"Bi, aku sudah setok ASI banyak di kulkas. Jangan sampai telat ya kasih susu ke Bela. Aku harus berangkat sekarang." Dengan sedikit tergesa-gesa Asyifa menghampiri putri kecilnya yang masih terlelap lalu mengecupnya dengan lembut.
"Jadi anak baik hari ini ya sayang. Mama harus kerja dulu, nggak boleh rewel dan nyusahin Bi Ida ya" bisik Syifa sambil mengusap lembut rambut halus putrinya.
"Baik Non, Non Syifa semangat ya buat hari ini. Semoga dilancarkan semua pekerjaannya." Jawab Bi Ida sembari membereskan beberapa pakaian bayi milik putrinya.
"Siap Bi Ida, terima kasih ya."
Syifa langsung bergegas berangkat ke salah satu kampus terkenal di tempatnya. Hari ini adalah hari pertama dia mengajar di kampus itu.
Meski berat meninggalkan putri semata wayangnya yang masih berusia sembilan bulan. Namun Syifa harus tetap bekerja demi masa depan mereka.
Asyifa Nadira, wanita berparas cantik dan selalu menebar senyum ramah kepada semua orang. Dia selalu terlihat ceria padahal jauh dalam hatinya menahan sakit yang mendalam.
Pernikahannya dengan Rangga yang diharapkan menjadi pernikahan terindah nyatanya harus pupus di tengah jalan.
Disaat dirinya hamil besar dan hendak melahirkan rupanya malah memergoki suaminya berselingkuh dengan Mona, sahabatnya sendiri.
Bahkan disaat dirinya berjuang melahirkan bayinya Rangga sama sekali tak menemaninya. Dia justru sibuk berlibur dengan Mona.
Sejak saat itu Syifa bertekad membesarkan buah hatinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga agar tidak merepotkan orang lain, termasuk orang tuanya.
Kedua orang tua Syifa tinggal di luar negri. Meski lahir dari keluarga berada tak membuat Syifa menjadi manja dan bergantung pada orang tuanya.
Dia tetap berusaha menjadi sosok yang mandiri. Dengan bekal pendidikannya yang lulusan salah satu kampus besar di Inggris kini Syifa memantapkan dirinya menjadi seorang dosen.
.
Setelah mengendarai mobilnya membelah kemacetan ibukota akhirnya Syifa sampai di kampus tepat waktu. Sejenak dia menatap bangunan besar di depannya sambil menghirup nafas dalam untuk memantapkan hatinya.
Syifa memakai setelan formal rok span dengan blazer warna senada serta make up tipis dengan rambut panjangnya yang diikat rapi mulai berjalan menyusuri area kampus.
Setiap langkahnya tentu mengundang perhatian para mahasiswa yang melihatnya. Paras cantiknya tentu membuat orang-orang penasaran. Banyak di antara mereka saling menebak siapa dirinya.
Syifa hanya tersenyum ramah saat berpapasan dengan mereka. Hingga akhirnya Syifa sampai di salah satu ruang kelas dimana dia akan mengajar sesuai jadwalnya.
Semua mahasiswa sudah bersiap di tempatnya untuk menerima materi. Namun semua dibuat terkejut dengan kehadiran Syifa.
Bahkan tak jarang para mahasiswa laki-laki langsung heboh sendiri dengan kedatangannya.
"Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Asyifa Nadira. Saya adalah dosen kalian menggantikan Pak Bambang. Mohon kerja samanya ya. Ada pertanyaan?" ucap Syifa mengenalkan diri.
Sorak sorai pun langsung menggema menyambut Syifa. Bagaimana tidak, sosok dosen baru mereka adalah wanita muda yang begitu cantik. Sedangkan dosen lama adalah dosen tua yang killer.
"Bu Syifa sudah punya pacar belum?" tanya salah satu mahasiswa.
"Bu Syifa cantik banget, nggak cocok jadi dosen cocoknya jadi istri" celetuk yang lainnya.
Suara-suara para mahasiswa menjadi kehebohan sendiri tak ayal mengundang decakan kesal para mahasiswi.
"Udah dong, bu Syifa jangan di godain terus. Nanti nggak betah kabur lagi." protes salah satu mahasiswi.
Syifa hanya menimpali dengan senyuman singkat. Setelahnya dia meminta para mahasiswa untuk fokus kepada pembelajaran.
Saat materi sedang di mulai tiba-tiba terdengar derit pintu yang terbuka. Sosok pria dengan perawakan jangkung memasuki ruangan tersebut dengan santainya.
"Tunggu!" ucap Syifa menghentikan pria itu.
Pria itu langsung menoleh ke arah Syifa. Sejenak kedua netra itu saling beradu. Tatapan tajam pria itu sejenak membuat Syifa sempat terpaku.
Pria itu memang memiliki wajah tampan dengan hidung mancung dan tatapan yang tegas. Usianya tampak masih muda menandakan bahwa dia pasti salah satu mahasiswa di kampus ini.
"Siapa kamu? Kenapa telat di kelas saya?" ucap Syifa tegas.
Pria itu masih diam di tempatnya. Belum sempat dia menjawab pertanyaan Syifa tiba-tiba salah satu mahasiswi langsung menjelaskan.
"Wah, Dion masuk kuliah? Ada mukjizat apa yang membuatnya mau berangkat ke kampus."
"Dia mahasiswa spesial Bu Syifa, tolong perlakuan dia dengan spesial atau nanti jadi kabur." ucap yang lain.
Dion hanya bisa berdecak sebal sembari menatap tajam mahasiswa yang mencibirnya.
"Sudah-sudah.. Kamu, tolong kesini." Syifa meminta Dion untuk mendekat padanya.
Dion berjalan mendekati Syifa. Dengan diam Dion menatap netra Syifa tanpa ragu.
"Nama kamu Dion? Lain kali jangan telat. Saya tidak suka ada mahasiswa yang telat mengikuti kelas saya. Itu bisa mengganggu fokus teman yang lain, mengerti?" tegur Syifa.
Dion pun mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Baiklah, silahkan cari tempat dan ikuti materi saya dengan kooperatif." ujar Syifa.
Dion pun langsung melenggangkan kakinya mencari tempat duduk untuk mengikuti pembelajaran.
"Gila lo Dion, udah hampir sebulan nggak pernah nongol kemana aja lo?" tanya salah satu mahasiswa yang bernama Niko.
Dion hanya menimpali ucapan temannya dengan sedikit senyuman. Tatapannya masih lurus ke depan memandangi Syifa.
"Siapa dia?" tanya Dion.
"Dia dosen baru pengganti Pak Bambang. Gila cantik banget ya, kalau begini gue bakal rajin ke kampus deh." gumam Niko.
Syifa menyampaikan semua materinya hari ini dengan lancar. Bahkan ada beberapa mahasiswi yang memuji kepiawaian Syifa dalam menyampaikan informasi.
"Bu Syifa enak banget ngajarinnya. Jelas dan nggak bertele-tele. Dan juga nggak sadis-sadis amat" ujar Leni, salah satu mahasiswi yang mengikuti kelasnya tadi.
Baru sehari saja Syifa sudah memberikan kesan baik di kampus. Sehingga membuat beberapa dosen lain mulai penasaran.
Saat ini syifa sedang mempelajari beberapa materi di ruangan dosen, kemudian dia mendapat panggilan dari rektor kampus itu.
Sebenarnya Syifa sedikit gugup mengingat hari pertama ini dia takut melakukan kesalahan.
Dengan langkahnya yang sedikit gemetar Syifa menuju tuangan Rektor. Dia mengetuk pintu dengan hati-hati. Kemudian terdengar suara dari dalam memintanya untuk masuk.
"Selamat siang Pak, anda memanggil saya?" tanya Syifa ragu-ragu.
"Iya, selamat siang Bu Syifa. Silahkan duduk." ucap Rektor tersebut.
"Mohon maaf, apa ada yang bisa saya bantu?" ucap Syifa setelah duduk di kursi depan rektor tersebut.
"Santai saja Bu Syifa, saya hanya ingin mengobrol sebentar. Ini adalah hari pertama anda mengajar bukan? Dan saya juga mendengar dari beberapa mahasiswa yang mengikuti kelas anda. Mereka semua merasa puas dan memahami materi yang anda ajarkan. Selamat bu, semoga anda selalu bisa mempertahankan hal ini."
Syifa begitu lega setelah Rektor tersebut menyampaikan pesannya. Ada kebahagiaan tersendiri untuknya sebab di hari pertama dia sudah memberikan kesan baik untuk semua orang.
"Begini Bu, sebenarnya ada hal lain lagi yang ingin saya sampaikan." ujar Rektor itu.
"Maaf ada apa ya pak?" tanya Syifa penasaran.
"Begini, sebenarnya ada salah satu mahasiswa yang perlu bimbingan khusus. Dia mengalami masalah kedisiplinan sehingga beberapa nilai di semesternya sangat buruk. Dan dia memilih anda untuk menjadi dosen pembimbing khusus untuknya. Saya mohon kerja samanya sebab saya merasa tidak enak karena orang tua mahasiswa tersebut salah satu donatur terbesar di kampus ini." ujar Rektor.
"Maaf, saya? Tapi saya masih baru di sini Pak" Syifa sedikit terkejut.
"Iya, dia meminta anda Bu, jika tidak, dia akan menolak mengikuti semua pembelajaran."
Syifa jadi semakin penasaran dengan sosok mahasiswa yang meminta dirinya sebagai dosen pembimbing.
"Maaf kalau boleh tahu siapa mahasiswa yang ingin saya bimbing?" tanya Syifa penasaran.
"Sebentar," Rektor tersebut menghubungi seseorang melalui ponselnya. Dan tak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka.
"Nah, ini mahasiswanya." ucap Rektor tersebut sembari menunjuk ke arah pria di depan pintu.
Syifa langsung menoleh ke arah pintu dan dia begitu terkejut dengan seseorang yang di lihatnya.
"Dion?"
...****************...
Syifa begitu terkejut saat melihat Dion memasuki ruangan itu. Lagi-lagi dia harus berurusan dengan mahasiswa ini lagi.
"Hai, Bu Syifa." sapa Dion dengan wajah tengilnya.
Syifa hanya menyunggingkan sedikit senyumnya.
"Jadi Bu Syifa, Dion. Kami mohon kerja samanya." ujar Rektor tersebut.
"Siap Pak, kali ini saya akan semangat jika Bu Syifa yang mendampingi." ujar Dion dengan entengnya.
Keduanya undur diri dari ruangan rektor. Sebenarnya Syifa masih tidak yakin bisa membimbing Dion. Apalagi melihat gelagat pria ini benar-benar membuatnya semakin enggan.
"Dion, kenapa kamu memilih saya sebagai dosen pendamping?" Syifa ingin memastikan keseriusan Dion.
"Karena bu dosen begitu cantik. Pasti aku akan semangat." Dion mengedipkan salah satu netranya untuk menggoda Syifa. Kemudian pria itu berjalan meninggalkan Syifa begitu saja.
"Tunggu.." namun panggilan Syifa sama sekali tak digubrisnya. Akhirnya Syifa harus berjalan menghampiri Dion dan mencekal lengannya.
Dion langsung menoleh ke arah Syifa. Sejenak kedua netra itu saling beradu. Ada jeda beberapa detik keduanya menatapi masing-masing.
Tanpa diduga ada getaran di dadanya yang entah datang dari mana. Syifa sadar akan kecanggungan itu dan cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya.
"Dion, jika kamu mau saya bimbing maka harus serius. Saya tidak suka dengan anak yang main-main." tegur Syifa kemudian.
Sementara Dion hanya menimpali dengan senyuman yang sulit diartikan. Kemudian dia mendekat ke wajah Syifa. Menatapi dosennya itu dengan begitu dalam. Seketika Syifa menjadi tegang. Bahkan saking dekatnya dia bisa merasakan hembusan nafas serta aroma parfum Dion.
"Saya juga tidak suka main-main." bisik Dion.
"Baiklah, temui saya di perpustakaan setelah jam kuliah selesai." ujar Syifa.
"Oke, siap Bu cantik."
Dion menarik lengannya dari cengkraman Syifa. Kemudian pria itu langsung ngacir begitu saja.
Sungguh, apa ini? Syifa berdecak kesal dengan kelakuan bocah tengil itu.
"Dasar nggak sopan." gerutu Syifa.
.
Akhirnya jam terakhir Syifa selesai juga. Dia bergegas mempersiapkan diri untuk membimbing Dion sesuai dengan amanat rektor.
Dia bergegas menuju perpustakaan. Syifa mempersiapkan semua materi yang akan diajarkan kepada Mahasiswa 'spesialnya' itu.
Setelah semua siap kini Syifa tinggal menunggu kedatangan pria itu. Sepuluh menit berlalu Syifa masih santai, mungkin jam pelajaran Dion masih berlangsung. Dia akan menunggunya.
Namun hingga hampir setengah jam dia menunggu tak tampak batang hidung pria itu.
Sementara dirinya sudah mulai merasa tidak nyaman akibat sesak di bagian dadanya. Sudah waktunya dia mengeluarkan ASI untuk bayinya. Namun karena terburu-buru dia lupa tidak membawa breastpump, atau alat pompa ASI.
Syifa sudah mulai jengah. Apalagi dia lupa tidak meminta nomor telepon Dion. Sehingga dia tidak bisa menghubungi pria itu.
Syifa memang orang yang menjunjung tinggi kedisiplinan dan tepat waktu. Dan keterlambatan ini benar-benar membuatnya mulai naik darah.
Akhirnya Syifa memutuskan keluar perpustakaan dan mencari keberadaan Dion.
Dia berjalan menyusuri setiap bangunan kampus berharap bertemu Dion. Bertanya ke setiap mahasiswa yang mengenal Dion.
Dengan langkahnya yang mulai lelah, Syifa hampir saja menyerah. Namun tiba-tiba ada salah satu mahasiswa menghampirinya.
"Maaf, Bu Syifa mencari Dion ya?" tanya mahasiswa itu.
"Iya benar, tahu dimana dia?" tanya Syifa.
"Tadi barusan saya lihat dia sudah pulang bu. Bawa motornya cepet-cepet." ujar mahasiswa tersebut.
"Apa? Pulang?" seketika kepala Syifa dibuat mendidih akan kelakuan Dion.
Dia sudah capek-capek menunggui dan mengorbankan waktunya demi Dion, justru pria itu pulang begitu saja.
Sia-sia sudah. Akhirnya dengan perasaan kesalnya Syifa pergi meninggalkan kampus untuk pulang.
.
Hari pertama Syifa bekerja ini cukup melegakan baginya. Sebab semua berjalan lancar serta rekan-rekan dosen lain juga menyambutnya dengan baik.
Hanya saja dia masih jengkel karena gagal bimbingan khusus untuk Dion, setelah dia melihat rekap nilai mahasiswanya itu dia benar-benar dibuat geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, hampir semua nilai semesternya sangat buruk.
Apalagi saat melihat absen kehadirannya. Satu bulan hanya hadir beberapa hari saja.
Syifa menghela nafas kasar. Sepertinya tantangan dimulai dari sini. Dia harus tetap fokus dan membuat mahasiswanya itu melewati masa kritisnya agar bisa lulus tepat waktu meski agaknya cukup mustahil.
Tak mau memikirkan banyak hal Syifa bergegas pulang untuk menemui putri semata wayangnya yang seharian ini sudah sangat dia rindukan.
Dia menyetir mobilnya dengan pelan Sebab sore hari cukup macet apalagi disaat jam kerja begini.
Dia harus bersabar menunggu lampu merah di depannya. Sejenak dia menyandarkan punggungnya dan mengedarkan pandangannya di sekitar jalanan.
Lalu lalang kendaraan juga orang-orang yang tengah sibuk dengan berbagai macam urusannya di penghujung senja ini.
Langit jingga yang mulai melengkapi suasana sore ini cukup memanjakan mata Syifa. Rehat sejenak dari segala macam rutinitas barunya. Dan sebentar lagi adalah hal yang paling dinantikan untuknya. Yaitu bertemu putri kecilnya, semangat hidupnya.
Padatnya kendaraan membuat mobil Syifa sedikit lebih lama berdiam di tempat itu. Dia kembali mengamati sekitarnya.
Namun saat menoleh ke samping dia dibuat terkejut dengan apa yang telah di tangkap kedua netranya.
Tiba-tiba saja rasa sesak kembali menjalar di dalam hatinya. Begitu menyakitkan saat dia menatap sepasang pria dan wanita tengah bergurau di dalam mobil yang sebagian kacanya terbuka.
"Mas Rangga dan Mona, mereka masih bersama?" puing-puing hatinya yang hancur kini seolah kembali merutuk dalam diri.
Melihat mantan suami dan sahabatnya sendiri memadu kasih dengan tanpa dosa. Seolah lupa dengan perbuatannya yang telah menghancurkan hidup Syifa.
Tanpa sadar air mata kini kembali meleleh di kedua netranya. Tak dipungkiri Syifa masih menahan perasaan sakit itu begitu dalam.
Dua manusia yang sangat disayangi Syifa justru tega mengkhianatinya. Padahal saat itu Mona sudah dianggap Syifa seperti saudaranya sendiri
justru sahabat terdekatnya itu yang tega menusuknya dari belakang.
Sedangkan Rangga yang dengan entengnya meninggalkan Syifa sama sekali tak peduli dengan keadaannya. Dia harus berjuang melahirkan dan merawat putrinya seorang diri.
Tak ada niatan sama sekali untuk Rangga sekedar menjenguk Bella, putrinya.
Hatinya sudah tertutup oleh hasutan nafsu. Hingga mengorbankan keharmonisan keluarganya hancur begitu saja.
TTIINNN..TTIINNN...
Tiba-tiba Suara beberapa klakson mobil di belakangnya langsung menyadarkan Syifa dari lamunannya. Dia menatap jalan di depannya yang sudah tampak lengang.
Rupanya cukup lama dia melamun hingga mendapat protes dari pengendara lain.
"Ya Tuhan, aku harus fokus" Syifa kembali menjalankan mobilnya.
Menghapus sisa air mata yang seharusnya tak layak keluar untuk menangisi dua manusia laknat itu. Namun sialnya justru tak pernah mampu dia bendung.
Saat menyusuri jalan menuju pulang Syifa tak sengaja melihat sosok yang membuatnya jengkel seharian ini.
Tampak Dion sedang asyik bersantai ria di salah satu coffe shop.
Syifa yang masih sebal pun tanpa pikir panjang langsung memarkir mobilnya dan bergegas menghampiri mahasiswa bandelnya itu.
"Dion..!" teriak Syifa dengan jengkelnya.
"Bu Syifa?" Dion yang sedang duduk pun langsung dibuat terkejut.
...****************...
Syifa begitu jengkel saat melihat Dion yang tampak asyik nongkrong dengan teman-temannya di sebuah cafe. Sementara dirinya sudah membuang-buang waktu menunggunya di kampus. Jika saja tahu Dion tak datang maka dia bisa segera pulang dan menemui Bella, putrinya.
Syifa langsung saja menghampiri Dion dengan wajah marahnya.
"Dion..!" teriak Syifa.
Dion yang semula tampak mengobrol santai dengan teman-temannya pun langsung terkejut.
Dia segera berdiri dan menghampiri Syifa. Dion tahu betul dengan ekspresi Syifa yang tampaknya sedang marah begitu.
Tiba-tiba saja Syifa langsung mengangkat tangannya dan menengadah di depan Dion.
"Mana HP kamu?" tanya Syifa ketus.
"Ha?" Dion tampak bingung dengan ucapan yang dimaksud Syifa.
"HP kamu mana? Saya pinjam" ujar Syifa lagi. Kali ini tatapannya yang melotot sudah jelas dia dilanda emosi.
Akhirnya dengan sedikit ragu Dion mengeluarkan ponselnya. Namun belum sampai mengulurkan kepada Syifa malah gadis itu meraihnya lebih dulu.
Saat hendak membukanya Syifa kembali meraih jemari Dion dengan paksa untuk memindai sidik jarinya.
Dion hanya bisa keheranan menatap perbuatan aneh Syifa. Dia tampak sibuk mengetikkan sesuatu kemudian ponsel milik Syifa yang berada di tasnya berbunyi.
"Nih, lain kali kalau nggak mau bimbingan kamu bisa hubungi saya. Jangan kayak gini, buang-buang waktu tau." ujar Syifa dengan wajahnya yang sedikit cemberut.
Dion kembali menatapi Syifa dan sialnya wajah itu tampak semakin imut saat marah begini.
"Kamu niat bimbingan nggak sih?" cerca Syifa.
"Baiklah, besok kita mulai bimbingannya." ujar Dion dengan sorot matanya yang entah kenapa membuat Syifa sedikit salah tingkah.
"Jangan telat, awas" Syifa menunjuk wajah Dion kemudian gadis itu pergi berlalu begitu saja.
Dion masih berada di tempatnya sembari menatapi dosen cantiknya berjalan meninggalkan dirinya. Bahkan sudut bibir Dion sedikit terangkat tatkala mengingat wajah cantiknya dari dekat.
"Wah.. Gila lo Dion. Gebetan lo cewek kantoran? Cantik bener." celetuk Bima, salah satu teman Dion.
"Eh Di, bukannya itu tadi Bu Syifa dosen baru kita?" Nico yang sejatinya teman satu kampus bahkan satu kelas dengan Dion langsung menyadarinya.
"Hmm. Betul." ucap Dion dengan santainya.
Sementara teman-temannya yang lain langsung heboh sendiri. Mereka mengira bahwa Dion memiliki hubungan khusus dengan Syifa.
................
Syifa cepat-cepat mandi dan membersihkan dirinya setelah itu langsung menemui putri kecilnya yang sudah sangat dia rindukan seharian ini.
Bella adalah penyemangat untuk Syifa, rasa lelah seharian ini seketika sirna saat melihat tingkah menggemaskan bayinya itu.
"Jangan cepat gede dong sayang, mama masih seneng Bella lucu gemesin gini." Syifa tak berhenti menciumi pipi chubby Bella.
Tampak sekali bagaimana Syifa begitu menyayangi Bella, sementara Bi Ida yang setiap hari membantu Syifa kadang merasa terenyuh melihat ibu dan anak tersebut.
Bi Ida yang bekerja pada keluarga Syifa sudah puluhan tahun tahu betul bagaimana sosok Syifa. Syifa bahkan menyayangi Bi Ida seperti orang tuanya sendiri, dan sebaliknya.
Apalagi saat gadis malang itu mendapatkan perlakuan buruk dari Rangga, mantan suaminya. Bi Ida merasa sangat sedih.
"Non gimana kerjaannya? Lancar?" tanya Bi Ida.
"Lancar Bi, syukurlah disana orangnya baik-baik Bi," balas Syifa.
"Bibi ikut seneng Non, semoga betah ya." ujar Bi Ida.
"Iya Bi, makasih ya. Udah jagain Bella juga." ujar Syifa.
"Sudah tugas saya Non." Bi Ida tersenyum melihat ketulusan Syifa.
Setelah selesai menidurkan Bella, Syifa bersantai sejenak. Dia membuka sosial media di ponselnya. Tak sengaja muncul sebuah foto pasangan yang sungguh, ini bukanlah Syifa inginkan sama sekali.
"Rupanya dah hamil." gumam Syifa memandangi potret tersebut.
Dimana mantan suaminya, Rangga tengah berfoto mesra memamerkan perut buncit istrinya, Mona. Yang tak lain mantan sahabat Syifa.
Rasa sesak kembali menyeruak di dalam dadanya. Sedih, jelas sedih. Hingga sekarang Syifa masih menyimpan sendiri perasaan itu.
Apalagi Rangga yang hingga saat ini belum pernah sekalipun punya niatan menjenguk Bella. Dia benar-benar tak pernah menganggap adanya Bella.
Aur mata itu kembali mengalir, membasahi wajahnya yang entah sampai kapan akan terus begitu. Syifa terisak sendirian. Benar-benar remuk redam perasaannya. Namun dia harus kuat, demi sang putri tercinta.
................
Entah bagaimana semalam, tak sadar Syifa yang ketiduran setelah lelah menangis. Kini pagi telah menyambut, artinya hari baru ini harus kembali Syifa hadapi meski apapun yang terjadi nanti.
Setelah mengurusi Bella dia langsung bersiap menuju kampus.
Saat baru sampai di parkiran kampus dia mendengar ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk.
Syifa membuka pesan itu yang ternyata berasal dari Dion.
"Bu Syifa, nanti saya mau bimbingan. ☺️. Dion"
Syifa mengernyitkan keningnya, namun sudut bibirnya mulai terangkat. Entah kenapa ada perasaan senang saja saat Dion mau menerima bimbingannya.
"Baiklah, tunggu di perpustakaan nanti selesai jam mapel." balas Syifa.
Dia pun memulai pekerjaannya. Memasuki ruang kelas dan mulai menyampaikan materi.
.
Tak terasa waktu cepat berlalu. Dia pun menyelesaikan materi hari ini dengan lancar. Sehingga tugasnya tinggal membimbing Dion.
Sebelum ke perpustakaan Syifa ke toilet terlebih dahulu. Dia harus mengeluarkan ASI nya sebab dadanya sudah terasa begah.
Dia mengeluarkan alat breastpumpnya dan mulai melakukan di dalam bilik toilet. Masih ada beberapa menit sembari menunggu Dion.
Setelah selesai dia keluar dari bilik toilet menuju wastafel. Dia merapikan peralatannya dan tak lupa meletakkan ASI di tempat penyimpanan khusus yang dia bawa. Kebetulan saat ini toilet sedang sepi.
Namun tak lama kemudian datanglah salah seorang mahasiswi yang sedang membasuh muka di wastafel. Dia memperhatikan Syifa dengan seksama.
"Maaf, Bu Syifa kenapa membawa alat pompa ASI?" tanya mahasiswi itu.
"Iya, ini untuk saya. Sayang jika dibuang, disimpan saja nanti bisa diberikan ke anak saya setelah pulang." ujar Syifa dengan santainya.
"Loh, Bu Syifa sudah punya anak?" mahasiswi itu kaget.
"Iya, anak saya masih bayi. Jadi lagi butuh ASI." ucap Syifa.
"M-maaf Bu, saya kira Bu Syifa masih single. Ternyata sudah menikah ya." ujar mahasiswi itu lagi.
Syifa hanya bisa tersenyum. Dia enggan mengatakan statusnya sebenarnya. Bercerai padahal anaknya masih bayi. Rasanya tak pantas mengumbar kehidupan pribadinya.
Ponselnya kembali berbunyi. Rupanya Dion mengirim pesan jika dia sudah berada di perpustakaan.
Syifa bergegas menuju perpustakaan. Dan benar saja saat baru memasuki ruangan itu tampak Dion duduk di salah satu sudut perpustakaan.
"Maaf Dion, sudah menunggu lama ya?" tanya Syifa.
Dion tak langsung menjawab. Sejenak pandangan mereka saling bertemu. Syifa yang tak sengaja menatap manik mata Dion yang berwarna hitam kecoklatan itu menjadikan dia tertegun untuk sejenak.
Cepat-cepat Syifa mengalihkan pandangannya. Sementara Dion yang sempat terbuai dengan kecantikan Syifa cepat-cepat sadar. 'Hah' perasaan apa ini? Kenapa hatinya begitu berdebar saat menatap wajah dosennya itu.
"Baiklah kita mulai materinya." Syifa mulai membuka beberapa buku berisi materi yang akan diajarkan kepada Dion.
Sementara Syifa sibuk menyampaikan materi Dion justru malah fokus memperhatikan Syifa. Dia benar-benar terpesona dengan dosennya itu.
Ah, aku bisa gila jika terus bersama Bu Syifa. Kenapa dia cantik sekali, bahkan aku tak pernah merasa sebegini deg-degannya ketika bertemu gadis lain. Mungkinkah aku jatuh cinta kepadanya?
Dion jadi senyum-senyum sendiri. Namun seketika langsung ditegur oleh Syifa.
"Dion, fokus" tegur Syifa.
"Gimana mau fokus kalau dosennya cantik begini" celetuk Dion.
"DION.." Benar-benar mahasiswa satu ini.
......................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!