"Gunakanlah mulut, kaki dan tanganmu, dengan sebaik mungkin. Seseorang dapat berubah dalam hitungan detik, karena kata-kata yang keluar dari mulutmu dan gerakan kaki serta tangan yang kau layangkan."
Welcome to Alpha Female ...
...××××××××××××××××××××××××××××××××××××××...
Rintih seorang gadis, terdengar begitu menyakitkan. Terlihat tiga orang gadis tengah membully seorang Siswi yang tak lain adalah Aizha Deana. Gadis yang malang itu, dijambak oleh salah seorang Siswi dan dimasukkan kepalanya ke dalam bak air.
Aizha berusaha, untuk mengeluarkan kepalanya dari bak air. Namun, saat dirinya mulai lemas. Siswi yang menjambak Aizha, langsung menarik rambutnya kuat-kuat dari bak air tersebut. Aizha hanya merintih kecil, tak sanggup berkata-kata.
Siswi yang mengenakan bando datang dan mengambil alih Aizha, dari tangan Temannya. Dia menarik kerah baju Aizha dan membenturkannya ke dinding, hingga jatuh terduduk. Tawa kebahagian pun terdengar, hingga memenuhi ruangan.
Siswi yang belum sama sekali menjaili Aizha, merasa tidak puas. Dia pun keluar dari kamar mandi, mengambil sebuah ember yang penuh, dengan air kotor dan memiliki bau menyengat. Kedua Siswi yang lain, langsung menutup hidung mereka, karena tak sanggup mencium bau busuk itu.
Aizha yang sedikit lemas dan pusing, tak dapat bergerak banyak. Dia hanya menyeret tubuhnya sendiri, seperti Suster Nyesot. Siswi yang sedang memegangi ember, tersenyum smrik dan langsung menyiramkannya ke arah Aizha.
"Iyuhhh!"
"Huwek!"
Aizha menangis seorang diri, melihat kondisinya saat ini. Ketiga Siswi itu, hanya mengucapkan selamat tinggal dan meninggalkan kata-kata menghina. Mereka pergi, tanpa rasa bersalah sedikit pun. Aizha pun, hanya bisa merutuki nasibnya yang sangat apes dan menyedihkan ini.
...<\=>...
Kini Aizha telah berganti pakaian, dengan baju olahraganya. Dia juga telah membersihkan diri, tanpa sabun mandi. Wajahnya nampak sedikit kusut, dengan rambut yang berantakan. Langkah kakinya juga sedikit pincang, akibat aksi bullying yang dia terima tadi pagi.
Diam-diam, tiap Murid yang dilalui oleh Aizha. Terlihat memasang ekspresi tersenyum, tertawa dan ada juga yang menggosip. Hal ini, merupakan asupan sehari-hari Aizha di Sekolah. Dia hanya perlu diam dan bersikap, bodo amat. Lagi pula, telinganya sudah kebal, dengan kata-kata seperti itu.
Aizha pun duduk di salah satu bangku panjang, setibanya di kantin. Dia nampak menunggu seseorang, dengan senyum bahagia. Sembari menunggu, dia melihat foto-fotonya, dengan sang Pacar di handphone. Namun, senyumnya pudar. Saat mendengar keributan di luar dan menyebutkan nama Kekasihnya.
Aizha pun pergi dari kantin, mengikuti beberapa Murid, yang berlari menuju halaman Sekolah. Kerumunan para Murid, nampak memenuhi halaman. Aizha yang berada di paling belakang, merasa gelisah. Dia terus menerobos kerumanan itu, meskipun tubuhnya terasa sakit, karena senggolan Murid lain. Beberapa juga menatap sinis Aizha dan menutup hidung mereka.
"Bianka, lo mau kan, jadi Pacar gue?" tanya Jeno, sembari memberikan balon bunga pada Siswi cantik, di depannya.
Siswi cantik, dengan body modelnya, tersenyum. Dia melirik ke arah para Murid, yang melingkari mereka berdua. Dia pun kembali melihat, ke arah Jeno dan bertanya, "Aizha gimana dong? Gue nggak enak sama dia."
Jeno memasang wajah murung dan sedih. "Nggak usah kamu pikirin, Bianka! Hubungan kami tuh palsu, cuman sekedar main-main aja. Anak-anak di sekolah ini, juga pada tau kok. Aku ditantang sama mereka, buat ngajakin tuh gadis dekil pacaran, sampek satu bulan. Awalnya, aku mau nol---" penjelasannya belum selesai. Namun, Bianka telah mendahului, dengan sebuah pertanyaan.
"Kayaknya lebih dari satu bulan deh. Itu artinya, kamu sama dia udah beneran pacaran dong. Aku nggak mau ah, ambil bekasnya tuh cewek jelek."
Jeno terkejut dan berusaha, untuk menjelaskan kembali, "Ayolah Bin, jangan beri cap aku seperti itu. Aku udah minta putus berulang kali. Tapi, dia nya aja yang nolak dan terus nempel. Aku juga, nggak menaruh perasaan sedikitpun ke cewek dekil, jelek, goblok kek dia."
Bianka tak percaya dan memalingkan wajah. Jeno pun meminta dukungan Anak-anak lain, untuk membujuk Bianka, supaya menerima pernyataan cintanya. Terlihat di balik kisruhnya para Murid, yang sedang membujuk Bianka. Nampak, Aizha yang menahan sesak dan tangisnya, seorang diri.
Bianka mulai sedikit menurunkan egonya. Dia mulai luluh, karena para Murid, berusaha untuk merayunya. "Jeno!"
"Hmm?"
"Kamu yakin kan, nggak ada perasaan sedikitpun sama Aizha?"
"Sama sekali enggak! Mata dan hatiku, hanya tertuju ke kamu seorang. Semua perhatian, uang dan kasih sayangku, cuman milik kamu, Bin!"
Para Murid langsung bersorak heboh, mendengar kalimat lebay Jeno. Bianka, nampak tersenyum malu. Sedangkan Aizha, terlihat hancur dan sedih.
"Gimana? Kamu masih mau kan sama aku?" tanya Jeno, dengan ekspresi memohon.
Bianka tersenyum malu. "Oke, aku mau!"
Sorakan gembira Anak-anak, mulai terdengar begitu kencang. Ucapan selamat pun dilayangkan oleh para Murid. Aizha tak tahan dan pergi melewati beberapa orang, hingga tiba di barisan paling depan.
"Dasar brengsek!" maki Aizha, cukup kencang.
Jeno dan Bianka, yang sedang berpelukan pun, melepaskannya. Mereka melihat ke arah Aizha. Nampak, Jeno nampak tersenyum smrik dan menekuk tangan ke pinggang samping.
"Aizhaaa, Aizha! Lo tuh goblok apa terlalu polos, hah?!" ujar Jeno dan tersenyum miris. "Sebelum lo marah-marah. Coba lihat ke diri lo sendiri! Lo itu nggak cantik, dekil dan... Benar-benar ngebosenin. Lihat sekali aja, rasanya pingin muntah dan pergi jauh-jauh."
"Apa?!" Aizha tak percaya, dengan apa yang didengar. "Lo pikir! Elo tuh perfek?!"
"Terserah, lo mau mikir gimana. Yang jelas, gue nembak elo waktu itu, karena tantangan dari Anak-anak," sahut Jeno dan meraih tangan Bianka. "Kalau orang pinter, harusnya sadar! Kalau dia itu, lagi dipermainkan. Tapi ya... mau gimana lagi. Gue paham banget, karena elo orangnya kelewat goblok, sampek nggak sadar sama hal-hal yang ada di sekitar lo sendiri." lanjutnya dan pergi bersama Bianka.
Bianka terlihat mengejek Aizha, dengan menjulurkan lidah. Aizha pun menatap nanar kedua orang itu, sembari menangis. Tak lama, para Murid langsung melemparinya, dengan kata-kata yang menyakitkan.
"Ngaca dong, elo itu siapa?!"
"Jeno sama lo itu beda jauh!"
"Mangkanya, banyak makan sayur. Biar otak lo tuh pinter!"
"Dari bayi, cuman dikasih air coberan kalik ya? Bisa dekil, jelek dan bodoh kek gitu?"
"Miris gue, kok ada ya. Orang sepolos ini?"
"Kalau gue sih, udah minggat dari nih sekolah. Mau ditaruh kemana, wajah orang tua gue. Kalau mereka tau, anaknya kek begini di sekolah,"
"Dihhh, orang tuanya aja nggak pernah muncul di sekolah."
"Malu kalik ya, punya anak kek dia?"
Tawa Anak-anak terdengar memenuhi halaman. Satu Murid menertawakan Aizha, tanpa rasa belas kasih. Aizha pun pergi meninggalkan halaman, dengan berlari sangat kencang, sambil menangis.
...<\=>...
Aizha berlari, tanpa henti. Dia tak sadar, jika sudah berada jauh dari sekolah. Langkah kakinya, membawa dia pergi ke area yang sepi dan hanya menampakkan beberapa pohon, rerumputan serta rel kereta. Dia pun berteriak sangat kencang, meluapkan semua emosi di dalam tubuh.
Tangis dan emosi menjadi satu. Dia terus saja, memukuli batu-batu kecil di sekitar sana. Nampak darah dari tanganya mulai keluar dan menetes. Hatinya sangat hancur, hingga membuat dia mati rasa. Luka di tangannya, tidaklah seberapa. Jika dibandingkan, sakitnya penghinaan dan pengkhianatan yang diterima.
Aizha terus saja menangis, tanpa henti. Dia benar-benar terpukul, akan kenyataan pahit ini. Dia merasa, Tuhan sangatlah kejam padanya. Dia bertanya-tanya, dosa besar apa yang telah dilakukan olehnya. Sehingga, dia menerima cobaan seperti ini.
Rasa lelah dan putus asa pun melanda Aizha. Dia berusaha untuk berdiri tegak, menghentikan tangis dan melangkah pergi ke atas rel. Langkanya sangat pelan, penuh dengan keputus asaan. Terdengar dari kejauhan, suara klakson kereta api mulai mendekat.
Aizha tak berpindah dan menetap, di atas rel kereta. Matanya juga mulai terpejam. Kereta api pun mulai mendekat, dengan cepat. Namun, seketika waktu di bumi ini berhenti.
Aizha merasakan hal janggal. Dia pun membuka mata dan terperanjat kaget. Tubuhnya terjatuh, melihat kereta api berhenti tepat di depannya. Tak lama, sebuah layar digital biru juga muncul.
...[Welcom to the Alpha]...
"Apa ini?!" Aizha terlihat bingung dan linglung. Jantungnya juga berdegup, dengan sangat kencang.
...[Sistem Alpha ini, diciptakan untuk mereka yang memiliki kehidupan tidak beruntung]...
...[Aizha Deana, aku berharap kamu mau bergabung menjadi Alpha Female]...
...[Aku akan memberikan beberapa item, untuk membalaskan pengkhianatan dan hinaan yang telah kamu terima]...
Aizha tersenyum remeh. "Kalau gitu, bunuh aku sekarang! Aku udah nggak tahan dan capek juga! Aku pingin mati! Aku nggak mau balas dendam!"
...[Mati bukanlah jawaban yang tepat, atas apa yang kamu terima saat ini]...
...[Bunuh diri adalah kesalahan yang sangat fatal dan tidak dapat dimaafkan]...
...[Kamu orang yang sangat baik. Aku tau itu]...
...[Jadilah Alpha Female, untuk memberi pelajaran pada orang-orang jahat seperti mereka]...
...[Apa kamu tega, menyia-nyiakan kesempatan ini? Dan membiarkan mereka menindas orang lemah lainnya?]...
Aizha tak ingin memperdulikannya. Lagi pula, saat dia ditindas tadi. Tak ada seorang pun yang berempati, untuk menolongnya. Semuanya membully dia, tanpa jeda sedikitpun.
...[Aku tau, apa yang kamu pikirkan Aizha]...
...[Kamu telah salah paham]...
Aizha mengernyitkan kening. "Terserah! Lo minggir deh! Biarin gue mati, pliss! Lo kan yang udah henti waktu ini?"
...[Apa kamu, akan membiarkan Jeno dan Bianka, bermesraan begitu saja?]...
...[Jangan buat keluargamu bersedih, karena kepergianmu. Mereka tidak bersalah. Kenapa kamu harus pergi, dengan cara yang menyedihkan seperti ini? Kamu hanya akan meninggalkan luka dan aib bagi keluargamu saja]...
...[Gunakan aku, untuk memberi pelajaran mereka! Jikapun kamu mati. Matilah, dengan hormat dan meninggalkan kesan baik]...
Aizha terdiam, membaca hologram tersebut. Apa yang dituliskan di sana, ada benarnya juga. Dia tidak bisa mati, dengan sia-sia dan membuat keluarganya malu. Dia haruslah meninggalkan dunia ini, dengan kesan yang baik dan membuat keluarganya bangga.
"Aku nggak akan biarkan, mereka bahagia di atas penderitaanku!"
...[Bagus]...
...[Apa kamu, akan mengaktifkan Alpha Female?]...
"Iya!" sahut Aizha penuh keyakinan dan langsung mengklik tombol *aktifkan*
...[Fitur Alpha Female telah diterapkan oleh Aizha Deana]...
...[Beberapa item yang kamu bisa pakai;]...
Nampak beberapa item yang terpampang dengan jelas di mata Aizha. Senyumnya terukir, begitu jelas. Melihat layar hologram itu.
"Aku akan memberikan mereka semua pelajaran, tunggu saja!"
...××××××××××××××××××××××××××××××××××××××...
"Tetaplah jaga kesehatan kalian dan selalu menjaga diri, untuk tidak melukai hati orang lain. Kamu tidak akan tau, apa yang terjadi padanya, kerena ulahmu itu."
See you ...
"Semua kejahatan yang telah dilakukan. Pastilah, akan mendapatkan balasannya. Kebaikan pun sama halnya. Siapapun yang berlaku baik, juga akan mendapatkan balasan."
Happy Reading💕
...××××××××××××××××××××××××××××××××...
Para Murid di SMA Dwinkara 1, mulai terlihat heboh, melihat seorang Siswi yang sangat cantik dan menawan, berjalan dari arah pagar menuju gedung sekolah. Mereka mengira, jika sekolahnya telah kedatangan Siswi baru. Namun, mereka merasa tak asing pada sosok Siswi tersebut.
Salah seorang Siswa mendekat ke arah Siswi cantik itu, untuk bertanya, "Apa kamu Murid baru? Kalau boleh tau, kelas apa?"
Siswi tersebut tak menjawab langsung. Dia mengukir sebuah senyuman, hingga membuat para mata yang melihat, jatuh hati. Dia pun memperlihatkan pada Siswa itu, nama yang tertempel di seragamnya.
"Aizha?!" ucap Siswa yang bertanya tadi, dengan raut wajah terkejut. Suaranya yang cukup kencang barusan, membuat para Murid yang mendengarnya kaget. Mereka semua tak percaya, dengan apa yang dilihat dan didengar.
Aizha pun berpamitan, dengan menundukkan kepala sebentar dan pergi. Para manik mata Murid terus mengekorinya, dengan tatapan tak percaya. Aizha terlihat begitu puas, dengan item bintang dari sistem Alpha.
Beberapa menit yang lalu, Aizha telah mengaktifkan sistem Alpha. Dia menggunakan item bintang yang membuatnya cantik dan memiliki aura artis. Siapapun yang melihatnya, akan langsung terpesona. Meskipun levelnya masih rendah, Aizha sudah merasa senang.
...[Item Bintang, meningkat ke level 2]...
...[Teruslah tingkatkan levelnya, supaya menjadi Bintang Internasional!]...
...[Fighting!]...
Aizha tersenyum geli, melihat layar hologram tersebut. Dia benar-benar senang, akan fitur yang diberikan oleh sistem Alpha. Dia sampai lupa, dengan tujuannya untuk memberikan pelajaran pada orang-orang jahat itu.
"Aku harus mulai dari mana ya?" batin Aizha, bertanya-tanya. Tak lama, sebuah hologram pun muncul.
...[Gunakan aku, nanti. Masuklah ke kelas dan belajar. Jam istirahat nanti, makan dan minum yang banyak!]...
...[Jangan sampai kamu pingsan, karena aku]...
"Hah?" Aizha, nampak bingung melihat tulisan pada hologram tersebut. "Apa aku bisa pingsan, karena item dari sistem ini? Apa nih sistem nguras tenaga banyak ya?"
Bel pun berbunyi, dengan sangat nyaring, hingga Aizha tersentak kaget. Dia langsung berlari pergi menuju kelas, setelah mendengar bel masuk. Sesuai keinginan sistem, dia akan masuk ke kelas dan belajar.
...<\=>...
Jam istirahat telah tiba. Aizha langsung makan sayuran kesukaannya dan minum air putih. Dia hanya sendirian, seperti biasa. Maklumlah, Siswi yang punya masalah dan dekil sepertinya dulu. Siapa juga yang mau beteman?
"Wihhh, Jeno sama Bianka swet banget deh!" seru salah seorang Siswi, dengan hebohnya.
Aizha menghentikan sebentar aktivitasnya dan melihat ke arah belakang. Terlihat, Jeno memberikan kursi untuk si Pacar barunya, dengan sangat mesra. Tiga orang gadis yang berada di sebelah Bianka, juga terlihat bermesraan bersama Teman Jeno lainnya. Mereka bertiga adalah Rena, Vina dan Dian, orang yang membully Aizha, di kamar mandi kemarin.
Aizha hanya menatap datar mereka. Sebuah hologram pun muncul, secara tiba-tiba. Saat dia membalikkan badan.
...[Item Bintang, apakah akan diaktifkan kembali?]...
Aizha nampak berpikir sejenak. Dia merasa, saran Sistem kurang menarik. "Itu nggak akan buat mereka kapok," batinnya mengira-ngira. Dia pun bertanya, melalui batin, "Ada item lain? Aku nggak mau, lama-lama ngasih pelajaran ke mereka. Aku mau-nya, sekali gerak itu kelar!"
...[Aku tidak tau, kalau kau ternyata sejahat ini. Apa mungkin, data yang aku terima salah?]...
Aizha, hanya diam dan lanjut makan. Dia hanya tak ingin, orang-orang di sekitarnya menjadi berpikir aneh tentangnya. Tak lama, sebuah layar hologram, kembali muncul. Nampak beberapa item keren, tersebar di layar hologram tersebut.
Senyum Aizha terukir, saat melihat item yang sangat menarik perhatiannya. Dia pun berpura-pura, mengusir lalat dan mengklik tombol item yang dituju. Aizha pun pergi, setelah meneguk setengah botol air putih. Dia juga sempat melirik ke arah meja Bianka dan Jeno, saat melewatinya.
Bianka nampak mengernyitkan kening, melihat Aizha. "Kek Aizha? Tapi kok, beda ya?" batinnya, bertanya-tanya.
Jeno yang mendapati sang Kekasih tengah kebingungan pun, ikut melihat ke arah mata yang dituju Bianka. Namun, dia hanya melihat sekumpulan Murid yang sedang bercanda gurau dan makan. "Kamu lihat apa? Sampek keningmu mengerut kek gitu?" tanyanya, penasaran.
"Ehhh," Bianka, tersentak kaget. Dia pun menggelengkan kepala dan menjawab, jika dirinya baik-baik saja. Dia hanya beralasan, jika tengah melihat kegaduhan Murid lain saja. Jeno terlihat percaya-percaya saja dan lanjut makan.
...<\=>...
Kini para Murid, nampak sibuk belajar di Kelas masing-masing. Namun, ada Vina, Rena dan Dian yang berada di luar Kelas. Mereka terlihat tengah membully seorang Siswi, kelas sepuluh. Bianka yang berada tak jauh dari lokasi, hanya menatap dalam jauh, sembari tersenyum.
"Bianka?"
"Jeno?" Bianka terkejut, melihat kehadiran Jeno, yang muncul secara mendadak. Dia pun menjatuhkan sebuah pot, dengan kakinya. Nampak dari sisi lain, Vina, Rena dan Dian langsung panik. Mereka membawa Adik Kelasnya pergi menjauh.
"Bianka! Kamu nggak papakan?!"
"Aku nggak papa, kok. Jangan terlalu khawatir ya," kata Biangka, sembari tersenyum lembut.
Jeno tetap khawatir dan menanyakan kondisinya. Aizha yang melihat dari balik dinding, hanya menatap datar. Terlihat, Bianka mengukirkan sebuah senyum dan bergelanyut di lengan Jeno. Aizha pun mengambil kaca matanya dan berjalan menghampiri mereka, sembari membawa tumpukan buku.
Saat Aizha melewati Jeno dan Bianka. Dia dengan sengaja menyenggol tangan Bianka, hingga terjatuh menimpa Jeno. Buku-buku Aizha juga ikut terjatuh, karena tabrakan kecil itu.
Nampak sekilas, wajah Bianka dan Jeno memerah. Apalagi, seragam Bianka sekarang telah robek, entah apa penyebabnya. Aizha tersenyum kecil dan langsung meminta maaf. Bianka dan Jeno pun tersadar dari lamunan mereka.
"Sialan!" maki Bianka pada Aizha, setelah berdiri tegak. "Lo punya mata nggak sih, bisa-bisanya nabrak gue! Anak Kelas mana loh, hah?!"
"Maaf, Kak, buku-bukunya nutupin pandanganku tadi," sahut Aizha, merasa bersalah.
"Maaf-maaf! Lihat nih, baju gue robek tau! Sekarang, gue mau pakai baju apa, hah?!"
Aizha pun mengerutkan wajah, murung. Bianka yang melihatnya, nampak kesal. Lain sisi, Jeno terlihat aneh. Dia diam-diam, melihat pinggang Bianka yang ramping dan berbentuk seksi. Tubuhnya sangat cantik dan memikat, membuat Jeno tak kuasa menahannya.
Aizha yang tengah melihat reaksi Jeno, tersenyum. Bianka pun menatap ketus Aizha. "Heh! Lu ngapa senyum kek gitu, hah?!"
"Kak Bianka sama Kak Jeno cocok banget. Apalagi, Kak Jeno juga... Kelihatan keren deh, kalau dilihat dari deket gini. Perutnya juga sispek, jadi makin nambah kerennya," ungkap Aizha, terpukau dan sedikit malu-malu.
"Apa?!" Bianka terkejut, dengan pernayataan Aizha barusan. Bianka melirik ke arah Jeno, yang tersenyum malu. "Ihhh, Jenoooo! Jangan senyum kayak gitu!" rengeknya.
Jeno bukannya mendatarkan wajah, malah tersenyum semakin lebar. "Kenapa? Jelek ya, kalau aku senyum gini?"
"Bukannya gitu..." Bianka malah salah tingkah dan bingung, melihat senyum tampan sang Pacar.
Aizha pun diam-diam tersenyum smrik, sembari memunguti bukunya. "Kak Bianka!" panggil Aizha, setelah memunguti buku-buku itu. Dia memberikan sebuah kunci Perpustakaan pada Bianka dan berkata, "Ini kunci Perpustakaan, di atas meja jaga ada sweterku. Kakak bisa pakai sweternya. Ukurunya pasti pas dan lebih cocok, kalau yang Kakak pakai. Sweter itu juga, masih baru kok."
Bianka menerima kunci itu dan masih menatap Aizha jengkel. "Lo nyuruh gue ke sana dan--"
"Maaf banget Kak. Mau gimana lagi, soalnya aku udah dicari-cari. Emang Kakak mau, kena omel Pak Tua Fisika bareng aku?" potong Aizha.
Bianka nampak berpikir sejenak. Jeno pun mendekat ke arah Bianka dan berkata, "Mending kamu biarin dia pergi. Emang kamu mau, kena omel tuh Guru, panas-panas gini? Seragammu juga robek, nggak baik lama-lama di luar. Lagi pula, ada aku yang bakalan nemenin kamu."
"Huh, oke deh. Sana pergi!" usir Bianka dan memalingkan wajahnya.
Aizha tersenyum senang. "Wahhh, makasih Kak! Kak Bianka emang baik deh! Udah baik, cantik, pintar pula! Kak Jeno, jangan lepasin Kak Bianka ya! Pepet terus Kak Jeno, aku mendukungmu!"
"Ck, nggak usah ngerayu deh! Cepetan pergi sana!" suruh Bianka kesal. Sedangkan Jeno, tersenyum lembut.
"Iya-iya, ini aku mau pergi kok," ujar Aizha dan mengerucutkan bibir, sedikit kesal. Dia pun berbisik pada Bianka, sebelum pergi, "Kayaknya benih baju Kak Jeno lepas. Sispeknya kelihatan jelas loh dari luar, Kak. Hati-hati, nanti disamber cewek lain!"
Bianka langsung melihat ke arah seragam Jeno. Apa yang dikatakan Aizha, ternyata benar. Namun, jatungnya terlalu berdegup kencang, hingga membuatnya salah fokus. Dia pun memalingkan wajah, menyembunyikan rona di pipi.
Jeno yang terlihat malu-malu, secara mendadak memeluk Bianka dari samping. Bianka yang dipeluknya pun terkejut. "Maaf, aku meluk tiba-tiba. Aku cuman nggak mau, cowok lain lihat tubuhmu ini."
Bianka, nampak tersenyum malu dan berdeham, "Ehem, aku nggak papa kok. Kalau boleh, tolong peluk aku kayak gini sampek Perpus."
"Dengan senang hati," sahut Jeno dan keduanya pun tersenyum.
...[Good Job]...
Aizha tersenyum senang, melihat hologram tersebut. Dia pun pergi ke tempat Rena, Vina dan Dian berada. Nampak di halaman belakang Sekolah. Mereka bertiga tengah memvidiokan Adik Kelasnya yang sedang makan ulat putih kecil.
Siswi itu hendak muntah. Saat menyodorkan sebuah ulat putih yang gemuk ke dalam mulutnya. Rena dan Vina, terus saja memaksa Siswi itu, untuk memakannya. Jika tidak dilakukan, sebuah penggaris yang dipegang Dian, akan melayang ke tubuh Siswi malang tersebut.
Siswi itu pun, dengan terpaksa memakan ulat putih tersebut dan mengunyahnya, sambil menahan tangis. Rena, Vina dan Dian, nampak begitu puas. Namun, saat ulat ke tiga masuk ke dalam mulut. Siswi itu langsung muntah, hingga membuat Rena, Vina dan Dian, jijik.
Dian yang sedang memegang handphone, kesal. Sebuah tomat busuk, dia lempar tepat ke dada Siswi itu. "Dasar culun, nggak tau diri! Bisa-bisanya, lo muntah di depan kita hah?!"
"Hiks hiks hiks, maaf Kak," kata Siswi itu, sembari menangis tersedu-sedu.
Dian, Rena dan Vina, nampak begitu marah. Mereka pun memberi pelajaran gadis malang itu, hingga terduduk tak berdaya. Aizha yang berada di belakang pohon, diam-diam memvidionya. Dia mengirim vidio tersebut pada setiap Murid dan Guru di Sekolah, dengan caption yang berbeda.
Caption untuk para Murid, "Apa kalian akan membiarkannya? Gimana kalau ikut aku aja, ngerjain mereka? Main-main bentar, sambil keluarin unek-unek yang ada di tubuh kita. Bukan ide burukkan? Lokasi halaman belakang Sekolah, aku tunggu. Jangan sampai, kalian menyesalinya!"
Caption untuk Guru. "Vidio yang mengejutkan bukan? Kalian sadar atau pura-pura tidak tau? Lakukanlah instruksi yang akan saya berikan, jika ingin melindungi nama baik sekolah. Hal fatal akan benar-benar terjadi, jika kalian membiarkannya dan tidak memperdulikan pesan ini. Ingatlah, mencari pekerjaan bukan hal yang mudah!"
Para Murid nampak heboh, setelah menerima pesan dan vidio tersebut. Banyak Murid yang langsung pergi ke halaman belakang sekolah. Namun, ada juga yang memilih diam.
Melihat para Murid berlarian, para Guru semakin khawatir. Sebuah rapat pun, secara mendadak digelar, dengan sangat tertutup. Aizha kembali mengirim sebuah foto yang membuat satu ruang Guru terkejut. Dua orang Guru langsung pergi entah kemana. Sedangkan yang lainnya, mulai membicarakan pesan yang dikirim Aizha. Sang Kepala sekolah, terlihat begitu marah besar. Beberapa juga lemas serta bingung.
...××××××××××××××××××××××××××××××××...
Bagimana? Semoga kalian tetap suka ya, dan terus membacanya, hingga selesai.
See you ...
...××××××××××××××××××××××××××××××××...
Para Murid telah tiba di lokasi yang Aizha kirim. Tak lama, sebuah pesan kembali masuk di handphone mereka masing-masing. "Bukalah setiap ruang di lorong itu, di sana akan ada ember berisi air kotor, sayur dan buah busuk. Lakukan apapun yang ingin kalian mau ke mereka, dengan barang yang telah aku siapkan. Jangan khawatir, dengan para Guru, oke? Mereka tidak akan menegur kalian. Buktinya, mereka diam aja kan. Saat kalian berlarian ke sini? Selamat bermain...!"
Para Murid berseru heboh, saat menerima pesan itu. Mereka semakin percaya, jika si Pengirim Pesan, bukanlah orang biasa. Mereka langsung pergi mencari benda-benda tersebut, secara bersama-sama.
Salah seorang Siswa, telah menemukan barang-barang yang disebutkan oleh Aizha. Beberapa dari mereka pun mengambilnya dan membawa ke halaman belakang. Nampak, di halaman belakang Sekolah, Rena, Vina dan Dian masih menghajar habis-habisan Siswi malang itu. Mereka seperti dirasuki Setan Gila.
"Woi! Berhenti lo!" bentak seorang Siswa, membuat ketiga orang gadis itu tersentak kaget.
Rena, Vina dan Dian, semakin terkejut melihat sekumpulan Murid yang datang, dengan ember dan buah serta sayur busuk. Salah seorang Siswa mengkode Murid lain, untuk membawa Siswi malang itu pergi. Setelah itu, para Murid langsung melempari Rena, Vina dan Dian, dengan air kotor, sayur dan buah busuk itu.
"Kyaaaa! Apa-apaan kalian ini hah?!" maki Dian, sambil melindungi wajahnya dari air kotor yang mengguyur tubuhnya.
"Gila! Kalian lupa hah, siapa kami?!" tanya Vina, kesal. Dia pun memalingkan wajah dan badan, untuk menghindar.
"Brengsek! Berhenti kagak lo pada?! Gue---" maki Vina, terpotong.
"Gue apa hah?! Lo kalau mau marah, sama si Pengirim Pesan noh! Dia yang minta kami begini!" potong seorang Siswi.
"Kalian juga tuh yang brengsek, gila dan sialan! Kagak ada atitudenya sama sekali!"
"Bisanya, cuman nginjakin orang lemah, pakai bawa kekuasaan yang nggak masuk akal lagi!"
"Kita tuh diam, bukan karena takut geblek. Kita cuman nggak mau aja, nambah-nambah masalah dan berurusan sama Guru."
"Para Guru sekarang pada mingkem di ruangan mereka tuh. Si Pengirim Pesan, udah naklukin Guru."
"Berkat si Pengirim Pesan, kita semua dapat kasih lo bertiga pelajaran, karena udah ganggu keamanan Sekolah ini! Lo bertiga nggak akan bisa lagi berkutip!"
Para sekumpulan Murid, langsung mengiyakannya, "Iyaaa, bener tuh!"
"Kalian pikir, dia sehebat itu?! Bagaimana, jika dia tak sehebat yang kalian pikirin hah?!" sarkas Dina, menantang.
"Nggak papa, toh kita dari dulu juga, cuman butuh satu orang untuk maju. Ini adalah keinginan kita yang akhirnya dikabulkan oleh Tuhan. Kalau, memang si Pengirim Pesan itu lemah. Kita bakalan ada buat dia, ya nggak?!" ujar Siswi lain dan disetujui oleh para Murid.
"Kagak usah banyakan cecok, langsung gas aja!" seru salah seorang Siswa dan langsung menyirami Rena, Vina serta Dian, dengan air kotor. Tak lama, Buah dan sayur busuk pun menyusul.
<\=>
{ Untuk Kalian yang tidak berada di halaman belakang pohon. Aku akan berikan hal menakjubkan yang lain. Tapi, hanyalah anak 17+ yang menerima pesan ini dan dapat mengunjunginya. Datanglah ke Perpustakaan dan persiapkan mata serta mental kalian!}
Pesan dari Aizha kembali muncul. Beberapa Murid langsung pergi mengunjungi. Namun, beberapa Murid nampak kebingungan, karena tidak mendapatkan pesan yang dikirim Aizha.
Terlihat di Perpustakaan, dua orang Guru tengah berusaha membuka pintu yang terkunci. Saat keduanya berhasil masuk, terdengar teriakan syahdu seorang wanita. Jantung para Guru, mulai berdegup kencang dan perasaan tak nyaman, menghantui keduanya.
"Astaga!" salah seorang Guru, terkejut dengan apa yang dia lihat.
Dua Guru menatap, dengan ekspresi marah dan juga kecewa. Bisa-bisanya, kedua Murid mereka yang berbakat, melakukan hal hina di tempat berimul seperti ini. Salah seorang Guru pun membentak Jeno dan Bianka, untuk menghentikan aktivitas hina itu.
Bianka terkejut dan spontan bersembunyi di belakang Jeno. Keduanya telanjang, tanpa sehelai kain. Jeno, dengan sigap mengambilkan seragam mereka dan memakainya segera.
Para Murid nampak terkejut, melihat Jeno dan Bianka yang kepergok kasmaran. Salah seorang Guru berusaha, untuk mengusir Anak-anak dan menutupi kamera handphone Murid, yang sedang merekam. Guru satunya lagi, membawa Bianka dan Jeno pergi dari ruang Perpustakaan.
Para Murid, secara serentak menghina Jeno dan Bianka. Keduanya sangat malu, hingga menundukkan kepala, tanpa berkutip sekalipun. Sorak demi sorak, dilontarkan sampai Jeno dan Bianka dibawa ke ruang Kepala Sekolah. Kini para Murid, tengah memperbincangkan kajadian Jeno dan Bianka di Perpustakaan serta Rena, Vina, Dian di halaman belakang Sekolah.
"Lihat nih, tadi gue sempet foto Jeno sama Bianka berduaan main gelap!"
"Rena, Vina sama Dian, lagi-lagi nyiksa Murid, tanpa ampun. Mereka maksa Adek Kelas, buat makan ulet dong. Habis itu, dipukul habis-habisan!"
"Dari ujung kaki sampai rambut Rena, Vina, Dian. Penuh sayur dan buah busuk. Seragam mereka juga basah kuyup, karena air kotor yang kita siram bareng-bareng. Meskipun, si Pengirim Pesan udah nyiapin banyak banget persedian. Gue tetep aja, kurang puas. Rasanya, pingin minta dia kirim lagi!"
"Kalian tau nggak? Waktu gue masuk, ada aroma aneh di ruang Perpustakaan. Menurut gue ya, si Pengirim Pesan sengaja naruh tuh aroma ruangan, buat mancing Jeno sama Bianka, lakuin hal itu,"
"Kayaknya, di Perpustakaan ada lilin aroma yang rasanya tuh... Kek hanyut aja gitu. Suasananya juga aneh,"
Aizha tersenyum kecil di balik dinding, mendengar pembicaraan bahagia dan bingung para Murid. Tak lama, beberapa mobil mewah masuk ke dalam kelas. Para Murid terkejut, melihat para orang tua yang datang, dengan ekspresi datar, aura dingin dan tegas.
{Kami akan berusaha membuat para Wali, untuk menerima persetujuan pengunduran diri Anak mereka. Jadi tolong, buat Anak-anak untuk tidak menyebarkan hal ini ke luar Sekolah} pesan Wakil Kepala Sekolah.
{Baiklah, tapi setelah saya melihat langsung mereka berlima benar-benar keluar dari Sekolah ini} jawab Aizha.
{Bagaimana, jika Anak-anak telah menyebarkannya duluan?}
{Itu urusan saya! Urus saja, urusanmu!}
Aizha mematikan handphonenya dan memasukkan ke dalam kantong. Dia pergi ke sekumpulan Murid, yang menunggu di area ruang Kepala Sekolah. Semua menunggu, pertunjukkan yang akan segera muncul.
Jarum jam terus berputar. Para Murid masih setia menunggu, hingga akhirnya yang ditunggu pun keluar. Nampak ada Ibu paruh baya yang pingsan, menangis dan menutupi wajahnya. Namun, ada juga sepasang orang tua yang marah besar, hingga sang Anak, menangis tersedu-sedu dan terus saja meminta maaf. Terlihat sebuah tamparan melayang ke wajah Jeno, membuat Aizha merasa sedikit iba.
Aizha memilih untuk pergi, karena kepalanya juga mulai terasa pusing dan sakit. Sebuah darah pun keluar dari hidungnya, tanpa henti. Aizha mulai khawatir dan panik, karena darahnya berceceran di lantai.
"Astaga!" Bunga, dengan sigap menangkap tubuh Aizha.
Aizha terkejut, melihat kehadiran Bunga. Dia adalah Siswi, berwajah cantik dan anggun, seperti yang diimpikan Aizha dahulu. Namun, dia sama bodoh dan polosnya dengan Aizha.
"Kita harus ke Rumah Sakit, sekarang! Aku bakalan minta bantuan Gur---"
"Jangan!" potong Aizha, sambil melambaikan tangan. Dia sudah sangat lelah sekarang. "Tolong bawa aku ke UKS aja. Ada yang harus, aku selesaikan soalnya."
"Apa? Tapi..."
"Jika, kau tak berniat membantu. Lebih baik, kau pergi saja! Aku akan ke UKS sendiri," sarkas Aizha dan hendak melepaskan tangannya dari bahu Bunga.
"Maaf, aku akan tetap bantu kamu ke UKS. Jangan marah, ya," ucap Bunga, dengan lemah lembut dan senyum malaikatnya.
Aizha terdiam, melihat senyum itu. Bagaimana bisa, orang bodoh dan polos sepertinya, memiliki wajah secantik ini? Aizha pun, tanpa sadar menganggukkan kepala.
Aizha dan Bunga pergi ke arah UKS, meninggalkan kerumunan Murid yang sedang menyoraki Rena, Vina, Dian, Jeno serta Bianka. Para Guru juga, nampak diam saja. Mereka diam, karena pesan Aizha. Tak ada satupun yang berniat melawan Aizha, karena mereka mmebutuhkan pekerjaan ini.
Aizha pun berbaring di atas kasur, dibantu oleh Bunga. Setelah, Bunga membantu Aizha membersihkan darahnya. Dia pergi keluar UKS, untuk mengambilkan teh hangat dan makanan Aizha.
...[Apa kau baik-baik saja?]...
...[Setiap item yang kamu pakai, akan menguras banyak tenaga dan membuat tubuhmu pun, mengeluarkan banyak darah]...
Aizha mendesah, dengan hidungnya yang tersumbat tisu. "Apa artinya, aku bisa mati nanti?"
...[Aku harap tidak]...
...[Makan dan istirahatlah sebentar, untuk mengaktifkan kembali item cerdasnya. Saat ini, item cerdas akan non aktif, karena tubuhmu tak dapat menerimanya]...
"Tapi, aku harus segera mencegah Anak-anak, untuk tidak menyebarkannya. Aku juga perlu item itu, untuk menghapus setiap vidio yang diam-diam, akan mereka kirim."
...[Kau tidak perlu melakukannya lagi. Pesan yang kau atur, telah hilang beserta vidio yang mereka rekam]...
"Bagaimana bisa?"
[Itulah gunanya item cerdas. Orang yang memiliki otak cerdas, tidak akan melakukan hal ceroboh dan buang-buang waktu]
Aizha nampak kesal, membaca pesan hologram tersebut. Tak lama, dia teringat akan sesuatu. "Bagaimana dengan rahasia Sekolah ini dan Guru? Filenya?"
...[Semua file sudah kamu kirim ke flesdish, jangan khawatir. Sandinya pun akan kembali teringat, jika kau menggunakan item cerdas]...
Aizha pun menghela napas lega. Dia berterima kasih pada Sistem Alpha yang telah membantunya. Dia juga puas, dengan item yang diberikan. "Baru kali ini, aku dapat melakukan hal diluar nalar. Aku juga menyabotase semua laptop, cctv dan handphone di Sekolah ini, sekali sentuh. Aku tidak menyangka, jari-jari ini dapat mngetik, dengan begitu cepat dan mengendalikan semua telnologi di sini," kagumnya pada item cerdas.
...[Mangkanya, belajarlah yang benar. Ini item, bukan apa-apa untuk orang cerdas dan licik. Banyak orang dapat menembus rahasia pemerintah, hanya dengan bantuan beberapa komputer saja!]...
...[Teknologi canggih yang sangat mahal pun, tak akan dapat menyembunyikan kebusukan seseorang. Karena teknologi ini, hanyalah ciptaan manusia yang pastinya memiliki kelemahan]...
Apa yang dikatakan hologram, disetujui oleh Aizha. Jika, manusia tidak sempurna. Sudah pasti, ciptaanya pun tidak sempurna. Aizha pun, memilih untuk membaringkan tubuhnya dan beristirahat. Namun, seseorang datang dan membuatnya kembali terbangun.
"Ohh, maaf, aku kira nggak ada orang," ucap seorang Siswa yang tak lain bernama Arkana, si Ketua Osis.
Aizha yang terkejut, menganggukkan kepala kecil. Terlihat, Arkana pergi mengambil sebuah plester, untuk tanganya yang berdarah. Aizha yang melihatnya, hanya diam dan langsung memalingkan wajah. Saat Arkana membalikkan badan.
"Istirahatlah lagi, sekali lagi maaf, karena udah ganggu," kata Arkana dan diangguki oleh Aizha.
Arkana pun pergi dan Aizha masih menatap pintu itu. Entah mengapa, ada perasaan aneh di tubuhnya. Dia tak menyangka, dapat berbincang sebentar, dengan si Ketua Osis.
Tak lama, pintu kembali terbuka dan memperlihatkan Bunga, dengan nampan di kedua tangan. Bunga membawakan sup sayur dan teh hangat, untuk Aizha. Dia juga menyuruh Aizha, untuk tidur setelah meminum obat.
"Apa aku boleh, minta bantuan sekali lagi?" tanya Aizha dan Bunga pun menganggukkan kepala, mengiyakan. "Bangunkan aku setengah jam lagi dan jaga baik-baik handphone ini."
Bunga tersenyum lembut dan mengambil handphone Aizha. "Aku akan menjaganya. Tapi, setelah tiga puluh menit nanti, selesaikan urusanmu dengan cepat dan lanjutlah beristirahat oke! Kau sudah bekerja keras!"
Aizha terkejut mendengarnya. "Apa dia tau?" batin Aizha bertanya-tanya, namun matanya tak lagi sangup membuka dan akhirnya terpejam.
...××××××××××××××××××××××××××××××××...
Jaga kesehatan kalian selalu ya🤗
See you💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!