...Chapter 1...
Dunia, tahun 2018
"Haah- membosankan sekali."
"Ara-ara Tsukasa, kau seharian ini rebahan mulu di kursi, ya?"
Pria, berpenampilan baju kotak-kotak merah tetiba datang dan mengatakan sepatah kalimat kepadaku.
"Ah-- malaslah, aku lagi tak ingin melakukan kegiatan apapun, tak terkecuali memotret gambar."
Yap, serius, dengan keseharian yang biasa kulakukan, tampaknya mulai timbul rasa bosan di benak ini. Mungkin bukan karena itu juga sih.
"Oy- oy- oy, kau tidak ingat kah apa tugasmu di dunia ini? Juga, kau tak melihat tembok aneh di luar kah?"
Lagi-lagi, dia membantah argumenku? Ah sudahlah....
"Haah- Yusuke, tenanglah, kujamin, tembok di luar sana tidak akan membawa permasalahan yang dirasa akan memberatkan misi kita, oke?" Selesai berkata, aku memilih untuk bangun, melangkahkan kaki menuju ke pojok ruangan, dimana sebuah permadani bergambarkan tembok aneh terpampang begitu nyata.
Aneh? Mungkin adalah penggambaran nan cocok mengenai gambaran tersebut. Gimana tidak? Dalam permadani berukuran besar itu, tergambar dua buah tembok abu-abu berukuran raksasa, tampak tengah saling berhadapan satu sama lain.
Ini jauh lebih aneh lagi ketika aku melihat bentuknya, benar-benar aneh.
Tembok ataupun pagar yang senantiasa kulihat pasti ada suatu kesamaan, yakni memiliki corak. Kali ini tidak, tembok tersebut seperti tergambar oleh seorang seniman aneh, mungkin saja.
Ah-- sampai lupa, lelaki berpenampilan baju kotak-kotak tak lain bernama Yusuke Godai, atau biasa dikenal sebagai Kamen Rider Kuuga. Yah... secara teknis dia mengikuti perjalanan kami.
"Tembok aneh, bercorak tidak jelas, dengan warna merah di bagian atas...." Pelan-pelan kedua tanganku mulai meraba gambar permadani, sungguh kasar.
"Dunia Build, kah?"
Benar, saat ini, kami tengah melakukan perjalanan ke dunia lain, dan dunia yang kami datangi merupakan tempat dimana Kamen Rider Build lahir.
...----------------...
"Hmmm-?" Tetap memerhatikan gambar tembok pada permadani, tanpa sadar, pikiranku mulai terjun ke dalam lamunan.
"Tsukasa?" Heran melihat diriku terdiam tanpa suara, Yusuke lalu mendekat dan memegang pundak kiriku.
"Haah- sebenernya tugasku di sini itu apa?" Aku pun berbalik, melepaskan pegangan Yusuke di pundak, kemudian berjalan beberapa langkah ke arah depan.
"Bukankah sudah jelas?"
Sial, langkah kakiku menjadi terhenti nih. Siapa sih orang yang barusan berbicara?
"Ara? Natsumi-?" Begitu badanku berbalik, seorang perempuan berambut hitam, dengan panjang rambut mencapai kedua bahu, kini tengah berdiri di balik pintu rumah.
Perempuan itu bernama Natsumi, Natsumi Hikari lebih tepatnya. Omong-omong, rumah yang saat ini ku tempati adalah rumahnya. Sudah paham?
Cantik... mungkin penggambaran yang pas untuknya. Bagaimana tidak? Postur tubuh ramping, dengan mengenakan kemeja berwarna biru membuat dirinya terlihat seperti model kelas atas, mungkin kalau barang belanjaan di tangan kanannya bisa disingkirkan, aku akan berpendapat seperti tadi, asli.
"Tsukasa, ingat tugasmu di sini." Usai mengucap satu kalimat, Natsumi lalu berjalan ke arah belakang, bermaksud menaruh barang belanjaan yang ada di genggaman.
Eits, dan lagi... tadi Yusuke, sekarang kau pun ikutan memojokkanku?
"Natsumi, kau pun sama seperti Yusuke, kah?" Selang beberapa saat menatapnya, aku memiliki suatu ide bagus, lebih baik berbaring di atas kursi ketimbang berjalan tanpa tujuan, right?
"Hah? Apa maksudmu? Lebih-lebih lagi, apa kau tak ingat akan ucapan orang itu?" Selepas menaruh barang bawaan, Natsumi berkata sembari melangkahkan kaki mendekat ke arahku.
Iyaah... sejenak pikiranku melayang, hinggap pada wajah seseorang yang sebelumnya ku temui.
Lelaki, berkulit putih, rambut panjang hingga menyentuh daun telinga, mempunyai sesuatu semacam kelelawar terbang menjadi gambaran akan pemuda tersebut.
Yah... dia merupakan salah satu Rider yang memerintahkanku untuk mengembara ke 9 dunia, dan sekarang dia memintaku untuk melanjutkan perjalanan?
Kampr*t memang tuh orang.
Oke... sebelumnya akan ku ceritakan mengapa kami bisa tiba di dunia Build.
Beberapa hari lalu....
"Fumu? Nih fotomu."
Memotret adalah kesukaanku, sungguh, tiada hal yang lebih menyenangkan selain mengambil gambar pemandangan ataupun orang-orang di sekitar. Setidaknya itulah yang tercoret jelas di dalam benak.
Hari-hariku cukup menyenangkan. Memotret dengan tempat nan berbeda-beda tentu membuat mataku tanpa henti mengucapkan rasa syukur.
Kali ini, aku tengah berada di sebuah taman. Ukurannya sendiri tidak terlalu luas, serius, hanya saja suasana taman nan sejuk lagi angin sepoi-sepoi di setiap langkahku berjalan tentu membuat siapapun akan betah berlama-lama.
Akan tetapi....
"Permisi, apa kau seorang fotografer keliling?" Seorang perempuan bergaya short hair warna cokelat menepuk pundakku sebanyak 2 kali.
Tinggi badan? Mungkin 180-an, entahlah... itu hanya tebakan ku saja
"Ah-- iya, bisa dibilang seperti itu lah."
Tidak-tidak, aku tak bermaksud sombong, karena sesuatu yang kuucapkan adalah sebuah kebenaran.
"A-a-anu... tolong fotoin aku di tempat itu, dong." Wanita itu menunjuk ke sebuah tempat nan sunyi di sana. Hmm... dia suka kesunyian, kah?
"Siap dilaksanakan." Tanpa banyak omong, aku berjalan ke depan sambil ditemani olehnya.
Ahh... indahnya pemandangan di sekitar. Ingin sekali aku mendirikan sebuah rumah di dekat-dekat sini sih, kalaupun bisa.
Yah walau hanya sebuah harapan sih....
"Emh---"
"Hmmm?" Sementara aku tengah suka cita dalam lamunan, wanita yang berada di sampingku tiba-tiba berdehem pelan. Walau kecil, suaranya masih tetap terdengar sih.
"Kenapa? Apa ada masalah?"
"Hah? Gak-gak, gak ada apa-apa kok."
Aneh, entah kenapa aku merasa ia tengah menyembunyikan sesuatu deh, entahlah. Mungkin hanya firasatku sahaja.
"Oke dah tiba, jadi kamu mau difoto di bagian mana?" tanyaku.
"Emh--- emh...."
"Ah- di situ."
Wanita, eh klienku meminta dipotret di salah satu pohon beringin di belakang.
Fumu-? Tumben sekali seorang wanita meminta diambil gambar dari situ? Eh tapi peduli apa aku? Mending lanjutkan tugasku deh.
"Siap-siap, kamu ambil pose dulu deh," ucapku mempersilakan ia untuk pergi ke sana.
"O-oke."
Sepakat, wanita itu kemudian berlari menghampiri satu pohon beringin. Aku? Tentu saja menyiapkan kamera terlebih dahulu. Ya kali pas mau memotret, gambarnya malah burem/tak jelas. Kan tidak lucu deh.
"Nah, sudah lebih baik."
"Oke, pose sebagus mungkin," ucapku sembari membidikkan kamera ke arahnya.
"I-iya...."
Dari nada bicaranya terdengar begitu gugup? Entahlah, mana peduli aku.
Selagi mataku fokus ke dalam lensa kamera, seseorang tetiba muncul dan mengatakan.
"Decade, perjalananmu masih belum berakhir."
Orang itu, dilihat dari penampilan dan wajah, tidak salah lagi kalau dia adalah orang yang memerintahkanku untuk mengembara ke 9 dunia. Sekarang dia memberiku sebuah nasihat apa gimana?
"Iya-iya, saya tahu kok!" jawabku sembari berhenti memotret, lalu menengok ke kanan-kiri.
"T-tahu apa?" Areh?
Perasaan tadi aku melihat ada lelaki di lensaku, tapi kok...
Kesampingkan itu, saya harus menjawab apa nih? Bercakap tanpa pemicu? Bisa-bisa saya dianggap gila oleh wanita itu.
"Tidak, bukan kau yang ku maks-"
"Graaaaaaaaa-!!!"
"Hmmm?" Aku dan wanita di sampingku kini memiliki satu pikiran.
"Kamu dengar suara barusan kah?"
Baru juga hendak ditanyakan, dia sudah bertanya terlebih dahulu? Wanita memang beda dah.
"Ho'oh, rasanya suara itu berasal dar-" Hendak mendongak menatap langit-langit cerah, kedua mataku terbelalak lebar begitu melihat sebuah naga berwarna kulit hitam kini tengah melayang di bawah permukaan awan.
"Be-besarnya."
"Ada apa dengan reak-" Diliputi akan rasa penasaran, wanita di sebelahku berkata sembari ikut mendongakkan kepala ke atas.
"B-b-b- waaaaaa-!!" Belum sempat ucapan diselesaikan, ia langsung berteriak sangat kencang begitu melihat seekor naga tengah terbang di atas permukaan udara.
"Hmmmmmm-?!!!"
Bodoh, suaramu apa tidak bisa dikecilkan, kah? S*al....
Karena jeritan terdengar seperti suara orang di saat konser berlangsung, alhasil naga nan aneh itu pun memfokuskan pandangannya ke arah kami berdua.
(Bagai seorang predator yang sedang menargetkan mangsa, naga di atas lalu merespon jeritan sang wanita dengan melaju ke arah kami berdua)
"Kyaaaaaaaaaa-!!!"
"Gawat-"
Bagaimana? Bagaimana in-
(Hanya dalam kurun waktu 3 detik, naga itu telah menempuh jarak cukup panjang, hingga tinggal beberapa meter lagi ia akan menabrak kami berdua)
Sial, dia kenapa melaju cepat sekali sih? Andai-
Kenapa- kenapa ada yang berani mengacau sih? Hadeh... gumaman belum sempat terselesaikan dengan baik, sebuah ledakan tetiba tercipta di sekitar tempat kami berdiri.
Bersambung....
...Chapter 2...
"Baaaaaaaaaaaggggghhhh-!!" Karena dampak ledakan yang terlalu besar, mau tak mau, aku pun terpental menjauh dari area ledakan.
Awwwww--- sakit betul, asli, mana tubuhku mendarat secara tidak mulus lagi. Ini bukan hari kesukaanku, sialan!!
"Uhuk- uhuk- uhuk."
Saat diriku terbangun, penglihatanku terlihat hitam, tiada warna melihat apa pun selain warna itu. Ini sama persis dengan masa depan seorang anak yang tak memiliki cita-cita.
Wait? Apakah aku buta? Hiiih... buru-buru aku pun mengucek-ngucek kedua mata, menghindari hal buruk menimpaku.
"Semoga tak terjadi apa-apa," gumamku, pelan-pelan membuka kelopak mata.
"Emh-"
Hal pertama kali yang terlihat adalah cahaya putih nan silau. Apakah aku sudah berada di surga?
"Kyaaaaaaaaaa- lari!!"
"Emh-" Mendengar suara teriakan di sekitar, kelopak mata yang hendak kubuka pelan-pelan dalam sekejap ku buka lebar-lebar.
"Hmmm? Bisa melihat secara jelas?"
Dapat melihat rerumputan hijau di seberang mata, itu berarti... aku tidak mengalami kebutaan.
"Syukur deh."
Sejenak kedua pipi ku tepuk, mencari tahu apakah aku telah hidup di alam lain.
"Awwwww...."
Pipiku merespon, pertanda rasa sakit akibat kupukul. Itu berarti?
"Selamat ya? Bagusl-"
Nah ini moment yang membuat emosiku meluap-luap.
Saat mataku menatap ke atas awan, naga hitam yang sebelumnya terbang menuju ke arah kami berdua tiba-tiba terbang rendah di sekitar tempat aku melakukan pendaratan.
"Gawat...." Tak ingin mengulangi kesalahan serupa, aku pun kembali bangkit, tidak mempedulikan jikalau ada luka di anggota tubuh, lalu melakukan jungkir balik ke arah kiri.
Naga kampret, berani bener dia menyemburkan lava ke arahku?! Grrrrrhhhh-!!
Yap, seperti yang sudah ku jelaskan, tepat ketika badan dalam posisi setengah terbalik, naga di sekitar lokasiku jungkir balik tetiba mengeluarkan semburan api panas dari dalam mulut.
"Hiyaaattt-"
Tak semudah itu untuk melukaiku, bodoh. Sudah seperti artis film saja saya, hahaha....
Yosh, berhasil melakukan pendaratan tanpa mengalami luka-luka? Yoi dong....
Ah iya, untuk saat ini, aku tengah dalam posisi duduk setengah berdiri, dimana badan terutama kepala condong miring ke depan, sementara tangan kanan menapak pada permukaan tanah.
"Fiuh, selamat," gumamku seraya bangun dari posisi landing.
"Oke, sekarang apa y-"
Mengerikan, adalah sebuah penggambaran daripada pemandangan yang saat ini tengah ku lihat.
Sejauh mataku memandang, pemandangan tampak kacau balau. Naga, kalajengking, kumpulan monster aneh berwarna hijau dan silver, Worm & Orphenoch, serta monster-monster sejenisnya, saat ini terlihat tengah menghancurkan beberapa bangunan di seberang mata.
Note :
Worm : monster luar angkasa yang biasa muncul di series Kamen Rider Kabuto
Orphenoch : monster aneh, hasil ciptaan manusia yang telah mati. Muncul di series Kamen Rider Faiz
Bukan hanya itu, beberapa monster yang tidak ku kenal mendadak muncul menyerang para warga. Tidak hanya satu dua monster, melainkan kumpulan. Apakah ini bencana?
Aahh- yang paling terpenting, salah satu tempat yang menjadi incaran para monster-monster itu adalah tanah tempat kakiku berdiri.
Itu berarti....
"Waaaaaa-"
Tckkk- siapa sih yang berani mengacaukan gumaman indahku? Eh tapi bentar deh.
"Hmmm? Macam kenal suara i-" Terkejut, terkejut, dan terkejut.
Saat kepala telah menoleh ke sumber suara, seorang wanita berambut hitam kecokelatan kini tengah berlari dari kejaran salah satu monster jelek berbentuk hijau tua.
"****, dia tengah dalam keadaan bahaya." Sadar kalau salah satu spesies monster bernama Worm, tengah mengincar nyawanya, tanpa basa-basi aku pun melangkahkan kaki ke depan, berlari cepat menuju ke arahnya.
"Haah- haah- haah- haah-"
Terengah-engah? Memang benar, sangat lelah... tapi saya tak boleh membiarkan Worm tersebut berbuat onar.
"Haah- haah- haah- haah-"
"Kyaaaaa- pergi kau, pergi!"
"Haah- haah-"
"Pergi sana, jauh-jauh dariku!" Dibalut akan rasa takut begitu tinggi, sembari berlari, wanita itu menjerit, melemparkan beberapa sampah di sekitar jalan untuk dilemparkan ke arah monster tersebut.
"Bruaaaahhhhhh!!!" Alih-alih berhenti, monster berwarnakan hijau tua itu justru malah bernafsu mengejar sang wanita. Bahkan di antara beberapa monster, ada yang mengalami perubahan wujud menjadi sangat menakutkan, sungguh.
"Haah- haah- haah-"
"Apa? Kemana jalan di s-" Hendak berbalik dikarenakan jalan di depan adalah buntu, kumpulan worm nan banyak kini muncul, menghadang rute lari.
"A- a...."
"Tolong-!! Siapapun tolong aku!!"
"Tol-" Hendak menjerit kedua kali, salah satu worm yang sebelumnya mengalami perubahan tetiba hadir di depan mata.
Dengan keji, worm itu mencekik seraya mengangkat wanita itu menggunakan tangan kanannya.
Wanita tanpa nama ini mencoba melawan dengan cara memukul-mukul bahu monster, namun, alih-alih melepaskan cengkraman, monster itu justru malah mengangkat wanita setinggi mungkin, tidak memberikan ia kesempatan untuk bernafas.
"Oy, lepasin dia dasar monster jelek!!"
Oke, disinilah giliranku untuk menjadi seorang superhero!
"Hiyaaaaaat-!!"
Monster tersebut kemudian terpental, melepaskan cengkraman tangan, membuat wanita itu terjatuh di ketinggian 200 cm. Itu ku sebut sebagai tendangan superhero.
"Huuuuupppp."
Yuhu, menangkap seorang wanita cantik menggunakan kedua tanganku? Itu adalah hal terbaik, sangat.
"Fiuh, syukur kau bisa selamat, Natsumi."
Yap, itu benar, gadis remaja yang berhasil kuselamatkan tak lain adalah Natsumi. Aku bertanya-tanya, apakah dia akan marah atau malah...
"Graaaaaaahh-!!!"
Yah, ganggu moment aja memang nih monster. Minta ditampol asli.
Selepas kedua kakiku menapak kembali di permukaan, terdengar suara aneh dari arah belakang. Tak perlu ku beritahu pun, kalian pasti memahaminya, bukan begitu?
Skip....
"Tsukasa-san."
"Haah- paham, aku akan menurunkanmu sekarang juga." Usai menurunkan tubuh Natsumi yang tidak terlalu berat, ia lalu mundur, memilih bersembunyi di belakangku.
"Oke monster-monster, lawanmu sekarang adalah aku." Seperti biasa, usai menaruh Driver kesukaan di pinggang, aku pun mengambil sebuah kartu di kantong kiriku.
"Anu- Tsukasa-san...." Mungkinkah kau merasa khawatir? Tenang saja Natsumi, aku akan mengalahkan mereka semua.
"Ya-ya, aku tahu kok tugasku."
"Yok kita mulai." Setelah kartu terambil menggunakan tangan kanan, benda itu kemudian kutunjukkan ke arah depan, sembari berpose sesaat sebelum berubah.
"Henshin!"
...----------------...
"Henshin!"
Beberapa saat selepas aku mengucap kata keramat, kartu di tangan kemudian ku tempelkan sejenak ke driver di pinggang bagian depan.
...
Hebat, driverku berbicara selayaknya mesin canggih. Mungkin kalau aku mempunyai barang sejenis ini, sudah pasti bakal aku beli, harus.
Pecahan kaca tetiba muncul, membentuk sebuah baju zirah berwarnakan magenta di seluruh tubuhku. Ingat, berwarna magenta, bukan pink. Jangan membuatku marah, oke?!
Selain kaca, kartu-kartu ajaib yang menjadi ciri khas dari armorku terpampang hadir, menyatukan diri dengan baju zirah magenta dengan lima kartu tergambar jelas di bagian kepalaku.
"Namaku Kamen Rider Decade, atau lebih dikenal sebagai rider yang kebetulan lewat!"
"Oke, sudah cukup sesi perkenalannya."
Basa-basi dikit, bolehlah. Lumayan buat pemanasan bentar.
Yokai, ayo maju sini!
Bersambung....
...Chapter 3...
"Grrrrrhhh-!!!"
"Graaaaaaaaaahhhh!!!"
Hoho... akankah dia bakal ngamuk di depanku? Aku harap itu tidak akan terjadi.
Melihat aku melindungi target, kumpulan monster yang berdiri di depanku kini melangkahkan kaki nan cepat ke arah depan. Aku harap mereka tak ada niatan untuk menyerang Natsumi, semoga saja.
"Yosh, maju sini," ucapku seraya mengambil pedang di pinggang bagian kanan.
Satu, dua, lima, sepuluh, buset banyak juga. Mereka ingin berburu apa gimana dah? Serius, alih-alih maju satu persatu, kumpulan monster bodoh ini secara bersamaan berlari semua ke arahku.
Tak bisa dibiarkan ini sih, ayo kita mulai.
"Oooke...." Usai mengucap, aku pun ikut berlari, tentunya sambil menggenggam pedang di tanganku atuh.
Satu tebasan, dua tebasan, lima tebasan dengan diakhiri akan sebuah ledakan. Tckkk- mudah amat sih.
Seperti yang telah ku ucapkan, aku berhasil menebas lima Worm sekaligus meledakan mereka dalam waktu bersamaan.
Lah, bagaimana caranya? Gampang, saat worm terdepan bentar lagi sampai, tangan kiriku reflek mengambil sebuah kartu bertulisan
...
Huuu... menyamar menjadi hantu. Yap, tepat, tinggal beberapa saat sebelum Worm terdepan sampai, kartu di tangan kiri lalu ku gunakan sebagai tindakan pencegahan.
Sekarang tubuhku menghilang, tak terkecuali pedangku. Dengan begini aku pun bisa bebas menyerang siapapun tanpa khawatir akan diserang begitu aja.
Dan bummmm... lima Worm meledak selepas pedangku menebas tubuh mereka. Cukup excellent bukan?
Bersamaan dengan itu, tubuhku kembali terlihat di sekitar area pertarungan. Artinya kemampuan penghilangku sudah berakhir, ya? Ya sudahlah.
"Haha- tak ada yang l-"
Ini termasuk menjengkelkan sih, benar-benar. Gumaman belum selesai, sekumpulan Worm yang telah mengalami perubahan tetiba berlari kencang ke arahku.
D*mn, bagaimana aku ingin mengelak? Sedangkan kemampuan lari mereka melebihi daya tangkap mataku.
*Buaagggghhhh- buaagggghhhh- buaggggh* Sialan, harus berapa kali sih diserang oleh mereka?
Kesal... gimana tidak? Dirimu dihajar-hajar hingga terpental melayang di atas permukaan tanah, menurutmu itu lucu?
*Buuuuuk*
Selang beberapa saat melayang, akhirnya mereka pun mengizinkan diriku untuk merasakan nafas sesaat. Benar, aku mendarat di permukaan tanah dengan punggung mendarat terlebih dahulu.
"Awwwww-" Sakit bodoh! Graahhh!!
"Haah- haah-"
"Emh-!!"
Aku, mengaku kalah? Jangan mimpi. Meski harus mengalami kejadian buruk, aku akan mengibarkan bendera putih, gitu?
Yap, sesuai akan narasiku di atas, aku yang tidak akan pernah mengaku kalah lantas kembali berdiri bangkit, harus!
"Worm yang telah berevolusi, ya? Sungguh menyebalkan sekali melawan monster yang melaju di atas kecepatan rata-rata, tahu gak?!"
Sudah seperti seorang pembicara handal, saya ya?
"Graaaaaaahh-!!"
Iyuhhh... sangat menjijikkan sekali. Mirip seperti bocah usia 1 tahunan mereka-mereka itu, asli.
"Dasar Worm sialan!" Selepas mengucap sepatah kalimat, salah satu kartu di kantong kiri segera aku keluarkan dan sempat ku tunjukkan sesaat kepada mereka.
...
Sebal melihat pergerakan mereka yang tak dapat dilihat menggunakan mata telanjang, kartu di selipan jari jemari lantas ku tempelkan ke driver di depan pinggang, mengeluarkan bunyi seperti itu, ya?
Aku merasa sebentar lagi akan terjadi hal menyenangkan.
*Tsufff*
Sebagian dari mereka tidak terlihat, apakah mereka sudah bergerak? Kalau begitu, baiklah.
*Tsuuuuuuf*
Wow- wow- wow... sudah kuduga, seru banget sumpah.
Saya... saya... entah kata apa yang pas untuk menggambarkan situasi ini, maybe satu kalimat : SAYA MELAJU DENGAN KECEPATAN SETARA AKAN PERGERAKAN LAWAN.
Yihaaahhhh.... sangking lajunya kami berlari, pergerakan benda di sekitar terasa menjadi lelet, bahkan wanita di belakangku, Natsumi terlihat seperti tengah terkena efek slow motion.
Wait, apakah ini nyata? Maksudku efek kamera di dunia ini benar-benar nyata? Teramat menyenangkan.
Eh kesampingkan akan hal itu, masih ada hal yang perlu ku selesaikan.
"Maju sini kalian semua!"
Tinju demi tinju ku layangkan, membuat beberapa monster terpental ke belakang. Satu monster, dua, tiga, bahkan 10 berhasil ku hempaskan.
*Buagggggh*
Dan ini menjadi monster ke-11 yang mendapat tinju gratis dariku, selamat.
Omong-omong, selepas terkena pukulan mentah, ke-11 monster ini kini tengah terbaring berjejeran dalam satu garis.
"Oke, waktunya finishing."
Betul, aku sudah muak melihat mereka-mereka. Akan lebih baik bila kalian pergi ke alam baka!
*Ngeeeengggggg*
Tanpa basa-basi, ku perintahkan tangan kanan untuk mengambil sebuah kartu khusus untuk menghabisi mereka semua.
"Berdoalah di dalam sana!" Selepas memamerkan kartu bertuliskan
...
Tanpa basa basi, kartu di tangan kanan langsung kulemparkan ke bawah, hingga membuat benda itu menempel sekilas di driver milikku.
Aku pun melompat, setinggi harapan anak-anak bangsa, mencoba mencari tempat bagus untuk finishing. Maybe 500 - 600 cm lah mengenai tinggi lompatanku.
Selepas melompat, kaki kanan lalu ku arahkan miring tepat mengarah pada mereka. Bersamaan dengan itu, tubuhku perlahan mulai turun agak miring sembari diikuti akan kartu-kartu khas milikku. Anyway, itu bukan kartu judi, paham?!
*Duarrrrrrrrr*
Yes... perfect, itu ku sebut sebagai tendangan berkelas, haha.
Tak berlangsung lama, 10, eh maksudku 11 monster di bawah kini meledak selepas terkena tendangan mutakhir milikku. Itu sangat amazing bukan?
"Haah-"
*Plok- plok- plok*
Sudah menjadi keseharian normal untuk menepukkan tangan setelah berhasil mengalahkan lawan, itu adalah ciriku, jadi kalian jangan pada protes, mengerti?!
Skip....
Omong-omong, semua Worm yang sebelumnya sempat mengincar nyawa Natsumi kini telah lenyap menjadi asap hitam di atas permukaan langit.
Syukurlah...
"Haah... ada-ada saja monster barusan," ujarku sembari berbalik ke belakang.
Yap, apa lagi? Aku akan mengecek kondisi si cengeng Natsumi, upss....
"Tsukasa, kau- tak apa-apa kan? Aku t-"
Dia khawatir? Fufufu, lucu juga.
"Tidak perlu merasa cemas, aku kuat kok, sungguh."
Itu benar, aku kuat kok. Ey, ini bukan candaan, pembaca, seriusan!
"Halah-halah, kau senantiasa bertingkah seperti biasa, ya?"
Oy-oy, biasa dari mana? Hari ini aku mengalahkan sekumpulan monster bernama Worm, dan itu dibilang bertingkah biasa? Tau lah....
"Fumu, omong-omong bagaimana ceritanya kau dikejar-kejar oleh monster-monster barusan?"
Penasaran, aku pun berjalan diiringi oleh langkah kakinya.
"Hmmmm... cuman ingin berbelanja kebutuhan sehari-hari."
"Fufu-"
*Tsssssrrrrrrrtttttttt*
Merasa konyol bercakap menggunakan baju ini, segera aku pun mengeluarkan kartu di driver menggunakan kedua tangan
Berhasil, aku kembali mengenakan pakaianku saat sesi pemotretan berlangsung.
"Omong-omong Tsukasa."
Hm... aku bertanya-tanya akan apa yang bakal ia ucapkan.
"Kenapa?" tanyaku, menoleh ke arahnya.
"Kenapa kau bisa di sini?"
Elah, kirain mau nanya apa, asli. Bikin dag-dig-dug astaga.
"Nih...." Aku pun mengambil foto yang kuambil beberapa menit sebelumnya. Sayang klienku malah lari gitu aja. Padahal tangkapan gambarku....
Ah sudahlah, terlalu sedih untuk ku ingat.
"Wow... gambaranmu-"
"Gimana? Hasil- ma-ha-karyaku?" Aku pun tersenyum, menantikan jawaban bagus darinya.
"Soal itu mah...."
"..." Oy-oy, engkau kenapa diam sendiri, dah? Natsumi? Kau tak lagi kesambet setan, kan?
"Natsumi?" tanyaku seraya menoleh lalu memiringkan kepala ke arah kanan.
Kau tak kesambet, kan? Kan? Kan? Oy, jangan bikin aku panik.
Haah... aku harus bertindak segera.
"Tsukasa, Tsukasa."
Owh... dia berhasil sadar. Bagus-bagus, jadi aku tak perlu menggoyang-goyangkan bahunya, sip deh.
"Natsumi, kau sadar j-"
"Itu...." Tangannya menunjuk ke satu arah dimana tugu selamat datang taman tergambar jelas di retina kami berdua.
"Ara? Kenapa em-"
Mengerikan, sungguh, bagaimana cara menggambarkannya, ya? Asli kacau banget....
Begitu kedua mataku menoleh ke arah yang dimaksud, monster-monster di beberapa menit sebelumnya terlihat tengah mengejar-ngejar warga di sekitar tugu tersebut.
Jumlah? Entahlah, mungkin ratusan, mengingat banyaknya monster membuat area sekitar tugu tampak telah ditutupi oleh kerumunan monster tersebut.
Tidak hanya itu, selagi mataku mengedar ke sekeliling area, hampir separuh area taman saat ini tengah dipenuhi oleh banyak monster. Dengan kata lain, aku dan Natsumi sekarang terjebak pada kumpulan monster tak dikenal, ya?
Seriusan, mereka berasal dari mana sih? Rasanya aku tak pernah melihat kumpulan monster di sekeliling kami berdua, sumpah!
"Tsukasa... apa yang mesti kita lakukan?" tanya Natsumi, dilanda panik melihat kerumunan monster di sekitar kami menapak.
"Sudah jelas, bukan? Kalahkan mereka semua tanpa tersisa!"
Ya, benar, akan ku hancurkan siapapun yang berniat untuk mengganggu, karena akulah Sang Penghancur.
*Ngeeeengggggg*
Driver putih bergambarkan 9 logo Kamen Rider sebelum diriku lantas ku kenakan kembali di pinggang bagian depan.
"Siap-siap ya, mati jangan ngadu padaku."
Awas aja kalian mati malah marah-marah, aku sudah memperingatkan, ya?
"Henshin!"
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!