5 orang sedang memukuli 1 pria yang telah tak berdaya meringkuk berusaha melindungi bagian muka badannya.

"Sialan!" Geram Kila langsung membuka seat belt nya dan berderap melangkah cepat menuju tempat kejadian beriringan dengan Hugo.

"HEI!!! HENTIKAN !!" teriak Kila dengan tegas dan lantang.

Segerombolan orang itu kemudian menghentikan tendangan dan pukulan ke tubuh pria itu dan mengalihkan perhatian dengan kedatangan Kila dan Hugo.

"Hahaha, cewek dan teman cantiknya!" .... Seorang pria yang bertubuh tinggi besar.

"Terus kenapa? Apa yang kalian lakukan itu tidak gentle, memborongi satu orang. Dasar pecundang!" Balas Kila tak mau kalah.

"Apa kamu bilang?!" Teriak pria bertubuh besar itu lagi.

"Kila... Kila" pekik pria itu dengan histeris "pergi!!"

"Enzi?" Ucap Kila kemudian melihat dengan jelas wajah pria yang menjadi korban keganasan preman-preman itu "sialan!!! Malam ini kalian tidak ada yang selamat !" Teriaknya lagi dengan sangar.

Enzi meringis kesakitan ingin memberi peringatan ke Kila, namun kejadian berikutnya di luar perkiraannya. Dia seperti melihat Kila menjelma menjadi Iko Uwais digabungkan dengan Van Damme.

Hugo maju duluan dan Kila berlari dan bertumpu pada bahu Hugo melayangkan tendangan ke arah dada pria bertubuh besar itu, Kila dan Hugo seperti dalam adegan film action yang sering dilihatnya, duo mematikan dalam tiga gerakan langsung menjatuhkan 1 preman. Tidak cukup dua menit, 5 pria yang memukulinya tadi sudah tumbang dan mengerang kesakitan

"Enzi, apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Kila menghampiri Enzi yang sedang berusaha duduk sambil memegangi perutnya, nampak muka sang atlet penuh lebam dan di sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Aku sedang menuju hotelku, dan mereka menghalangi. Kami cekcok dan berakhir seperti ini"

"Mereka sudah mendapatkan pelajarannya" kata Kila melirik 5 orang tergeletak tak berdaya, 2 orang pingsan dan 3 lainnya merintih kesakitan "aku pikir kamu sudah kembali ke Jakarta"

"Aku masih liburan, papa yang sudah balik ke Jogja" jawab Enzi sambil meringis.

"Kamu harus ke rumah sakit, takutnya ada luka dalam" kata Kila langsung melingkarkan tangan kanannya di pinggang Enzi, Hugo juga ikut memapah setelah memastikan pria-pria tergeletak itu tidak bisa melawan lagi

"Badanmu saja yang besar, tapi tidak bisa berkelahi" kata Kila disertai tawa yang renyah.

"Kamu harus mengajarnya teknik dasar pembelaan diri Kei" sahut Hugo yang juga ikut. tertawa

"Itu 5 orang, gak mungkin gampang mengalahkan mereka" kilah Enzi menutupi rasa malunya.

"Lari, kamu harusnya lari saja" ucap Kila kembali tertawa dengan terbahak-bahak.

Di antara luka-luka yang dirasakan tubuhnya ada desiran di hati Enzi, jantungnya berdegup kencang dengan sentuhan tubuh Kila pada badannya. Gadis yang dikenalnya sejak kecil ini, yang selalu saja diam tidak banyak berbicara ternyata hanyalah sebuah kedok. Kila adalah sosok kuat dan sangar di luar rumah, suara tawanya pun terdengar indah di telinganya.

"Jangan bilang ke papa kejadian ini. Aku pastikan tidak ada luka dalam atau patah," gumam lirih Enzi.

"Jangan bilang ke ayah, kalau aku berkelahi. Jangan pernah!" Ancam Kila dengan sedikit berbisik.

Mata mereka pun saling berpandangan, Enzi merasakan debaran yang lebih hebat di dadanya. Kenapa selama ini ia tidak memperhatikan jika Kila ternyata lebih menarik ketimbang sosok Lika.

Maafkan Aura Lika, aku berubah haluan. Sepertinya aku telah jatuh cinta dengan kakak cantik nan hebat berkelahi. Gumamnya dalam hati.

"Apa kalian suka berkelahi seperti ini?" Tanya Enzi penasaran

"Hei Hugo, dia nanya apa kita sering begini" kekeh Kila sambil menatap kedua pria itu.

"Mungkin" balas Hugo lalu tertawa lepas.

Kamu tidak tahu saja, siapa wanita yang memapahmu ini Enzi.

###

Pertama Untukku

"Mana Kila?" Tanya Rui setelah mendapati Lika sendirian di dapur sedang menyiapkan sarapan.

"Hai Rui, selamat pagi.. Ke Jogja, Kila terbang jam 7 tadi" jawab Lika sambil berbalik menatap pria yang telah tinggal seminggu bersamanya.

"Jogja?"

"Yah, dia ada rapat perusahaan"

"Jadi, bagaimana dengan Lombok?"

"Berdua saja" sahut Lika "Kila kalau di Jogja bisa lama" lanjutnya mengingat saudara kembarnya itu di samping menghadiri rapat umum perusahaan furniture yang sekarang semakin besar, Kila juga bergantian menginap di rumah eyang uti dan opa oma.

Rui kemudian menarik senyum lebarnya dengan tatapan mata berjuta arti. Akhirnya dia bisa berduaan dengan Lika.

"Tunggu" kata Rui kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai 2 yang berdampingan dengan kamar Lika. Dia kemudian mengambil kotak persegi berwarna biru dari dalam kopernya.

Dengan senyum semringah Rui kembali ke dapur namun tak menemukan Lika, gadis yang dicarinya telah duduk bersantai di dekat kolam renang

"Lika, ini untukmu. Aku lupa memberikannya dari kemarin" kata Rui sambil menyodorkan kotak biru itu.

"Kado? Tapi aku tidak ulang tahun"

"Kado pertama dariku, kado pertemuan kita"

Jantung Lika berdegup kencang lagi, selama masa remaja ia lewatkan tanpa perasaan seperti ini, namun sejak bertemu dengan Rui jantungnya sering berdebar kencang, hati yang berdesir dengan sensasi ribuan kupu-kupu di dadanya.

"Bisa aku buka?" tanya Lika menengadah menatap mata Rui yang seperti mata kucing.

"Tentu saja" sahut Rui mengangguk kepada gadis yang wajahnya berseri-seri, tubuh indahnya dibalut dress kaos berwarna abu

"Cantik!" Seru Lika sesaat melihat isi kotak persegi adalah kalung design sederhana dengan bandul dua hati yang bertautan.

"Aku bantu pasangkan jika kamu mau pakai sekarang"

"Ya, aku mau" balas Lika sambil menaikkan rambutnya memberi akses kepada Rui, bibirnya menyunggingkan senyum indah merekah.

Rui mengambil kalung dari tadi tangan Lika dan memasangkan di leher jenjang gadis yang disukainya berpuluh tahun.

"Thank you Rui" kata Lika sambil tersipu malu, mukanya memerah, Rui kemudian meraih jemari Lika mereka saling berpandangan

"Kamu cantik Aura Lika" kata Rui sambil memamerkan senyum manisnya. Gadis pujaan berdiri di depannya tertunduk malu, yang sepertinya merasakan hal sama dengannya.

"Sandwich itu buat aku?" Tanya Rui melepaskan genggaman tangannya, sembari mengarahkan pandangannya ke meja samping kursi Lika.

"Iya" jawab Lika lalu memainkan bandul kalungnya.

Rui kemudian mendudukkan dirinya di kursi, dan menyeruput jus jeruk sembari melirik Lika. Gadis yang diimpiannya itu tidak tahu jika sejak pertemuan mereka 17 tahun yang lalu, Tante Rinjani rutin mengirimkan foto Lika dan Kila kepada mamanya. Dari situ juga ia tahu semua perkembangan Lika, gadis kecil yang selalu tertawa ceria kepadanya saat mereka berumur 4 tahun hingga dewasa pun masih tetap sama.

Lika bukanlah gadis pertama yang dekat dengannya, Rui pernah menjalani beberapa hubungan percintaan saat di bangku sekolah dan kuliah. Namun semua berakhir, dan akhirnya ia memutuskan untuk mengejar gadis yang selalu dimimpikannya.

Rui memantaskan diri dengan menyelesaikan program sarjana 5 bulan yang lalu. Sembari menunggu Lika mendapatkan ijazah strata satunya, ia membantu papanya mengurus bisnis perhotelan keluarga mereka.

Mamanya-lah yang sangat mendukung keputusan Rui ke Indonesia, entah apakah ada perjanjian antara mamanya dan Tante Rinjani hingga ia bisa melenggang mulus mendapatkan posisi sedekat ini dengan Lika.

"Kakak, nanti siang makan di rumah?" Tanya bibi Narti asisten rumah tangga mereka yang sedang menjinjing kantongan belanjaan yang diikuti Pak Imam suami Bi Narti, sopir pribadi ayah mereka.

"Iya bi, kami tidak keluar kok" balas Lika, menatap bergantian suami istri yang ikut dari Jogja ke Bali sejak kelahiran Lika dan Kila, mereka tinggal di bangunan terpisah di belakang rumah utama. Sebuah rumah berkamar satu dilengkapi dapur dan toilet.

"Bibi mau masak oseng pare dan ikan goreng, sambal pedes. Oke?"

"Sippp" seru Lika mengacungkan jempolnya

Bibi Narti pun tersenyum puas dan berlalu menghilang ke dalam rumah. Kakak dan adek seperti majikannya, Radit dan Rinjani tidak memilih-milih makanan, sekuarga adalah pecinta masakan rumahan.

"Hei, aku bisa bocor jika dipandangi terus" protes Lika membalas tatapan Rui

"Sorry, kamu ...."

"Apa?"

"Gak papa. Lika apa rencanamu ke depannya?" Tanya Rui mulai mengorek mencari informasi secara langsung

"Aku ingin melanjutkan kuliah, di luar negeri. Seperti ibu kita, aku ingin merasakan tinggal di negara orang, bukan sekadar berlibur. Mungkin ilmu adalah nomer kedua, tapi yang utama aku ingin merasakan hidup mandiri"

"Ke mana?" Tanya Rui lagi

"Belanda. Kami sering liburan ke luar negeri tapi menurutku di sana paling nyaman dan dekat kemana-mana"

"Baiklah aku juga akan ke Belanda"

"Ehh? Kenapa?"

"Karena aku ingin terus berada di dekatmu" jawab Rui ringan, namun membuat Lika salah tingkah dengan jantung serasa bergeser dari tempatnya.

...

Keesokan harinya.

Lika baru memutuskan panggilan video call dengan ayah dan ibu yang sedang berada di Lyon, France. Kedua orang tuanya mengatakan akan memperpanjang liburannya, dan akan ikut wisata kapal pesiar menuju benua antartika. Gila bukan?

Ayah dan ibunya menikmati honeymoon entah yang ke berapa, selama 21 tahun usia Lika, dia sangat mengagumi keharmonisan Radit dan Rinjani. Ayah yang sangat mencintai ibu, tak pernah bertengkar apalagi berbuat kasar, biasanya cuma ibu yang cerewetin ayah.

Cinta yang tak pernah padam dan tidak pernah malu memperlihatkan adegan romantis kepada anak-anaknya. Mungkin itu juga yang membuat Lika tidak begitu tertarik dengan lawan jenis saat menginjak masa remaja, standar cowoknya terlalu tinggi. Dia harus seperti ayah !

Tok tok !

Dengan sigap Lika membuka pintu, Rui telah siap dengan pakaian pantai, kaos tipis dengan celana pendek motif hawai. Baru tiga jam lalu mereka tiba di Lombok, dan sekarang mereka akan menikmati suasana pulau tanpa kendaraan bermotor itu.

"Ayo, kita lihat sunset" kata Rui dengan mata berseri-seri sembari mengulurkan tangannya

Lika berbalik mengambil ponsel dan mengunci kamar, baru menyambut uluran tangan Rui dengan malu-malu. Mereka saling berpandangan dan kemudian saling melemparkan senyum termanisnya.

"Itu ibu" kata Lika menunjuk gunung besar nan kokoh di depan mereka.

"Ibu?"

"Rinjani. Nama gunung itu Rinjani" jawab Lika tersenyum indah merekah, menurut ibu yang memberi nama Rinjani adalah Opa, yang dulunya opa adalah seorang pendaki gunung yang handal saat berkuliah, semua gunung tinggi di Indonesia telah didakinya.

"Cantik" gumam Rui, dalam hati ketiganya cantik. Gunung Rinjani, Tante Rinjani dan Lika pastinya

"Kila sudah pernah ke puncaknya, aku tidak berani. Tidak berani mendaki" kekeh Lika.

"Aku suka mendaki. Kamu ingin saya temani ke puncaknya? Tapi harus kamu latihan lama" ujar Rui sambil memandangi tubuh Lika yang kencang tapi sepertinya tidak pernah berolahraga berat

"Tidak tidak" ucap Lika sambil menyilangkan kedua tangannya "aku cukup melihatnya dari sini, kadang ada kecantikan lebih baik di lihat dari kejauhan"

Tawa Rui meledak, gadis ini pintar menutupi kekurangannya dan terkesan lucu. Dia semakin menyukai pribadi Lika.

"Ayo kita foto bersama" seru Lika mengalihkan perhatian Rui

"Biar aku yang pegang ponselnya" kata Rui lalu memposisikan tubuhnya merunduk, kakinya dilebarkan mengingat selisih tinggi badan mereka cukup jauh

"Backgroundnya yang penting" kata Lika membantu mengarahkan letak ponsel mengambil sudut yang sempurna, Rui, dia dan gunung Rinjani.

Setelah mengambil beberapa pose, dan berfoto sendiri, mereka memutuskan mengirim foto terbaik kepada orang tua masing-masing

...

Lika menarik selimut berwarna putih menutupi tubuhnya, di dadanya menunjukkan reaksi yang pertama kali dirasakannya bahagia, berdebar, jantungnya berdegup sangat kencang, di bibirnya tersungging senyum lebar memperlihatkan semua giginya. Ini di karenakan 20 menit lalu Rui menyatakan cinta di depan pintu kamar Lika.

"Aku menyukaimu Lika.. dan aku tahu kamu menyukaiku juga" kata Rui dengan pelan sambil menangkup wajah Lika, kedua mata mereka saling menyelami hingga ke dasar hati

"Aku tahu ini pengalaman pertamamu dekat dengan laki-laki, walau terlalu dini untuk meminta tapi aku ingin jadi yang terakhir pula. Aku bersungguh-sungguh dengan perasaanku kepadamu. Jadi, kamu mau jadi kekasihku?"

Lika tanpa ragu menganggukkan kepalanya, ia juga mencintai Rui. Pria itu membuka hatinya di saat yang tepat, keakraban yang tercipta dengan cepat di antara mereka. Bukan perasaan seorang sahabat, namun ketertarikan hati saat pertama kali bertemu. Pribadi Rui yang sopan dan romantis membuatnya tergila-gila. Semakin kesini Lika selalu mendamba untuk sekadar berdekatan dengan Rui, entah hanya mendengar suara pria itu atau lebih dari itu. Merasakan genggaman hangat dan kokoh jemari Rui.

Cuma berapa detik setelah anggukan Lika, Rui pun mendekatnya wajahnya. Dengan lembut menyentuhkan bibirnya ke bibir Lika, sebuah kecupan ringan menandai hak kepemilikan dan momen ciuman pertama gadis itu di ambil oleh Rui.

"I love you Lika" gumam Rui kembali mencium bibir Lika, kali ini lebih dalam pagutan lembut. Ia mengerti, harus lebih sabar untuk mengajari teknik berciuman kepada kekasihnya yang minim ilmu. Namun Rui punya banyak waktu, ia hanya butuh bersabar.

...

Lika meraih ponselnya dan mengirimkan pesan ke Kila

"Coba tebak dek ?"

Tak lama Kila langsung membalas

"Apa sih kak? Adek bukan dukun"

Lika "kakak barusan jadian dengan Rui" dengan ikon tersipu malu

Panggilan telepon sepersekian detik kemudian dari Kila

"Kakakkkkkk" pekik suara di ujung telepon

"Yaaaa, hahahahaha"

"Jadiii?"

"Kami pacaran sekarang"

"Terus?"

"Kami ciuman"

"Ahhhhhhh kakakkkkk sudah orang dewasa sekarang" tawa Kila membahana di telinga Lika "gimana rasanya?"

"Rasanya gimana yah, bikin berdebar kencang. Kakak tidak bisa tidur rasanya"

"Selamat yah kak yang langgeng" seru Kila lagi disertai gelak tawa bahagia

Mereka berbincang sejam kemudian membahas perasaan Lika yang berbunga-bunga, mengulang-ngulang tanpa rasa bosan momen Rui menyatakan perasaan, pria yang menjadi kekasihnya.

Aku ingin mencintaimu

Lebih banyak dari debar

Lebih besar dari sabar

Lebih lama dari selamanya.

aksara tua -

###

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!