NovelToon NovelToon

Saat Aku Dimadu

Pengakuan

Aku tersenyum bahagia mengingat suamiku akan pulang hari ini. Setelah dinas diluar kota selama tiga hari, akhirnya Mas Erlang ku pulang juga.

Bukan apa-apa, aku bukannya lebay atau apalah bahasa gaul anak muda zaman sekarang. Aku merasa sangat merindukan sosok suamiku karena selama dia dinas diluar kota, dia sungguh sulit untuk dihubungi. Selama tiga hari itu aku tidak mendengar suaranya yang begitu menenangkan bagiku dan tidak juga sekalipun berbalas pesan dengannya. Ponselnya mati.

Ah, aku sungguh merindukanmu Mas, rindu dekapan hangat tubuh kekar mu.

''Adara, Erlang sudah pulang. Dia menunggu mu di ruang tamu,'' tiba-tiba Ibu mertua membuka pintu kamar dengan kasar, dan berkata dengan nada cukup keras. Aku yang tengah duduk dipinggir kasur sampai kaget karena nya.

''Iya, Ma. Aku akan segera menemui Mas Erlang,'' sahutku antusias dengan senyum mengembang.

Mama mertuaku langsung pergi tanpa menutup pintu kamar. Selalu saja begitu, dari kami masih berpacaran hingga menikah, Mama terlihat tidak menyukaiku. Wajahnya selalu datar dan jutek saat berbicara dengan ku. Aku hanya mampu bersabar menghadapi sikap dingin wanita yang telah melahirkan suamiku itu.

Sebelum menemui Mas Erlang, aku berdiri di depan cermin meja rias, aku memoles wajah ku dengan makeup tipis dan lipstik senatural mungkin. Tidak lupa aku menyisir rambut lurus sepunggung ku. Selain itu aku juga memakai dress terbaik yang aku punya, dress bewarna maroon yang dibelikan oleh Mas Erlang dulu. Aku ingin terlihat cantik di depan suamiku, agar rasa lelahnya setelah bekerja dapat terobati dengan melihat penampilan istrinya yang rapi.

Aku berjalan ke dapur, aku akan menyuguhkan segelas teh hangat kesukaan Mas Erlang.

Sambil mengaduk air teh dengan sendok, aku bersenandung ria, membayangkan nanti malam pasti ranjang kami akan bergoyang hebat. Mas Erlang merupakan pria perkasa, dia sanggup bercinta denganku hingga tiga ronde bahkan lima ronde lamanya. Terkadang aku merasa tidak sanggup lagi untuk menyeimbangi nya, tapi karena ingin menyenangkan suami, aku pura-pura menikmati permainan suamiku sampai dia benar-benar selesai.

Aku berjalan keruang tamu dengan kedua tangan memegang nampan, diatas nampan terdapat segelas teh yang masih mengepul asap dan setoples cemilan yang berupa kue kering coklat kesukaan Mas Erlang. Saat sedang berjalan keruang tamu, aku berpikir, aku merasa sedikit heran, kenapa Mas Erlang malah duduk diruang tamu? Kenapa dia tidak duduk ruang keluarga atau langsung menemui aku dikamar? Biasanya 'kan selalu begitu. Ah, mungkin kali ini Mas Erlang merasa begitu kelelahan sehingga dia ingin langsung menjatuhkan pantatnya pada sofa ruang tamu.

Saat kakiku sudah berpijak pada lantai ruang tamu, aku menghentikan langkahku sejenak. Diruang tamu, Mas Erlang ternyata tidak sendiri, Mama mertua tampak menemaninya, dan juga ada seorang wanita muda lagi seksi yang duduk di samping Mama.

''Em, maaf, aku kira Mas Erlang cuma sendiri di sini, makanya teh nya hanya ada satu gelas,'' ucapku seraya meletakkan teh dan toples di atas meja di depan suamiku.

''Ya sudah, sana kamu kebelakang lagi Adara. Kamu buatkan segelas teh hangat untuk tamu spesial kita,'' kata Mama mertua.

''Iya, Ma,'' sahutku cepat, lalu bersiap melangkahkan kaki hendak kebelakang. Namun aku mengurungkan langkah ku saat mendengar ada yang bersuara.

''Eh, tunggu dulu. Aku tidak suka teh hangat. Aku maunya teh dingin saja,'' ucap wanita yang masih belum aku tahu siapa dia.

''Iya, baiklah. Akan aku buatkan, tunggu sebentar, ya,'' jawabku tersenyum simpul. Lalu dengan langkah sedikit lebar aku berjalan kebelakang.

Mungkin wanita itu adalah kerabat suamiku yang masih belum aku kenali, makanya Mama mengatakan kalau dia adalah tamu spesial.

Aku membuatkan teh dingin dengan cepat, aku tidak ingin wanita itu menunggu terlalu lama. Setelah selesai, aku berjalan ke depan lagi.

''Ini teh nya,'' ucapku ramah seraya meletakkan segelas teh dingin di atas meja di depan wanita yang memiliki paras cukup cantik.

''Hm,'' bukannya mengucapkan terimakasih, tapi wanita yang berpakaian dengan pakaian kurang bahan tersebut hanya berdehem dengan wajahnya yang datar. Dia langsung meneguk teh dingin buatan ku.

Aku lalu duduk di samping Mas Erlang, kami duduk di sofa yang sama.

Entah kenapa kali ini wajah suamiku terlihat biasa-biasa saja saat memandang ku. Tak lagi berbinar terang seperti hari-hari sebelumnya.

''Mas,'' aku ingin menyalami tangan Mas Erlang, tapi dia malah menepisnya. Dan hal itu berhasil membuat hatiku terasa sakit. Aku menatap nya dengan tatapan penuh tanda tanya.

''Adara, bisa kamu duduk di sofa yang berbeda? Ada sesuatu hal yang ingin kami sampaikan pada mu,'' kata Mama. Aku semakin tidak mengerti dengan suasana yang terasa begitu kaku karena kehadiran wanita asing ditengah-tengah kami.

''Tapi, Ma. Apa salahnya aku duduk di samping suamiku sendiri,'' protes ku.

''Adara, kamu nurut saja,'' Mas Erlang berucap dengan ekpresi wajah yang sulit untuk aku artikan. Kali ini sikap suamiku tampak aneh.

''Apa kamu tidak lihat, di sini ada tamu, jadi sopan lah sedikit!'' timpal Mama.

Aku lalu berdiri, berpindah duduk pada sofa yang ada diseberang suamiku. Rasanya aku bagai orang bodoh sekarang. Perkara duduk saja di permasalahkan.

Saat aku sudah duduk, mendadak suasana diruang tamu menjadi sunyi. Tidak ada yang bersuara. Hingga akhirnya Mama berucap, memecah kesunyian yang sempat tercipta.

''Sayang, silahkan kamu perkenalkan dirimu pada Adara,'' Mama berkata sangat lembut pada wanita yang ada disampingnya. Bahkan tangan Mama mengelus bahu terbuka wanita tersebut. Aku iri melihat itu, karena selama ini Mama tidak pernah bersikap begitu terhadap aku.

''Baiklah, Ma,'' balas wanita itu.

Apa katanya? Kenapa dia memanggil Mama dengan sebutan Mama juga?

''Hello Adara, perkenalkan nama aku Winda. Aku adalah istri kedua atau istri muda Mas Erlang. Aku adalah adik madu mu,''

Bak tersambar petir disiang bolong, aku kaget luar biasa setelah mendengar pengakuan wanita yang memperkenalkan namanya dengan sebutan Winda.

''Ka-kamu jangan becanda,'' ucapku dengan tatapan menatap wajahnya lekat.

''Becanda? Hei Adara, siapa yang becanda. Kalau kamu tidak percaya silahkan kamu tanyakan sendiri sama Mas Erlang dan Mama Sari,'' Winda berkata begitu santai. Lalu dia kembali menyeruput teh dinginnya. Sedangkan aku merasa hatiku begitu porak poranda, aku menolak percaya dengan apa yang dia katakan.

''Benar begitu, Mas? Ma?'' aku menatap suamiku dan mertuaku secara bergantian.

''Iya, apa yang dikatakan oleh Winda memang benar Adara,'' sahut Mama.

''Tidak mungkin,'' aku menggeleng dengan netra berkaca-kaca.

''Adara, mulai saat ini kamu harus menerima kenyataan kalau istri Mas tidak hanya kamu saja. Tapi diantara kita telah ada Winda. Mas memang telah menikahinya dan kami juga sudah melakukan hubungan suami istri,''

Bersambung.

Tak Ada yang Peduli

Berlari aku ke kamar dengan perasaan begitu hancur dan terluka. Setibanya di kamar, duduk aku dipinggir kasur. Lalu aku menepuk serta mencubit kecil pipi ku. Aku bisa merasakan sakit di bagian pipi yang aku tepuk dan cubit.

Ya Robb, ternyata apa yang aku dengar tadi bukanlah mimpi. Semuanya nyata. Mas Erlang yang aku percaya bisa menjaga kesetiaan cinta kami ternyata tega mendua. Dia mendua dan menikah lagi dengan wanita lain tanpa sepengetahuan aku. Tega sekali kamu mas.

Aku meremas dada. Dadaku terasa begitu sesak. Lalu aku menangis sejadi-jadinya. Tidak pernah sekalipun aku terpikirkan kalau aku akan memiliki adik madu. Rasa sakit yang aku rasakan saat ini tidak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Sakit sekali.

*

Hingga malam tiba, aku masih betah mengurung diriku di dalam kamar. Air mata tak henti-hentinya menetes, rasa sakit yang aku rasakan setelah dikhianati sungguh luar biasa. Mas Erlang yang berjanji akan menjaga aku, setia padaku, tapi nyatanya semua ucapan nya itu hanyalah bualan semata.

Di anniversary satu tahun pernikahan kami, teganya dia memberikan kado yang begitu menyayat hati ini.

Pantas saja selama tiga hari ini dia tidak dapat dihubungi, ternyata di sana dia tengah menghalalkan seorang wanita lalu berlanjut berbagi rasa serta berbagi peluh dengan wanita lain diatas ranjang yang sama. Bodoh nya aku. Bisa-bisanya rindu ku begitu menggebu-gebu kepadanya yang di sana, sementara dia tidak ingat dengan diriku yang di sini. Pun saat ini, hingga malam tiba dia tidak berusaha menjelaskan kepadaku kepada ini semua bisa terjadi. Jangankan menjelaskan, menemui aku pun tidak. Kenapa dia bisa berubah begitu cepat?

*

''Heh, Adara. Bangun kamu!''

Perlahan aku membuka mata setelah mendengar suara khas Mama mertua, ternyata aku ketiduran.

Saat aku sudah duduk di atas kasur dan sudah bisa melihat dengan jelas, Mama kembali berucap.

''Bagus ya, enak-enakan dari tadi kamu cuma tiduran di kamar. Sana sekarang kamu ke dapur. Kamu masak menu makan malam, karena Winda ingin makan makanan yang kamu masak,'' perintah wanita paruh baya yang selalu bersikap ketus kepadaku. Jari telunjuk nya menunjuk-nunjuk wajah aku saat sedang berbicara.

''Ma, dimana hati Mama? Bisa-bisanya Mama mengatakan kalau aku enak-enakan tiduran di kamar. Apa Mama sama sekali tidak mau tahu bagaimana perasaan aku setelah tahu Mas Erlang telah menikah lagi. Hati aku sakit, Ma. Kalian kenapa begitu tega sama aku?!'' jeritku. Kalau biasanya aku selalu menjaga sikapku di depan Mama, tapi kali ini aku sudah tidak bisa lagi untuk mengontrol emosi ku.

''Udah ya Adara. Kamu nggak usah banyak drama. Karena saya dan Erlang sama sekali tidak merasa kasihan sama kamu. Kamu lihat kan, Erlang sama sekali tidak menemui kamu, itu karena dia lebih nyaman bersama Winda, sekarang mereka tengah berduaan di kamar tamu,'' tersenyum Mama berucap, senyuman mengejek.

Setelah mendengar perkataan Mama Sari, aku berdiri dari dudukku. Dengan langkah kaki lebar aku berjalan ke kamar tamu.

Mama Sari mengikuti aku dari belakang.

''Jangan ganggu mereka Adara!''

''Biarkan malam ini mereka tidur bersama!''

''Kamu mending ke dapur saja. Buatkan makan malam segera!''

Mama Sari memegang pergelangan tangan ku, sehingga langkah ku terhenti karenanya.

''Jangan halangi aku, Ma!'' aku menepis kasar tangannya, sehingga pegangannya terlepas. Lalu aku melanjutkan langkahku lagi.

Setibanya aku di depan pintu kamar tamu, aku langsung saja memutar handle pintu, hingga pintu yang tadi tertutup rapat, kini terbuka lebar.

Dan aku begitu syok melihat pemandangan yang ada di dalam kamar.

Mas Erlang dan Winda, mereka sedang bermain diatas ranjang dengan posisi Mas Erlang berada di bawah dan Winda berada diatas tubuh Mas Erlang. Tubuh keduanya sama-sama polos tanpa sehelai benangpun yang menutupi. Aku bisa melihat, tangan Mas Erlang yang sedang memegang dua gundukan kenyal dan menantang milik Winda yang tersuguh di depannya. Melihat kehadiran aku, dia melepaskan pegangan nya itu dengan segera. Lalu keduanya sibuk menutupi tubuh polos mereka dengan selimut.

Rasanya tubuh ku tak bisa bergerak lagi. Hari ini, Mas Erlang sudah memberikan aku kejutan bertubi-tubi.

''Ceraikan aku sekarang juga Erlang!'' teriakku nyaring. Kata-kata yang tadi masih tertahan di tenggorokan akhirnya keluar juga. Kesabaran ku sudah habis. Aku tidak bisa diperlakukan seperti ini. Dan aku tidak sudi berbagi.

''Kurang ajar kamu Adara! Tidak sopan! Ayo keluar. Biarkan Erlang dan Winda bekerja keras untuk memberikan saya cucu! Kamu jangan menjadi pengganggu, sudah cukup selama setahun ini kamu menjadi wanita tidak becus karena kamu tidak bisa memberikan saya cucu!'' Mama menarik paksa tangan ku keluar dari kamar. Sedikit terseok-seok langkah ku, akhirnya kini posisi tubuh ku sudah berpindah.

Mama kembali memaki aku dengan kata-kata kasarnya. Dia menghina aku sedemikian rupa dengan wajahnya yang memerah. Aku hanya diam saja, karena rasanya aku sudah tidak punya energi lagi untuk melawan. Harga diriku sudah diinjak-injak, dan Mas Erlang sama sekali tidak peduli lagi sama aku.

Selama aku menikah dengan Mas Erlang, Mama memang tinggal bersama kami. Karena Mama sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Papa Mas Erlang sudah meninggal dan Mas Erlang juga merupakan anak satu-satunya.

Sementara aku sendiri, aku hanyalah wanita yang tumbuh dan dibesarkan di panti. Meskipun begitu, selama ini aku tidak pernah kekurangan kasih sayang, karena ibu panti sangat baik kepada ku. Beliau memperlakukan aku seperti anak nya sendiri.

*

''Adara, Mas minta maaf untuk semua yang telah terlanjur terjadi. Mas harap kamu akan tetap menjadi istri Mas selamanya,''

Setelah satu jam setelah kejadian tadi, akhirnya Mas Erlang menemui aku di kamar.

Aku diam saja, entahlah, rasanya percuma saja aku bersuara. Toh tidak akan pernah di dengar dan dianggap.

''Dek, sebenarnya sebelum kita menikah satu tahun yang lalu. Mas dan Mama telah membuat perjanjian tertulis yang ditangani oleh kami berdua. Dimana isi dari perjanjian tersebut adalah, jika selama satu tahun pernikahan kita kamu tidak kunjung memberikan Mama cucu, maka Mas harus menikah dengan wanita lain. Wanita pilihan Mama,'' jelas Mas Erlang. Mendengar itu, aku menatapnya lekat. Dari yang aku lihat, seperti nya perkataan Mas Erlang memang benar adanya. Wajahnya menatap ku memelas.

Lalu dia melanjutkan perkataan nya lagi.

''Kamu 'kan tahu sendiri, dari awal Mas mengenalkan kamu kepada Mama, Mama tidak pernah suka sama kamu dan dia menolak keras hubungan kita. Tapi karena Mas mencintai kamu, makanya dengan cara apapun Mas tetap keukeh ingin menikahi kamu. Mas harap sekarang kamu mengerti,'' Mas Erlang hendak menyentuh tangan ku, dengan cepat aku tepis.

''Apakah kamu mencintai wanita itu?'' tanyaku.

''Winda maksud kamu?''

''Iya, siapa lagi!''

''Em, ti-tidak. Mas menikah dengannya hanya karena paksaan dari Mama,''

''Tapi tadi aku lihat, kamu begitu menikmati goyangan Winda,'' aku tersenyum sumbang.

''Iya, itu karena dia dapat diandalkan. Dia tahu bagaimana caranya menyenangkan dan memuaskan Mas diatas ranjang,''

Bersambung.

Dikurung

Alarm yang berasal dari handphone nyaring terdengar, alarm yang sengaja aku stel untuk membangunkan tidurku diwaktu subuh.

Bangkit aku dari pembaringan, tubuhku terasa pegal-pegal, mungkin karena kelamaan mengurung diri di kamar dan juga karena pikiranku yang begitu kacau serta hatiku yang terasa amat sakit.

Semalaman aku terus berpikir langkah apa yang harus aku ambil kedepannya. Apakah aku akan melanjutkan pernikahan ku dan Mas Erlang atau aku akhiri saja?

Aku tidak boleh gegabah, karena dalam kondisi apapun aku harus bisa berpikir dengan jernih agar tak salah mengambil keputusan untuk masa depan ku.

Aku berpikir akan pulang ke Panti, tapi aku tidak bisa. Aku takut membuat Ibu sedih, karena aku tahu saat ini kondisi kesehatan ibu sedang tidak baik-baik saja.

Lalu aku harus apa dan kemana?

Tadi malam Mas Erlang sudah menekankan kalau dia tidak akan pernah menceraikan aku. Egois sekali dia.

*

Setibanya aku di kamar mandi, aku buang air kecil, dan aku baru sadar ternyata sekarang tamu bulanan ku sudah datang. Syukurlah, setidaknya selama masa haid aku bisa menjadikan alasan agar Mas Erlang tak menggauli ku. Sungguh, aku tak sudi lagi tidur dengan pria yang sudah pernah meniduri wanita lain. Jijik sekali rasanya, kayak tidak ada pria lain saja di dunia ini.

Setiap bulannya aku selalu rutin buang darah kotor, aku subur. Tapi entah kenapa aku tak kunjung hamil anaknya Mas Erlang.

Setidaknya aku harus bersyukur, karena dari sinilah aku bisa melihat sebatas mana kesetiaan suamiku pada ku. Dia bukanlah jodoh yang pantas untuk menemani aku hingga hari tua ku. Karena pria yang benar-benar mencintai kita akan menerima kita apa adanya tanpa banyak menuntut sebelah pihak.

*

''Cepetan dong masaknya, aku sudah sangat lapar ini,'' Winda berucap sembari memukul meja makan menggunakan sendok berulangkali. Sementara aku sibuk dengan peralatan dapur. Beberapa menu sarapan pagi sudah siap aku sajikan, tinggal menunggu satu menu lagi yang masih berada di dalam wajan di atas tungku.

Aku sama sekali tidak menyahut ucapnya. Aku masih menahan diri untuk tetap bersabar.

''Dia itu memang begitu Sayang. Dia adalah wanita yang tidak pernah becus melakukan apapun. Entah kenapa dulu Erlang bisa jatuh ke pelukan wanita seperti dia. Mungkin Erlang sudah dia guna-guna,'' Mama mertua datang, lalu duduk di kursi meja makan di samping Winda.

''Kalau aku tidak becus, mending Mama saja yang masak!'' sentakku kasar. Gemuruh di dada begitu hebat aku rasakan. Aku membanting spatula yang aku pegang ke lantai, hingga mengeluarkan suara yang cukup bising. Akhirnya amarahku pecah juga setelah mendengar perkataan Mama yang selalu menyudutkan aku.

''Wah kurang ajar sekali kamu, Kak! Berani-beraninya kamu membentak Mama!'' Winda berdiri dari duduknya, hingga kini kami saling menatap lekat dengan wajah sama-sama tak bersahabat.

''Aku bukan Kakak kamu, jadi jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu lagi!'' tekan ku. Baru sehari saja Winda tinggal di rumah ini sudah membuat aku stres, aku rasa aku memang tidak bisa berbagi suami dan tinggal terlalu lama bersama orang-orang yang tak punya hati.

''Gila kamu!'' seru Winda tersenyum sinis.

''Mas! Lihatlah kelakuan istri tua mu, dia sudah begitu keterlaluan sama Mama! Dia membuat Mama menangis!'' sambung Winda dengan meninggikan nada suaranya.

Mama Sari menunduk, suara isakan nya semakin lama semakin nyaring terdengar.

Bersamaan dengan itu, terdengar langkah kaki memasuki ruang makan yang terhubung langsung dengan dapur.

''Ada apa ini? Apa yang terjadi? Kanapa pagi-pagi begini kalian sudah ribut-ribut?'' Mas Erlang bertanya. Dia berdiri diantara aku dan Winda.

''Mas, Kak Adara tadi membentak Mama, sehingga membuat Mama menangis. Dia juga membanting spatula ke lantai. Dia sangat kasar Mas. Padahal aku dan Mama meminta agar dia memasak lebih cepat, karena aku sudah sangat kelaparan, tapi dia langsung emosi! Aku kan kelaparan karena tadi malam aku melayani kamu cukup lama,'' Winda berjalan menghampiri Mas Erlang, lalu tangannya bergelayut manja pada lengan kekar Mas Erlang.

''Benar begitu Adara?!'' bentak Mas Erlang, netranya menatap ku tajam.

''Iya, benar. Mama yang duluan mulai,'' jawabku sekenanya. Setelah itu aku dengar tangis Mama semakin kencang saja. Sungguh, aku muak melihat sandiwara yang di lakukan oleh wanita yang tak muda lagi itu. Di sisa-sisa usianya yang tak banyak lagi, bukannya beliau taubat, tapi sikap jahatnya malah semakin menjadi-jadi. Dari dulu Mama tidak pernah lelah untuk merusak rumah tangga aku dan putranya.

''Hati Mama sangat sakit di bentak oleh menantu sendiri. Dari dulu Adara memang tidak pernah menghormati Mama sebagai mertuanya, sebagai wanita yang telah melahirkan suaminya, hiks hiks ... Sakit sekali hati Mama. Padahal selama ini Mama sudah berusaha untuk menerimanya di rumah ini,'' racau Mama Sari dengan suaranya yang serak. Aku menggeleng kecil, aku tidak habis pikir, bisa-bisanya Mama berkata seperti itu.

''Adara, sini kamu!'' Mas Erlang menghampiri aku, lalu dengan sedikit menyentak dia memegang pergelangan tangan ku. Dia terus menarik tubuh ini agar mengikuti langkahnya.

''Mas, lepaskan!'' protes ku seraya berusaha melepaskan pegangan tangan Mas Erlang, tapi usaha ku sia-sia saja. Tenaga ku kalah kuat dari Mas Erlang.

''Kamu sekali-kali harus dikasih pelajaran agar tidak menjadi istri dan menantu pembangkang lagi!''

''Aku tidak salah apa-apa Mas! Mama berkata menyinggung perasaan aku, sehingga membuat aku marah!''

''Itu karena kamu tidak bisa menjadi menantu yang sabar menghadapi wanita berumur seperti Mama!''

''Lepaskan aku!''

''Masuk kamu, hari ini Mas kurung kamu di dalam kamar, supaya kamu tidak berulah lagi!'' Mas Erlang membanting tubuh ku ke kasur, hingga tubuh ku terjatuh terjengkang. Setelah itu dengan cepat dia menutup pintu kamar dari luar. Dia mengunci pintu kamar dari luar.

Cepat-cepat aku berdiri.

''Mas, buka pintunya,'' teriakku sambil memukul-mukul daun pintu.

''Buka!'' sambung ku lagi.

''Berpikir lah dengan baik Adara, bahwa apa yang kamu lakukan ke Mama itu salah. Pintu ini akan Mas buka lagi setelah Mas pulang dari Kantor,''

Aku mendengar langkah kaki semakin menjauh dari pintu. Mas Erlang telah pergi.

Luruh tubuh ku ke lantai, teriak pun aku rasa percuma saja, tak akan ada siapapun yang peduli kepadaku di rumah ini.

Lagi-lagi aku hanya bisa menumpahkan air mata untuk melonggarkan dada yang rasanya begitu terhimpit.

Perut ku terasa begitu perih, karena sedari sore kemarin, tak ada makanan yang masuk ke perut ku.

Mas Erlang sungguh suami yang kejam.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!