NovelToon NovelToon

Anxietas

Tiba-tiba di lamar

"Gue mau kita Nikah!"

"Menikah!"

Miria menatap benci dan jengkel. Mudah sekali ucapan itu keluar dari mulutnya.

"Cuman setahun!" Ucapnya lagi masih santai tapi, wajahnya sama sekali tak terlihat santai malah wajahnya terlihat sangat serius.

Miria kira ini bercandaan karena Shaka ini sangat suka mengerjainya bahkan Miria sering kesulitan ketika dekat dengannya bahkan bernafas saja Miria sangat salah di hadapannya.

Namanya Shaka, ia memang maha siswa terbaik dulu saat satu sekolah Shaka itu paling aktif dalaam kesibukan organisasi atau kegiatan sekolah sekarang, Miria bertemu lagi dengan dia di kampus di tempat kuliah yang sama yang terkenal dengan asisten dosen paling tampan, kaya juga rajin.

Walaupun rajin dan kaya, Shaka tetap mengambil pekerjaan sampingan.

"Lo pikir setahun Lo, kagak ngapa-ngapain gue! Gak ada otak lo!" Bentaknya sangat kesal bahkan melempar apron masaknya ke wajah Shaka, lalu pergi dengan amarah yang meledak ledak sampai tong sampah saja ia tendang, hingga tumpah berantakan isinya.

Gara-gara menghalangi pandangan matanya yang padahal tong sampah itu diam di samping tak mengganggu siapapun.

"Miria!" Panggilnya dengan keras, percuma saja Shaka berteriak memanggilnya Miria tidak akan menoleh padanya dan tak akan berubah pikiran.

Miria menghilang di balik tikungan sebrang gedung belakang restoran dan tempat mereka bicara itu ada di gang sempit belakang restoran.

***

Pagi itu... "Papa gak mau tau kamu dapet istri atau perempuan bagaimana kelasnya rendah, atau teman kuliah kamu sendiri, cantik atau jelek, yatim piyatu, atau keluarga lengkap terserah, atau dia anak orang miskin gelandangan atau orang kaya, papa gak perduli umur kamu hampir mencapai batas wajib untuk menikah, Shaka!" Shaka terdiam menunduk menunda kunyahan roti isi di mulutnya.

Perkataan sang papa masih terngiang di kepala Shaka.

Ruangan manager yang sekarang ia tepati menggantikan posisi asisten sang papa yang tak bisa mengurus restoran ini karena masih harus mengurus urusan yang ada di luar negeri. tambah banyak dan super sibuk Shaka bahkan pacaran pun sepertinya Shaka tak akan sempat.

 Papanya suka sekali bisnis di sana sini dan sudah tua butuh masa pensiun akhirnya Shaka yang mengurusnya karena semua nya sudah sibuk dengan urusan masing masing.

"Haah." Helaan nafasnya sudah ketiga kalinya bahkan sudah lebih dari dua jam lalu Shaka memikirkan Miria yang membuat kepalanya sakit.

Percakapan dengan papanya pagi tadi, membuat Shaka seperti di berikan soal dadakan dari dosen tanpa persiapan belajar sama sekali. Bingung!

"Pokoknya Miria harus mau, ini terpaksa buat dia tapi, gue seneng!" Katanya sambil diam menatap kosong pintu keluar di dalam ruangannya yang tertutup.

Ya, setelah berdebat dengan Miria. Shaka memilih ke ruangannya dan tak perduli tatapan para karyawannya yang didapur. Mungkin mereka mendengar perdebatan menikah dan juga setahun dengan Miria tadi.

Miria, sepertinya dunia Shaka akan segera terisi dengan nama Miria beberapa hari ke depan.

Setelah jam pulang tiba. Shaka segera berkemas untuk menututup restoran.

Semua sudah pulang dan tinggal Shaka seorang dan saatnya menutup dan mengunci pintu Restoran.

Shaka teringat Miria yang sepertinya sangat mebutuhan pekerjaan ini.

Bagaimana jika Shaka menghampirinya beralasan pekerjaan, wah! Shaka satu jawaban berhasil didapatkan ya.

***

Memasuki halaman rumah dengan sistem gerbang yang tertutup otomatis dan terbuka dengan remot dan saat masuk suasana rumah masih terlihat sedikit hidup dengan terlihatnya beberpa pelayan mondar mandir dan pelayan juga tukang kebun membereskan pohon di halaman rumah yang sangat lebat dan hampir tak terlihat rumahnya,

ketika daun dan rantingna lebat di halaman dan samping rumah mereka bekerja sampai malam di bantu dengan lampu sorot yang ada di taman.

Pasti mereka kira hari esok tak akan bisa.

Mobil Shaka berhenti didepan teras, ia keluar lalu pelayan laki-laki keluar dari dalam rumah untuk segera menyambut kepulangan Shaka. Ia menerima kunci dan Shaka pergi begitu saja melangkah masuk kedalam rumah dengan wajah lelah namun, seriusnya.

Shaka menduga jika, Papanya pasti sedang duduk nyaman di depan tv bersama dengan camilannya permen jahe yang tidak ada campuran gula sembarangannya alias asisten rumah tangga yang bahkan sudah puluhan tahun bekerja dengan keluarganya,

dari papanya Shaka muda sampai menikah dengan mamanya dan sampai punya anak lalu sekarang tinggal Shaka dan papanya berdua saja di rumah ini.

Bibi atau nenek biasa Shaka memanggil waktu kecil tapi setelah besar Shaka hanya memanggil bibi,

di ruangan terlihat kalo awal adalah ruang tengah dan ada tangga masuk lalu kedalam itu ada ruangan keluarga dan ruang tamu menjadi satu lalu lurus lagi masuk kedalam ruang tv atau ruang inti keluarga. Papanya disana dan tak sadar kalo Shaka perhatikan.

Shaka memanggil bibi dengan nada rendah takutnya beliau punya masalah penyakit jantung karena kelihatan sudah tua.

"Makan malanya bawa keruangan baca aja bi jangan yang banyak minyak dan berkuah, syuran aja kaya biasa. Air hangat minumnya dan isi juga teko air di ruang baca dan kamarku."

"Baik Tuan muda." Bibi langsung menyiapkannya dan Shaka memilih untuk langsung naik ke lantai dua kamarnya.

Shaka merasa damai jika rumah suasananya sepeti ini membuat Shaka sangat tenang dan senang, karena seharian kemaren tidak ada badai bahkan banjir bandang kenapa tiba-tiba sang papa memintanya menikah biasanya sejauh ini ia hanya diam-diam saja. Sangat memusingkan

Langkah Shaka terus menaiki tangga hingga masuk kedalam kamar dan melepas tas juga kaca mata dan jaket lalu masuk kamar mandi.

***

Di kamar dengan ruangan sempit dan tak terlalu banyak barang atau prabotan kecil besar.

Miria menatap cermin didepannya duduk di lantai dan terus memandangi wajahnya sejenak ia kesal dengan keadaan dimana Shaka yang tidak waras atau ia sedang berhalusinasi mana bisa ia di hari pertama bekerja diajak menikah dan ini pun ia sudah membuat maslah dengan membuat Shaka malu melempar apron masak ke wajah Shaka.

Tapi, bukan salahnya lah.

Miria juga kan, karena kesal dengan Shaka yang tiba-tiba tidak ada banjir bandang bahkan pengungsian di dataran tinggi ia bicara seperti ada tsunami besok.

Dasar lelaki gila!

Langkah kaki dari luar kamar Membuat Miria sedikit terdiam dan menatap pintu kamarnya perlahan hingga tiba-tiba terbuka dan adik laki-laki nya yang datang dan terkekeh karena ia hampir kaget dengan bayangan yang tidak-tidak.

"Kak aku mau makan telur bulat di balado bisa kah?" Miria tersenyum pada Ciko adik laki-lakinya yang baru saja menikmati masa sekolah dasarnya.

"Iya sebentar aku buatkan dan kamu tanya ayah mau makan dengan apa aku akan keluar cari sayuran sekalian dan ya seperti biasa aku akan menginap di rumah sakit kamu jangan begadang ya. Dan seperti biasa..."

"Kalo ayah tidur aku juga ikut tidur saja dari pada aku kesiangan berangkat sekolahnya."

Miria terkekeh dengan ucapan adiknya melanjutkan ucapannya.

Miria keluar kamar, berbalik badan menutup dan mengunci pintunya seketika Miria kembali memudarkan senyumannya saat sang adik menjauh.

Bagaimana ini ia belum mendapatkan tambahannya apa ia harus mencari pekerjaan yang lainnya.

Klunting!

Seketika notif pesan dari nomor tak di simpan, ini nomor orang asing.

"Kau datang lagi lah, bekerja seperti biasa aku akan anggap kau dan aku tak melakukan apapun kemarin dan tentang apron masak kau lempar padaku, aku akan lupakan! Dan aku juga pura-pura tak mengenalmu lagi, jika ada yang bertanya abaikan dan bekerja saja."

Tuhkan ini pasti Shaka laki-laki ini aneh dan pasti ia menggunakan nomor lain nomor barunya sudah Miria belokir masalahnya.

"Dasar bos dan temen aneh!"

Eh.. kapan Miria menganggapnya teman.

Misi pertama meluluhkan hati

Miria akan pulang kerumah dulu setelah dari kampus dan berencana mencari pekerjaan yang bisa menambah penghasilan. Mungkin juga ia akan lama jadi ia akan memasak makan malam juga, oh iya beras habis. Maria akan mampir dulu ke mini market membeli beras.

Saat masuk dan melihat antrian kasir panjang ia langsung pergi ke rak meja beras kemasan.

"Kenapa tak berangkat ke restoran kemarin?"

Miria menoleh dan seketika itu malas bicara ataupun bersikap ramah.

Mengambil beras dan mengantri.

"Hey kau mendiamiku?"

Apa yang di lakukannya sih, Miria risih sekali

"Shaka!"

"Hem, Kenapa Ria?"

Menghembuskan nafas kesalnya. Senang mangganggu sekali sih Shaka ini, seperti tiada hari tanpa mengganggunya.

Shaka melihat jika Miria sangat butuh beras itu. Ehm bagaimana jika ia mulai dari sini, Shaka ada ide.

"Miria aku punya penawaran khusus untukmu karena restoranku butuh pegawai dan aku malas mencai-cari keluar sana lagi, bagaimana kalo kau masuk lagi?"

Miria tersenyum tipis paksa.

"Tidak mau!"

Shaka merampas beras itu dari tangan ria dan menaruhnya di asal tempat dan pegawai melihat Shaka meletakkan beras itu.

Ria langsung ingin merebutnya tapi, keburu tangan Shaka menariknya membawanya keluar dari mini market.

"Masuk! Kita bicara di dalam mobil."

"Enggak mau! Apaan jugasih Lo!"

Ria tak suka sikap Shaka yang memaksanya.

Menyentak tangan Shaka dan tak mau masuk kedalam mobil.

"Ok gue mau lo dengerin baik-baik aja disini sekarang sebentar."

Ria melipat tangannya didepan perutnya.

"Yaa cepat, gak ada waktu lagi.."

"Ck.. iyaa, Lo masih inget kan gue pernah bilang di malem itu," ucap Shaka tentang pesan singkat semalam.

"Lo, balik lagi kerja dan Lo bakalan dapet sembako seminggu sekali atau terserah lo sebutuhnya lo mau ngambil berapa hari sekali, dan gaji lo tetep utuh tapi, Lo gak nerima bonus. Gimana?"

Ria terdiam ia berpikir langsung saat itu juga.

"Lo mau nipu gue?"

Selidik Ria menatap Shaka curiga lalu berganti dengan mata mengintimidasi yang ia pikir membuat Shaka ciut.

Tapi, di mata Shaka Ria tampak lucu bukan menyeramkan, makin mengemaskan kalo ia makin mengintimidasi.

"Enggak ada niatanapapun beneran Ria, gue temen kampus lo yang tahu gimana Lo hidup bahkan, gimana keluarga lo selama ini."

Ria menatap lain arah dan sedikit malu, ia mau mengiyakan tapi, ia juga tak mau menyianyiakannya tapi, Shaka pasti punya maksud.

Tapi, ini tawaran yang jarang didapatkan.

Shaka tahu Ria itu sangat ingin tapi, ia sangat anti menjilat omongannya lagi, curang Shaka!

"Giman hem.. Ri? Ria? Hey? Miria?"

"Eh itu anu.. Gue ambil deh.. Dan kapan gue bisa mulai kerja lagi?" Tatapan datar bercampur agak malu mata bergerak kesana kemari dan kadang terlihat tegas itu begitu, terlihat jika Ria sedang dalam mode kuat dan anti bercanda tapi, malu juga.

"Hemm sekarang pun bisa bagaimana bareng aku saja sekarang, ayo?" Membuka pintu dan Ria masuk begitu saja ke dalam mobil Shaka. Shaka merasa misinya berjalan dengan baik kali ini.

Didalam perjalanan sampai akhirnya tiba di restoran Miria langsung masuk dan mulai bekerja.

"Ri... Lo bareng bos?" tanya Hala yang saat itu sedang membersihkan kaca depan.

"E-eh iyaa kita sa-satu kampus dan bareng dia katanya mau numpangin.."

Shaka tiba-tiba bejalan mendekat setelah turun dari mobilnya dan melewati Ria dengan Hala.

"Kerja jangan ngerumpi."

Ria menyikut Hala dan keduanya hanya mengangguk.

Di ruangannya Shaka melihat dari kamera pengawas bagaiman Ria bekerja dan saat Ria mulai menyapa para pelanggan dan mengantarkan makanan juga pesanan lainnya.

**

Seketika itu waktu berlalu semakin gelap dan tak terasa kalo sekarang waktunya pulang dan berberes restoran untuk tutup.

"Juki?" Panggilan untuk chef di dapur dengan telpon yang ada di dinding dekat meja pesanan.

Juki langsung bersiap mendatangi Shaka diruangannya, Ria memperhatikan kenapa Juki di panggil.

Di dalam ruangan Shaka dan Juki masuk lalu di persilakan duduk oleh Shaka.

"Juki? Ehm bisakah kamu memasukkan pengeluaran bahan sembako yang Ria ambil pada pengeluaranku untuk pemasukan restoran jadi aku membelikannya untuk Ria," jelasnya.

"Aku sudah janji dengannya." Shaka menatap Juki terdiam yang tak menjawab terlihat berpikir karena bahan masakan di dapur atau di gudang itu makanan mentah inport dan mahal.

"Tapi Tuan, menurut saya itu akan di curigai Nona Ria." Juki koki atau chef yang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan dan sudah lama bekerja dengan ayahnya Shaka, hanya mendengar perintah ini saja Juki tahu kalo tuannya atau bosnya ini ingin mendekati Ria.

"Lalu? Kau ada saran?"

Shaka menatap Juki seketika itu datang paket didepan dan pelayan lelaki segera membawanya ke lantai tiga ruangan Shaka dan saat pintu terbuka dan paket di bawa pegawainya Juki langsung menerimanya.

"Cepatkan Tuan, begini saja... Masalahnya tak mungkin jika bonus itu untuk mendapatkan atau membeli bahan dari gudang, Saya tahu nona Ria itu orangnya sederhana nanti dia akan menolak dan keberatan lalu ia curiga."

Jika Shaka pikir-pikir itu benar juga lagian lebih baik Shaka menyedikannya di gudang juga dan Juki bisa memberikannya pada Liel saat para pekerja restoran sudah pulang lalu Ria juga tak curiga karena kualitas bahannya sama seperti pasaran dan tidak sama dengan restoran..

"Kamu benar. Terimakasih Juki dan ya nanti aku memesan dari toserba usahakan jangan ada yang tahu kalo ini untuk Ria. " Juki mengangguk paham dah paham kemana arah pembicaraan dan juga kemana arahnya perintah Shaka.

Sekarang semua pegawai satu persatu sudah pulang dan tinggal Ria sendiri masih berdiri didepan meja kasir menemani Hala.

Setika itu Hala selesai dengan perhitungan pemasukan pembeli dari buka sampai tutup untuk hari ini.

"Ini Ria kamu anterin ke pak Shaka aku mau pulang duluan kayaknya kakak aku dah jemput, kasian kalo dia nunggu lama. Kalo ada kesalahan kamu telpon aku aja tapi, kayaknnya gak ada deh."

Ria mengaggukkan kepalanya dan melangkah pergi ke lantai tiga.

"Permisi." Sambil mengetuk pintu lalu terbuka dan terlihat Shaka dengan kaca matanya yang masih bertengger di hidungnya, tak lupa ponsel yang di tangannya.

"Ini laporan hari ini." Ria mendekat ke memberikan semua bon pembelian ini, Shaka menerimanya.

Setelah memberikannya Ria berbalik pergi.

"Oh ya Ri." Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan ini.

"Ini sembakonya aku berikan aku tak bohongkan tapi ini jangan sampai di ketahui pegawai lain karena kamu kan temanku. Dan kamu doang yang mau di potong bonus kalo yang lain belum tentu mau."

"Anggap aku sedang melakukan kewajiban untuk saling membantu." Tambah Shaka lagi

Wajah Liel terlihat sangat tak suka cara bicara Shaka yang aneh menurutnya walaupun sopan.

"Kita bukan teman tapi, makasih." Ria menerima dan terpaksa tersenyum dengan manis.

"Tentu aku hanya mencari kalimat bagus supaya enak di ucapkan bukan kalimat pembuat masalah. Tak dianggap teman juga biasa lagian siapa bilang kita teman ini sandiwara kata teman yang aku ucapkan."

***

Hari ini Ria baru saja masuk kuliah setelah libur semester kemaren karena ibunya harus cuci darah lalu biaya adiknya juga oprasi usus buntu tahun lalu yang baru setengah di bayar dan belum lunas sampai sekarang walaupun menggunakan asuransi itu juga masih kurang.

Ayahnya depresi dan obatnya habis sedangkan uangnya juga sudah tak ada untuk menebus obat sang ayah.

"Lelah." Hela nafas frustasi matanya menatap Danau di belakang kampus yang jarang sekali di datangi kecuali, mereka yang butuh tempat tenang.

Dan kakak laki-lakinya sudah beristri dan memiliki tiga anak tak mungin jika Miria merepotkan Damar karena Miria juga tahu bagaimana istri Damar dan juga kehidupan rumah tangga Damar.

Miria sudah bertekat akan berusaha sendiri membuat semuanya normal lagi.

Gara-gara kejadian kemaren Miria hampir tidak mau lagi bekerja di restoran atau tempat usaha dengan nama Yanuar food atau market Yanuar, pokoknya enggak.

"Jangan sampe liat muka si kaca mata lagi titik!"

Tapi, semuanya tak jadi dan sekarang ia sudah bekerja di restoran Yanuar Food dan beberapa kali mendapat sembako yang di potong uang bonus lemburnya.

Rasanya kayak kalah dari lomba, Ria menatap Danau yang luas juga tenang airnya.

Dari permohonan sang ayah yang orang tua tunggal

Saat pulang kerumah semuanya terlihat begitu sakit di mata Shaka.

Ini baru seminggu Shaka tak mendengar ocehan sang papa yang minta menantu-menatu, bahkan mau cari istri baru saja sekarang ceritanya tapi, malas juga katanya, dasar papanya.

Tengah malah, hampir saja jam dinding bunyi. Papahnya ingin keluar.

"Mau kemana pah?" Selembut mungkin pada papanya yang sudah tua dan seperti anak kecil.

Papanya menoleh. Menatap sinis Shaka

ingatkan baru seminggu Shaka tenang dan sekarang papanya memulai drama baru yang ada saja ceritanya.

"Cari anak angkat aja sekarang! Atau istri lagi tapi, wanita sekarang susah dapet yang baik dan sesuai mood," ucapnya panjang lalu menatap sang putra lagi dengan sinis.

"Papa capek ngurus anak yang suka kebebasan mulu padahal dah wajib nikah, bahkan usianya aja kayak nya lupa?" Sindir keras sang papa.

Shaka melangkah mendekat. Papanya tiba-tiba mundur kebelakang.

"Wajib menikah kamu itu! Papa gak bisa terus terusan liat kamu lajang mulu sakit mata papa, hampir pingasan kepala papa pening mikirnya, mata papa juga sepet ngeliat kamu luntang-lantung tanpa istri, masa liat kamu di goda janda sebelah di goda tetangga sebelah mulu inget bahkan dia masih sma, cari dong! Lagian kamu ini masa gak peka apa tiap hari papa harus cuci mata liat cucu papa sendiri bukan cucu tetangga, ngertiin dong, mata papa ini mata tua butuh ngeliat yang indah-indah bukan yang jelek mulu tiap pagi."

"Ngeliat kamu habis renang bisa pingsan papa, ngeliat kamu berangkat kekampus terus kerja bahkan keluar nongkrong papa bisa struk tuba-tiba, kamu itu terlalu mandiri, atau kamu jangan-jangan? Kamu jajan cewek seksi di..."

"ASTAGHFIRULLAH!"

"Papa ngomong apa lagi sih pah, ya enggak lah buat apa Shaka belajar kuliah kerja kalo hidup cuman cari penyakit masyarakat penyakit hati, dosa juga!"

Papanya menatap penuh selidik.

"Atau? Gay?"

"ALLAHUAKBAR!" Shaka harus tahan untuk tidak membungkus mulut papanya.

"Masih malem mendingan papa istirahat sapa tahu besok papa liat menantu cantik." Saran Shaka seketika itu Papa terdiam acuh pergi.

Orang tua satu itu membuat Shaka tambah pusing sekarang dari tugas kampus dan besok gajian karyawan juga hampir tutup buku bulan ini dan di tambah tuntutan sang papa untuk nikan-nikah. Sabar!

Kelakuannya yang seperti anak-anak sedikit demi sedikit yang ngambek, padahal tentang pasangan hidupnya Shaka, itupun harus pelan-pelan tak bisa namanya buru-buru.

"Tapi pah papakan kasih waktu saka sebulan?" Kata Shaka mengejar sang papa yang masuk kedalam kamarnya.

"Gak jadi! Papa kasih paling lambat seminggu paling cepet besok jumat, abis sholat jumat kamu bawa calonnya kenalin ke papa awas kamu kalo gak sampe bawa, papa mau cari anak lain aja biar bisa kasih cucu dan kasih papa keahagiaan ngeliat anak nikah!"

Pening sudah kepala Shaka sekarang.

Bukan papanya yang beruban tapi, Shaka akan terlihat lebih tua duluan.

***

Di kampus Miria tiba-tiba di tarik Shaka dan itu menjadi tontonan sekaligus pemandangan satu kampus kejuruan dan bahkan membut bunga kampus Saskia Marcella Ziya cemburu.

Gimana bisa seorang upik abu kayak Miria di pegang cowok populer sekaligus anak emas kampus bahkan anak orang kaya di kota ini dan megang tangannya!

"Seumur umur gue sekolah bahkan satu kampus sama Shaka sama sekali gue gak pernah liat dia pegang cewek manapun bahkan dia anti sentuhan cewek alesannya takut batal wudhunya dan sekarang dia pegang Miria Zahra Syafir duluan! Dengan mudahnya, gue gak bisa biarin itu keterusan!" Kata Kia kesal.

"Loh Kia? Lo kenal ama anak babu itu!" Tanya ILena

"lah iyaa lo kenal?" Tanya Yuma juga menatap bingung Saskia.

"Dia anak satu sekolahan dulu sama gue dia juga pernah kerja tempat gue bantuin ibunya jadi pembokat terus Shaka itu kakak kelas kita dia kelas dua belas terus kita kelas sepuuh, kita barusan masuk kelas sebelas dia lulus dan Shaka itu anti cewek tapi, upik abu itu!" Kedua temannya Uma dan Lena menyabarkan Saksia agar tak marah.

"Sabar dong Lo, harus.. nanti ada keriput di sini di sini peeawat lagi Lo dari awal kemarin Lo abis banyak buat menghilangakn kerutan itu Sayangku," kata Ilena mencoba membujuk Kia.

"Kia.. bener deh kata Lena.. lo harus tetap cantik walaupun Lo harus cemburu okay." Kata Yuma membuat Kia mendengus dan pergi meninggalkan keduanya.

"Lah.. maen pergi aja!" Kata ilena yang bingung. Yuma langsung mengejar Kia yang ilena juga ikut mengejarnya.

Di sini Miria menyentak tangan Shaka dan membuat Shaka mengangkat kedua tangannya dengan menyerah.

"Ok.. sorry gue gak sengaja.. gue cuma mau bilang ke elo tentang pernikahan dan gue mohon sama lo bantuin gue kali ini," ucapnya.

Miria menatap benci.

"Ka.. berapa kali sih gue bilang gue gak mau titik gak ada koma buat kelanjutan masalah." Kata Ria kesal.

"Tapi, masih ada lembaran kosong selanjutanya ada sepasinya kan? Kan? Ayolah Ria bantu gue." Memohon Shaka sebenarnya anti memohon tapi Miria orang yang tahu dirinya seperti apa dan untuk ke orang lain rasanya Shaka sedang mempermalukan dirinya ke orang lain.

Lah Miria bukan orang lain gitu? Bukan!

"Shaka!"

"Ria plis... bokap gue sakit dan dia udah tua banget anak-anak yang lain jauh dari dia dan yang ada di dekat nya cuamn gue Ria, Gue gak mau tiap hari di kutuk, inget kan lo pelajaran agama islam yang bilang kata-kata orang tua itu doa nah Bokap gue ngeri doannya tiap Hari Ri!" Ria menatap lain arah banyak dari mereka menatap dan memperhatikan Miria dan Shaka.

"Hiss.. ya udah iyaa gue bantuin Lo ketemuin gue ama Bokap Lo."

Shaka menatap Miria dengan binar bahagia.

"Beneran lo yakin, Alhamdulillah makasih Ria, bener-bener temen perempuan sepanjang masa Lo, Yok bernagkat !" Ajaknya.

"Lebay lo." Seketika itu Shaka tersenyum tipis misi keduanya berhasil dan akhirnya Shaka bisa membawa Ria kerumah di kenalkan pada sang papa.

Sampai di rumahnya Ria sama sekali tak menyangka kalo rumah Shaka sebesar ini dan hanya berdua dengan ayahnya.

Ya Ria tahu, Shaka hidup berdua dengan sang ayah dan para pelayan yang tak banyak.

"Ayo sampe.. lo mau di dalem mobil terus..." Katanya sambil tersenyum tipis.

"Eh iya.." Ria mengangguk berdem dan keluar dari mobil mengikuti langkah Shaka yang masuk kedalam rumah.

Shaka melihat papanya sedang asik duduk santai di kursi pijat dengan masker dan juga spa yang Bibi lakukan pada kulit papanya.

"Pah." Yanuar tak pernah mendengar anaknya memanggilnya seperti itu lagi sejak ibunya tiada.

Nada nya memanggil sangat Yanuar rindukan.

Pura-pura tak merespon tapi masker wajah yang di buka Shaka tiba-tiba.

"Anak bandel... Sha.. eh siapa ini!" Suaranya yang tadi membentak marah dan akan mencaci maki Shaka langsung berhenti saat melihat Miria.

Wajah manis dengan cantik yang natural kulitnya putih namun, tak terlalu putih seputih porselen. Hidungnya sedikit mancung rambutnya diikat biasa dan terlihat kalo mata panda perempuan itu pekerja keras.

Tangannya juga terlihat lentik tampilan sederhana apa adanya sopan dan pemalu.

"Besok..."

"Papa!" Shaka menghentikan ucapan sang papa seketika itu Ria mendekat memperkenalkan diri.

"Selamat Siang Om, Maaf ganggu waktu istirahatnya, Saya kesini di mintain tolong Shaka katanya Om terlalu maksa dia nikah dan saya sedikit keberatan?"

Sang papa menatap putranya.

"Dia udah ekting bagus banget yaa sama kamu.. kita ngobrol berdua dulu yuk." Ajaknya dengan santai dan lembut perlakuan manisnya membuat Shaka jengah.

"Dah kan pah, sekarang Ria mau kerja lagi dan..."

"Diem kamu.. papa mau ngobrol sama calon menantu papa, kamu kalo gak bisa diem papa kurung di kamar. "

Nahkan ucapannya, memangnya Shaka kucing.

"Nah, Siapa tadi, Ria ya. Gini Ria kamu mau enggak nikah sama anak saya, Saya bakalan kasih apapun yang kamu butuhkan selama kamu jadi menantu saya dan saya juga suka sama kamu sebagai anak perempuan sekaligus menantu saya tanpa seleksi... Ria saya butuh kamu buat jadi istrinya Shaka saya udah tua saya juga kasian kalo liat dia hidup sendirian nantinya."

"Tapi, om... Ria gak bisa langsung mutusin ini, apa Ria harus, bukannya Shaka lebih baik sama yang lain yang lebih baik dari saya." Ria merendah.

Yanuar, Papa Shaka tersenyum manis.

"Kalo udah ketemu yang cocok apa lagi yang mau di cari, langsukan aja."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!