NovelToon NovelToon

Pengkhianatan Suami Dan Adikku.

Episode 1

Hanna adalah seorang istri yang baru dinikahi satu tahun yang lalu oleh pria yang bernama Revan. Setiap pagi ia selalu menyiapkan sarapan untuk suami dan adiknya yang belum lama tinggal di rumah mereka.

Hanna membawa adik kandungnya yang bernama Sarah untuk tinggal bersama, karena orang tua mereka telah meninggal 5 bulan yang lalu. Hanna tak tega meninggalkan Sarah yang baru tamat sekolah SMA, ia sebagai kakak tertua dari keluarganya harus menjadi penanggung jawab atas adiknya.

"Sarah, ayo sarapan dulu. Nanti kamu kesiangan," panggil Hanna dari luar pintu kamar adiknya. Tak lama kemudian Sarah membuka handle pintunya.

"Iya kak, maaf aku baru selesai mandi." ucapnya.

"Makannya kalau tidur jangan terlalu malam," Hanna memperingati adiknya.

"Iya kak, maaf." ucapnya dengan menunduk.

Hanna kembali ke meja makan yang sudah ditunggu oleh suaminya.

"Mas Revan mau sarapan pakai apa?" tanya Hanna.

"Sayur sama lauk saja, sayang." Hanna segera mengambilkan menu makannya lalu ia menaruhnya di atas piring.

"Ini Mas, sarapannya." kemudian Hanna bertanya pada Sarah.

"Adik mau sarapan pakai apa?" tanyanya pada Sarah. Walaupun Sarah sudah besar, tapi Hanna tetap memperlakukannya dengan lembut seperti pada anak kecil. Ia sangat menyayangi Sarah, bahkan ia melupakan pada dirinya sendiri.

"Sayur saja kak," pinta Sarah.

Mereka bertiga sarapan bersama tanpa bersuara, Hanna mengerjakan pekerjaan rumah sendirian tanpa bantuan asisten rumah tangga. Ia merasa mampu untuk mengerjakan semuanya, walaupun lelah ia tak pernah mengeluh.

"Sayang, uang bulananmu sudah Mas kirim ke rekening," ujarnya pada Hanna.

"Terima kasih, Mas." Hanna tersenyum bahagia pada suaminya.

"Sama-sama, semoga cukup untuk kamu. Mas juga memberi uang tambahan untukmu, gunakan uang itu untuk ke salon atau beli pakaian yang kamu mau." ucap Revan.

"Terima kasih, Mas. Akan aku gunakan sebaik mungkin." Hanna tersenyum pada suaminya dan ia mengecek nominal yang dikirimkan Revan.

Sarah menatap tak suka pada kakaknya yang diberikan sejumlah uang oleh suaminya, ia merasa iri pada Hanna yang selalu dimanjakan oleh kakak iparnya.

"Buat aku mana kak?" pinta Sarah pada Hanna.

"Nanti kakak kirim ke rekeningmu, ya," ucap Hanna dengan tersenyum. Sarah pun mengangguk sebagai jawabannya.

"Kalau gitu, Mas mau berangkat sekarang. Apa kamu sudah selesai, Sarah?" tanyanya pada Sarah, lalu Revan beranjak dari duduknya.

"Sudah kak,"

Kemudian ia menghampiri Hanna dan memberi kecupan pada keningnya.

"Hati-hati di rumah, kalau ada apa-apa hubungi Mas." ujarnya dengan menggenggam tangan sang istri.

"Iya Mas, hati-hati di jalan. Bawa mobilnya jangan kebut-kebutan."

"Iya sayang, bye," balasnya, dengan melambaikan tangan pada Hanna.

Hanna menatap bingung pada Sarah yang tak seperti biasanya, Sarah tak pernah pamit pada Hanna bahkan ia tak pernah menyalami tangan kakaknya. Namun Hanna tetap memakluminya, mungkin Sarah lupa.

Di perjalanan, Sarah selalu memandangi kakak iparnya yang sedang menyetir.

"Sarah, kenapa kau menatap kakak seperti itu?" tanya Revan membuat Sarah salah tingkah.

"Aku hanya suka memandang wajah kakak yang tampan, walaupun kakak sudah berusia 30 tahun tapi masih seperti anak muda yang seusiaku." Sarah berkata jujur dari hatinya.

"Masa sih, kau bohong ya?" ucapnya tak percaya.

"Tidak kak, aku serius kok. Aku juga berharap bisa menemukan pria seperti kakak yang akan menjadi pendamping hidupku," kata Sarah, membuat Revan menatap ke arahnya.

"Loh, kenapa harus pria yang seperti kakak?" tanya Revan dengan mengerutkan keningnya.

"Ya, aku suka saja melihat kak Revan yang baik, perhatian, dan tampan." balasnya.

"Oh seperti itu, kakak doakan semoga kamu mendapatkan pria seperti kakak." Revan tersenyum manis menatap Sarah. Sampai Sarah tambah terpesona melihat ketampanan Revan.

"Iya kak," ucapnya dengan membalas senyuman Revan.

"Sudah sampai," kata Revan dengan menghentikan mobilnya di sebuah kampus tempat Sarah kuliah.

"Terima kasih kak," ucapnya, kemudian Sarah menyalami tangan kakak iparnya. Setelah itu, Revan memarkirkan kembali mobilnya lalu pergi meninggalkan Sarah yang masih berdiri menatap kepergiannya.

"Hai Sarah," sapa temannya yang bernama Santi.

"Hai juga," balasnya.

"Barusan kau diantar siapa? Cakep juga cowoknya." Santi penasaran dengan pria yang bersama Sarah.

"Em, itu kakak iparku."

"Oh, aku kira pacarmu Sar, lagian masih terlihat muda." ucapnya.

"Ya, begitulah. Aku juga berharap dia akan jadi pacarku, eh jadi suamiku," ujar Sarah keceplosan.

"Gila kamu, Sar. Masa suami kakakmu mau di embat juga?"

"Udah lah, ngapain sih ngomongin kakakku. Masuk yuk," ajaknya pada Santi. Lalu mereka pun segera masuk ke dalam.

Hanna sedang merapihkan tempat tidur Sarah yang berantakan, setiap hari ia selalu mengerjakan pekerjaan rumahnya. Bahkan ia juga yang mencuci baju adiknya.

"Hanna," panggil Ibu mertuanya yang baru saja masuk.

"Eh, Ibu. Sejak kapan Ibu di sini?" Hanna terkejut dengan kedatangan ibu mertuanya.

"Baru saja, Han. Ibu ingin mengunjungimu." ucapnya.

"Dengan senang hati, Bu. Kalau begitu silakan duduk, Hanna mau ambilkan minum dulu." Hanna pergi menuju dapur.

"Terima kasih, Han." ujarnya.

Tak lama kemudian Hanna pun membawa satu gelas juice jeruk yang baru ia buatkan untuk Ibu mertuanya.

"Han, apa adikmu masih tinggal di sini?" ucapnya dengan melihat ke sekeliling ruangan.

"Iya, Bu. Sarah tinggal di sini bersama kami." Bu Rohanah tidak menyukai adik Hanna semenjak tinggal di rumah anaknya.

"Tadi Ibu melihatmu sedang membereskan tempat tidur Sarah, apa dia tak pernah membereskannya sendiri?" tanyanya.

"Iya, Bu. Hanna memakluminya, karena Sarah sering kesiangan. Jadi ia tidak sempat untuk merapihkan tempat tidurnya" jawab Hanna.

"Hanna, Ibu minta pada kamu jangan terlalu memanjakan adikmu. Dia sudah dewasa, harus bisa mandiri." Bu Rohanah mencoba memberi pengertian pada Hanna.

"Iya Bu, Hanna juga sering menyuruh Sarah untuk membersihkan rumah. Tapi entah kenapa Sarah sering marah kalau disuruh." ucap Hanna dengan kepala menunduk.

"Itu karena kamu terlalu memanjakannya, Han. Lain kali kamu harus tegas sama dia, karena itu semua juga demi kebaikan dia. Ibu tidak suka dengan sikap Hanna yang tidak sopan," ucapnya.

"Maaf, ya Bu. Lain kali aku akan mengajarkan Hanna dengan baik. Maafkan sikap Hanna yang membuat Ibu tak suka." ujarnya.

"Iya tak apa-apa, Han. Oh iya besok Ibu mau ajak kamu menginap di rumah Ibu, besok ada acara keluarga besar." ucap Bu Rohanah memberitahu Hanna.

"Insyaallah Hanna akan datang Bu,"

"Baiklah, Ibu permisi dulu ya, Han. Jaga diri baik-baik jangan sampai kecapekan." Hanna pun mengangguk sebagai jawabannya. Setelah kepergian Ibu mertuanya, Hanna mulai merapihkan kembali kamar adiknya yang belum selesai. Ia merapihkan buku-buku yang ada di mejanya. Namun ia tak sengaja melihat buku komik dewasa, Hanna menutup mulutnya tak percaya dengan koleksi buku Sarah.

"Kakak!" bentak Hanna yang baru saja pulang kuliah, ia langsung merampas buku itu dari tangan kakaknya.

"Ngapain kakak pegang-pegang buku ini!" ketusnya.

"Sarah, itu buku apa? Kenapa kau banyak sekali menyimpan buku seperti itu," ucap Hanna tak kalah tegasnya.

"Kakak tak perlu bertanya, jangan ikut campur urusan pribadiku. Jangan pernah masuk ke kamarku lagi, pergi sana!" usirnya, Sarah mendorong tubuh Hanna keluar dengan kasar.

"Tunggu dulu! Kenapa kau sudah pulang kuliah?" tanya Hanna dengan penuh selidik.

"Kuliahku sudah selesai." balasnya, kemudian ia menutup pintu dengan keras sehingga Hanna kaget dengan suara pintu yang ditutup oleh Sarah. Hanna hanya bisa mengelus dadanya untuk sabar menghadapi sikap Sarah yang keras kepala.

Sarah mengambil ponselnya dari saku, kemudian ia mengirimkan pesan singkat pada Revan.

"Semangat kerjanya ya, kak. Jangan lupa makan siang biar tubuh kakak tetap kuat." isi pesan yang dikirim pada nomor Revan.

Revan pun membaca pesan dari Sarah, ia mengerutkan keningnya karena bingung dengan isi pesan yang dikirimnya.

"Kamu salah kirim ya?" balas Revan.

"Tidak kak, memang kenapa? Salah ya kalau aku perhatian sama kakak." Sarah membalas kembali balasan dari Revan.

"Tidak sih, hanya aneh saja." balasnya lagi, namun Sarah tak membalas kembali pesan Revan. Ia kesal dengan kakak iparnya yang susah untuk ditaklukkan. Sudah lama Sarah memendam rasa pada Revan semenjak ia tinggal di sana, Sarah terpesona dengan ketampanan Revan yang membuatnya tak bisa mengalihkan pandangannya. Namun waktu demi waktu, rasa yang ia pendam membuatnya sakit hati. Ia iri pada kebahagian kakaknya, bahkan ia berencana ingin mendapatkan hati Revan.

...----------------...

Episode 2

Revan baru saja pulang dari kantornya, ia tak melihat Hanna istrinya. Biasanya Hanna selalu menunggu di ruang tamu.

Revan melangkahkan kakinya menuju lantai atas.

"Sayang, aku sudah pulang," kata Revan sambil mencari istrinya. Namun ternyata Hanna sudah tidur.

"Sayang, rupanya kau tidur. Maafkan Mas, pulang malam lagi," ucapnya, kemudian ia mengecup kening istrinya. Hanna merasa terusik dengan kecupan Revan, lalu ia terbangun dengan membuka matanya perlahan.

"Mas, kau sudah pulang?"

"Iya sayang, Mas pulang malam lagi. Pekerjaan Mas sangat banyak." Hanna tersenyum lalu ia mengecup bibir suaminya.

"Mas pasti capek, ya? Biar ku buatkan susu dulu," ujarnya, kemudian Hanna bangkit dari tidurnya namun Revan segera menahan tangan sang istri.

"Tidurlah, kau pasti capek mengurus rumah sendirian. Kau tak perlu melayaniku, istirahatlah."

"Tapi... Mas kan capek baru pulang kerja."

"Tidak apa-apa sayang, capekku hilang setelah melihat wajah cantikmu," gombalnya, seketika pipi Hanna memerah seperti udang rebus.

"Ya sudah, kalau Mas nyuruh aku tidur lagi. Aku gak akan turun ke bawah," ucapnya.

"Iya sayang, biar Mas saja. Mas tahu kamu pasti kecapekan." Revan kembali mengecup kening istrinya lalu ia pergi menuju lantai bawah untuk membuat susu.

Revan melihat Sarah yang sedang menikmati cemilan dengan berpakaian sexy, ia baru melihat Sarah berpakaian seperti itu, bahkan sangat menggoda bagi kaum pria.

"Kak Revan, sudah pulang?" tanyanya.

"Iya, baru saja."

"Kakak mau apa ke sini? Memangnya kak Hanna kemana?" tanyanya penasaran.

"Kakakmu sedang tidur, aku tidak tega mengganggu tidurnya." Sarah pun mengangguk mengerti dengan ucapan Revan.

"Apa kakak mau ku buatkan susu?"

"Boleh," Sarah berdiri dari duduknya, ia sengaja memperlihatkan bentuk tubuh mulusnya pada Revan. Pria mana yang tak tergoda dengan tubuh sexy dan mulus. Revan menelan ludahnya dengan susah payah.

"Sarah, lain kali kamu jangan berpakaian seperti ini."

"Memangnya kenapa kak?"

"Nanti pria akan tergoda oleh tubuhmu, kakak tak mau kalau kamu dilecehkan." Sarah tersenyum pada Revan, ia tahu apa yang di maksud oleh kakak iparnya.

'Sepertinya, kak Revan mulai tergoda," pikirnya dalam hati.

"Aku berpakaian seperti ini hanya di dalam rumah saja kok, kak. Lagian siapa yang akan tergoda? Di rumah ini hanya ada kakak saja."

"Hem, iya. Aku hanya mengingatkanmu saja."

"Ini susunya kak," ucap Sarah dengan menyodorkan cangkir di tangannya, ia juga memperlihatkan belahan dadanya pada Revan.

Sarah gadis yang berusia 18 tahun itu memiliki tubuh yang montok dan mulus. Bahkan pria mana pun sering menggodanya. Namun entah kenapa ia tak pernah tergoda dengan ketampanan pria di luar sana. Ia lebih terpesona melihat ketampanan suami dari kakak kandungnya.

Dengan cepat Revan segera mengambil cangkir dari tangan Sarah, kemudian ia berdiri untuk segera kembali ke kamarnya. Revan tak ingin tergoda oleh tubuh adik iparnya. Namun tiba-tiba tangan Revan ditahan oleh Sarah.

"Kak Revan mau kemana?"

"Aku mau kembali ke kamar, memangnya ada apa?"

"Kenapa tidak duduk di sini temani Sarah saja, kak."

"Gak bisa begitu, Sar. Kau juga kembalilah ke kamarmu, ini sudah malam." titahnya, Revan melepaskan tangan Sarah, kemudian ia berbalik untuk kembali ke lantai atas. Namun lagi-lagi Sarah menahannya.

"Kak," rengeknya.

"Ada apa lagi, Sar?"

Cup... Tiba-tiba saja Sarah mengecup bibir kakak iparnya dengan berani.

"Apa yang kau lakukan, Sarah." bentaknya, Revan terkejut dengan keberanian Sarah yang mengecup bibirnya.

"Maaf, kak. Aku khilaf," kata Sarah gugup, kemudian ia berlari ke arah kamar meninggalkan Revan yang masih mematung menatap kepergiannya.

"Ada apa dengan anak itu," ucapnya dengan bertanya-tanya pada hatinya, lalu Revan pun segera berjalan ke lantai atas untuk kembali ke kamarnya.

"Mas, kok lama bikin susunya," tanya Hanna yang penasaran, ia sedari tadi menunggu suaminya. Namun Revan tak kunjung datang.

"Maaf sayang, tadi Mas ngobrol dulu sama Sarah,"

"Ngobrol apa Mas, memangnya jam segini Sarah belum tidur? Ini sudah jam 12 malam loh, Mas."

"Katanya dia haus, sayang. Jadi dia bangun."

"Oh gitu," ujar Hanna dengan menganggukkan kepalanya. "Memangnya Mas ngobrolin apa sama Sarah?"

"Biasa, tentang pelajaran kuliahnya."

"Bagus, kalau dia mau belajar denganmu, Mas. Oh iya Mas, tadi Ibu ke sini."

"Ada apa Ibu ke sini, sayang?"

"Katanya besok mau ada acara besar, besok kita harus ke sana, Mas. Sudah lama aku tak bertemu dengan keluarga besar,"

"Iya sayang, besok kita ke sana. Sekarang kita tidur ya, ini sudah malam."

"Iya Mas," Hanna menghadap pada suaminya, lalu ia memeluk erat tubuh suaminya. Sedangkan Revan tak bisa tidur memikirkan kejadian tadi. Ia masih tak percaya dengan Sarah yang tiba-tiba mengecup bibirnya dengan berani. Begitu juga dengan Sarah yang tak bisa memejamkan matanya sedari tadi, ia memikirkan perlakuannya pada Revan. Sarah takut kakak iparnya itu akan marah dan memberitahu Hanna.

'Apa yang aku lakukan tadi? Kenapa aku melakukan itu pada kak Revan,aku benar-benar malu pada diriku sendiri yang tak bisa menahan gejolak.' kesalnya dengan mengacak-acak rambut.

'Semoga kak Revan tak memberitahu soal ini pada kak Hanna.' ucapnya lagi.

Pagi hari ini, seperti biasa Hanna selalu menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan adiknya. Hari ini adalah hari libur, ia akan berkunjung ke rumah Ibu mertuanya. Ia juga akan mengajak Sarah ke sana.

"Pagi, kak." sapanya.

"Pagi juga, tumben kau sudah bangun, Sarah."

"Iya kak, aku hanya ingin membantu kakak saja." Hanna tersenyum senang melihat perubahan dalam diri Sarah.

"Nanti kakak mau mengajakmu ke rumah Ibu, kamu ikut ya, Sar."

"Iya kak, aku pasti akan ikut," jawabnya, Revan turun dari tangga dengan pakaian santai. Dari jauh ia menatap Sarah, namun Sarah menunduk malu mengingat perbuatannya semalam.

"Pagi, sayang."

"Pagi juga, Mas. Yuk kita sarapan dulu sebelum berangkat ke rumah Ibu."

Revan duduk di samping istrinya berhadapan dengan Sarah, Sarah merasa sangat malu berhadapan dengan Revan. Padahal sebelumnya biasa saja, ia menyesal telah melakukan sesuatu pada Revan sehingga ia gugup jika sedang berhadapan dengan kakak iparnya itu.

Setelah selesai sarapan, Sarah pamit untuk ke kamar.

"Kak, aku ke kamar dulu, ya. Aku mau ganti pakaianku dulu," ucapnya pada Hanna.

"Iya, Sar. Jangan lama ya," Revan menatap kepergian adik iparnya itu, ia masih ingin mendengar penjelasan dari Sarah, kenapa ia berani mengecup bibirnya. Namun sayangnya terhalang oleh Hanna, Revan takut jika Hanna tahu apa yang telah dilakukan adiknya. Jadi Revan menyembunyikan kejadian semalam dengan rapat.

Sarah keluar dari kamar dengan menggunakan dress senada, ia terlihat sangat cantik. Lalu ia menghampiri Hanna dan Revan.

"Wah, adikku cantik sekali," puji Hanna.

"Terima kasih, kak."

"Lihat Mas, adikku cantik sekali bukan?" ucap Hanna pada suaminya, Hanna kagum dengan kecantikan Sarah bak bidadari. Padahal dirinya tak kalah cantik dari Sarah, hanya saja Hanna tidak suka memoles wajahnya. Ia lebih suka natural.

"Iya cantik, tapi lebih cantik istriku," kata Revan memuji istrinya, membuat dada Sarah panas. Hanna hanya tersenyum menanggapi gombalan suaminya.

"Ya sudah, ayo berangkat sekarang. Ibu pasti sudah menunggu kita."

"Ayo sayang," mereka bertiga berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman. Revan membukakan pintu mobil depan untuk istrinya. Sedangkan Sarah duduk di kursi belakang.

Di sepanjang jalan, Sarah menyaksikan kemesraan kakaknya. Ia sangat iri melihat Revan yang perhatian pada Hanna, bahkan ia juga merasa cemburu dengan perlakuan Revan pada Hanna.

Sesekali Revan menatap Sarah dari kaca spion, mata mereka tak sengaja saling bertemu.

"Sarah! Kenapa kamu diam saja? Biasanya kamu suka bawel kalau berangkat kuliah," tanya Revan.

"Em, aku lagi gak mood untuk bicara."

Revan bingung melihat tingkah Sarah yang tak seperti biasanya, ia semakin penasaran dengan Sarah yang tiba-tiba moodnya sering berubah.

...----------------...

Episode 3

Setelah menempuh perjalanan satu jam, akhirnya mereka telah sampai di kediaman orang tua Revan.

Bu Rohanah menyambut kedatangan menantunya dengan baik, bahkan ia memperlakukan Hanna seperti anak kandungnya sendiri. Namun, tidak dengan Sarah yang diacuhkan tanpa disambut oleh Bu Rohanah. Semua keluarga sudah mengenal Hanna, namun tidak dengan Sarah.

"Hanna, dia siapa?" tanya Tante Mila.

"Dia adikku, Tante."

"Oh, adikmu. Ternyata adikmu cantik juga seperti kamu, tapi menurut Tante lebih cantik kamu." Mila sengaja berbicara seperti itu, karena ia sudah mendengar cerita tentang Sarah dari Bu Rohanah.

"Semua wanita juga cantik kok, Tan."

"Kalau boleh tahu, usia adikmu berapa?" tanyanya lagi.

"18 tahun, Tan." Sarah menjawab pertanyaan Tante Mila.

"Ah 18 tahun, ya. Tapi kok lebih muda kamu ya Han," sindir Tante Mila, ia tak suka dengan penampilan Sarah yang terlalu mencolok.

Sarah sudah tidak betah berkumpul dengan keluarga Bu Rohanah, ia ingin segera pulang dari rumah itu.

"Kak, sepertinya aku mau pulang saja."

"Loh, kan baru sampai. Kenapa mau pulang?" tanya Hanna.

"Kepalaku pusing, kak. Aku mau pulang saja naik taxi."

"Jangan pulang sendirian, Sarah. Tunggu sebentar kakak mau panggilkan Mas Revan dulu," ucapnya, kemudian Hanna pergi mencari suaminya yang sedang berbicara dengan saudara yang lain.

"Mas," panggilnya.

"Ada apa, sayang?"

"Sarah ingin pulang, kepalanya sakit. Tolong antarkan dia pulang, Mas."

"Baiklah, Mas akan mengantarnya sekalian ke kantor. Ada pekerjaan yang harus Mas selesaikan."

"Terima kasih, Mas."

"Sama-sama, sayang. Jangan sungkan meminta bantuan pada suami tampanmu ini," ujarnya, dengan mencubit pipi gemas Hanna.

Revan pamit pada keluarga besarnya untuk mengantar Sarah pulang.

"Hati-hati dijalan, Mas."

"Iya, sayang."

Sebelum pergi, Revan mengecup kening istrinya.

"Hanna, apa kau tak takut suamimu pulang bersama adikmu," tanya Tante Mila.

"Memangnya kenapa, Tan. Mas Revan hanya mengantar pulang saja, kok."

"Jangan sampai kejadian seperti Tante, Han. Tante pernah dikhianati oleh mantan suami. Betapa hancurnya hati Tante melihat mantan suami berselingkuh dengan sahabat Tante."

"Kok bisa, Tan?"

"Ya, bisa dong. Makannya kamu harus hati-hati pada adikmu itu," kata Tante Mila mengingatkannya.

Hanna hanya mengangguk menanggapi ucapan Tante Mila, ia sama sekali tidak berpikir negatif pada adiknya.

Di sepanjang jalan Sarah menunduk tanpa menatap wajah Revan, ia malu jika Revan akan bertanya soal kemarin.

"Sarah," panggilnya.

"Ya, kak. Ada apa?"

"Aku butuh penjelasan soal kemarin, apa maksudmu kemarin kau berani mencium kakak iparmu ini?" ujar Revan penuh selidik.

Sarah memikirkan kembali apa yang harus ia jelaskan pada Revan, tidak mungkin jika ia jujur bahwa dirinya menyukai Revan.

"Aku hanya... Ingin merasakan saja," ucapnya membuat Revan tertawa terbahak-bahak.

"Merasakan apa? Kau ingin merasakan kecupan dari seorang pria. Harusnya kau jangan melakukan itu padaku, aku ini kakak iparmu. Memangnya kau tak punya pacar?" Sarah menggelengkan kepalanya.

"Aku tak punya pacar kak, aku tak tahu kenapa setiap melihat kak Revan ada debaran dalam dada ini," ucapnya dengan menunjuk pada dada Revan.

Revan memicingkan matanya, ia merasa ada yang tidak beres pada adik iparnya itu.

"Apa maksudmu? Coba tolong jelaskan."

"Tapi kakak janji sama aku, jangan marah dan jangan bilang pada kak Hanna," kata Sarah dengan mengangkat jari kelingkingnya.

"Iya janji, tapi tolong jujur pada kakak."

Sarah menarik nafasnya dengan kasar, lalu ia menatap Revan dari samping.

"Sebenarnya, sudah lama aku menyimpan perasaan pada kak Revan." Seketika Revan menghentikan mobilnya dengan mendadak. Lalu ia menatap Sarah dengan serius.

"Apa maksud ucapanmu? Apa aku tak salah dengar."

"Tidak, kak. Aku menyukai kak Revan sejak lama. Maaf kalau ucapanku ini sudah lancang."

Revan menelan ludahnya dengan susah payah, ia terkejut dengan pengakuan adik iparnya. Padahal usianya sangat jauh berbeda dengan Sarah, namun entah kenapa Sarah bisa menyukai Revan.

"Kenapa kau menyukaiku? Kau tahu kalau aku ini sudah tua, usiaku sudah 30 tahun. Kau konyol sekali, Sarah."

"Aku sudah bilang padamu, kak. Kak Revan terlihat masih muda dan tampan, dan aku terpesona dengan ketampanan kak Revan." Revan tak menanggapi ucapan adik iparnya, ia tak tahu harus bagaimana cara menanggapinya, karena ia sadar sudah memiliki istri.

"Kak," ucap Sarah dengan menatap Revan serius, lalu ia menggenggam tangan Revan dengan lembut.

"Bolehkah aku minta hatimu sedikit untuk mencintaiku, aku tak apa-apa jika harus jadi yang kedua. Aku benar-benar mencintai kak Revan. Setiap kali melihat kakak dengan kak Hanna, hatiku sakit dan iri. Tolong beri aku cinta sedikit saja." Revan langsung melepaskan tangan Sarah, ia tak mau semakin terbuai dengan pesona adik iparnya.

"Jangan bercanda, Sarah. Kata-katamu itu tak masuk akal di otakku."

Cup...

Tiba-tiba Sarah mengecup Revan dengan memainkan lidahnya pada bibir Revan. Namun Revan hanya diam saja, ia mencoba untuk tidak terbuai oleh godaan adik iparnya. Namun semakin lama, permainan Sarah semakin memanas, membuat Revan tak bisa menahan jiwa lelakinya. Ia mulai membalas permainan adik iparnya tanpa memikirkan bahwa ia sudah memiliki istri.

Sarah melepaskan permainannya, di saat hasrat Revan sedang memuncak.

"Maaf, kak. Apa sekarang kakak percaya kalau aku benar mencintai kakak," ucapnya menatap Revan, berharap Revan mau memberi hatinya untuk dia. Namun, Revan tak membalas kata-kata Sarah. Ia kembali melajukan mobilnya untuk segera sampai rumah.

Tak lama kemudian, mereka berdua telah sampai di rumah utama. Sarah mengira Revan tidak menyukai dirinya, namun ternyata pikirannya salah. Revan membawa Sarah masuk ke kamarnya, ia menarik Sarah ke atas tempat tidur yang biasa Hanna tempati. Jika saja Hanna tahu mungkin ia akan marah dan sakit hati.

Sarah semakin melancarkan aksinya, ia semakin liar. Revan mulai mencumbuinya tanpa perlawanan dari Sarah.

"Tunggu, kak!" ucap Sarah menghentikannya.

"Kenapa?"

"Aku... Takut kak Hanna tahu."

"Dia sedang tidak ada di sini, bukankah kau yang menginginkan semua ini. Kalau kau memang tidak mau, kita sudahi saja dan lupakan," ucap Revan dengan menjauhkan tubuhnya dari Sarah. Namun, Sarah malah menariknya kembali.

"Aku rela apa yang akan kakak lakukan padaku, aku akan menerimanya."

"Suatu saat, kau jangan menyesal." Revan menekankan kata-kata itu pada Sarah tanpa berpikir bahwa dirinya bukan pria lajang.

Sarah kembali menggoda Revan, begitu juga dengan Revan yang membalasnya. Hingga pada akhirnya mereka tanpa busana, menikmati setiap permainannya.

"Kau masih suci?" tanya Revan.

"Iya, kak." jawabnya dengan menggigit jari.

"Kalau begitu, aku akan melakukannya dengan pelan." Sarah mengangguk atas jawabannya.

Pada akhirnya mereka melakukan hubungan terlarang, Revan merenggut kesucian Sarah tanpa perlawanan. Begitu juga dengan Sarah yang menikmati setiap sentuhannya.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!