Di sebuah rumah tua di ujung jalan yang sepi, di dalam kamar yang berukuran kecil, sumpek penuh debu, seorang bocah laki-laki berusaha melepaskan ikatan yang ada di tangan dan kakinya. Bocah berusia 9 tahun tersebut terus saja berusaha melepaskan ikatannya tapi apa daya kekuatannya lemah tak berdaya.
Bocah itu bernama Jimmy. Sebelumnya Jimmy sedang bermain bola dengan teman-temannya di sekolah. Lagi asyik-asyiknya bermain, bola yang ditendang Jimmy tiba-tiba keluar dari halaman Sekolah. Bola itu menggelinding di atas jalan beraspal. Jimmy berlari berniat untuk mengambilnya. Jimmy melihat ke kiri dan kanan biasanya Satpam Sekolah duduk berjaga di depan Sekolah, tapi hari ini Pak Satpam tidak kelihatan.
Dari seberang jalan, ada seseorang yang menolong Jimmy untuk mengambilkan bola. Orang itu mendekati Jimmy dengan bola di tangannya. Sebuah mobil berhenti tepat di depan Sekolah Jimmy. Setelah dilihat aman, orang itu mengangkat Jimmy dan memasukkannya ke dalam mobil. Dan ternyata orang itu adalah kumpulan preman dan mereka menculik Jimmy.
Sementara itu di sebuah rumah besar tepatnya di dalam gudang, Okta yang baru saja sadar mendapati dirinya penuh dengan luka, luka di tangan, di kaki bahkan di pelipis kanannya, karna pukulan dari kakak tirinya Dimas.
Okta anak perempuan berusia 8 tahun. Okta tinggal bersama Ayah dan juga Ibu dan Kakak tirinya. Okta yang malang tidak mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya. Ibunya telah meninggal dunia di saat Okta masih kecil. Ibu dan Kakak tirinya sering menyiksa, membentak, Okta mencoba berontak tapi dia hanyalah seorang anak kecil.
Okta sering dihukum dikurung di gudang tidak diberi makan. Okta terkadang mencuri makanan dirumahnya sendiri walaupun hanya seiris roti. Keesokan harinya Okta disuruh mengerjakan pekerjaan rumah. Begitu terus berulang-ulang. Dan hari ini Okta merasa lelah.
"Bunda, tolong Okta." Lirih Okta.
"Apa salah ku Bund, mengapa mereka membenci ku?"
"Maaf kan aku Bund, aku sudah tidak kuat."
Mata Okta tertuju pada sebuah pecahan beling tak jauh dari tempatnya berada. Dengan mata berkaca-kaca Okta berniat mengarahkan pecahan beling itu ke urat nadi tangannya. Entah kenapa tangan Okta gemetar, pecahan beling terlepas dari tangannya, perutnya terasa sakit, mungkin karena sudah berhari-hari tidak diberi makan, Okta masuk angin, kepalanya pusing, mual, perutnya kembung.
"Apa yang terjadi kenapa perut ku sakit sekali, aaaagghhh saaaaakiiiiit!" teriak Okta.
BRUUUTTT!
Okta mengeluarkan kentut. Tak lama setelahnya ada cahaya terang benderang masuk ke dalam gudang. Dan tiba-tiba saja tubuh Okta tertarik masuk ke dalam putaran cahaya. Cahaya itu pun menghilang bersama Okta.
GEDEBUM!
Okta terjatuh, tiba-tiba berada di dalam ruangan yang begitu asing bagi dirinya. Dan di depannya ada seorang anak laki-laki yang terikat sedang memandang ke arahnya.
"Si ... si ... siapa ka ... mu?" tanya Jimmy bocah yang masih terikat, kaget melihat penampakan Okta.
"Hei si ... si ... siapa ka ... mu? Kenapa kamu ada di sini, hei apa kamu tuli!" tanya Jimmy lagi.
Tidak ada respon dari Okta, bocah itu masih tidak mengerti situasi.
Apa aku sudah mati, ada dimana aku? Batin Okta.
"Hei kamu, bantu lepaskan ikatan ku!" perintah Jimmy.
"Kamu kenapa?" tanya Okta.
"Aku lagi main petak umpat, ini anak cepetan buka ikatan ku!" perintah Jimmy lagi.
Masih dalam keadaan bingung akhirnya Okta melepaskan ikatan di tangan dan di kaki Jimmy.
KREEEK!
Pintu terbuka. Dua orang bertampang preman dan menakutkan datang menghampiri mereka.
"Bos kayaknya kita dapat tangkapan bagus, dua orang anak konglomerat ada di tangan kita, hahahaha." Preman satu melepaskan pegangannya.
Okta mundur sembunyi di belakang Jimmy.
"Dari mana datangnya ini bocah, dan dari mana kamu tahu ini anak konglomerat?" tanya Bos preman.
Sambil menunjuk ke gelang Okta preman itu berkata, "Itu bos simbol keluarga Arshaka keluarga terkaya no 3 di negara C."
"Oh benar kah, hahahahaha kita kayaaaaaaa. Cepat kurung mereka!"
Dan akhirnya kedua preman itu keluar dari ruangan sempit itu dan mengatur rencana.
"Gimana caranya kamu ke sini? Sebenarnya kamu siapa?" tanya Jimmy.
"Aku Okta, kalo aku beritahu, kamu tak kan percaya, aku peri." Kata Okta (ya iya lah siapa juga yang percaya karena kentut Okta bisa teleportasi).
Tiba-tiba perut Okta kembali sakit.
"Hey boy cepat katakan kamu mau kemana biar aku antar, cepetan!" Okta sambil memegang perutnya yang sakitnya tidak tertahan.
"Ke kediaman Saguna negara C."
"Pegang tangan ku!" perintah Okta.
Jimmy dengan cepat memegang tangan Okta.
"Dannnnnn tutup hidung mu!" perintah Okta lagi.
"Hahhhhhhhh ....?" Jimmy kebingungan.
BRUUUTTT!
DUAARRR!
BOOOOMM!
Entah apa yang terjadi, yang dirasakan Jimmy saat ini, tubuhnya seperti tersedot ke dalam putaran angin tornado, matanya tidak bisa melihat karena begitu silaunya cahaya. Sekejap mata mereka berada di sebuah tempat entah dimana.
Tempat yang teduh penuh dengan bunga-bunga dan kupu-kupu yang cantik berterbangan di sana. Aroma yang harum, angin yang sejuk siapapun pasti akan betah menghabiskan waktu berlama-lama di sana. Di tempat itu ada seorang anak laki-laki yang lebih tinggi dari Jimmy membawakan makanan dan minuman untuk mereka.
"Ini makanlah, pasti kalian belum makan kan?" Anak laki-laki itu tersenyum kepada Okta dan Jimmy.
"Terima kasih, nama kamu siapa?" tanya Jimmy.
"Aku Lian." Jawabnya.
"Wajah kalian mirip." Okta memperhatikan Jimmy dan Lian. Kalian sama-sama ganteng, kalo sudah besar aku mau jadi pacar kalian, hehehe, Okta bicara dalam hatinya sambil tersenyum sendiri.
"Kalian makanlah dulu, perjalanan kalian sangat panjang dan berliku, karena melewati cahaya." Kata Lian.
"Kamu sendirian?" tanya Okta sambil melahap makanan yang ada dihadapan.
"Tidak, aku tidak sendirian. Dan kamu ingat, kamu juga tidak sendirian. Aku akan selalu bersamamu." Lian menatap lembut Okta.
"Memang kamu siapa?" Okta masih melahap makanannya, karena Okta sudah berhari-hari tidak makan.
"Aku orang yang akan selalu menjaga dan menemanimu." Jawab Lian.
"Aku juga mau menemanimu gadis kentut." Kata Jimmy.
"Terima kasih, kalian orang pertama yang menjadi temanku. Aku tidak punya Bunda. Ayahku tidak menyayangiku. Kakak Dimas dan Ibunya juga sering mengurungku. Boleh tidak aku tinggal di sini?" tanya Okta kepada Lian.
"Kalian tidak boleh tinggal di sini. Kalian harus pulang." Lian kembali tersenyum dengan manisnya.
"Gadis kentut, kamu bilang akan mengantarkanku pulang. Kenapa berhenti di sini?" Jimmy mulai kesal.
"Aku yang menarik kalian untuk datang ke sini. Karena dia sangat lelah dan kelaparan. Setelah keluar dari tempat ini kalian tidak akan pernah mengingat kejadian hari ini. Dan kamu Boy, bersikap baiklah. Kamu tidak akan pernah tahu perasaanmu yang sesungguhnya. Ingat aku akan selalu ada untuknya." Lian menjentikkan jarinya.
Kembali Okta dan Jimmy masuk kedalam putaran cahaya. Mereka berputar-putar di dalamnya. Kali ini putarannya sangat cepat dan kuat. Okta dan Jimmy saling berpegangan tangan.
Saking kuatnya dorongan angin, pegangan tangan Jimmy terlepas dari Okta. Mereka terlempar. Okta dan Jimmy tidak sadarkan diri.
Setelah sadar Jimmy sudah berada di kediaman Keluarga Saguna.
"Ayah, Bunda!" panggil Jimmy sambil berlari keluar kamar ke arah ruang tamu.
"Jimmy, anak bunda," peluk Bunda menangis sambil memeriksa keadaan Jimmy.
"Alhamdulillah nak kamu selamat." Ayah Saguna juga memeluk erat Jimmy.
"Sekarang bereskan penculik itu, buat mereka menghilang dari muka bumi!" perintah Saguna ke anak buahnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semenjak kejadian itu, Okta dan Jimmy terpisah. Okta merasakan pusing dan sakit di sekujur tubuhnya. Keadaannya sangat memprihatinkan. Okta ditemukan oleh pasangan suami istri di Negara C dalam keadaan penuh luka lebam dan tidak sadarkan diri. Mereka sangat prihatin dengan keadaan Okta. Mereka membawa Okta ke rumah sakit.
Okta tersadar dan merasa takut melihat dua orang asing di depannya. Dokter memeriksa lebih lanjut kondisi Okta saat ini. Dokter bertanya siapa namanya, siapa orang tuanya dan dimana rumahnya. Setelah cukup lama diam dan melihat di depannya orang-orang baik, barulah Okta menceritakan siapa dirinya dan alasan mengapa dia tidak mau kembali ke keluarganya karena sudah tidak tahan dengan perlakuan Ibu dan Kakak tirinya.
Mendengar dari ceritanya dan melihat luka yang ada dirinya, Dokter bisa mengetahui apa yang dialami oleh Okta saat ini.
Dokter di dalam ruangannya memberitahukan kondisi Okta saat ini menderita Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah gangguan mental yang terjadi pada seseorang karena mengalami kejadian traumatis. Yang dialami Okta saat ini trauma karena kekerasan fisik. Okta bisa disembuhkan dengan Psikoterapi dan juga obat-obatan. Saat ini Okta membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga.
Beruntung pasangan tersebut mau mengasuh Okta dan menjadikannya anak angkat mereka. Mereka sangat perhatian dan menyayangi Okta seperti anak kandung mereka sendiri. Kedua anak laki-laki mereka pun mau menerima dan sangat sayang dan perhatian kepada Okta. Okta perlahan mulai bisa membuka diri dengan lingkungan di sekitarnya. Anggapan semua orang hanya akan menyakitinya sedikit demi sedikit berusaha dia hilangkan.
Bersama keluarga barunya saat ini Okta merasakan kasih sayang yang selama ini tidak pernah dia dapatkan. Okta hanya menginginkan cinta, cinta dari keluarga, dari teman tanpa ada siksaan, makian, hinaan. Dan mungkin juga suatu hari nanti Okta akan mendapatkan cinta dari orang yang benar-benar tulus mencintainya.
Pagi ini sangat cerah, seperti biasa sebelum ke kampus Keenan menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya.
"Dek, Bang Keenan antar ke sekolah ya." Kata Bang Keenan anak pertama Papa Arya dan Mama Yasmine.
"Gak usah Bang, aku bareng Kak Dilfa aja kan kami satu sekolah." Okta dengan halus menolak.
"Ya udah, Bang Keenan ke Kampus duluan, jangan nakal di sekolah." Pamit Keenan tak lupa mengecup kening Okta.
"Hati-hati bang!" Okta membalas mencium punggung tangan Keenan.
Hari ini hari pertama Okta masuk sekolah SMA.
Sebenarnya Okta masih trauma bertemu banyak orang, karena setelah kejadian 8 tahun lalu Okta pernah diculik dan disekap oleh orang suruhan Ibu tirinya.
Beruntung Okta berhasil diselamatkan. Dan untuk melawan traumanya, Okta harus membuka diri dan bersosialisasi.
"Kak Dilfa, aku takut." Bisik Okta mengeratkan genggaman di lengan Dilfa.
"Gak apa Dek, ada Kakak, yuuukkk Kakak antar ke kelas." Dilfa mengantarkan Okta ke kelas barunya.
Suasana sekolah menggemparkan, Dilfa salah satu cowok tampan, tajir, pintar pokoknya the best lah menggandeng gadis cantik .
Ada beberapa yang menyapa, ramah kepada Okta. Dan ada pula yang memandang sinis ke Okta. Ya disini lah kelas Okta. Kelas X.1.
Okta mendapatkan teman baru mereka adalah Via, Ana dan Enny.
Begini ya rasanya punya teman, senangnya. Batin Okta.
"Kamu siapanya Kak Dilfa sih?" tanya Via kepada Okta.
"Adiknya Kak Dilfa," jawab Okta.
"Hmmmm ngomong-ngomong Kak Dilfa punya pacar belom?" kali ini Enny yang nanya.
"Tanya aja langsung ke orangnya." Kata Okta
"Ke kantin yukkkk!" Ajak Ana sambil menarik tangan teman-temannya.
"Kak Dilfa!" panggil Okta.
"Ayo gabung sini Dek." Dilfa menunjuk tempat kosong disampingnya.
"Jantung gue jantung gue kenapa gaesssss mau copot." Enny seolah-olah mau pingsan.
"Akting terrrrusssss." Cibir Ana
"Ih jangan malu-maluin." Via mencubit tangan Enny.
"Kak kenalin ini teman aku, Via, Ana dan yang mau pingsan itu namanya Enny, mau PDKT ama Kakak." Goda Okta.
"Oh ya, hai Enny, apa kabar?" sapa Dilfa
"Lagi gak baik-baik Kak, senyummu itu meluluhkan hatiku." Ujar Enny malu malu.
"Cieeeee cieeeeee." Semua yang ada tertawa.
"Yuuukkk hari ini Kak Dilfa traktir makan bakso, Bang, bakso nambah 4 mangkok, sama es jeruk 4 ya."
"Siapppp," sahut Abang bakso kantin.
"Kenalin ini teman-teman Kak Dilfa, ini Nata, Ferdy dan satu lagi itu yang lagi ambil pesanan kalian namanya Jimmy," tunjuk Dilfa ke seseorang yang perlahan menghampiri meja mereka.
Tatapan mata Jimmy bertemu dengan Okta.
DEG!
DEG!
DEG!
"Ken ... tut," tunjuk Jimmy ke arah Okta.
"Weiiiii siapa yang kentut Jim?" tanya Ferdy.
"Eh ng ... ngak," Jimmy menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Dil, loe gak pernah cerita punya Adek," bisik Jimmy.
"Loe gak nanya," jawab Dilfa sambil menepuk pundak Jimmy.
"Eh gila loe ya panggil Adek gue kentut."
"Sorry Dilfa, gue punya pengalaman aneh waktu kecil, ntar deh gue ceritain." Jimmy sambil menikmati baksonya.
Jimmy masih curi-curi pandang dengan Okta. Tapi Okta yang dipandangin cuek bebek. Nih si gadis kentut gak ngenalin gue kali ya, gue sampai sekarang masih ingat betul mukanya yang dulu babak belur, tapi sekarang berubah menjadi cantik, imut gemesin, batin Jimmy.
Selain Jimmy ada seseorang yang juga sangat mengagumi kecantikan Okta, dia Ferdy. Entah kenapa jantung Ferdy saat ini detaknya sangat kencang. Saking kencangnya mangkok bakso Ferdy mengeluarkan irama tak beraturan TENG! TENG! TEEEENNNG! Tangan Ferdy gemetar memegang sendok dan garpu.
"Fer, loe sakit? Sampai gemetar gitu." Nata menyikut lengan Ferdy.
"Sorry, gue kelaparan, sampai cacing di perut gue konser." Ferdy malu-malu.
"Kelaparan apa grogi lihat Cewek-cewek ngumpul di sini?" ejek Nata.
"Dua-duanya." Ferdy ketawa.
"Besok-besok ketemuan lagi Kak, biar rame dan Kak Ferdynya gak grogi." Kata Via.
"Boleh, mau jalan-jalan ke Mall juga boleh." Sahut Ferdy.
"Yeeeee ada maunya." Kali ini Dilfa yang ngomong.
"Gak apa-apa kan Dil kalo ada maunya?" Jimmy melirik Dilfa kemudian melirik Okta yang masih menikmatin bakso.
"Ya gak apa juga sich. Kalo loe mau apa Jim?" tanya Dilfa.
"Mau deketin Adek loe." Jawab Jimmy.
Okta yang mendengar melirik ke arah Jimmy dan tersenyum manis.
"Jangan gitu dong Okta, ntar aku gak bisa bobo. Senyummu itu bagaikan kopi yang membuat melek mataku." Jimmy mulai gombal.
"Jangan Jimmy aja dong dikasih senyuman, aku juga mau." Ferdy juga ngegombal.
"Cieeeee, Cieeeeee." Semua kembali tertawa bersama.
Dari jauh, Rini dan teman-temannya memperhatikan Dilfa yang asik ngobrol sambil ketawa-ketawa dengan teman-temannya. Dan siapa yang dirangkul Dilfa? Kenapa Dilfa sangat sayang terhadap gadis itu? Ada hubungan apa Dilfa dengannya? Dilfa sangat perhatian. Memang Rini akui gadis yang di samping Dilfa sangat lah cantik. Rini baru pertama kali melihat gadis itu.
"Gaeeeess, cari tau kelas gadis yang di samping Dilfa." Rini menunjuk Okta dengan mulutnya.
"Sasaran kita berikutnya ya?" tanya Wati.
"Tidak ada yang boleh mendekati Dilfa selain gue!" Rini mengepalkan tangannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Rini yang melihat kedekatan Dilfa dengan Okta sewaktu di kantin sekolah sangat cemburu. Hatinya terbakar, ingin rasanya saat itu juga membuat goresan di muka dan di badan Okta. Tapi Rini menjaga gengsinya di hadapan Dilfa. Rini sangat menyukai Dilfa sejak kelas 7 SMP. Sejak saat itu, siapa saja yang mendekati Dilfa akan disingkirkannya. Rini tidak pernah sama sekali menyatakan perasaannya kepada Dilfa. Tapi dia sudah menyatakan dirinya adalah milik Dilfa. Dilfa sendiri pun tidak mengetahuinya. Kini Okta yang akan menjadi sasaran kejahilannya. Rini merencanakan sesuatu keesokan harinya.
Di kelas X.1, ada yang mencari Okta.
Mereka adalah Rini cs, fans aliran kerasnya Dilfa. Hari ini jam pelajaran olahraga. Semua murid X.1 sudah kumpul di lapangan kecuali Okta yang masih mencari seragam olahraganya. Okta kembali memeriksa isi tasnya, laci meja, seragam olahraganya tidak juga ketemu. Apa mungkin ketinggalan di rumah, batin Okta.
Tanpa di sadari Okta, Rini dan teman-temannya memperhatikan dari jendela luar kelas.
Setelah merasa aman, Rini cs masuk ke dalam kelas Okta. Rini penuh emosi mendekati Okta.
"Hei kamu, anak baru. Berani ya dekat-dekat sama Dilfa. Jangan macam-macam sama gue!" ancam Rini sambil menarik tangan Okta.
"Ka...ka...mu siapa?" Okta ketakutan.
"Gue pacarnya Dilfa! Loe jangan pernah lagi mendekati Dilfa!" Rini memegang kerah baju Okta.
"Kak Dil...Dil...fa, e...emang ke...napa?" tanya Okta terbata-bata.
"Loe gak tahu, cuman gue yang boleh dekat dan memiliki Dilfa!" Rini meninggikan suaranya.
"Tapi kamu bukan siapa-siapa Kak Dilfa!" Okta mencoba melawan.
"Berani melawan kamu ya!"
PLAK!
BLAM!
BRUUKK!
Tubuh Okta didorong kuat oleh Rini, rambutnya dijambak, kakinya ditendang. Sumpah serapah, cacian, makian terus keluar dari mulut tidak beradab Rini.
Tubuh Okta ambruk, lemas, terlintas diingatan masa lalunya saat Ibu tiri dan Kakak tirinya membentak, menyekap dan memukulnya di gudang. Ingatannya begitu kuat, terus bermunculan di kepalanya.
"AAAGGHHH...jangan...ampun...!" teriak Okta tubuhnya bergetar hebat, keringat dingin mulai mengucur deras, nafasnya tidak beraturan.
"Rin, gimana ini, buruan kabur mumpung gak ada yang lihat." Saras panik langsung angkat kaki bersama Rini dan tiga orang lainnya.
Tanpa mereka sadari seseorang merekam kejadian tersebut.
Sementara itu di dalam kelas ketika ingin mengeluarkan buku pelajaran, Dilfa mendapati baju olahraga Okta ada di dalam tasnya.
"Jim, gue ke kelas Okta dulu ya, baju olahraganya ada di dalam tas gue," Dilfa beranjak dari kursinya.
"Gue ikut, perasaan gue ga enak," susul Jimmy.
Dilfa dan Jimmy langsung menuju lapangan sekolah. Di lapangan Dilfa tidak melihat keberadaan Okta, Dilfa bertanya kepada teman-temannya, mereka bilang Okta di dalam kelas mencari baju olahraganya. Dilfa dan Jimmy memutuskan menuju ke kelas X.1.
Sesampainya di kelas, kelas X.1 sepi. Samar-samar terdengar suara. Betapa terkejutnya Dilfa dan Jimmy melihat kondisi Okta yang tertunduk di lantai dengan tangan memegang lutut, mata terpejam, bibir bergetar seolah memohon sesuatu.
"Okta! Dek tenang dek, ini Kakak," Dilfa memeluk tubuh Okta, tangannya mengusap lembut punggung Okta.
"Ja...ngannn, le...pas...kann, aammpuuuunnnn!" teriak Okta.
"Jim, panggil ambulan!" Dilfa dengan kepanikannya.
Spontan Jimmy mengeluarkan gelang yang ada di saku celananya, dipasangkannya ke tangan Okta.
Terjadi perubahan energi pada Okta, yang menyebabkan Okta merasakan sakit yang sangat diperutnya dannnnnnnnn
BRUBUUTT!
BOOOMMM!
Kilatan cahaya muncul, kemudian cahaya itu berkumpul menjadi satu sinaran besar menarik dan menyedot tubuh Okta, Dilfa, dan Jimmy. Tubuh mereka berputar-putar di dalamnya.
......................
Lampu di ruang kerja rumah Keenan kelap kelip sebentar nyala sebentar mati.
"Kayaknya tegangan listrik down ne," gumam Keenan.
Tiba-tiba listrik padam, di tengah kegelapan terdengar suara BRUUKK! Ada yang jatuh. Tidak berapa lama listrik normal kembali.
"Dilfa, Jimmy, Okta," tatap Keenan tidak percaya.
"Bang Keenan tolongin Okta Bang! Nanti aku ceritain," seolah Dilfa bisa membaca kebingungan Keenan.
Keenan mengangkat tubuh Okta, membaringkannya di dalam kamar. Keenan dengan sabar menyeka wajah Okta, tangan dan kakinya.
Okta sekarang sudah merasa tenang setelah diberikan Keenan obat, dan beristirahat di kamarnya. Keenan juga sudah meminta ijin untuk Okta, Dilfa dan juga Jimmy melalui telepon ke sekolah.
Mereka berpindah ke ruang tamu.
"Ok, cerita kan!" Keenan minta penjelasan ke Dilfa dan Jimmy.
"Baju olahraga Okta tidak sengaja masuk ke dalam tasku Bang. Aku dan Jimmy mencari Okta untuk mengantarkan baju olahraganya. Kami cari di lapangan Oktanya gak ada, akhirnya kami menuju kelasnya, eh tiba-tiba di kelas Okta tertunduk di lantai dengan tangan memegang lutut, mata terpejam, bibir bergetar, teriak histeris Bang, kayak dulu waktu dia diculik, dia teriak ja...ngannnnn, le....paskannnnn, ammmpuuunnn gitu Bang," cerita Dilfa.
"Pasti ada sesuatu yang memicu ingatan buruknya, tadi Bang Keenan lihat ada bekas tendangan di kakinya, di wajahnya juga ada warna merah," terdengar Keenan menahan emosi sambil mengepalkan tangannya.
"Mama Papa gimana Bang?" tanya Dilfa.
"Untuk sementara jangan diberitahu dulu," jawab Keenan.
"Hmmm, maaf Bang Keenan, Dilfa, boleh gue nanya? Apa 8 tahun yang lalu Okta pernah diculik?" Jimmy masih penasaran apa yang sebenarnya terjadi.
"8 tahun yang lalu Mama dan Papa menemukan Okta dengan tubuh penuh luka lebam dan tidak sadarkan diri di jalanan." Cerita Bang Keenan
"Gini Bang 8 tahun yang lalu, aku pernah diculik. Gak tau dan entah datang dari mana tiba-tiba Okta muncul dihadapanku keadaannya persis kayak Bang Keenan ceritain tadi." Jimmy menceritakan pertemuan pertamanya dengan Okta.
"Kami berada di sebuah ruangan yang gelap dan sempit. Okta yang membantu melepaskan ikatan di tangan dan di kakiku. Kalo ditanya kenapa kami bisa kabur dari penculik, ya itu karna Okta 'kentut'." Kata Jimmy sambil mengangkat kedua tangannya membentuk angka dua menaik turunkan jarinya.
"Kentut, maksud kamu apa?" Keenan mengerutkan dahinya.
"Oh maksud loe, gara gara 'kentut' Okta kita bisa sampai kesini?" sela Dilfa.
"Nah itu yang gue maksud," sahut Jimmy.
"Tunggu, jadi kalian kabur dari penculik karena kentut Okta bisa teleportasi, gitu?" tanya Dilfa lagi.
"Bingung kan loe, tapi loe baru aja kan ngalamin," ujar Jimmy.
"Gila, benaran Bang Keenan, ini benar-benar terjadi. Baru pertama kali gue ngalamin pengalaman yang aneh dan seajaib ini bersama loe Jim." Dilfa masih tidak percaya dengan pengalaman yang baru saja dialaminya.
"Kentut, kentut, Bang Keenan gak percaya sebelum ngalamin sendiri. Makanya jangan kebanyakan baca komik jadi halu." Kata Keenan.
"Jim, sini Jim." Dilfa memanggil Jimmy.
Jimmy menghampiri Dilfa. Tak disangka-sangka Dilfa dengan keras mencubitnya.
AAAGGHHH!
Jimmy spontan memukul tangan Dilfa.
"AAAGGHHH! Sakit. Ternyata benar ini gak mimpi. Benaran Bang Keenan 'kentut' Okta bisa teleportasi." Dilfa lagi-lagi meyakinkan Keenan.
Keenan makin pusing dibuatnya. Mana ada kentut bisa teleportasi 🤣🤣🤣.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!