Di sebuah desa yang terpencil, terdapat sebuah padepokan ilmu kanuragan milik sosok lelaki yang bernama Eyang Sujo. Segala macam ilmu kekebalan ada di padepokan itu.
Banyak murid yang belajar dan anehnya, kebanyakan murid yang belajar berasal dari luar wilayah desa. Entah mengapa padepokan itu sangat terkenal di luar wilayah. Bagi penduduk desa sendiri, padepokan itu penuh dengan misteri dan hal gaib yang bikin bulu kuduk merinding.
Murid murid di sana juga jarang berinteraksi dengan penduduk sekitar karena di dalam padepokan sudah tersedia mbok minah yang berjualan makanan sehari hari untuk para murid eyang Sujo.
"Sumantri, apa benar kamu akan belajar ilmu kekebalan dan pesugihan di padepokan Eyang Sujo?" Apakah sudah kau pikirkan masak-masak?" Tanya jono pada sahabat nya yang bernama Sumantri.
"Iya benar Jono" Apakah kau tidak melihat setiap hari aku selalu di buly dan hidup miskin?" Kau antarkan aja aku kesana, setelah itu kau bisa pulang" Saat ini hanya kau saja sahabat ku yang aku percaya" Aku titip Sri ya?" jaga dia baik-baik" pinta Sumantri pada Jono
Sri adalah istri Sumantri, dan mereka berdua baru ssja menikah.
"Sumantri?" Apakah kau tak kasihan pada Sri?" Dia akan hidup sendiri untuk sementara waktu" Trus bagaimana dengan nafkah tiap harinya?" tanya Jono pada Sumantru.
Dengan menarik nafas panjang, Sumantri menjawab pertanyaan Jono.
"Jono, untuk sementara waktu, aku minta tolong padamu untuk segala kebutuhan kau saja yang urus Sri" Nanti kalau aku sudah selesai mencari ilmu di padepokan eyang Sujo dan sudah kaya, aku akan membayar padamu dua kali lipat kepadamu" ucap Sumantri berusaha meyakinkan Jono sahabat nya itu.
Jono menggaruk kepalanya. Dia sangat bingung karena permintaan Sumantri sudah di luar nalar lagi. Mana ada orang yang pasrah menitip kan istrinya pada temannya dalam waktu yang lama. Ditambah lagi Jono masih bujang saat itu dan pastinya tak enak jika sering datang ke rumah istri orang.
Namun, karena Sumantri sudah dianggap sahabatnya sejak kecil, mau tidak mau Jono berusaha menerima Sri dan mulai hari itu Sri telah menjadi tanggungannya.
Masalah memberi makan tak masalah bagi Jono karena Jono mempunyai lahan seluas 5 hektar dan Jono merupakan pemuda yang kaya di desanya.
Setelah percakapan itu, Sumantri langsung berangkat dengan membawa bekal seadanya. Itupun bekal yang dia dapat dari Jono sahabatnya itu. Sementara itu, di rumah Sumantri, tampak Sri yang duduk termenung di kursi kayu yang sudah usang. Tampak nya Sri sudah tahu jika Sumantri pergi dalam waktu yang lama. Dirinya hanya sebatang kara di desa itu. Dia kenal Sumantri pun secara tak sengaja. Ketika itu dia seorang diri bekerja di kebun teh milik pak Sumarjo. Karena merasakan senasib dan hidup miskin, Sri pun mau menerima lamaran Sumantri yang juga miskin.
Dengan langkah gontai Sri mulai memungut bekas kayu yang ada di depan rumahnya.
"Mas Sumantri, semoga kamu selamat sampai ke rumah eyang Sujo dan bisa memperbaiki nasib" Aku akan setia menunggu mu di rumah ini dan mencari uang sendiri untuk menyambung hidup" gumam Sri sambil berjalan menuju ke dalam rumah nya denngan membawa kayu bakar yang sudah berhasil dia potong kecil kecil.
Di tempat lain, Setelah Sumantri meninggalkan Jono, Jono segera kembali menuju ke rumah Sumantri. Dia ingin melihat Sri istri Sumantri dan mengatakan pesan Sumantri kepadanya. Apapun yang terjadi saat ini Sri sudah menjadi tanggung jawab nya.
Perjalanan menuju rumah Sumantri tak membutuhkan waktu lama bagi Jono. Beberapa menit kemudian sampailah Jono di rumah Sumantri dan terlihat Sri sedang membersihkan halaman rumah nya. Walau miskin, wajah cantik Sri terlihat tak membosan kan.
"Sri" Jono pun memanggil Sri dan suaranya terdengar samar-samar di telinga Sri
Sri segera menoleh dan melihat ke arah Suara. Terlihat sosok pemuda tampan berpakaian rapi sedang memanggil nya
"Oh ya, mas Jono?" Apakah kau sudah mengantar mas Sumantri sampai tujuan?" tanya Sri penasaran. Sorot matanya sendu seakan menangisi kepergian Sumantri, suami barunya itu.
"Iya Sri, aku sudah mengantar Sumantri ke perbatasan desa eyang Sujo. Dia berjalan sendiri menuju padepokan itu karena jalannya sangat terjal dan curam" Wajar saja padepokan eyang Sujo berada di atas gunung kawi" ucap Jono panjang lebar.
"Iya mas, tidak apa-apa" Aku akan mendoakan agar mas Sumantri selamat sampai tujuan dan segala keinginan nya tercapai" ucap Sri pada Jono.
"Iya Sri" jawab Jono pendek.
Setelah situasi tenang, Jono mulai menyampaikan titip pesan yang disampaikan Sumantri ke padanya. Sri dengan seksama mendengar penuturan Jono dan air mata Sri tak berhenti menetes. Terlihat jelas wajahnya masih membayangkan sosok Sumantri yang merupakan kekasih hatinya.
"Bagaimana Sri?" Apakah kau paham dengan apa yang aku maksud?" tiba tiba saja Jono bertanya pada Sri tentang pemahaman Sri tentang berita yang disampaikan nya.
"Ehm, iya mas Jono" Aku menerima apapun perintah dari mas Sumantri" Terimakasih banyak ya?" jawab Sri pendek.
Jono menganggukkan kepalanya dan berkata
"Baiklah Sri, aku pulang dulu ya, nanti setiap seminggu sekali, aku akan kesini untuk memberimu jatah makan sehari-hari" Tenang saja" Aku ikhlas memberikan nya kepadamu karena Sumantri adalah sahabat ku yang paling baik" ucap Jono pada Sri.
Setelah berkata demikian, Jono segera pergi meninggalkan rumah Sri. Terlihat rumah Sri dan Sumantri berada di paling ujung desa dan jauh dari rumah penduduk. Hal ini membuat Sri sedikit takut jika malam hari. Namun rasa takut nya sedikit demi sedikit mulai menghilang karena tekad nya yang ingin suaminya sukses dan memperbaiki nasib.
"Mas Sumantri, semoga kamu bisa cepat pulang dan aku tak terlalu lama menunggumu" gumam Sri dalam hati.
Di perbatasan desa Lembah Kusumo dimana disitu masih termasuk desa yang ditinggali Sumantri, terlihat Sumantri berjalan dengan penuh semangat menuju ke lereng gunung kawi. Dirinya harus sampai ke padepokan itu sebelum magrib agar tak ada demit yang mengikutinya.
Menurut warga sekitar, di sekitar gunung kawi, ada banyak demit berkeliaran mencari mangsa dan mereka muncul saat hari menjelang sore.
Jika pagi hari, mereka kebanyakan bersembunyi di balik pohon hutan yang lebat, dan jika malam tiba barulah mereka bermunculan. Dan disekitar gunung kawi juga ada pasar demit yang letak nya masih misteri sampai sekarang. Jika ada pendaki yang terjebak di sana, maka mereka akan sulit kembali karena pasar itu banyak dihuni demit nakal yang butuh tumbal.
Dengan keringat yang masih menetes, Sumantri tetap berjalan menyusuri jalanan yang terjal. Hingga suatu saat Sumantri merasakan rasa lelah di seluruh tubuh nya dan diapun istirahat untuk melepas lelah..
Bersambung
Sumantri ternyata juga kehausan. Dia mulai membuka tas nya dan meminum air bekal yang dibawanya dari rumah.
"Hem, segar sekali air ini" Aku haus banget" gumam Sumantri sambil memandang ke sekeliling. Tak ada rumah penduduk sepanjang dia melihat. Hanya hutan belantara dengan pohon menjulang tinggi yang rimbun.
"Hem, kapan aku bisa sampai ke puncak ya?" Aku tak sabar ingin bertemu dengan eyang Sujo. Pastinya akan banyak orang yang pergi ke sana" Tapi kenapa ya sepanjang perjalanan menuju ke sana, aku tak bertemu dengan orang satu pun?" gumam Sumantri sambil melihat ke sekeliling yang tetap saja sepi tak ada satupun orang yang lewat.
Setelah puas melepas dahaga, Sumantri akhirnya melanjutkan perjalanan nya menuju ke padepokan eyang Sujo. Tas rangsel mulai makin ringan karena air minum bekal nya yang dia bawa sudah habis separuh. Tinggal separuh botol lagi untuk benar-benar menghabiskan sisa air itu, dan tentunya Sumantri harus menghemat sisa air milik nya karena perjalanan nya menuju ke padepokan eyang Sujo masih panjang.
Suatu ketika saat Sumantri mulai berjalan menuju ke arah barat, dimana disana adalah jalan pintas menuju ke padepokan eyang Sujo, terlihat jelas sebuah tulisan tanda panah yang menunjukkan arah dari desa kumitir. Desa yang ada di lereng gunung kawi. Dengan perasaan ragu, Sumantri terus saja mengamati tulisan itu.
"Apakah aku harus melewati desa kumitir dulu?" guman Sumantri mengingat bekal air nya hampir habis.
"Mending, aku mampir ke desa kumitir dulu, siapa tahu ada warga yang bisa aku mintai pertolongan dan meminta satu botol air yang akan aku minum sebagai bekal menuju ke padepokan eyang Sujo" gumam Sumantri dalam hati.
Dengan tekad nya yang menggebu-gebu, Sumantri mulai berjalan belok ke arah desa kumitir dimana disitu tertulis tanda tengkorak dan tanda itu sangat kecil sehingga Sumantri tak sempat melihat tanda itu.
Jalanan yang semula terjal mulai terlihat rapi lagi hingga pada akhirnya Sumantri melihat sebuah rumah megah dan ada wanita berpakaian kebaya sedang menyapu lantai.
"Permisi nona, apakah disini sudah masuk desa kumitir?" tanya Sumantri kepada wanita cantik itu.
Wanita cantik itu langsung melihat ke arah Sumantri dan melemparkan senyum manisnya. Hal itu membuat Sumantri merasakan rasa yang tak seperti biasanya.
"Oh ya bang" Disini sudah masuk desa Kumitir" abang dari mana?"Apakah abang dari desa sebelah?" tanya wanita cantik itu
"Iya non, aku berasal dari desa sebelah" jawab Sumantri singkat
"Oh ya non, kok aneh" Disini aku hanya melihat rumah mu saja" Dimana rumah penduduk desa yang lain?" tanya Sumantri penasaran
"Yah, abang" Itu lihat lah" banyak rumah yang ada di ujung jalan sana" sambil menunjukkan ke pada Sumantri bahwa di sana banyak penduduk yang tinggal menetap.
Rumah-rumah berdempetan dan hanya rumah wanita itu yang sendirian.
"Oh ya non, kalau begitu aku akan pergi ke sana ya?" kebetulan aku ingin mencari air dan sedikit makanan" jawab Sumantri pada wanita cantik itu.
"Ya bang" kalay begitu abang mampir saja di rumahmu sebentar, nanti satu jam lagi, akan ada pasar yang buka" abang bisa membeli barang dan bahan makanan sebanyak yang abang mau" ujar wanita cantik itu.
"Wah, enggak lah non, aku mau beli seperlunya aja" Sebentar lagi aku hampir spai di padepokan eyang Sujo kok" Di sini aku hanya mampir sebentar" ucap Sumantri Jujur.
"Hem, abang mau pergi ke padepokan eyang sujo ya?" ya aku tahu padepokan itu, dan memang padepokan itu letak nya tak jauh dari desa ini" Yaudah bang, istirahat saja dulu disini, satu jam lagi aku akan mengantarkan mu ke pasar" ucap wanita cantik itu.
Sumantri mengiyakan saja ajakan dari wanita cantik itu dan mulai masuk ke dalam rumah mewah kuno yang enak dipandang. Segala barang nya terbuat dari kayu jati asli dan model nya sangat kuno namun elegan. Banyak perkakas yang disimpan di lemari dan perkakas itu di tata dengan rapi. Saat Sumantri duduk di kursi kayu jati, terlihat sosok kakek dan nenek menyapa Sumantri dengan lembut.
"Nak, sudah lama duduk di kursi ini?" kakek kok baru tahu ya?" tanya sang kakek mencobs mengobrol dengan Sumantri
"Oh ya kakek, enggak kok" Aku baru saja duduk di kursi ini" Kakek Siapa?" apakah kakek nya nona yang ada di halaman depan itu?" tanya Sumantri penasaran
"Hem, wanita itu toh" Dia adalah cucuku" ayah dan ibunya sedang berada di padepokam eyang Sujo, di puncak gunung kawi" Sudah lama mereka belajar ilmu di sana dan sampai saat ini belum pulang ke sini" jawab sang kakek pendek.
"Loh, benarkah?" emang berapa lama ayah dan ibunya pergi ke gunung kawi?" apakah sudah bertahun tahun?" tanya Sumantri penasaran
"Enggak juga" mereka pergi ke padepokan eyang Sujo sudah 3 tahun, dan belum pulang" Mungkin tahun depan mereka pulang karena mereka saat berangkat dari sini pernah berkata bahwa mereka akan pergi ke padepokan eyang Sujo sekitar 5 tahun saja. Setelah itu mereka akan segera pulang" jawab kakek tua itu.
"Oh ya kek" Aku bertanya pada kakek bukan tanpa alasan, karena akupun akan pergi ke padepokan eyang Sujo untuk belajar ilmu kesaktian dan mencari pesugihan di sana" ucap Sumantri panjang lebar.
"Iya nak, tapi saran kakek, jangan mencari pesugihan" belajarlah ilmu kanuragan saja untuk membela diri" ucap sang kakek memberi nasehat pada Sumantri.
Mendengar ucapan kakek, Sumantri hanya menganggukkan kepalanya saja.Dia tak banyak bertanya lagi karena menurut hatinya, ucapan sang kakek tak cocok dengan keinginan hatinya. Yang dia inginkan selain mencari ilmu kanuragan, dia juga ingin memperbaiki nasib yaitu menjadi seorang yang kaya raya seperti Jono, sahabat nya itu.
"Nak, minumlah dulu, mumpung kopinya masih hangat" tiba tiba seorang nenek tua membawakan secangkir kopi untul nya. Tak menunggu waktu lama, Sumantri mulai meminum kopi buatan sang nenek dan merasakan rasa lezat di lidah nya. Tak pernah dia merasakan kopi selezat itu.
"Wah, kopinya enak sekali nek" Aku suka" ucap Sumantri sambil melanjutkan minum kopinya.
"Iya nak, habiskan saja kopinya" ucap sang nenek tersenyum senang.
Sumantri mulai menghabiskan kopi yang dibuat nenek tua itu. Beberapa menit kemudian, tampak wanita cantik yang merupakan cucu sang nenek datang menghampirinya. Tampak nya dia sudah selesai menyapu halaman rumahnya.
Sambil memandang ke arah Sumantri, wanita cantik itu berkata
"Bang, ayo aku antar ke pusat desa" Bukankah abang mau belanja barang keperluan untuk bekal abang pergi menuju ke padepokan eyang Sujo?" ucap wanita cantik itu..
"Ehm, iya non" Oh ya nama nona siapa?" Sejak tadi aku lupa mau tanya nama nona" Kita keasyikan ngobrol" ucap Sumantri sambil tersenyum lebar
"Oh ya bang, panggil saja aku Rustini" Itu nama ku" jawab wanita cantik itu
"Oh baiklah, non" Sekarang, aku panggil Rustini saja biar lebih akrab" Ayo non, kalau mau ke pasar" ucap Sumantri pada Rustini.
Mereka berdua segera pergi meninggalkan rumah mereka dan pergi ke pasar dimana di sana di jual bermacam-macam barang.
Tak lupa, Rustini membawa uang dan dia simpan di tas kecil nya. Sumantri mulai melirik ke arah tangan Rustini yang saat itu membawa uang satu bendel.
"Kok uang nya beda dengan uang ku ya?" Apa aku tak salah lihat?" gumam Sumantri dalam hati. Perasaan penasaran dia hilangkan begitu saja karena Rustini berkata pada Sumantri jika pasar itu hanya buka dua jam saja. Setelah itu pasar itu tutup kembali dan mulai buka keesokam harinya.
Mereka berdua berjalan menuju ke pasar. Banyak orang yang berjubel antri membeli barang di sana.
"Rusmini, aku heran ama orang di pasar ini" banyak sekali yang antri membeli sesuatu" Beda sekali ama pasar di desaku" Pasar di desaku selalu saja sepi" ucap Sumantri pada Rustini
Rustini hanya tersenyum kecil menyaksikan Sumantri yang kebingungan dengan keadaan sekitar. Sambil tersenyum kecil, Rustini menjawab pertanyaan Sumantri
"Iya bang, kalau disini penduduk nya jarang ada penduduk yang miskin" Semuanya punya penghasilan dan barang yang dijual juga bermacam-macam sesuai kebutuhan" Ayo bang kita membeli makanan ke toko bi ijah, langgananku" ucap Rustini santai
Sumantri langsung ikut saja dan berjalan di belakang Rustini. Terlihat orang berlalu lalang membawa barang belanjaan dan mereka semua terlihat terburu-buru hingga hampir saja menabrak tubuh Sumantri yang sedikit gemuk.
"Wah, ada apa dengan orang-orang disini?" kok terburu-buru terus" Seperti dikejar-kejar hantu saja" ujar Sumantri dan perkataan Sumantri terdengar di telinga Rustini.
Tak menunggu waktu lama, Rustini dan Sumantri sampai di toko bi ijah yang menurut Rustini merupakan toko langganan nya.
"Bi ijah, aku ingin membeli nasi dua bungkus dan air minum" Oh ya tambah beli dupa dan bunga 7 rupa" ucap Rustini pada bi ijah.
"Oh ya, aku persiapkan dulu ya?" Ucap bi ijah pada Rustini.
Bi ijah segera menyiapkan semua pesanan yang sudah diucapkan oleh Rustini. Dalam mempersiapkan pesanan Rustini, tak ada satupun yang tertinggal dan bi ijah mempersiapkan dengan sangat cepat. Sumantri terkejut melihat tangan bi ijah yang dengan cepat menyediakan bahan makanan untuk nya. Kecepatan tangannya tak mampu diikuti oleh Sumantri karena jarak tak sampai 1 menit, semua pesanan Rustini sudah tertata dengan baik dan siap dibawa.
"Ini non, pesanan nya" ucap bi ijah.
Rustini segera mengambil pesanan nya dari bi ijah dan Sumantri ikut membantu membawa barang bawaan Rustini.
"Makasih bi ijah, aku akan pergi ke lapak lain, sepertinya aku akan mencari sovenir untuk Sumantri" ucap Rustini pada bi ijah.
"Ya nak, jawab bi ijah.
Sebelum pergi meninggalkan lapak bi ijah, Rusmini mengambil kembalian yang diberikan oleh bi ijah.
"Non, ini kembalian uangnya" ucap bi ijah sambil menyodorkan uang kembalian pada Rusmini. Terlihat jelas di mata Sumantri bahwa apa yang dilihat nya tadi bukan halusinasinya saja.
Bentuk uang nya seperti uang kuno jaman dahulu. Ada gambar seorang raja di sana, dengan tahta emas di kepalanya. Di belakang uang nya ada sosok wajah penari dengan tatapan mata yang sangat tajam.
Karena penasaran, Sumantri memberanikan diri bertanya pada Rustini mengenai uang itu.
"Rustini, uang yang kau pegang sangat berbeda dengan mata uang yang aku punya" ucap Sumantri pada Rustini.
"Ah yang benar?" Uang ini laku di desaku" ucap Rustini pada Sumintri.
"Benar, aku tidak bohong"
"Sebentar ya, aku akan mengeluarkan uang ku di dalam dompet" ucap Sumantri sambil membuka tas rangsel nya
Dengan pelan-pelan Sumantri mulai membuka dompet nya dan ternyata tak ada uang di dalam dompet nya.
"Mana Sumantri?" Uang mu?" tanya Rustini pada Sumantri
Sumantri sibuk mencari celah di dalam dompet nya dan dirinya tak melihat sepeserpun uang di dalam dompet nya.
"Loh, mana uangku?" Kok gak ketemu?" Sebelum berangkat, aku yakin telah menaruh uang ke dalam dompet ini walaupun nominal nya kecil" ucap Sumantri penasaran
Rustini yang melihat Sumantri kebingungan mencari uangnya mulai menahan tangan Sumantri agar Sumantri tak mencari uangnya lagi.
"Bang, sudahlah" gak perlu dicari uangnya" ayo kita pergi ke tempat lain, soal nya sebentar lagi pasar ini tutup" Kita belum membeli keperluan lain" Abang tenang saja, masalah uang, aku kasih pijam dulu, bayarnya nanti saja kalau abang ada uang" ucap Rustini . Wajah Rustini yang teduh, membuat hati Sumantri sedikit tenang.
Akhirnya mereka berdua menuju ke tempat lain. Di sana pedagang menjual berbagai macam aksesoris yang terbuat dari emas dan perak. Aksesoris itu tampak indah hingga membuat Sumantri penasaran dengan perhiasan itu.
"Wah, bagus ya?" aku jadi teringat pada Sri" ucap Sumantri sambil melihat sebuah kalung indah lengkap dengan liontin yang berwarna merah.
"Oh itu bang, itu adalah perhiasan emas" Siapa Sri?" apa dia istri abang?" tanya Rustini penasaran
"Ehm, iya non, dia istri baru abang" Setelah kami menikah dapat satu bulan, aku meninggalkan nya pergi ke padepokan eyang Sujo" Yah mau gimana lagi, untuk makan saja kami kesulitan" Hidup kami sangat miskin" ucap Sumantri jujur.
"Iya bang, gak apa apa" Nih aku belikan satu kalung untuk abang" Nanti kalau abang sudah sampai rumah, berikan hadiah ini pada istrinya ya?" ucap Rustini dengan wajah ceria
"Benarkah?" apakah kau tidak bercanda?" Harga emas kan mahal non" Dan kita baru saja kenal" ucap Sumantri. Wajah Sumantri menunjukkan rasa penasaran yang besar karena tak mungkin seseorang yang baru kenal, berbuat baik dan memberi sesuatu dengan cuma -cuma kepadanya.
"Sudahlah bang, terima saja pemberian ku" Oh ya, tuh surat emas nya sudah jadi" ucap Rustini sambil menunjukkan sebuah surat emas, yang menunjukkan berapa karat emas yang di belinya. Terbaca dengan jelas di mata Sumantri, tulisan di secarik kertas itu. Emas murni kadar 24 karat dan berat sekitar 5 gram.
"Makasih banyak ya non, jawab Sumantri tersenyum bingung. Setelah membeli emas, mereka berdua pergi meninggalkan pasar dan pulang kembali ke rumah Rustini. Terlihat beberapa pedagang dengan tergesa-gesa menutup lapak nya.
"Ayo cepat, waktunya tutup" ujar salah satu penjual yang saat itu sedang berjualan pisau dapur. Beberapa pembeli pun berlarian termasuk Rustini
"Ayo bang kita lari, pasar udah tutup" ajak Rustini
"Loh, kenapa kok lari?" emang siapa yang mengejar kita non?" tanya Sumantri. Namun tak sempat sumantri mendapat jawaban Rustini, tangan Rusmini lebih kuat mencengkeram tangan Sumantri dan akhirnya Sumantri ikut lari bersama Rustini pergi dari pasar itu.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!