NovelToon NovelToon

True Love

Bab 1

"Makan yang banyak, Yoon! Jarang-jarang kau pulang ke rumah," ucap Tuan Oh ayah Seo Jin dan Yoonjae.

"Benar kata Ayahmu, sudah lama kau tidak pulang. Makanlah! Ini kerang hijau yang baru saja datang saat Ibu membelinya tadi," ujar Nyonya Oh yang kemudian mendekatkan kerang hijau yang dia masak pada Yoonjae.

Yoonjae jarang berkunjung ke tempat orang tuanya. Bukan tanpa sebab Yoonjae seperti itu. Kedua orang tua Yoonjae bukan tidak menyayangi Yoonjae. Hanya saja Yoonjae selalu saja tersisih dibanding kakak laki-lakinya Seo Jin. Malam ini Yoonjae datang ke rumah kedua orang tuanya untuk menenangkan diri. Dia baru saja melakukan hal besar tanpa diketahui keluarganya. Bahkan penyakit yang Yoonjae derita saja keluarganya juga tidak tahu.

Sayangnya kedatangan Yoonjae ke rumah kedua orang tuanya nampaknya suatu kesalahan. Lagi-lagi kedua orang tua Yoonjae tidak tahu apapun tentang Yoonjae, sekecil apapun itu. Yoonjae sekarang sudah duduk di kursi meja makan. Sang ibu memang sudah memasak banyak jenis makanan, Yoonjae terlihat tersenyum memandangi semua makanan yang ada di meja makan.

***

Di rumah sakit seorang Dokter muda sedang panik dan berusaha memberikan pertolongan pertama pada Yoonjae.

"Kenapa, kau makan sesuatu yang tidak boleh kau makan, Yoon? Kalau seperti ini terus, kau bisa mati konyol!" omel Taeoh salah satu Dokter alergi yang selalu menangani Yoonjae ketika alerginya kambuh.

Yoonjae tersenyum tipis, walaupun sesudah tersenyum dia masih meringis sesekali karena, merasa perutnya masih sakit dan juga dadanya yang juga masih sesak.

"Ibuku memasak kerang hijau, Tae. Bagaimana mungkin aku tidak memakan makanan itu," tukas Yoonjae menanggapi.

"Apa? Kerang hijau? Kau, gila atau bagaimana? Kenapa di makan?" tanya Taeoh lagi yang kemudian memukul lengan Yoonjae cukup keras.

"Ya! Sakit," tukas Yoonjae bersungut-sungut.

"Apa keluargamu tidak tahu, kau alergi seafood? Tapi, bagaimana bisa? Bukankah kau itu anaknya juga?" tanya Taeoh lagi semakin bingung saja pada keluarga Yoonjae.

Yoonjae tersenyum miring, lalu kemudian menarik napas dalam.

"Mungkin, mereka lupa," tandas Yoonjae santai.

Taeoh tidak percaya mendengar jawaban dari Yoonjae, walaupun dengan santai. Tetap saja terdengar nada kecewa dari bibir Yoonjae kali ini. Taeoh terdiam dan menatap Yoonjae dengan iba, Yoonjae sendiri lalu melihat ke arah Taeoh lalu berdecak kesal.

"Kau, mau termenung diam seperti itu, atau mau mengobatiku?" tanya Yoonjae lagi.

Taeoh menggeleng-gelengkan kepalanya, mengembalikan dirinya untuk supaya fokus. Taeoh lalu mengambil suntikan yang sudah dia siapkan untuk Yoonjae.

"Aku, menyuntikmu sekarang, Yoon," ucap Taeoh setelah bisa menyadarkan dirinya sendiri untuk segera mengobati Yoonjae.

Di ruangan lain, dan di rumah sakit yang sama. Dokter Chan sedang memeriksa hasil tes cek up kesehatan Yoonjae yang terakhir kali. Dokter Chan lalu menghela napas dalam dan meletakkan rekam medis milik Yoonjae itu.

"Semoga yang jalan yang kau ambil ini memang benar, Yoon. Setidaknya mungkin ini salah satu hal yang bisa membuatmu bahagia," ujar Chan bermonolog dan memegangi keningnya yang tiba-tiba saja sakit karena memikirkan nasib pasien dan juga sahabatnya itu.

***

Yoonjae sedang mengunjungi sang kekasih, setelah beberapa hari menghilang dari Sena. Yoonjae merasa rindu pada kekasihnya itu. Keduanya sudah bersama sejak Sena kembali dari Amerika, kurang lebih 3 tahun mereka menjalin hubungan serius. Malam ini Yoonjae memiliki niat untuk mengajak Sena menikah, Yoonjae bahkan sudah menyiapkan cincin untuk melamar Sena. Yoonjae membuka sebentar kotak cincin berwarna gold yang dia pegang, Yoonjae tersenyum senang lalu kembali menutup kotak cincin itu. Yoonjae kembali memasukkan kotak cincin itu ke dalam saku celananya.

Tidak lama Sena kembali dengan membawa makanan yang sudah dia masak, dia meletakkan semua makanan itu di atas meja makan.

"Ayo, kita makan!" ajak Sena yang kemudian duduk di salah satu kursi meja makan, tepat di hadapan Yoonjae.

"Eo." Yoonjae mengiyakan lalu mulai mengambil sumpit dan menikmati makan malamnya dengan Sena.

Setelah setengah dari makanan sudah mereka habiskan, Sena mengeluarkan suaranya dan menatap ke arah Yoonjae.

"Ah, kebetulan sekali kau ke sini, Yoon. Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Sena membuka pembicaraan.

"Benarkah? Apa itu, Sena?" tanya Yoonjae yang kemudian memasukkan sesuap nasi lengkap dengan lauknya ke mulut.

"Aku, mendapat beasiswa ke Rusia 2 tahun, Yoon. Aku, sudah setuju dan minggu depan aku berangkat," ujar Sena memberikan kabar baik sekaligus kabar buruk bagi Yoonjae.

Seperti petir di siang bolong, Yoonjae merasakan seluruh tubuhnya merasa tidak nyaman sekarang. Nasi yang sudah masuk ke dalam mulutnya bahkan sangat sulit Yoonjae telan sekarang. Bagaimana bisa Sena tega membuat kebahagian Yoonjae menghilang begitu saja sekarang.

"Beasiswa ke Rusia? 2 tahun?" tanya Yoonjae meyakinkan pendengarannya sendiri mencoba untuk memastikan kalau dirinya tidak salah dengar.

"Eo, Rusia. Kau, tentu ingat aku sangat ingin kuliah S2 di sana bukan? Ini kesempatanku, Yoon. Kau, tidak keberatan, 'kan? Hanya 2 tahun, itu waktu yang sebentar," ujar Sena membujuk Yoonjae untuk menyetujui kepergiannya ke Rusia.

"Hanya 2 tahun?" lirih Yoonjae lagi bertanya, seakan-akan dia sedang bertanya pada dirinya sendiri.

Semangat, dan kebahagian Yoonjae tiba-tiba saja lenyap begitu saja. Yoonjae meletakkan sendoknya, dan menatap Sena sekarang. Yoonjae bingung, jawaban apa yang harus dia berikan pada Sena.

"2 tahun memang tidak lama, Sena. Tapi..."

***

Lim Airin gadis mungil dan juga cantik itu baru saja masuk ke dalam laboratorium untuk melakukan tes yang direkomendasikan oleh Dokter Obgyn kemarin. Karena beberapa kali dia mengalami sakit perut yang luar biasa saat datang bulan, Airin memutuskan untuk melakukan cek kesehatan.

Setelah ada di dalam laboratorium, Airin sedikit bingung. Dia hanya akan melakukan tes, kenapa Dokter di dalam lab justru terlihat seperti akan melakukan hal besar.

"Berbaringlah yang rileks, Airin_ssi! Kami, akan melakukan prosedurnya dengan cepat dan tepat," ujar suster yang memanggil Airin tadi.

"Prosedur? Apa?" tanya Airin bingung.

Suster itu tersenyum lalu membaringkan Airin pelan.

"Ini prosedur yang sudah anda setujui, dan memang harus anda lakukan. Tidak lama, dan tidak sakit saya berjanji," ucap suster itu dengan lembut.

Dengan patuh Airin lalu menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan suster itu. Airin berbaring, sedangkan suster itu lalu memasangkan selimut ke badan Airin. Karena tiba-tiba saja merasa tegang, Airin lalu menutup matanya karena dia juga sedikit merasa takut sekarang.

Di ruangan lain, Yoonjae sedang menunggu dengan wajah sedikit cemas. Dokter Chan lalu datang dan duduk di depan Yoonjae, lalu menyodorkan segelas kopi yang masih mengepulkan panas pada Yoonjae. Dokter Chan tersenyum tipis, lalu kemudian menyodorkan kertas hasil cek up mingguan milik Yoonjae.

"Beruntung, kau segera ikut kemoterapi. Kita bisa menekan pertumbuhan sel kanker itu, sekaligus mengecilkan ukuran tumornya. Tapi..." Dokter Chan menghentikan kata-katanya.

Yoonjae yang tadi sedang membaca hasil cek upnya, berhenti dan melihat ke arah Chanbin sekarang. Yoonjae meletakkan kertas yang dia pegang di atas meja, dia lalu tersenyum tipis.

"Semua kemungkinan buruk yang kau katakan padaku, terjadi semua?" tanya Yoonjae kemudian.

"Eo," singkat Chanbin terlihat sangat menyesal.

Yoonjae sendiri justru tersenyum lagi, wajahnya terlihat biasa saja. Karena mungkin dia sudah mempersiapkan dirinya untuk hal ini.

"Beruntung, aku sudah menyimpan benihku yang berharga itu," gumam Yoonjae seperti sedang bicara pada diri sendiri.

"Em, kau benar kali ini. Jadi, setelah kau menikah dengan Sena. Kita, bisa melakukan inseminasi pada Sena," tukas Dokter Chan menanggapi ucapan Yoonjae.

Yoonjae terdiam, dan tidak menanggapi ucapan Chanbin. Dia menatap sahabatnya itu lalu kemudian menghela napas dalam.

"Aku, dan Sena sudah putus," cicit Yoonjae pelan.

"Ha?" pekik Chanbin terkejut bukan main.

***

Bab 2

Airin baru saja masuk ke dalam kamarnya, Airin lalu merebahkan diri ke ranjang dan menghela napas dalam.

"Kenapa akhir-akhir ini aku mudah sekali lelah?" gumam Airin yang merasakan ada yang tidak beres dengan badannya beberapa hari ini.

Airin lalu mengambil posisi duduk, dan mengingat-ingat kenapa badannya bisa seperti ini.

"Ini semua terjadi setelah aku tes lab, dan sampai sekarang pihak rumah sakit juga tidak menghubungi dengan hasil labku? Apakah ada yang serius dengan rahimku, hingga mereka melakukan banyak prosedur seperti itu?" gumam Airin lagi bermonolog.

Airin lalu beringsut turun dari ranjang dan berjalan menuju meja yang ada di sudut kamarnya. Airin membuka tas dan mengambil ponsel miliknya itu. Airin membuka aplikasi chat, dan melihat memang tidak ada pesan masuk di ponselnya dari pihak rumah sakit.

"Ah,,,biarkan besok aku kesana saja," tukas Airin mengambil keputusan sendiri.

"Airin! Keluar dari kamarmu!" 

Teriakan seseorang dari luar kamar sukses membuat Airin terkejut dan memegangi dadanya sekarang.

"Iya, aku keluar, Bi," sahut Airin yang kemudian bergegas meletakkan ponselnya dan berjalan cepat keluar kamar.

Sesampainya di luar kamar, Airin langsung disambut dengan segayung air yang sekarang membasahi wajahnya.

"Enak sekali jam segini, kau ada di kamar. Masak! Sebentar lagi waktunya makan malam," ucap seorang perempuan paruh baya yang terlihat mirip dengan Airin.

"Maaf, Bi aku baru saja pulang. Aku, hanya meletakkan barang-barangku di kamar," sahut Airin sembari mengelap wajahnya yang basah sekarang.

"Banyak alasan! Cepat masak sekarang!" titah perempuan yang Airin panggil Bibi itu, dengan setengah menyeret tangan Airin menuju dapur rumah mereka sekarang.

***

Ruang kerja Chanbin di ketuk seseorang, dia yang sedang bersama Taeoh berdiskusi tentang obat-obatan yang bisa Yoonjae konsumsi. Sama-sama menoleh ke arah pintu.

"Masuk!" titah Chanbin singkat.

Tidak lama seorang Dokter Obgyn perempuan, yang bernama Kang Sujin itu masuk dengan wajah panik dan bergegas menghampiri Chanbin dan Taeoh. Melihat wajah panik Dokter Sujin, Chanbin reflek berdiri.

"Ada apa, Dokter Sujin?" tanya Chanbin kemudian.

"Kita dalam masalah besar, Dokter Chan."

Ucapan Sujin membuat Taeoh ikut berdiri terkejut. Kedua Dokter laki-laki itu melihat dengan mata melebar pada Sujin.

"Masalah apa?" tanya Chanbin dan Taeoh hampir bersamaan.

"Aku, salah memasukkan inseminasi," sahut Sujin memelankan suaranya.

"Ha? Salah bagaimana? Dan, pada siapa seharusnya?" tanya Chanbin sangat terkejut sekarang.

"Baca ini!" ucap Sujin menyodorkan rekam medis seseorang.

Mata Chanbin semakin melebar, sedangkan Taeoh yang sudah tidak sabar menunggu rekam medis itu selesai Chanbin Baca. Taeoh lalu merebut rekam medis itu dari tangan Chanbin, setelah membaca nama pemberi inseminasi dan penerima inseminasi itu sendiri. Taeoh melebarkan matanya juga, dan menatap Sujin sekarang.

"Ya! Kang Sujin, apa yang sudah kau lakukan? Kau, tidak lupa bukan ini sel benih terakhir Yoonjae?" ujar Taeoh bernada kesal.

"Justru karena itu aku bilang kita dalam masalah besar," tukas Sujin yang terlihat sangat kalut.

***

Airin benar-benar datang ke rumah sakit, karena mendapat panggilan dari rumah sakit perihal hasil tesnya kemarin lalu. Sekarang Airin sedang menunggu namanya dipanggil. Airin benar-benar merasa badannya semakin tidak enak saja. Bahkan sedari bangun pagi tadi, kepala Airin sakit dan belum mereda hingga sekarang.

Yoonjae sendiri baru datang dan berlari cepat melewati Airin yang sedang duduk, entah kenapa dada Airin berdetak dua kali lebih cepat setelah Yoonjae lewat. Airin melihat ke arah Yoonjae yang lari, dan masuk ke dalam ruang praktek Dokter Sujin.

"Ck, kenapa tidak ikut mengantri? Pasti, dia orang kaya," gerutu Airin yang kesal karena Yoonjae tiba-tiba masuk ke dalam ruang praktek Dokter Sujin. Sedangkan dirinya harus menunggu antrian, dan namanya belum dipanggil sejak 2 jam yang lalu.

"Lim Airin."

Airin mengalihkan pandangannya ke arah suster yang memanggilnya sekarang. Kening Airin mengerut bingung, baru saja seseorang masuk ke dalam ruangan Dokter Sujin. Lalu kenapa dirinya juga di panggil sekarang.

"Silahkan masuk, Airin_ssi," ucap suster itu lagi.

Airin menganggukkan kepalanya mengiyakan lalu berjalan menuju ruang praktek Dokter Sujin. Airin diam di ambang pintu ketika sudah ada di dalam ruangan Dokter Sujin. Bukan hanya ada Dokter Sujin dan laki-laki yang tadi berlari masuk, ternyata ada dua pria lagi yang mengenakan jas Dokter juga.

"Apa hasil labku tidak baik? Hingga banyak Dokter disini? Apalagi ini?" batin Airin bermonolog di dalam hati.

"Airin_ssi, masuklah! Kau, pasti terkejut banyak laki-laki disini," ucap Dokter Sujin yang bisa membaca wajah bingung, dan aneh Airin.

Airin tersenyum kikuk, lalu kemudian masuk. Dia membungkukkan badannya menyapa Dokter Sujin, dan juga tiga pria yang lain.

"Duduklah, Airin_ssi! Ada yang harus kami jelaskan," ucap Dokter Sujin lagi.

Airin menganggukkan kepalanya patuh, Airin lalu duduk di kursi tepat di samping Sujin, dan saling berhadapan dengan Yoonjae. Sedari tadi laki-laki berkulit putih pale, yang wajahnya terlihat pucat itu terus memandangi wajah Airin dengan lekat.

Sujin sendiri lalu melihat ke arah Chanbin dan Taeoh bergantian. Terakhir Sujin melihat ke arah Yoonjae yang terlihat begitu dingin menatap Airin. Sujin lalu menghela napas dalam, dan meraih tangan Airin pelan. Airin menautkan alisnya bingung, dan menatap Sujin sekarang. Pikirannya semakin kemana-mana dengan sikap Airin sekarang.

"Airin_ssi," ucap Sujin membuka pembicaraan.

"Kenapa, Dok? Apakah ada masalah dengan hasil labku? Apa, aku punya penyakit berbahaya di dalam rahimku?" cecar Airin bertubi-tubi karena sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

Sujin diam saja, dia menatap Yoonjae yang terlihat bereaksi dengan pertanyaan Airin. Kepala Sujin menggeleng pelan ke arah Airin kemudian.

"Bukan itu," sambung Airin lagi.

"Lalu, ada apa, Dok?" tanya Airin semakin penasaran.

"Aku, sudah melakukan kesalahan. Bukannya melakukan tes pada rahimmu, aku justru melakukan inseminasi padamu, Airin_ssi. Masalah terbesarnya lagi, itu sel terakhir milik Yoonjae sahabatku ini," ucap Dokter Sujin menjelaskan dan kemudian menunjuk Yoonjae yang duduk di depan Airin.

Mata Airin melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Dia lalu melihat ke arah Yoonjae, yang menatapnya dingin. Airin mengedip-ngedipkan matanya tidak tahu harus bagaimana sekarang.

"Apa, aku sedang bermimpi?" tanya Airin seakan sedang bertanya pada dirinya sendiri.

***

Bab 3

Airin baru saja masuk ke dalam rumah dengan langkah lunglai, wajahnya juga terlihat sangat bingung. Airin lalu menutup pintu rumah Bibinya itu pelan. Baru saja membuka sepatunya, dan meletakkan di rak. Tangan Airin sudah ditarik kasar oleh seseorang, lalu kemudian mendorong Airin kasar hingga jatuh ke lantai. Airin meringis merasakan tangan dan pinggangnya sakit sekarang.

"Jam segini kau baru pulang? Dari mana saja, kau?" bentak laki-laki yang terlihat sangat marah sekarang.

Airin mendongak dan menatap laki-laki itu dengan wajah takut.

"Maaf, Paman aku baru saja pulang dari rumah sakit. Ta,,,tadi sepulang dari kantor, aku langsung pergi ke rumah sakit karena merasa badanku tidak enak," jawab Airin dengan terbata-bata.

"Rumah sakit? Bisa-bisanya kau beralasan sakit sekarang. Oh,,,atau kau memang minta benar-benar di buat sakit? Baiklah kalau itu maumu."

Setelah bicara seperti itu laki-laki paman Airin itu menyeret rambut Airin kasar. Airin sendiri berteriak kesakitan, kulit kepalanya terasa sangat panas sekarang. Airin diseret oleh sang paman menuju kamar mandi, setelah memasukkan Airin ke kamar mandi. Pamannya itu lalu mengunci kamar mandi itu dari luar.

"Paman, buka pintunya! Aku, benar-benar tidak sehat. Jangan kurung aku di sini, aku minta maaf." Airin berteriak-teriak minta dibukakan pintu pada sang paman. Namun pamannya itu seperti tidak memiliki hati, hanya berlenggang masuk begitu saja ke dalam kamarnya dan meninggalkan Airin yang terus berteriak-teriak.

Pagi harinya Airin akhirnya dikeluarkan dari kamar mandi yang dingin dan lembab itu. Airin tetap harus melakukan pekerjaan rumahnya seperti biasa. Airin baru selesai melakukan pekerjaan rumah dan duduk di tepi ranjang sekarang.

"Inseminasi ini seharusnya diberikan pada Kim Chairin, dia menjadi ibu pengganti seorang kaya raya. Tapi, suster yang bertugas hari itu salah mengenali orang Airin sebagai Chairin karena namanya yang hampir sama. Fatalnya lagi, bukannya mengambil tabung yang berisi sel orang kaya itu. Suster yang bertugas justru membawa tabung sel milik Yoonjae, yang hanya tertinggal satu."

Ucapan Dokter Sujin terus saja Airin ingat. Airin bingung harus melakukan apa sekarang. Kalau sampai inseminasi itu berhasil. Maka sudah bisa dipastikan Airin akan mendapatkan masalah baru. Airin lalu menghela napas dalam dan mengusap wajahnya pelan. Airin memilih membersihkan diri sebelum berangkat kerja pagi ini.

"Aku, pikirkan ini saja nanti. Aku, bisa telat kalau tidak segera bergegas pergi ke kantor," ujar Airin bermonolog.

Di kantor Airin benar-benar gelisah, bukan hanya karena pekerjaannya yang tiba-tiba saja menumpuk. Airin merasa badannya tidak bisa diajak kompromi hari ini. Berkali-kali Airin memegangi perutnya yang terasa sedikit kaku, belum lagi perasaan tidak nyaman pada ulu hatinya juga semakin menjadi saja.

"Apa karena aku tidak sarapan pagi lagi?" tanya Airin pada dirinya sendiri.

Tidak lama seseorang menghampiri Airin dan meletakkan sebuah map berwarna jingga di atas meja Airin. Gadis yang terus merasa perutnya kram itu melihat ke arah orang yang meletakkan map itu.

"Airin_ssi, bisa tolong aku? Seharusnya ini tidak aku lakukan, hanya saja aku sedang benar-benar kepepet. Ini berkas untuk ditandatangani, investor baru di perusahaan kita. Sekarang mereka sedang menunggu di ruang Pak Kim. Bisakah, kau menggantikanku dulu? Aku, harus ikut Pak Jung pergi meeting di luar," ucap Hyejin teman sekantor Airin.

"Ah? Kenapa harus aku? Kenapa tidak minta tolong, Juan atau Jimmy saja?" tanya Airin yang sedikit enggan pergi ke ruangan Pak Kim karena dia sangat ingat bagaimana atasannya itu mengejar-ngejar dirinya.

"Please! Bantu aku sekali ini, Airin_ssi. Juan dan Jimmy sedang riset pasar di luar, jadi aku hanya bisa mengandalkanmu sekarang," terang Hyejin memberikan alasan yang tidak bisa Airin tolak lagi.

Airin menghela napas berat, namun pada akhirnya kepalanya mengangguk mengiyakan permintaan tolong Hyejin. Setelah menjelaskan sedikit tentang isi berkas di dalam map itu pada Airin, Hyejin pun pergi meninggalkan ruang divisinya yang memang hanya tersisa Airin sekarang.

***

"Ini, semua rencananya dan sebentar lagi orang divisi marketing yang bertanggung jawab akan membawakan berkas yang harus kita tanda tangani, CEO Yoon," terang Pak Kim yang terlihat menunjukan beberapa rencana kerja sama antara perusahaannya dan perusahaan Yoonjae.

"Ah,,,baiklah saya paham," ucap Yoonjae yang bisa membaca sekilas kalau rencana kerja sama mereka cukup menarik dan juga saling menguntungkan.

"Tentu saja anda bisa dengan mudah memahaminya, CEO Yoon. Aku, jadi sangat tersanjung karena anda sendiri yang datang ke sini, tidak diwakilkan pada sekretaris anda seperti biasanya," ujar Pak Kim menganggukkan kepalanya hormat pada Yoonjae.

Yoonjae sendiri tersenyum tipis, lalu menggelengkan kepalanya pelan tanda tidak apa-apa.

"Kebetulan aku ada di sekitar sini, sekretarisku sedang cuti. Jadi, aku memajukan jadwal pertemuan kita. Tentu ini tidak mempersulit anda, 'kan, Pak Kim?" tanya Yoonjae yang merasa menyalahi aturan.

"Oh,,,tidak apa-apa kami..."

Tok...tok...tok...

Suara pintu diketuk membuat Pak Kim menghentikan perkataannya, keduanya lalu sama-sama melihat ke arah pintu sekarang.

"Itu pasti staf marketing," ujar Pak Kim.

Yoonjae hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan ucapan Pak Kim.

"Masuk!" ujar Pak Kim yang kemudian tidak lama Airin pun masuk ke dalam ruangan Pak Kim. Yoonjae yang sedang meminum kopi yang dihidangkan untuknya, tidak melihat ke arah pintu lagi.

"Oh,,,kau yang mengantar berkasnya, Airin_ssi," ucap Pak Kim.

Mendengar nama orang yang Yoonjae kenal, membuat Yoonjae reflek menoleh dan melihat ke arah Airin sekarang. Keduanya sama-sama melihat satu sama lain dengan wajah terkejut sekarang. Tapi, sebisa mungkin Airin menutupi itu dari Pak Kim. Airin berdehem lalu berjalan mendekati sofa dimana Pak Kim dan Yoonjae duduk.

"Ini berkas yang harus di tanda tangani, Pak Kim. Di dalamnya juga ada surat perjanjian, dan juga beberapa poin penalti jika salah satu dari kita membatalkan kontrak atau menyalahi kontrak. Secara sengaja, ataupun tidak sengaja," ucap Airin yang menjelaskan sedikit mengcopy perkataan Hyejin tadi.

"Oh,,,baiklah," sahut Pak Kim yang kemudian menerima map jingga dari Airin itu.

Tanpa ragu-ragu Pak Kim langsung menandatangani berkas itu, lalu Pak Kim menyerahkannya pada Yoonjae yang masih saja memperhatikan Airin yang berdiri dan menundukkan kepalanya itu.

"Silahkan di tanda tangani, CEO Yoon," ucap Pak Kim yang membuat Yoonjae sedikit terjingkat.

Yoonjae tersenyum kikuk, lalu kemudian menandatangani berkas itu tanpa membacanya lagi. Airin melirik sekilas pada Yoonjae, tanpa sadar gadis itu justru menghela napas berat. Setelah kedua petinggi perusahaan itu menanda tangani berkas itu. Airin kembali mengambil berkas itu dan membungkukkan badannya.

"Saya permisi akan menggandakan kontrak kerja ini terlebih dahulu," pamit Airin.

"Em, pergilah, Airin_ssi!" sahut Pak Kim.

Airin pun meninggalkan ruangan Pak Kim, sesampainya di ambang pintu bukannya keluar. Gadis itu justru terkulai lemas di lantai, tidak sadarkan diri. Melihat itu Yoonjae reflek memekikkan nama Airin secara lengkap, dan berlari menghampiri Airin. Dia tidak sadar sedang dipandang dengan wajah penuh tanda tanya oleh Pak Kim saat ini.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!