“Bagaimana caranya aku bisa pergi dari sini? Siapa kalian kenapa kalian menatap aku seperti itu? Kenapa kalian diam, jawab aku!” teriak Tarissa ke arah sekumpulan orang yang mengenakan jubah hitam dan tampak sangat dingin.
Tatapan yang begitu tajam seolah ingin menelisik dan mengoyak-oyak jiwa Tarissa.
“Kenapa aku di sini, apakah kalian mengenalku?, apa yang kalian mau?, kalau memang kalian mengenalku, katakan!” Tarissa kembali berteriak kearah sekumpulan orang aneh itu lagi tapi usahanya tidak membuahkan hasil tetap keheningan yang Tarissa dapat.
"Sreeeeeet," tiba tiba terdengar suara tarikan gorden.
"Tarissa bangun udah pagi iki lho." Nada suara medok itu menyadarkan Tarissa dari mimpi.
"Iya bu, Tarissa udah bangun kok" Tarissa duduk dengan keadaan mata masih terpejam.
"Halah bangun piye, masih merem gitu" ujar Ibu Tarissa
"Kan masih proses pengumpulan nyawa bu" Tarissa mencoba menyangkal.
Ibunya hanya tersenyum sambil menggeleng-nggelengkan kepalanya.
Tarissa bangun dari tempat tidurnya, ia berjalan keluar menuju tempat jemuran untuk mengambil handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Selang lima belas menit Tarissa keluar kamar mandi dan berpapasan dengan ibunya.
"Wih udah seger anak ibu" ujar ibunya
"Iya dong bu" jawab Tarissa
"Oh iya bu bantuin aku packing barang ya" sambung Tarissa.
"Tuh udah ibu packing, kamu cek lagi siapa tau masih ada barang yang ketinggalan" jawab ibunya.
"Ahh, ibu makasih banyak. Aku sayang ibu" Tarissa memeluk ibunya
"Iya sama-sama" jawab ibunya.
Tarissa kemudian melepas pelukannya lalu berkata, "oh iya bu, aku mau siap-siap terus mau pergi sama Abi buat beli tiket"
"Jadinya kamu naik bus apa kereta?" tanya ibunya
"Kayanya naik bus ajalah bu, yang murah" jawab Tarissa dengan nada pasrah.
"Ya udah sana siap-siap" kata ibunya sambil tersenyum.
Tarissa berlari ke kamar. Setengah jam kemudian Tarissa keluar dan menuju ruang tamu. Tarissa terlihat sangat cantik dengan balutan kaos putih pendek, dengan rok rempel berwarna millo dan dipadukan dengan sneaker putih.
"Ibu aku udah siap" Tarissa berputar di depan ibunya.
"Bentar ada yang kurang deh" ujar ibunya sambil menempelkan telunjuk dipipinya.
"Apa bu?" tanya Tarissa
"Bentar" jawab ibunya sambil berlari ke depan meja Televisi yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ibunya membuka laci lemari kecil yang ada di bawah televisi.
"Nah ini" Ibunya menunjukkan jepitan rambut berwarna putih lalu memasangkan di rambut pendek Tarissa yang bergaya bob berwarna hitam dan sedikit tambahan highligt berwana coklat.
"Aduh anaknya ibu ayu tenan" ucap ibunya sambil tersenyum lebar.
"Makasih ibu" Tarissa tersenyum.
"Mau berangkat sekarang?" tanya ibunya.
"Iya bu, tapi nunggu Abi katanya tadi baru on the way" jawab Tarissa
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dan seruan dari depan, "permisi, Budhe"
"Nah itu kayanya Abi" tutur ibunya.
"Iya deh bu, aku mau ambil tas bentar deh" Tarissa berlari ke dalam kamar.
Ibu Tarissa berjalan keluar
"Eh Abi" Ibu Tarissa membuka pintu
"Eh Budhe Etik" Pemuda itu meraih tangan ibu Tarissa untuk bersalaman dengan gaya yang sedikit slengean.
Pemuda yang memanggil ibu Tarissa dengan sebutan budhe Etik itu adalah Abimanyu, namun lebih kerap disapa Abi. Abi ini putra dari adik Etik atau ibu dari Tarisa. Abi ini adalah sosok pemuda yang tampan, memiliki perawakan yang tinggi, memiliki proporsi badan yang pas serta kulit sawo matang. Memiliki mata hitam agak sipit ditambah gaya rambut two block, membuatnya terlihat manis.
"Kamu udah sarapan belum?" tanya Etik sang budhe.
"Hehehe belum" jawab Abi sambil tertawa malu-malu.
"Masuk sarapan dulu, Tarissa juga belum sarapan" Ujar Etik.
"Nggak usah bu, nanti aja" Sahut Tarissa
"Pokoknya nggak ada yang boleh pergi kalo belum sarapan" Seru Etik.
"Nah tuh dengerin Tar, sarapan dulu" Abi menatap Tarissa sambil tersenyum.
"Ya udah deh" Tarissa masuk lagi.
"Nah yok Abi masuk" pinta Etik
"Siap Budhe" Abi ikut masuk.
Setelah sarapan mereka berdua pamitan dengan Bu Etik.
"Ibu kita berangkat ya" Kata Tarissa sambil mengulurkan tangan meminta salim.
"Iya Budhe takut kesiangan" Abi menyusul salim dengan budhenya itu.
"Iya sana hati-hati" Jawab Etik.
Abi berjalan keluar dan menyalakan mesin motornya, "ayo ndang naik Tar" pinta Abi.
"Iya sabar lho, iki aku lagi naik" jawab Tarissa dengan wajah manyun.
"Udah?" tanya Abi
"Udah, yuh ndang jalan" jawan Tarissa.
"Kalo udah ya turun" seloroh Abi
"Malah guyon, guyonanmu nggak lucu tau udah basi" kata Tarissa sambil menepuk pundak Abi.
"Ya biarin" Abi menjalankan motornya
"Kira-kira kita dapet tiket buat berangkat malem ini apa besok pagi yah?" tanya Tarissa.
"Yo aku nggak tau, aku bukan dukun" Abi tersenyum jail.
"Ah males ngomong sama kamu" Tarissa kesal.
"Yo wis nggak usah ngomong" Abi tertawa.
Setelah sekitar sepuluh menit menempuh perjalanan, mereka sampai di agen bus.
"Bu, maaf mau tanya tiket bus dari Jogja ke Jakarta masih ada nggak ya?" tanya Abi pada penjual tiket bus.
"Masih ada mas" jawab ibu penjual tiket, "mau jam berapa?" sambung ibu penjual tiket.
"Kalo buat jam 5 sore nanti ada bu?" tanya Abi
"Ada mas, mau berapa?" jawab ibu penjual tiket.
"Mau dua bu" kata Abi
"Ini mas" Ibu penjual tiket menyodorkan dua lembar tiket.
"Berapa bu?" tanya Abi
"Semuanya jadi dua ratus lima puluh ribu" jawab ibu penjual tiket.
"Ini bu" Abi menyodorkan lima lembar uang lima puluh ribuan.
"Makasih bu" kata Abi sambil menganggukan kepalanya.
"Nih buat nanti jam 5 sore ada" Abi menunjukkan tiket yang ada di tangannya kepada Tarissa.
"Ya udah yok kita pulang siap-siap" Ajak Tarissa
"Yok" Abi menuju motornya dan menyalakannya.
Abi mengantarkan Tarissa pulang, sebelum ia pulang ke rumahnya.
"Ibu aku dapet tiket buat jam 5 sore nanti" kata Tarissa dengan senyum lebar.
"Oh syukur deh" Ibunya terlihat lega.
"Ya udah bu aku mau ngecek lagi barang-barangku ya" kata Tarissa kepada ibunya.
"Iya sana" jawab ibunya.
"Oh ya tunggu bentar" sambung ibunya.
"Ada apa bu" tanya Tarissa.
"Takut nanti ibu lupa, ibu juga udah siapin bekal makanan ada ayam goreng, orek tempe, sama kering kentang kan lumayan awet buat makan beberapa hari disana" jawab ibunya.
"Oke siap makasih ibuku sayang" Tarissa tersenyum dan memeluk ibunya.
"Iya sama-sama" Ibunya tampak memeluk erat Tarissa.
Jam sudah menunjukkan pukul 16.15, Tarissa tampak sedang menarik koper keluar rumah dan ibunya membatu membawa tas ransel dan tas jinjing berisi makanan.
"Cek lagi ya barangnya sebelum dimasukkin bagasi, siapa tau masih ada yang ketinggalan" ujar ibunya.
"Aman kok bu, udah Tarissa cek" jawab Tarissa.
"Oke deh" Ibunya mengangguk-ngangguk.
"Oh iya Abi jadi ikut mobil kita?" tanya ibunya.
"Kayaknya sih jadi bu" jawab Tarissa sambil memasukkan barang ke dalam bagasi mobilnya.
"Nah itu dia si Abi" Tarissa menengok ke arah jalan.
Abi datang bersama ayahnya, mereka tampak repot membawa koper yang cukup besar dengan naik motor.
"Lho Aryo mau ikut anter Abi juga" tanya Etik pada Aryo ayahnya Abi, sekaligus adiknya.
"Nggak lah mba, aku anter sampe rumah mba aja" jawab Aryo.
"Yo melu lah Aryo sekalian, nganterin sampe agen bus nya. Lumayan nanti buat angkat-angkat koper kan kasian anak-anak" bujuk Etik.
"Ah aku males ah mba" tolak Aryo.
"Tenanan koe yo, ra sayang anak" kata Etik sambil menatap tajam adiknya itu.
"Guyon mba, aku pasti ikut lah" Aryo tertawa.
"Sekalian kamu yang nyupir ya" pinta Etik.
"Siap mba" jawan Aryo.
"Ah kita sudah sampai di Agen bus" kata Aryo dengan logat medoknya
Semuanya turun dari mobil, dan mengeluarkan koper, tas, dan barang-baramg lain dari bagasi.
"Abi Budhe titip Tarissa, jaga baik-baik ya saudara sepupumu ini" kata Etik serius.
"Iya Budhe, siap" kata Abi sambil memberikan sikap hormat.
"Apa sih bu, kaya pertama kalinya Tarissa pergi. Inget bu Tarissa bukan mahasiswa baru, Tarissa udah bolak balik Jogja Jakarta" ujar Tarissa.
"Lho ya nggak papa kan, emang ibu salah ngomong gitu?" Etik menatap wajah anaknya itu.
"Ya nggak salah sih" jawab Tarissa.
"Ya udah ibu bener, ya kan Abi Budhe bener" kata Etik sambil merangkul Abi ponakannya itu.
"Iya bener Budhe" jawab Abi.
"Ah salah" ledek Aryo
"Ya kan salah paman" Tarissa tersenyum kearah pamannya
"Iya salah" pamannya pun ikut tersenyum.
"Kayanya kita ketuker anak ya Yo" seloroh Etik.
"Enggak lah Bu, emang Tarissa mirip paman Aryo" tanya Tarissa sambil tersenyum.
"Mirip" Etik mengangguk-ngangguk.
"Ya udah aku anak paman Aryo" Tarissa memeluk pamannya.
"Ya udah Abi sini" Etik memeluk Abi
Mereka semua tertawa, mereka menunggu bus datang sembari bercanda. Sekitar setengah jam kemudian bus yang mereka akan tumpangi datang, kernet bus pun turun untuk membantu memasukkan barang bawaan para penumpang ke dalam bagasi.
"Ibu, paman. Tarissa berangkat ya" Tarissa salim dengan keduanya.
"Bapak, Budhe. Abi berangkat" Abi juga salim dengan keduanya.
"Iya hati-hati" Etik memeluk keduanya
"Hati-hati" Aryo pun gantian memeluk keduanya.
Tarissa dan Abi kemudian masuk ke dalam bus dan mencari nomor tempat duduk mereka.
"Nggak kerasa ya liburan dua bulan kaya liburan dua hari" celetuk Tarissa.
"Iya bener, aku belum puas tidur dirumah" jawab Aryo polos.
"Halah dasar Abi, gaweanmu tura turu tok. Nang kos nanti yo turu toh" ujar Tarissa dengan wajah mengejek.
"Ya iya sih hahaha" Abi tertawa.
"Raimu pancen rai bantal" Tarissa tersenyum.
"Yo wes aku tek turu, ngantuk" kata Abi sabil memejamkam matanya.
"Bener-bener tukang turu" Tarissa menggeleng-nggelengkan kepalanya.
Tarissa kemudian mengambil earphone dari dalam tasnya, kemudian dia membuka ponselnya dan menonton youtube. Namun setelah setengah jam lebih melihat youtube Tarissa mengantuk, dan ikut tertidur. Mereka menghabiskan semalaman di dalam bis, namun sesekali bis berhenti di rest area.
"Mas, mba udah sampe di Jakarta" Kernet bus membangunkan Abi dan Tarissa
Abi terkejut, "Oh iya Pak, makasih udah dibangunin"
"Tar..Tarissa bangun udah sampe" Abi membangunkan Tarissa.
"Masa sih cepet banget perasaan" Tarissa membuka matanya.
“Ini udah lebih dari sepuluh jam sih kita di bis, cepet katamu?” Abi tertawa
"Lagian kamu pules banget tidurnya habis makan, makanya gak kerasa" sambung Abi.
"Emang kamu kerasa?" tanya Tarissa.
"Nggak juga" Abi tertawa
"Ya udah yok turun" ajak Abi.
Abi keluar duluan karena ia yang duduk di sebelah jalan.
"Pak minta tolong barang saya ada di bagasi"
Pinta Abi ke kernet bus.
"Itu udah saya keluarin semua, saya taruh depan bus" Kernet bus menunjuk kearah tumpukan tas
"Oh iya pak makasih ya" kata Tarissa pada kernet bus.
"Iya sama-sama" jawab si kernet bus.
Abi dan Teressa mengambil barang mereka masing-masing. Teressa kemudian mengambil ponsel untuk memesan taksi online.
"Atas nama Tarissa" tanya seorang laki-laki dari balik kaca mobil.
"Iya pak" jawab Tarissa.
"Bentar ya mba, saya buka bagasi" kata seorang laki-laki, yang tidak lain adalah supir taksi online yang Tarissa pesan.
"Oh iya pak" jawan Tarissa.
"Abi tolong sekalian koper aku ya masukkin, aku bawa ransel" pinta Tarissa.
"Oke" jawab Abi.
"Biar saya bantu mas, mba" kata si supir taksi sambil meraih tas yang ada di tangan Tarissa.
"Oh makasih Pak" kata Tarissa.
Selang kima belas menit menit akhirnya mereka sampai di titik tujuan.
"Di sini mba?" tanya si supir taksi.
"Iya pak" jawan Tarissa.
Mereka berdua kemudian turun, dan menurunkan barang dari bagasi dibantu oleh supir taksi online.
"Ini pak uangnya" Tarissa menyodorkan uang lima puluh ribuan.
"Oh iya mba, ini kembali lima ribu ya mba" supir taksi itu menyodorkan uang lima ribuan.
"Nggak usah pak, buat bapak. Kan tadi bapak juga bantu kita angkat barang-barang ini" kata Tarissa.
"Beneran ini mba?" tanya si supir.
"Iya pak masa saya bohong" jawab Tarissa.
"Makasih ya mba mas, semangat kuliahnya" kata si supir memberi semangat.
"Iya pak sama-sama" jawab Tarissa.
"Semangat juga pak kerjanya" sahut Abi
"Siap mas" jawab si supir.
Mereka berdua menuju kos masing-masing. Jarak kos mereka tidak terlalu jauh dari titik pemberhentian taksi hanya tinggal masuk gang sekitar 100 meter, kos mereka juga hanya berbeda gang.
Sesampainya di kos, Tarissa langsung menuju kamar temannya
"Hallo Diandra" Sapa Tarissa menggebu-gebu
"Tarissa, akhirnya ya kita ketemu lagi" Diandra tak kalah menggebu-gebu
"Gimana liburan kamu di rumah?" tanya Tarissa
"Ya gitulah biasa aja, soalnya kan nggak ada kamu" jawab Diandra
"Ah masa sih" goda Tarissa
"Kalo kamu gimana?" tanya balik Diandra.
"Lebih banyak bosen sih karena jarang ada temen seumuran disana" jawab Tarissa.
"Iya sih sama aku juga" Diandra membenarkan kata-kata Tarissa.
"Oh iya Nada mana, apa belum kesini?" tanya Tarissa.
"Nada nggak akan kesini" jawab Diandra.
"Lah dia nggak kuliah apa?" Tarissa heran.
"Ya kuliah?" jawan Diandra.
"Lah masa nggak kesini" Tarissa semakin bingung.
Diandra kemudian menjelaskan kepada Tarissa, "ya ke Jakarta, tapi nggak ke kos ini. Dia pindah ke kos gang sebelah deket kos Abi"
"Lho kenapa pindah?" tanya Tarissa lagi.
"Nggak tau, katanya sih kos ini kan berhantu" jawab Diandra.
"Halah semua tempat ya pasti ada hantunya" ujar Tarissa.
"Ya udah sana beres-beres" kata Diandra.
"Oke, aku ke kamarku dulu" Tarissa pergi ke kamarnya.
Tak terasa sinar sang surya telah menyapa dari balik tingginya gedung pencakar langit, sinarnya pun sudah mulai masuk ke dalam sela-sela jendela setiap rumah. Tarissa dan Diandra sudah terlihat siap-siap untuk berangkat ke kampus. Tarissa dan Diandra adalah teman satu kos, awalnya mereka bertiga bersama Nada namun Nada memutuskan pindah kos. Namun meski berbeda kos mereka tetap bersahabat dan berangkat bersama ke kampus. Mereka bertiga adalah mahasiswa jurusan seni. Setiap hari mereka berjalan kaki bersama dari kos ke kampus, memang jaraknya lumayan sekitar satu kilometer. Tapi karena mereka sambil bersenda gurau dan sudah terbiasa maka dari itu mereka tidak pernah merasa lelah. Biasanya Abi juga ikut mereka jalan, namun lebih sering bersama temannya. Mengingat memang Abi tidak sejurusan, Abi merupakan mahasiswa jurusan teknik elektro.
Pagi ini mereka berangkat berempat, Tarissa, Diandra, Nada, dan juga Abi.
"Wih kuliah hari pertama semester baru nih" ujar Diandra
"Harus semangat" Nada terlihat semangat
"Semangat dong" sahut Tarissa.
"Eh ngomong-ngomong kok banyak mahasiswa yang mukanya baru yah?" kata Tarissa sambil celingak-celinguk
"Ya kita aja kali yang kurang jauh mainnya" ujar Diandra.
"Eh tapi katanya emang anak kampus 2 yang di depan itu sementara di pindah ke kampus 1 karena lagi di renovasi" kata Abi.
"Oh pantes, berarti emang anak kampus 2 sih" kata Nada sambil menggangguk-ngangguk.
Abi kemudian berpisah arah dengan ketiganya, mereka menuju kelas masing-masing. Seminggu menjalani pembelajaran, mereka mulai terbiasa lagi dengan suasana kampus. Tidak ada keluahan lagi ingin pulang ke rumah. Namun hidup tidak akan lengkap jika tidak ada masalah, suatu hari Abi ikut terkena masalah karena membela temannya yang sedang dipojokkan oleh anak kampus 2. Sebenarnya Abi tidak bersalah karena membela temannya yang memang benar, namun lawannya tidak seimbang. Lawannya adalah putra rektor universitas. Masalahnya sebenarnya sepele, teman Abi menegur putra rektor itu karena sudah menjatuhkan sepeda motor yang tengah terparkir. Namun putra rektor itu tidak terima, malah menghujani teman Abi dengan pukulan.
Abi kemudian datang dan Melerai, "Heh jangan gitu lah bro, bisa diomongin baik-baik". Namun Abi ikut terkena pukulan.
"Brisik nggak usah ikut campur, dan nggak usah sok akrab bra bro bra bro" jawab putra rektor dengan nada sengak.
Abi waktu itu ikut tersulut emosi dan memukul balik si putra rektor.
"Kurang ajar, lo nggak tau siapa gue" bentak putra rektor itu.
"Nggak mau tau sih" Abi masih dalam keadaan emosi.
"Gue Pradipta, jangan main-main sama gue" ungkap anak rektor tersebut.
"Udah pergi, cape ngomong sama orang kaya gitu Bi" ajak teman Abi.
Abi dan temannya pun pergi meninggalkan Pradipta dan juga temannya.
Abi pergi ke kantin, kemudian disana ia bertemu dengan Tarissa. Tarissa yang melihat sepupunya itu memar di bagian pipi terlihat khawatir dan menarik Abi agar duduk bersamanya dan teman-temannya. Tarissa mulai mengintrogasinya, Abi pun menjelaskan semua kejadian yang ia alami kepada Tarissa dan teman-temannya.
"Gimana sih muka orang yang berani mukul sepupu aku" Tarissa kesal.
"Tar tau nggak denger-denger dari kelas sebelah si Pradipta itu ganteng tau, orangnya tinggi kulitnya mulus bersih, hidungnya mancung, badannya bagus" Diandra sangat antusias.
"Iya terus katanya gaya rambutnya juga keren kaya taper fade klasik gitu, terus kaya bad boy di cerita-cerita" Nada pun ikut antusias.
"Tapi sayang katanya dia nggak lulus-lulus" nada Diandra menjadi lirih.
"Udah mujinya, ini Abi loh bonyok gara-gara dia" Tarissa semakin kesal.
"Ah iya, maaf ya Tar" Diandra tertunduk.
"Awas aja yah kalo ketemu" Tarissa masih kesal.
"Jangan macem-macem dia anak rektor" kata Abi
"Hah!" Tarissa kaget
"Masa sih Bi" tanya Nada
"Iya tadi kata temenku, dia emang tau si Paradipta. Katanya temen SMA" jawab Abi
"Pasti masuk jalur bapak tuh, anak bentukan begitu" ujar Tarissa.
“Berarti Pradipta itu anak kampus 2 kan Bi?” tanya Nada.
“Iya dia anak fakultas ekonomi, dan bener tadi kata Diandra dia gak lulus-lulus” jawab Abi.
“Wah berarti agak oon yah, cuma gayanya doang selangit” celetuk Diandra.
"Hush, udah lupain ya. Kalian jangan sampe berurusan sama Pradipta sama temennya juga yang namanya Aliandra" kata Abi serius.
"Oke" jawab Tarissa, Diandra, dan Nada kompak.
Mereka kira masalah Pradipta selesai, tapi ternyata itu baru awal masalah mereka. Pada saat pulang kuliah, Tarissa, Diandra, dan Nada pulang tidak sengaja bertemu Pradipta dan Aliandra, namun mereka tidak tahu kalau itu Pradipta dan Aliandra. Pada saat itu Nada memegang seplastik es dan berjalan sambil bersenda gurau. Nada tak sadar kalo dia berjalan kearah jalan, tiba-tiba ada motor yang dipacu sangat kencang membunyikan klakson. Nada terkejut dan es ditangannya terlempar ke arah pemotor. Pemotor itu berhenti dan menghampiri Tarissa, Diandra, dan Nada.
"Siapa yang ngelempar air es ini!" Bentak pemotor itu.
"Aku, aku minta maaf" ungkap Nada penuh penyesalan.
"Maafin temenku ya" Tarissa membantu Nada.
"Ssst diem, nggak usah ikut campur" pemotor itu menatap Tarissa, mereka saling bertatap tajam.
"Mata lo dipake nggak sih, jalan aja nggak bener. Mending lumpuh aja sekalian" Maki pemotor itu
"Maaf" Nada ketakutan
"Maaf lo nggak guna, nggak bisa bikin baju gue bersih lagi" pemotor itu terus memaki Nada.
Tarissa lama kelamaan kesal melihat temannya disudutkan terus menerus, "Maaf ya mas, masnya juga salah loh ya. Ini jalan kampus mas bukan sirkuit balap gak boleh ngebut mas"
"Lo tau apa!" pemotor itu mendekati Tarissa, dan mendorong bahu Tarissa.
"Mas kok lama-lama kurang ajar ya" Tarissa kesal.
"Mas Mas Mas, kapan gua jadi suami lo panggil-panggil mas" pemotor itu tersenyum jahat, sambil menunjuk jidat Tarissa.
"Jangan gitu dong" Diandra mencoba membela Tarissa.
"Ih amit-amit jabang bayi, rai koyo silit pitik ngono gayane selangit" Kata Tarissa kesal
"Sorry lo bilang apa" kata si pemotor sambil menatap tajam ke arah Tarissa
"Aku ngomong raimu kaya silit pitik, kenapa? Masalah?" kata Tarissa di depan wajah si pemotor.
Teman si pemotor, yang tidak lain Aliandra menahan tawa setelah mendengar perkataan Tarissa. Aliandra mengerti karena ia sama-sama dari Jawa jadi dia tau apa yang dikatakan Tarissa. Sebenarnya Aliandra ini anak yang baik dan sopan, namun ia bersahabat dengan Pradipta jadi sedikit terbawa menjadi agak sombong. Parasnya juga tak kalah dari Pradipta, wajahnya sangat manis.
"Udah Dip, masa cewe aja diajak berantem" kata Aliandra mencoba melerai.
"Diem ya Ali" bentak si pemotor yang tidak lain Pradipta.
"Maafin gue sama temen gue si Pradipta ya, kita juga salah kok" kata Aliandra mencoba mencairkan suasana.
"Hah Pradipta?, mati aku" gumam Tarissa sambil menatap kedua temannya.
"Ayo Dip" ajak Aliandra.
"Urusan kita belum selesai" Pradipta mendorong bahu Tarissa.
Pradipta dan Aliandra meninggalkan mereka.
"Mati aku" Tarissa menepuk jidatnya dan terlihat putus asa.
"Maaf ya Tar" kata Nada
"Udah nggak apa-apa, kita liat aja aku mau diapain kalo besok ketemu lagi" Tarissa pasrah
"Jangan gitu, kita pasti belain kamu" hibur Diandra
"Hei, tadi aku liat Pradipta tuh. Kalian jangan sampe ketemu loh ya sama dia" Abi tiba-tiba datang.
"Telat" ungkap Nada
"Kenapa?" Pradipta penasaran.
"Kita udah dapet masalah dari dia" ungkap Diandra.
"Mati aku Bi" kata Tarissa sambil memukul-mukul kepalanya.
"Eh liat itu si Pradipta balik lagi kesini" Nada berbisik
Pradipta menghentikan motornya
"Oh jadi ini pacar lo?, pantes sama-sama aneh" ujar Pradipta kepada Tarissa.
Meskipun takut, Tarissa masih mencoba memasang tampang sangar, "mau apa lagi?"
"Liat aja mulai besok hidup lo ngga tenang" seru Pradipta.
Setelah mengatakan hal tersebut Pradipta memacu motornya kembali.
Hari berikutnya, setiap berangkat ke kampus perasaan Tarissa selalu was-was. Namun hari pertama setelah bermasalah dengan Pradipta, Tarissa tidak bertemu dengan Pradipta. Hari kedua dan ketiga pun masih selamat. Namun dihari keempat ketika Tarissa sedang berjalan sendiri dari kamar mandi ia berpapasan dengan Pradipta. Tarissa mencoba menunduk, berharap Pradipta tidak mengenalinya, tetapi ternyata Pradipta mengenalinya dan menghentikannya.
"Nama lo siapa?" tanya Pradipta
"Tarissa double s" jawab Tarissa sambil menyeringai.
Tarissa cukup cerdik, tiba-tiba ia menundukkan setengah badan sambil bilang, "selamat pagi Pak rektor". Pradipta terkejut dan membalik badan, namun ia tidak melihat siapa pun. Setelah ia balik badan lagi ke arah Tarissa, Tarissa sudah tampak lari kabur darinya. Hari berikutnya dan berikutnya Tarissa tidak bisa menghindar, ia terpaksa harus menghadapi Pradipta. Namun sikap Pradipta masih bisa Tarissa tangani, Pradipta hanya mencoba menggoda dan membuat kesal Tarissa.
Hari silih berganti, di tengah gangguan dari Pradipta Tarissa masih memiliki banyak teman yang melindungi dan membuatnya bahagia. Suatu hari teman-temannya membuat kejutan ulang tahun untuk dirinya yang ke 21 tahun. Memang sederhana, tetapi terasa mewah karena ia dikelilingi oleh orang-orang yang menyayanginya. Di usianya yang sekarang ia tiba-tiba menemukan suatu keajaiban dalam dirinya. Rasanya memang mustahil tapi setelah Tarissa merenung dan membuktikannya ternyata semua itu nyata. Tarissa merasa keajaiban itu adalah anugerah dari Tuhan untuknya.
Tarissa berjalan di lorong kampus sendirian, ia baru saja meminjam buku dari perpustakaan dan hendak ke kelas.
"Tarissa" panggil Pradipta
"Mati aku" gumam Tarissa
"Mau apa?!" bentak Tarissa
"Jangan galak gitu dong" ledek Pradipta
Pradipta mendekat kearah Tarissa, Tarissa melangkah mundur dan ketakutan. Namun tiba-tiba saja alat pendeteksi kebakaran yang ada di belakangnya dan seluruh kampus berbunyi. Tarissa kemudian memanfaatkan hal tersebut untuk kabur dari Pradipta, Pradipta pun lari menuju keluar kampus.
"Tarissa" panggil Diandra
Tarissa mendekat kearah Diandra dan Nada.
"Kok bisa sih alarm bunyi, perasaan nggak ada kebakaran" ujar Nada
"Ya kan nggak tau Nad, siapa tau dari dapur" jawab Diandra.
"Semuanya boleh masuk ke kampus, sepertinya alat pendeteksi berbunyi karena asap rokok" kata salah satu pihak kampus.
Semua mahasiswa masuk kembali dan melanjutkan aktivitas.
Tarissa dan teman-temannya sudah selesai kelas tari, maka dari itu mereka pulang ke kos. Setibanya di kos Tarissa kemudian masuk ke kamar Diandra dan mengunci pintu.
"Ada apa Tarissa?" Diandra kaget
"Aku mau cerita, tapi kamu harus jaga rahasia ini" Tarissa menyodorkan kelingkingnya.
"Janji" Diandra meraih kelingking Tarissa.
Tarissa menceritakan keajaiban yang ada di dalam dirinya. Tarissa menceritakan dari mimpi yang ia alami. Belakangan ini Tarissa mengalami mimpi yang aneh dan terus berulang, hingga ia bermimpi ada sebuah cahaya warna-warni masuk ke dalam tangannya yang menyebabkan muncul seperti tato ditangannya. Setelah ia bangun ternyata tato itu benar-benar muncul ditangannya. Tato itu bulat dan di dalam bulatan ada gambar lagi berupa simbol elemen tanah, air, api, tanah, angin, bunga salju, dan diluar lingkaran itu ada lingkaran lagi. Sehingga gambar itu tampak seperti lingkaran di dalam lingkaran dan di dalamnya ada gambar.
Keanehan selanjutnya terjadi ketika ia akan mengambil air minum, tangannya tak sengaja menerbangkan air yang ada di dalam gelas. Sehingga air itu tampak melayang berbentuk butiran. Setelah kejadian aneh itu, Tarissa sadar mimpi yang ia alami ternyata nyata. Untuk menyakinkan dirinya sendiri waktu itu, ia mengambil kertas dan mengarahkan tangannya dan membayangkan api, dan benar saja tiba-tiba kertas yang ada di depannya terbakar habis. Tarissa juga menceritakan kejadian alat pendeteksi kebakaran yang ada di kampusnya kenapa berbunyi, tidak lain itu karena Tarissa. Tarissa waktu itu sudah tidak punya ide untuk menghindar dari Pradipta.
Mendengar cerita Tarissa, Diandra masih tidak percaya. Diandra merasa Tarissa sedang mendongeng saja. Tarissa kemudian membuktikannya kepada Diandra, ia mengambil sebuah kertas dan membakarnya dengan tangannya. Kemudian ia menumpahkan air ke lantai, lalu ia mengangkat tumpahan air itu sehingga berbentuk butiran air yang melayang di udara. Setelah melihat itu Diandra kaget dan mulai mencerna cerita Tarissa, Diandra kemudian memegang tangan Tarissa. Tiba-tiba kejadian aneh terjadi, pergelangan tangan Diandra bersinar. Setelah dilihat muncul gambar air di pergelangan tangannya.
"Loh Tar liat" Diandra menunjukkannya pada Tarissa.
"Tapi gambarnya beda" ungkap Diandra
"Eh liat, salah satu gambar ditanganku juga bersinar" Tarissa menunjukkannya kepada Diandra.
"Elemen air, ini gambar elemen air. Coba kamu kendalikan air kaya aku tadi" kata Tarissa antusias.
"Gimana?" Diandra bingung.
"Kamu fokus, kamu pikirin kamu mau terbangin air ini" Tarissa mengarahkan Diandra.
"Bisa Tar, hah masa sih aku bisa ngelakuin ini" Diandra kaget
"Cara ngilangin simbol dari tangan gimana Tar, nanti dikira tato" Diandra mengamati tangannya.
Tarissa mengelus tangan Diandra 3 kali, dan simbol itu hilang.
"Wah, cara munculin lagi?" tanya Diandra
"Coba kamu gosok ke atas 3 kali" pinta Tarissa
"Gak bisa" jawab Diandra
Tarissa kemudian menggosoknya lagi 3 kali.
"Ilang, jangan-jangan emang cuma kamu yang bisa munculin dan ngilangin tanda ini" kata Diandra
"Mungkin" Tarissa bingung.
"Eh Tar kok bisa kekuatan kamu pindah?" Diandra bingung.
"Gak pindah Di, aku masih punya kekuatan ini" Tarissa menggerakkan air lagi.
"Apa ini nyalur kekuatannya?" tanya Diandra
"Bisa jadi, tapi kalo nyalur harusnya aku pegang siapa aja dia jadi punya kekuatan kan" kata Tarissa
"Bener Tar" jawab Diandra
"Aku mau coba ke Abi" Tarissa mengajak Diandra menemui Abi.
Setelah menemui Abi, Tarissa langsung memegang kedua tangan Abi. Abi pun bingung melihat tingkah Tarissa. Setelah Tarissa menyentuh tangan Abi, tidak muncul apapun di tangan Abi. Tarissa tak putus asa, Tarissa meminta agar Diandra yang memegang tangan Abi, namun tetap saja tidak terjadi apa-apa.
"Kalian kenapa sih?" Abi bingung
"Nggak papa Bi" Tarissa dan Diandra lari meninggalkan Abi.
Tarissa mencoba lagi hal yang sama kepada Nada. Saat Tarissa memegang tangan Nada, tiba-tiba pergelangan tangan Nada bersinar, dan memunculkan simbol tanah. Simbol tanah yang ada di tangan Tarissa pun menyala, sekarang ada 2 simbol yang menyala di tangan Tarissa. Tarissa meminta mengarahkan tangannya ke tanah, dan meminta Tarissa memikirkan membuat lubang kecil di tanah. Dan tiba-tiba benar saja terbuat lubang di tanah. Mereka bertiga terkejut, Tarissa menjelaskan semuanya kepada Nada.
"Tar jangan-jangan kita harus nyari orang yang punya kekuatan sampai semua simbol ditangan kamu nyala" ujar Diandra
"Aduh aku juga nggak tau aku bingung" Tarissa terlihat bingung.
"Untuk apa yah kira-kira kita punya kekuatan kaya gini?" Nada bingung
"Nah iya aku juga mikir gitu" sahut Tarissa
"Tapi aku minta ini jadi rahasia kita, jangan sekali-kali cerita bahkan gunain kekuatan kita di depan orang" kata Tarissa serius
"Oke" jawab Diandra dan Nada.
Setelah tahu mereka punya kekuatan, mereka menjadi lebih berhati-hati. Mereka juga merasa takut jika kekuatan tersebut bisa berdampak buruk bagi mereka sendiri dan orang lain.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!