NovelToon NovelToon

TAKDIR

Kejutan.

Kota Xiancing, Republik Tiongkok atau Taiwan. kota ini mirip seperti ibukota kecamatan yang ada di daerahku Tapanuli Utara.

Dari ibu kota Taipei, membutuhkan perjalanan waktu dua jam lebih naik pesawat komersial.

Tidak terlalu ramai dan menjadi salah satu daerah penghasil daging babi yang berkualitas, mampu memenuhi sepuluh persen kebutuhan daging babi di pasaran domestik.

Setelah tamat SMK dari salah satu sekolah negeri di daerah Tapanuli Utara, lalu mengikuti private bahasa mandarin di kota Medan.

Tujuannya adalah agar bisa menjadi TKI (tenaga kerja Indonesia) di kota ini, mengikuti jejak kakak kelas yang telah sukses di kota ini.

Sudah hampir delapan tahun bekerja di peternakan babi milik keluarga Chan Xiay, yang mengelola peternakan babi yang modern.

Malam hari sekitar pukul delapan waktu setempat, aku berteriak di kamar pribadi ku ini. karena mendapatkan kabar buruk dari kampung halaman.

Bapak meninggal dunia, dan kabar itu membuatku hampir tidak percaya dengan apa yang aku dengar.

Tetangga kamar langsung menghampiriku dan bertanya apa yang telah terjadi.

Singkat cerita aku mendapatkan izin untuk pulang kampung, sebab selama ini aku tidak pernah cuti selain memperpanjang ijin dan visa.

Sepanjang perjalanan air mata ini selalu mengalir, karena mengingat semua kenangan ku bersama bapak.

Satu-satunya pria yang aku cintai di dunia ini dan telah berpulang ke pangkuan yang Maha Kuasa.

Sudah tiba di bandara internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara. lalu mengambil membeli tiket penerbangan ke Silangit, Siborong-borong, Tapanuli Utara.

Akhirnya tiba juga di bandara Silangit, dan langsung menuju terminal menuju kampung halaman.

Perjalanan menuju kampung halaman, kurang lebih satu jam dan hanya bisa terdiam serta menahan air mata agar tidak bercucuran di pipiku.

Lima belas menit perjalanan, bus berhenti untuk menaikkan penumpang dan ....

"Kamu Sere Madlena kan?"

Sapa seorang perempuan yang menggendong bayi, penumpang yang baru saja naik ke bus mini ini.

"Iya, kakak siapa ya?"

"Saor, teman SMK mu dulu, ya Tuhanku...

cantik kali kau bah..."

Mencoba mengingat kembali masa-masa SMK setelah berlalu hampir kurang lebih delapan tahun.

"Iya Saor, dah ingat. kamu apa kabar? ini ponakan mu ya?"

"Puji Tuhan sehat Sere, ini anak ketiga ku. tapi ini kan masih bulan Maret, dan belum bulan Desember, kangen sama orang tua ya? atau ada acara pernikahan?"

"Bapak ku meninggal dunia."

"Apa? kapan? kok aku ngak tau? baru kemarin bapak kau itu membeli bibit padi unggul di toko kami.

sakit atau gimana sih?"

"Entahlah Saor."

Mungkin karena duka yang dalam, sehingga tidak terlalu menelaah cerita dari Saor mengenai bapakku yang membeli bibit padi unggul di tokonya.

"Sebentar dulu Saor, kamu bilang kemarin bapak masih membeli bibit padi unggul di toko mu.

persis nya hari apa? kira-kira jam berapa?"

"Pekan dalam minggu ini lah, pekan setiap hari Selasa. toko buka sekitar jam tujuh pagi dan pas ramai-ramai sekitar jam sepuluh ke atas.

Oh iya.....

Amang boru datang mengambil pesanan bibit padi unggul itu sekitar jam delapan malam, karena saat itu bibit belum di antar ke toko."

Seketika langsung ku cek riyawat panggilan handphone Ku.

Mamak menelpon sekitar jam delapan malam, tepat hari Selasa.

Kok ngak enak gini ya perasaan ku, apa bapak meninggal dunia setelah pulang dari toko si Saor ini?

"Aku ikut kau ke rumah, mau melihat jenazah bapak mu secara langsung.

karena beliau adalah pelanggan tetap dan selalu belanja banyak di toko kami."

Apapun yang di ucapkan oleh Saor dan sulit aku mengerti, tanpa terasa kami sudah tiba di terminal bus di kampung.

Hanya berjarak tiga rumah dari terminal bus ke rumah kami, dan saat ini juga Saor ikut bersamaku untuk melayat.

"Sere.....

bukan acara orang meninggal ini, tapi penyambutan calon pengantin.

kau jangan nipu lah Sere, masa kau bilang bapak mu meninggal tapi kau nya yang mau di lamar orang."

serrrrr........

Darah terasa mengalir di sekujur tubuhku, dan keringat membasahi tubuh ini. seketika tubuhku berkeringat dan terasa mengalir di punggung ini.

Koper dan tas langsung lepas dari genggaman tangan yang sudah gemetar, ketika melihat mamak dan rombongannya mendatangi ku yang berdiri di halaman rumah ini.

"Puji Tuhan....

kamu tiba tepat waktu, yuk pakai sarung dulu ya."

"Bou.....

amangboru meninggal ya?...

bapaknya si Sere ini, yaitu suami mu meninggal kah?"

(amangboru adalah panggilan akrab dari seorang perempuan kepada seorang laki-laki yang lebih tua. dalam kehidupan sehari-hari suku batak toba).

Pertanyaan dari Saor, membuat rombongan mamak terheran-heran. lalu seseorang dari mereka mencubit lengan Saor.

"Kau jangan ngaco mak Randes, ngak ada yang meninggal kecuali ayam dan ikan mas, untuk di makan pagi hari ini.

jangan mentang-mentang kau punya toko yang besar, lalu suka-suka hati kau ngatai orang meninggal."

"Bukan aku yang bilang mak Rina, tapi Sere sendiri yang bilang.

Sere pulang kampung karena bapaknya meninggal dunia, makanya aku datang kemari untuk melayat.

iya kan Sere?"

Seketika air mata ku mengalir, bukan karena sedih tapi karena ketakutan. para tamu yang sudah berkumpul di rumah, akhirnya menemui kami.

Karena mendengar perdebatan Saor yang dipanggil mak Randes dengan ibu-ibu rombongan mamak.

(Dalam tradisi Batak Toba, seseorang akan di panggil dengan nama anak pertamanya.)

"Dimana mayat bapak itu mak? biar langsung ku kubur."

Aku teriak mengatakannya, karena melihat bapak datang bersama pria yang paling ku benci di dunia ini.

"Apa-apaan sih kau Sere, biasa aja. kalau ngak begini di buat, kau itu ngak akan pulang.

sawah tiga hektar, kerbau sepasang dan biaya kuliah kedokteran saudara, semua dariku.

mahar seratus lima puluh juta, serta rumah kalian saya renovasi.

kau hanya pembantu di Cina sana, mana sanggup membayar itu semua."

Perempuan yang baru saja bicara, adalah kakak kandung bapak. biasa dipanggil mak Dona.

Memiliki dua anak perempuan dan yang paling besar bernama Dona, anak nomor dua namanya Rina dan anak kesayangannya bernama Tiopan, anak bungsu yang manja dan super jelek rupa dan minus kepribadian.

Dalam tradisi batak toba, aku dan Tiopan disebut pariban. menurut tradisi kami bisa menikah.

Bahkan jika seseorang menikah harus pamit kepada pariban nya yang belum menikah.

Kebanyakan dari orang tua di kalangan batak toba, menginginkan anaknya menikah dengan paribannya sendiri.

"Kalau bukan karena Tiopan yang tergila-gila sama kau, ngak sudi melakukan ini semua.

langsung aja ke acara intinya, aku masih banyak urusan lainnya."

"Aku ngak mau sama anak kau, nikahkan aja sama bapak ku, karena bapak yang sudah menerima mahar dari kau.

anak mu yang kebelet nikah, kok aku pula yang repot."

Perempuan itu semakin geram, lalu bapak dan mamak langsung bersujud di hadapanku seraya menangis.

"Sere...! tolonglah boru, ini semua demi adik-adik mu. supaya kedua adik-adik mu menjadi manusia terpandang."

"Buat apa jadi aku menjadi pembantu di Cina selama ini? apa masih kurang untuk membiayai sekolah adek-adek?"

Adikku hanya dua, keduanya laki-laki. setiap bulannya aku mengirim tujuh juta untuk biaya pendidikan mereka.

Hanya adikku yang nomor dua yang kuliah kedokteran di medan, konon katanya beasiswa.

Sementara adik ku yang satunya lagi sudah menjadi tentara dan tidak butuh dana pendidikan.

Menikah

Para Warga sekitar sudah mulai berdatangan ke rumah ini, mereka penasaran apa yang terjadi di rumah di rumah panggung ini.

Lalu aku meraih koper dan tas yang tergeletak di tanah, lalu berjalan menuju rumah dan kemudian masuk kedalam kamar dan terduduk lemas.

"Ngak usah berlebihan gitu, lagian umur mu sudah ngak muda lagi. beruntung masih ada Tiopan yang mau menjadikan kau sebagai istrinya."

Ucap mamak Tiopan, yang tidak lain adalah kakak kandung dari bapak.

"Sere...

hanya kamu harapan bapak dan mamak mu ini, tolonglah kami boru.

Menikah dengan Tiopan, karena bou mu itu sudah banyak membantu kita. bapak dan mamak ngak bakalan sanggup mengganti semua yang diberikan oleh bou mu."

(Boru adalah panggilan kepada anak perempuan, dalam suku Batak Toba.

Bou adalah singkatan dari namboru, yang merupakan panggilan kepada adik perempuan atau kakak perempuan dari pihak bapak).

"Tolong lah boru hanya kamu harapan mamak, dan hanya kamu yang bisa menyelamatkan keluarga ini.

mamak dan bapak sudah menerima uang dari bou mu ini untuk biaya kuliah kedokteran adik mu si Renhat."

Mamak dan bapak membujukku, kedua orang tua ku ini menyembah ku seraya menangis agar mau menikah dengan Tiopan, yang merupakan keponakan bapak.

Kedua orang tuaku ini, memintaku untuk menikah dengan pariban. yaitu anak laki-laki dari kakak bapak, dalam tradisi batak kami di sebut sebagai pariban dan itu bisa menikah.

Perjodohan pariban adalah hal yang paling kubenci, aku ingin menikah dengan pria yang ada hubungannya dengan keluarga ini.

Tapi keluargaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat batak toba dan mengharuskan aku harus menikah dengan pariban.

Tiopan adalah pariban ku, anak laki-laki dari saudara perempuan bapak. pantang bagi bapak menolaknya.

"Jika bang Tiopan mau menikah dengan Sere, maka harus memenuhi syarat dari ku.

pertama, Sere ngak mau satu rumah dengan mamaknya.

kedua, seluruh gaji bang Tiopan harus Sere yang pegang dan ngak boleh mamak nya."

Tiopan mendekati arahku, dan kemudian duduk dihadapan ku dan memegang tanganku.

"Kamu tenang ya dek, abang dah punya rumah di ibukota kabupaten.

Hanya butuh waktu dua puluh menit naik angkot dari rumah ke kota, dan sisa tanah di belakang rumah itu sangat lah luas.

Selama ini mamak, ngak pernah kok memegang gaji abang dan gaji di transfer ke rekening ini."

Ucapnya seraya memberikan kartu debit dan juga buku rekening.

"Setelah ini kita ke rumah mamak, biar kita nikah nya di rumah mamak aja."

"Ngak mau, Sere maunya di sini nikah nya dan pesta adat nya juga disini."

Mamaknya terlihat sempat emosi, lalu di tenangkan oleh Tiopan. diskusi itu terlihat intens dan pada akhirnya mereka menyanggupi permintaanku.

Aku benar-benar ngak ingin melihat mamaknya dan juga saudari perempuannya, karena mereka semua bermulut bengis.**

Hari yang di tunggu-tunggu telah datang dan akhirnya kami resmi menjadi suami-istri, dan bang Tiopan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di kantor catatan sipil ibukota kabupaten dan langsung mendaftar perwakilan.

Pernikahan kami resmi secara agama Katolik, adat dan juga resmi secara hukum negara.

Bang Tiopan memenuhi janjinya dan kami tinggal di rumah baru di ibukota kabupaten, dan rumahnya sangat layak dengan lahan kosong di belakang rumah.

Furniture rumah dan perlengkapan masak lainnya, sudah lengkap dan siap untuk digunakan.

Seperti pengantin pada umumnya, dan tentunya bang Tiopan meminta jatah.

Walaupun aku tidak menyukai pria yang sudah resmi menjadi suami ku ini, tapi mau tidak mau, aku harus melayaninya.

Jarak rumah mertua ke rumah kami ini, tidak terlalu jauh. hanya butuh lima belas menit naik sepeda motor.

Hanya dua minggu bang Tiopan selalu di rumah setelah pulang kerja dan sekarang sudah lebih sering tinggal di rumah mamaknya.

Satu bulan sudah berlalu dan tentunya sudah gajian pastinya.

Tapi saat aku mengecek saldo rekening dan isinya hanya tiga ratus ribu rupiah, sementara kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi.

Sore hari setelah selesai masak dan aku menunggu bang Tiopan di meja makan ini, dan ternyata Ia datang ke rumah ini bersama mamaknya.

"Masak apa kau Sere?"

Pertanyaan itu ngak aku jawab dan aku malah menatap anaknya yang masih mengenakan dinas kerjanya.

"Bang Tiopan, aku mau nanya. siapa sekarang istrimu?"

"Aneh kali pertanyaan kau Sere, sudah jelas kau itu istrinya.

suami pulang itu harus di sambut dengan senyuman, sediakan makanan dan juga minuman."

Mamak nya menjawab dan aku tidak menggubrisnya sama sekali.

"Saldo rekening abang hanya berisi tiga ratus ribu rupiah bang, gaji mu memang segitu bang?"

"Sudah cukup untuk kau, jadi istri itu harus hemat. lagi pula kau belum memberikan anak untuk Tiopan.

ngak usah melunjak kau Sere, gaji Tiopan itu saya yang pegang, karena Tiopan masih punya adik perempuan yang butuh biaya kuliah."

Lagi-lagi mamaknya yang jawab, sementara Tiopan sedang makan masakan ku. setahuku kedua adik perempuan itu sudah menikah, tapi kenapa dibilangnya masih kuliah?

Tapi yang namanya ibu mertua, malas mengajaknya berdebat karena percuma hanya membuang tenaga.

"Mau kemana kau? suami mu belum selesai makan."

Aku tinggalkan mereka berdua di meja makan tanpa menjawab pertanyaan mamaknya Tiopan.

Beberapa saat kemudian, terdengar Tiopan pamit untuk mengantarkan mamaknya pulang.

Dikamar ini dan hanya bisa menangis meratapi nasibku dan entah kenapa aku memikirkan masa-masa kerja waktu Taiwan.

Memelihara babi dan sedikit ayam, untuk memenuhi kebutuhan seperti telur ayam dan menambah penghasilan juga tentunya.

Ide yang bagus dan segera ku ambil buku catatan ku selama kerja di Taiwan.

Lahan di belakang rumah cukup luas, dan tanah kosong milik tetangga itu mungkin bisa kusewa.

Untuk menanam sayur-sayuran dan juga bumbu-bumbu dapur.

Segera aku ambil dompet, dan semua perhiasan emas ku masih utuh disana dan itu lumayan banyak.

Membuat perencanaan kandang, mulai perairan, pembuangan limbah dan pengolahannya serta tempat penyimpanan pakan dan tempat pengolahan pakan.

Semua harus terorganisir dengan baik, agar ternak babi sehat dan jauh dari penyakit serta tidak menimbulkan bau yang menggangu warga sekitar.

Waktu di Taiwan, tempat kerjaku. limbah ternak babi di ubah menjadi gas yang di peruntukan untuk memasak pakan ternak dan sisanya sebagai pupuk kompos.

Kotoran babi dan sisa pakan ternak dari kandang, akan dikampulkan disuatu wadah. lalu gas akan dikeluarkan melalui pipa dan bisa digunakan untuk memasak.

Kotoran yang tidak memiliki gas lagi, akan disiram dengan E4 (effective microorganisms4).

E4 atau effective microorganisms 4, atau bakteri pengurai yang berbentuk cairan tapi tidak aktif.

Untuk mengaktifkan bakteri E4 harus diberi makan, satu tutup botol E4 lalu di campur dengan dua liter air bekas cucian dan ditambahkan dengan tetes tebu, kalau tidak ada cukup memakai gula aren yang cair.

Biarkan selama dua puluh empat jam, dan mikro organisme sudah aktif untuk mengurai kotoran ternak dan juga sampah organik lainnya.

Kita bisa saja menggunakan organisme lainnya secara alami, tapi waktu lama. dengan menggunakan E4 yang sudah di aktifkan, maka penguraian sampah organik jauh lebih cepat.

Menurut pengalaman waktu kerja di Taiwan, jika menggunakan E4, penguraian sampah organik jauh lebih cepat dan hanya memakan waktu tiga minggu saja.

Kompos yang dihasilkan dengan bakteri pengurai dari E4, jauh lebih baik dari bakteri pengurai pada umumnya.

Jika bakteri pengurai E4 sudah selesai menguraikan sampah organik, maka sel mikroba itu akan non aktif. jika kompos itu di aplikasikan ke tanaman, maka sel mikroba E4 akan aktif kembali dan membantu menjaga pH tanah dan memperbaiki tanah menjadi subur.

Effective microorganisms 4 atau E4, bisa di beli di toko pertanian atau di toko makanan ternak.

Satu hal yang paling penting dalam penggunaan Effective microorganisms 4 atau E4 bahwa, saat penguraian sampah organik. tidak menimbulkan bau dan juga belatung yang sangat mengganggu.

Asal pengomposan di lakukan di wadah yang tertutup dan dibuka setiap hari untuk membuang gas karbon dioksida.

Mikroba effective microorganisms 4, tidak membutuhkan oksigen dalam menguraikan sampah organik, akan tetapi menghasilkan karbon dioksida.

Itulah sebabnya wadah itu harus di buka setiap hari, untuk membuang gas karbon dioksida.

Hal itu tentunya membuat kandang bersih, tidak bau dan ternak jauh dari virus penyakit.

Kandang yang bersih dan ternak babi yang sehat, jadi harus butuh lahan tambahan untuk menanam kebutuhan pakan babi.

Ternak babi juga membutuhkan pangan konsentrat, atau pelet untuk mempercepat pertumbuhan babi.

Tapi jangan terlalu banyak, karena akan membuat babi menjadi lemah karena kekurangan serat alami.

Sepertinya perhiasan emas ku ini sudah lebih dari cukup, jika kurang nantinya bisa merogoh tabungan.**

Pagi-pagi sekali aku langsung siap-siap ke kota untuk menjual semua perhiasan ku ini. berhubung bang Tiopan masih di rumah mamaknya dan tidak ada harus ku layani.

Sesampainya di toko emas, lalu menyerahkan semua koleksi emasku. pihak toko sudah mengecek kadar emasnya dan serta menimbang nya.

"Kebetulan emas lagi naik kak, dan emas kakak ini sangat unik dan juga model lama alias klasik. totalnya seluruhnya adalah dua ratus lima puluh juta rupiah ya kak.

transfer aja lah ya kak, karena kami ngak menyimpan uang cash sebanyak itu."

Aku menyetujui usulan itu, dan akhirnya uang tersebut sudah ada dalam rekening Ku.

Setelah selesai transaksi dan singgah sebentar ke pasar untuk membeli kebutuhan dapur dan kamar mandi dan setelah nya pulang ke rumah.

Suami Yang Kecewa.

Menurut informasi bahwa tetanggaku adalah tukang yang handal di daerah ini, kebetulan satu marga denganku dan sekaligus tetangga yang punya lahan kosong tepat di samping rumah kami ini.

"Kak Rina...

Ito pak Bima dimana?"

"Lagi makan di dapur, kenapa emangnya?"

"Sere mau mintak tolong sama ito."

"Tunggulah bentar ya, sekalian aja yuk kita makan siang."

Akhirnya makan siang bersama, pantang nolak rejeki, kebetulan juga belum makan siang dan ini sangat cocok.

(ito adalah panggilan kepada saudara laki-laki atau saudara semarga dalam Batak Toba dan istrinya di panggil eda.)

Selesai makan dan kami berpindah ke ruang tengah atau ruang tamu, dan aku langsung menunjukkan buku catatan yang aku miliki.

"Begini ito, Sere mau memelihara babi di belakang rumah. jadi seperti inilah perencanaan bangunan kandangnya, agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap yang bisa menggangu warga sekitar."

Terlihat pak Bima, namanya aslinya adalah Brendi, beliau di panggil pak Bima karena anak pertamanya bernama Bima.

Tradisi batak toba, yang memanggil seseorang dengan nama anak pertamanya.

Istrinya adalah seorang guru SMP dah sudah berstatus pegawai negeri sipil.

Pak Bima terlihat mengagumi rancangan model peternakan babi yang aku inginkan dan memujinya.

"Luar biasa dan berstruktur, ito ini dah kyak arsitektur aja. mulai dari kandang, irigasi sampai pengolahan limbahnya.

Jadi nantinya ito bisa membagi gas kepada kami kami? supaya eda mu ini jauh lebih hemat."

Ujar pak Bima, sebenarnya itu bercanda tapi aku menyetujui untuk membagi gas alami tersebut ke mak Bima kelak nanti.

"Mintak tolong buatkan sesuai dengan yang Sere inginkan ito."

Pak Bima menyetujui dan kemudian menghitung biaya yang diperlukan dan ternyata hanya membutuhkan biaya sekitar lima puluh jutaan dan perlu menyediakan sekita sepuluh juta lagi untuk persediaan dana darurat.

Biayanya sudah sekaligus untuk biaya tukang dan juga bahan material bangunannya.

"Ito...

Tanah kosong milik ito itu, yang bersebelahan dengan tanah kosong milik kami, bisa ngak aku menyewa nya?

Bukan untuk tempat kandangnya, tapi menanam sayur-sayuran serta tanaman untuk kebutuhan ternak."

"Ngapain sewa, pakai aja dulu. ntar kalau dah berhasil baru kami mintak, iya kan bang? toh juga nanti kami dapat gas gratis."

"Iya....

kayak orang asing deh, tapi jangan pelit ya kalau eda mu memetik sayuran mu kelak nanti nya."

"Siap....."

Tanpa menyewa lahan dan tentunya mengurangi pengeluaran kelak nantinya, bahkan dapat rekomendasi untuk membeli anak babi dari mertuanya, sekaligus bibit sayuran dan juga bibit tanaman bumbu dapur lainnya.**

Tiopan tidak mempermasalahkan kalau aku akan berternak babi dan apapun yang kulakukan di rumah ini.

Berhubung Tiopan hanya sesekali ke rumah dan hanya datang sekedar meminta jatah tidur denganku dan aku leluasa untuk bekerja di belakang rumah ini.

Pak Bima dan anggota nya sudah mulai bekerja untuk membuat kandang ternak babi, dan aku mulai menggarap lahan tanah kosong milik pak Bima dan istrinya.

Sumur air kami sangat melimpah, dan hanya perlu membeli mesin pompa air yang terbaru, agar bisa menarik air ke kebun dan kandang ternak.

Untuk pertanian aku tetap menerapkan sistem yang aku pelajari di Taiwan dan itu benar-benar menghemat air dan tenaga dengan sistem tetes irigasi, dimana pekerjaannya di bantu oleh pak Bima dan tim.

Rencananya semua tanaman kelak nanti, hanya menggunakan pupuk alami dan pestisida alami yang aku pelajari di Taiwan.

Sistem tetes irigasi, yang mengairi setiap tanaman yang terbungkus plastik mulsa dan menghemat anggaran.

Sudah sebulan sejak penggarapan lahan tersebut, progres kandang ternak sudah mencapai tiga puluh persen dan beberapa sayuran sudah mulai bisa dipetik.

Seperti bayam, pak coy, daun ubi, dan kangkung.

"Ya Tuhanku...

kebun sayur mu ini sungguh memukau, dan ingin rasanya memetik bayam merah itu."

"Silahkan kakak ku, tiap hari juga ngak apa-apa kok, toh juga itu untuk keperluan sehari-hari aja."

Pujian itu langsung ku sahut, aku memang sengaja memanggil istri pak Bima untuk memetik sayur di kebun ini.

"Kalau hanya konsumsi, ini sudah berlebih loh. di depan rumah itu ada kedai, titip aja coba di sana.

Penduduk disini rata-rata pekerja di pemerintahan dan juga sektor swasta, jadi pasti butuh sayur."

"Iyaa.....

Titip aja, pasti kakak mu menerimanya. ngak pake modal dan juga segar setiap harinya.

Kasian aku melihatnya, setiap hari harus ke pasar pusat untuk mengambil sayur untuk dijual kembali."

Pak Sinta menyambung pembicaraan mak Bima, karena istrinya punya warung yang menjual kebutuhan dapur dan tepat di depan rumah ini.

Ngak ada salahnya mencoba, dan langsung aku petik masing-masing lima ikat dari sayur-sayuran yang ada dan membawanya ke warung mak Sinta.

Ternyata saran itu adalah saran yang bagus dan langsung di terima mak Sinta dan jika ada sayuran yang lain atau bumbu yang lain, silahkan di masukkan aja.

Begitu juga dengan telur ayam kampung berikut dengan dagingnya, kalau sudah panen babi, potong satu ekor setiap minggunya dan jual di kedai mak Sinta.

Begitulah kata mak Sinta, nantinya tinggal hitungan dan baru saja aku letakkan disana langsung terjual laku.

Satu ikat nya tiga ribu, seribu untuk mak Sinta dan sisanya untuk ku.*

Butuh waktu tiga bulan untuk membuat kandang sedemikian sesuai yang aku inginkan, enam ekor babi betina dan dua jantan sudah ada di dalam kandang.

Lalu ayam enam ekor, sementara tanaman sayuran yang lain sudah menghasilkan pundi-pundi keuangan.

Seiring perkembangan kebun dan juga ternak, kabar bahagia juga menyertai keluarga kecil ini, kini aku sedang hamil anak pertama dan bang Tiopan sudah semakin sering dirumah.

Perubahan yang cukup baik, tapi ada minusnya juga.

Mamanya serta kakak perempuan Tiopan semakin sering ke rumah, dan selalu memintak gratis sayuran yang ku tanam.

Usia kehamilan sudah mencapai tujuh bulanan, dan aku semakin susah bergerak.

Hamil tujuh bulanan dan bang Tiopan membawa ku ke rumah sakit, untuk mengecek jenis kelamin anak yang ku kandung.

Bang Tiopan langsung kecewa, ketika dokter itu berkata kemungkinan besar anak kami ini perempuan.

Sejak saat itu bang Tiopan balik ke rumah orangtuanya.

Setidaknya mamak dan kakak perempuan tidak sering datang kemari dan itu bisa membuat ku lebih tenang.

Aku tidak perduli kalau anak yang ku kandung ini adalah perempuan atau laki-laki, karena ini anugerah dan rejeki bagiku.

Saat duduk di ruang tengah ini, sembari menonton televisi, terdengar suara pintu di ketuk dan aku segera membukanya.

"Mamak...

Kenapa mamak menangis? apa yang terjadi Mak?"

Mamak yang tiba-tiba muncul di depan pintu rumah seraya menangis dan langsung memelukku.

Aku langsung membawa mamak untuk masuk ke rumah, karena ngak enak di lihat orang-orang yang lalu lalang.

"Bapak mu main judi lagi, sawah, kebun, rumah serta ternak. sudah terjual untuk membayar hutang judi bapak mu."

Hanya bisa tarik napas dalam-dalam dan kemudian berusaha tenang, kata lagi dari mamak dan itu artinya bahwa bapak sudah lama berjudi.

"Ternyata Renhat selama ini tidak kuliah lagi, adik mu itu bersenang-senang menikmati uang dari tabungan itu.

Renhat sekarang berada di pondok lahan yang mamak sewa, dan kami terancam tidak makan."

"capek aku dengarnya mak, mamak kerja aja sama Sere.

memelihara babi, ayam dan juga bertani. lumayan lah untuk biaya hidup dari menjual telur ayam serta hasil kebun itu.

bang Tiopan jarang ke rumah ini, karena anak yang ku kandung ini perempuan."

Akhirnya mamak diam dan mengganguk setuju tinggal bersama ku disini.

Mamak sudah muak melihat tingkah bapak dan juga kebohongan dari Renhat, anak yang pernah di banggakannya karena akan menjadi dokter.

Merampok sekalipun mamak tidak perduli lagi karena sudah terlalu kecewa, bahkan jika mereka berdua mati sekalipun mamak tetap tidak perduli.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!