"Kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini."
Wanita masih menunggu lanjutan perkataan si pria. Karena tahu itu bukan kalimat terakhir.
"Cinta pertamaku telah kembali."
Apakah pria itu pikir mereka sedang menjalin hubungan pacaran yang mudah diputuskan begitu saja?
Tidak ada drama. Tidak ada se-tetes pun air mata. Bagi Nilam harta, tahta, bahkan jabatan hanya titipan Tuhan, mungkin sudah saatnya gelar menjadi nyonya Yudha dia tanggalkan.
Tidak sampai tiga puluh menit waktu yang Nilam butuhkan untuk mengemas barang-barangnya.
Hanya menatap sekilas pada pria yang beberapa minggu lalu menjabat tangan Papanya. Tidak ada kesedihan, kenyataannya mereka tidak sedekat itu. Bisa dikatakan tidak ada cinta yang mengikat hati, seperti kata si pria jika dia masih mencintai wanita dari masa lalunya. Nilam memberinya ruang.
Fine! Nilam baik-baik saja.
Kini bahkan setelah delapan tahun berpisah wanita yang berprofesi sebagai Ibu direktur itu masih melanjutkan hidupnya yang lebih indah dari sebelumnya.
"Antarkan Mylea ke kantor jika selesai dengan lesnya."
"Baik, Bu."
Ini hari pertama Nilam menginjakkan kakinya kembali di kota kelahirannya setelah delapan tahun berada di Amerika.
Bukan untuk menghindari masa lalu Nilam cukup bijak mengambil keputusan. Bagi Nilam mantan suaminya tetaplah ayah putrinya.
Begitu mengetahui dia berbadan dua dia memilih pergi mengepakkan sayapnya di dunia bisnis bersama adiknya Remon.
Hidupnya masih terstruktur dengan baik.
Kini dia kembali karena akan menggantikan posisi papanya yang sudah saatnya pensiun.
Nilam wanita tegar. Dan bila diberikan pilihan untuk mengulang masa dan kembali ke masa lalu, ia akan tetap memilih jalan hidupnya yang seperti ini. Di jodohkan dengan Yudha lalu menikah dengannya.
Orang tua mereka Yudha dan Nilam adalah kolega, dan ingin mengeratkan hubungan dengan cara menjodohkan keduanya.
Sampai di sana saja dongeng milik Nilam berakhir delapan tahun yang lalu. Dongeng yang terpaksa harus diakhiri sebab kenyataannya alur yang ia miliki tak berjalan sesuai suratan takdir. Happy ending yang pernah ia harapkan bersama masa lalu kini telah ia kubur dalam-dalam.
Selamanya, kisahnya yang usai tak sesuai harapan akan tetap menjadi cerita favoritnya.
*****
"Mama!" teriakan kecil dari putrinya lantas mengaburkan lamunannya begitu saja. Nilam menoleh, ditatapnya gadis kecil berusia tujuh tahun itu dengan binar bahagia.
"Jangan lari-lari sayang!"
Si kecil Mylea ter-engah namun matanya menyala cerah.
*****
Sama-sama memiliki jabatan tinggi pasangan mantan dipertemukan di sebuah restoran elite, sepertinya jika dilihat mereka baru saja selesai meeting dengan koleganya masing-masing.
Nilam sebagai pendatang baru, bukan asal mewarisi jabatan. Wanita itu punya talenta dan prestasi gemilang.
Setelah delapan tahun, ini kali pertama Yudha dan Nilam bertemu dan sepertinya tidak dalam suasana yang pas, Nilam tengah mengandeng tangan Mylea yang artinya pria itu jelas melihat.
Yudha menarik napas dalam. Wanita yang pernah hidup seatap bersamanya selama satu bulan, masih terlihat cantik dan bersahaja.
Tidak ada amarah atau keterkejutan di raut wajah wanita 32 tahun itu. Nilam melangkah anggun meninggalkan Yudha yang masih terpaku pada apa yang baru saja melintas di pikirannya.
****
Sama halnya dengan Yudha, Nilam juga pekerja keras. Prestasinya diakui, enam bulan sebelum kembali ke Indonesia, Nilam sudah menyiapkan mental untuk menghadapi masa lalu. Bukan untuk membalas dendam, tidak ada dendam dihatinya. Kehadiran Yudha meski sesaat telah memberinya hadiah yang tidak ternilai harganya.
Di sebuah rumah, pagi yang mendung menyapa keluarga Yudha.
"Aku pulang terlambat malam ini, tak usah menunggu." Yudha mencium kening istrinya.
Ruliana tersenyum. "Baik, Mas, hati-hati."
Yudha menikah dengan Ruliana empat tahun yang lalu, meskipun belum dikaruniai seorang anak tapi mereka hidup adem ayem. Cinta saling menguatkan dan menyemangati.
Tiba di kantor, Yudha langsung menuju ke ruangannya dan disambut oleh asistennya Devin.
"Cari tau tentang Nilam." perintahnya.
"Seseorang yang baru saja anda kirim fotonya dan nama lengkapnya?"
Lirikan tajam Yudha membenarkan hal itu.
"Minimal sebelum jam makan siang kau sudah mengirimkan informasi tentang wanita itu, yang terpenting apakah wanita itu sudah menikah."
Karena Yudha sudah memberi perintah, mau tidak mau Devin menurut.
Hari yang melelahkan karena setelah berkutat dengan tumpukan pekerjaan kini Yudha harus mendengar berita yang di sampaikan Devin tentang status Nilam melalui lisan.
Sial!
Masih berada di ruangannya Yudha mendapat telepon dari Ruliana. Meskipun dia sedang banyak pikiran dia tidak mungkin mengabaikan istrinya. Sekalipun terpaksa Yudha tetap menjawab panggilan telepon tersebut.
Begitu panggilan selesai Yudha menatap Devin.
"Mau minum bersamaku?" Yudha ingin menenangkan diri. Karena setelah hari ini, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya, sama halnya dengan pertemuannya dengan Nilam yang sama sekali tidak disangkanya. Yudha tidak tahu jika Devin terkejut dengan ajakannya.
*******
Siang itu Yudha ingin menuntaskan tanda tanya yang terus menari di benaknya sejak beberapa hari yang lalu.
Bagi Yudha pekerjaan dan keluarga selalu bisa diimbangi. Waktu untuk keluarga dan quality time bersama istri selalu terjaga. Sejauh ini tidak ada persoalan yang membuat lelaki itu melupakan waktu kebersamaan dengan sang istri. Ini kali pertama dia membatalkan acara makan siang bersama Ruliana dan itu karena Nilam.
Sekelebat, masa lalu delapan tahun yang telah ia lepaskan seolah kini akan bermuara kembali. Satu nama akan membuat kekacauan dalam hidupnya.
Saat melepaskan Nilam dan memilih Ruliana, laki-laki itu baik-baik saja. Hari dimana dia melihat gadis kecil yang tidak disaksikan kehadirannya kenapa hatinya terusik? Yudha yakin, jika Nilam tidak akan mengatakan kehadiran anak itu jika dia tidak mencari tahu sendiri, dan kenapa hal itu membuat Yudha marah?
Akhirnya dengan tekat menggebu Yudha menemui Nilam di kantor wanita itu.
"Bisa kau jelaskan?"
"Tidak ada yang perlu ku jelaskan!"
"Aku sudah mencari tahu tentangmu delapan tahun terakhir dan tidak ada catatan kau pernah menikah sebelumnya selain..... apa itu anakku?"
"Ya," tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Nilam menjawab jujur dan itu seperti sebuah Bogeman yang telak mengenai dadanya.
Melihat dan mendengar, rasanya cukup sempurna bukan? Yudha tidak ingin bertanya, apakah semesta sedang menegurnya?
"Bu, meeting akan segera dimulai, apa perlu..."
"Tunggu sebentar, saya masih ada tamu."
Seperti biasa, tenang dan tak berombak. Tapi justru sikap yang seperti itu yang menakutkan, bukankah air tenang tidak menjamin tidak ada hewan berbisa di dalamnya?
"Namanya Mylea Elvarette."
Kaki Yudha baru saja akan melangkah dan suara Nilam mampu hentikan langkah itu tanpa komando.
******
Saat di rumah Yudha bersikap biasa hangat pada sang istri. Saat tengah malam baru rindu yang samar mulai dirasakannya. Ruliana terlalu peka dan Yudha tidak ingin merusak hubungan dengan istrinya. Akan ada cara agar semua baik-baik saja. Terutama hatinya.
######
Cerita baru lagi ini ...
Happy reading ❤️
Apa sebenarnya arti kecewa? Di tinggal pas lagi sayang-sayangnya. Atau tidak diberikan kepastian saat mengawali hubungan?
Tidak ada yang perlu disesali.
Tidak ada sumpah serapah.
Tidak juga berniat meletakkan harga diri laki-laki itu di ujung kakinya.
Tapi.....
Tidak ada tempat untuk sekedar mengingat namanya.
Di atas podium, gemerlap seorang Nilam sangatlah memukau. Ditambah kilatan cahaya kamera yang mengabadikan momen siang ini.
Hari ini pelantikannya sebagai seorang direktur.
Usai menyampaikan pidato singkatnya, acara dilanjutkan dengan rentetan acara.
Seperti biasa, akan ada jabatan setelah penyerahan piagam.
Rahang seorang laki-laki mendadak mengeras, Di sana di atas podium sosok itu sekarang menjelma bak Ratu.
Yudha segera menarik tangan Ruliana tapi belum sempat melangkah lebih jauh suara Ruliana mengingatkan jadwalnya.
"Maaf Pak Yudha. Lima belas menit lagi, akan ada makan malam bersama dengan tujuh relasi dewan."
Yudha tidak bisa berkutik ketika mendengar ucapan sekretaris sekaligus istrinya.
Yudha sama sekali tidak keberatan dengan acaranya. Lebih tepatnya dia ingin menghindari wanita itu.
Karena masa lalu Yudha menarik kembali Ruliana menjadi sekretarisnya setelah empat tahun wanita itu meninggalkan jabatan tersebut.
Semua karena Nilam.
Selama ini Yudha membutakan mata dan menulikan telinganya terkait wanita itu.
Ruliana tidak bodoh menilai sikap Yudha yang sangat kelihatan tidak nyaman di pertemuan ini. Tapi tidak tahu penyebabnya.
"Bapak Yudha, apa butuh sesuatu?"
Yudha memandang wajah Ruliana yang kini menjalankan tugas sebagai sekretarisnya. Kemudian Yudha menyamankan duduknya.
"Tidak, terimakasih."
Ingatan akan abadi, ketika mengulang kenangan yang tidak pernah di salahkan olehnya.
"Permisi Pak. Direktur Nilam dan petinggi lainnya sudah ada di tempat.
Yudha pikir dia hanya sebentar menenangkan diri, tapi ternyata hampir lima belas menit Yudha tetap tak bergeming di tempatnya.
Pintu lift terbuka, menampilkan sosok anggun yang memukau dengan langkah kaki jenjang mendekat.
Hentakan mengalun indah saat ayunan langkah kaki indah itu tertangkap netra Yudha.
"Sangat cantik." pujian itu terlontar dari bibir Ruliana.
Mata indah Nilam bertemu singkat dengan tatapan Yudha tapi tidak mengubah apapun. Pertemuan satu minggu yang lalu sama sekali tidak berkesan bagi Nilam berbeda dengan respon Yudha.
"Tidak ada yang mau kamu katakan?" itu bukan suara Yudha melainkan suara Lisa sahabat Nilam.
Nilam mengerti maksud Lisa, setelah kembali pasti sahabatnya akan bertanya tentang perasaannya.
Tapi memang tidak ada yang ingin di katakan Nilam. "Tidak."
"Please deh Nilam... kamu bertemu dengan mantan suamimu dan wanita yang telah merebut tempatmu dahulu. Masa iya nggak ada?"
Lisa menjadi saksi pada kejadian delapan tahun yang lalu, Nilam yang pergi tanpa sempat menyapa suaminya juga wanita Jal*ng itu setelah dia menjemputnya.
"Kamu tidak marah melihatnya bahagia di atas penderitaan mu?"
"Aku tidak menderita!"
"Meski begitu, apa kau tidak ingin balas dendam?"
"Pekerjaanku banyak, Lisa." lagian untuk apa?
"Seenggaknya kalau dia brengsek kamu menuntutnya."
Nilam tersenyum tipis. "Bukan aku yang melakukan kesalahan dan aku juga tidak mau bertanya tentang masa lalu."
Jujur tidak ada yang Nilam sesali dia tetap berdiri tegak di atas kedua kakinya.
Sekarang Lisa ikut kesal pada sahabatnya.
"Kamu lihat kan bahkan mereka tidak malu mengumbar kemesraan di depanmu?"
Sayangnya Nilam tidak perduli apa yang pasangan itu lakukan, terserah mereka mau melakukan apa, tidak ada kaitannya lagi dengannya.
"Aku tidak percaya kalau kamu sama sekali tidak cemburu."
"Kenapa aku harus cemburu, walaupun aku dan dia sama-sama wanita ada yang membuat kami berbeda, adalah martabat."
Lisa dibuat takjub. Ia tidak akan sanggup memahami cara berpikir Nilam. Jujur tidak sedikitpun melihat raut amarah dari sahabatnya, hanya dirinya yang terlihat menggebu-gebu ikut sakit hati atas perbuatan Yudha.
*****
Yudha menyapu pandangannya ke penjuru ruangan tapi tak juga menemukan sosok yang dicari.
"Ku pikir Bu direktur Nona, eh ternyata sudah jadi Ibu." celetuk salah satu rekan direksi.
"Patah hati sebelum berjuang oe," celetuk salah satunya lagi.
Sepertinya hanya dia yang tidak tahu apa-apa.
"Ada apa?" Yudha menuntaskan rasa ingin tahunya.
"Bu Nilam tidak bisa ikut makan malam bersama karena terjadi sesuatu pada putrinya."
******
Mobil telah keluar dari pekarangan gedung dan perlahan melaju membelah keramaian lalu lintas. Nilam dengan iMac melihat perkembangan persentase proyek baru dan pak Kadik fokus mengemudi.
"Sepertinya ada yang mengikuti mobil kita Bu."
Nilam tidak menjawab atau mengatakan apapun membuat pak Kadik terus melajukan mobilnya.
Dari jarak yang cukup dekat, Yudha sadar, ini salah. Apa yang ada dipikirannya sekarang? Ia segera menepikan mobilnya. Kalau istrinya tahu apa yang dia lakukan dia harus menjawab apa? Mengikuti mobil mantan. Pasti memalukan, Yudha tersenyum masam.
*******
Malam sudah larut tapi Yudha belum bisa memejamkan matanya padahal sang istri sudah terlelap setelah malam panas mereka.
Rentetan ingatan delapan tahun yang lalu bermunculan dan itu membuatnya kesal.
Hari dimana Nilam pergi setelah dia jujur tentang perasaannya.
Yudha bahagia dengan keputusan Nilam.
Dua hari berselang Mamanya datang.
Maulida mengenal betul menantunya. Nilam tidak pernah menjelekkan suami tidak pernah mengeluh apalagi membeberkan sesuatu yang terjadi padanya. Nilam juga pernah mengatakan Yudha adalah suami yang sempurna.
Terkejut? Yudha perlu memikirkan alasan yang tepat untuk menghadapi orang tuanya.
Tidak cocok, itu alasan yang dikatakan Nilam dan Yudha. Bu Maulida sudah menduga akan terjadi kesenjangan pada hubungan anak dan menantunya namun tidak sampai mencurigai sesuatu yang fatal yang telah dilakukan oleh putranya.
Kenapa Nilam tidak mengatakan yang sebenarnya? Karena merasa tidak perlu.
Dia sepakat bercerai baik-baik, Nilam tidak membongkar hubungan Yudha dengan wanita idaman lain.
Tapi ibu Yudha yang justru tidak bisa terima. Terus menekan putranya untuk mengatakan hal yang sebenarnya yang membuat mereka harus berpisah.
Masih segar diingatkan Yudha saat Nilam memilih pergi. Dia juga segera pergi kerumah kekasihnya, merayakan rasa suka citanya bahkan lupa jika dia belum resmi menikahi wanita yang membuatnya men-janda kan sang istri.
"Aku sudah menjatuhkan talak untuknya," begitu kata Yudha kala Ruliana membuka pintu apartemennya.
Ucapan itu sebagai bukti cintanya yang masih di miliki oleh sang kekasih. Debar jantungnya berbeda saat ia bersama sang istri, degup meronta selalu merindu itu tidak ia rasakan bersama Nilam.
Setelah delapan tahun berlalu kenapa sekarang ada sesuatu yang perlahan mengikis rasa tenangnya?
Yudha mengecup kening Ruliana sebelum meninggalkan sang istri pergi keruang kerja.
Lelaki itu kehilangan ketenangan semenjak mengetahui ada yang dimiliki Nilam yang memiliki ikatan darah dengannya.
Seorang anak.
Rejeki yang belum Tuhan berikan di usia empat tahun pernikahannya dengan Ruliana.
Apa ini wujud hukuman?
"Katakan apa tujuanmu kembali?" penekanan kalimat itu membuat bulu kuduk Nilam berdiri.
Salahkah ketika kita kembali ke tanah kelahiran sendiri terlebih ada keluarga disini?
"Kenapa?" satu kata mewakili ribuan tanda tanya.
Wajah Yudha memerah.
"Hidupku sudah tertata dengan baik tidak akan kubiarkan masa lalu masuk begitu saja."
Nilam telah selesai dengan urusannya dia tidak berharap apapun dari pembicaraan mendadak ini, sudah cukup seperti delapan tahun ini menjalani hidup tanpa mengharap apapun dari masa lalu. Untuk apa?
"Pergilah, kembali ke tempatmu yang sudah lama kamu tinggali."
Siapa Yudha yang bisa memberi perintah pada Nilam?
Rasanya begitu aneh mendengar ucapan laki-laki yang menjadi masa lalunya ini padahal Nilam tidak melakukan hal yang merugikan pria tersebut.
Disini harusnya Nilam yang terluka.
Tidak mudah menerima keadaan, ditinggalkan dengan alasan cinta pertama dari laki-laki yang telah mengakadnya kembali.
Mereka memang pernah menjadi sepasang suami istri, tapi tidak secuil pun ada niat di hati Nilam untuk mengusik mantan suaminya itu.
Sakit, benci dan kecewa, Nilam sudah tahu tiga rasa itu syukurnya dia bukan orang yang larut dengan perasaan. Sikap Yudha semakin membuatnya bijak, yang pernah Yudha lakukan membuatnya lebih dewasa Nilam berhasil membuktikan bahwa dia tidak jatuh melebur bersama luka yang diberikan Yudha.
Di depan apoteker Nilam berpapasan dengan Yudha. Bukan Nilam tapi Yudha yang memulai obrolan ini Nilam sama sekali tidak ada niat menyapa.
"Aku sudah bahagia. Jangan usik hidupku."
Yudha hanya tidak suka melihat Nilam hidup di kota yang sama dengannya. Bukan tidak mungkin akan ada goresan luka di hati Ruliana jika sampai tahu masa lalunya telah kembali. Yudha sangat menjaga hati wanita yang sangat dicintainya itu.
"Aku bukan manusia plin-plan, saat sudah memilih pergi dari kehidupan seseorang aku tidak akan pernah ingin kembali. Jangan terlalu percaya diri dan buang jauh-jauh pemikiran jika adanya aku disini untuk menoleh pada sampah yang pernah ku tinggalkan."
Jelas sekali kata-kata Nilam hanya orang bodoh yang tidak memahaminya.
Nilam terbiasa tampil di depan umum. Dedikasinya dituntut sempurna jika berkaitan dengan tanggung jawab.
Hal itu pula yang diterapkan dalam rumah tangga. Yudha yang bodoh tidak mengendalikan nafsunya hingga semuanya porak-poranda.
Bisa dilihat Nilam jika rahang lelaki itu mengeras.
"Jangan buat sensasi..."
"Saya hanya mengenal anda sebagai direktur grup perusahaan Dawarta." Nilam memotong kalimat Yudha. "Jika pernah mengenal saya, itu hak anda. Sejak saya pergi, sosok masa lalu telah saya anggap mati."
Jika Yudha ingin mengungkit masa lalu maka sebenarnya tidak ada pada Nilam, justru jika Nilam mau mengungkit masa lalu mereka Yudha yang kalah telak.
"Jika benar begitu anggapan mu, maka jangan pernah muncul dihadapan keluargaku."
"Anda menasehati diri sendiri?"
Dan kalimat itu tidak sanggup digapai Yudha. Belum diakui, tapi Yudha melihat Nilam bukanlah sosok biasa.
"Saya hanya minta, bekerjasama lah." itu kata terakhir Yudha sebelum pergi dari hadapan mantan istrinya.
*******
"Dapat?"
Senyum manis terbit di bibir Yudha.
"Penjaga apoteker nya sedikit bodoh! Sepertinya orang baru, kita cari di apotik lain saja sayang."
Ruliana hanya menoleh kesamping ingin memperhatikan apotik yang baru saja di kunjungi suaminya, kepalanya sakit, minta tolong Yudha mencarikan obat. Saat mobil melintas tepat di depan apotik Ruliana melihat sosok cantik yang pernah ditemuinya di acara pelantikan direktur beberapa hari lalu.
"Bertemu dengan Bu Nilam, Mas?"
"Ha?"
"Tadi di apotik bertemu dengan Bu Nilam direktur baru yang baru dilantik waktu itu?"
"Tidak, ada apa?"
"Aku baru melihatnya tadi di depan apotik."
"Kamu salah lihat, aku tidak bertemu siapapun."
Ruliana mengangguk. Mungkin dia memang salah lihat.
Pasangan dewasa yang mengerti dan saling menjaga, itulah mereka. Keduanya sudah menjalin kasih sejak duduk di bangku kuliah, sudah semestinya jika Yudha dan Ruliana saling memahami.
Hari itu Yudha tidak menyangka akan kembali bertemu dengan Nilam, bukan salah Nilam karena mereka berada di tempat umum.
"Kamu.... apa kabar?" ada rindu yang tersirat di mata wanita yang pernah menyandang status sebagai ibu mertuanya.
Sementara dilain sisi ada seorang wanita yang menahan nafas melihat adegan di lihatnya. Ruliana tidak tahu, dan mulai menghubungkan beberapa titik mengenai sikap Yudha akhir-akhir ini. Yudha tidak menyinggung perasaannya, tapi wanita itu tahu Yudha merasa terganggu. Yang membuat Ruliana marah adalah interaksi antara ibu mertuanya dan wanita itu.
"Anda di sini juga?"
Yudha tidak suka ketika Nilam menyapa. Mengulurkan tangannya, dan ibunya menyambut dengan suka cita.
"Kamu sudah bahagia."
Nilam tidak menanggapi tapi senyum manis tetap terukir di bibirnya.
Ini bukan mimpi. Seseorang dari masa lalu telah kembali, apakah kesetiaan Yudha akan diuji?
"Jangan berpikir yang membuatmu sedih." Yudha berbisik pada Ruliana yang terlihat kaget melihat interaksi antara ibu dan mantan istrinya.
Nilam sialan!
"Entahlah."
"Kamu tahu sebesar apa cinta ku." karena Yudha pernah melepaskan Nilam dan memilih wanita itu.
Sadar diperhatikan oleh wanita yang menjadi istri mantan suaminya, tidak ada pengaruh apa-apa pada Nilam.
*****
Perbedaan sangat mencolok antara mantan menantu dan menantunya.
Hari ini Maulida melihat sendiri bahwa Nilam tidak bisa dibandingkan dengan wanita pilihan Yudha, wanita itu terlalu hebat hanya Yudha yang dibutakan mata hatinya.
Sejak dulu Maulida memuji kecantikan Nilam. Sebagai sesama wanita beliau juga cukup terpana dengan Nilam. Tidak hanya cantik wanita itu bersahaja dan tentunya berkelas, Nilam juga santun dan tidak tampak sombong dengan raut datarnya, malah raut dan wajah Nilam membuat orang segan.
"Kunjungi Mama sesekali."
Selesai berbincang sebentar Nilam langsung pergi, yang dibawa Nilam dari pertemuan tadi adalah menyapa seorang ibu tidak ada hubungannya sama kedua orang lainnya yang ikut bersama mereka.
******
Aku tidak ingin menjadi wanita jahat. Aku ingin semuanya terbuka, bukan menyembunyikan galau yang tak berujung.
Sudah tiga hari Ruliana mendiamkan suaminya. Dia kecewa pada Yudha yang tidak berterus terang siapa sebenarnya wanita ini.
Pantas saja, sejak menghadiri acara pelantikan Nilam sikap Yudha berubah. Ternyata semua karena masa lalu.
"Kamu bisa membujuk Yudha, Mama sudah tua jika kalian sama-sama sibuk kapan akan memberikan cucu untuk Mama."
Ruliana menelan ludah, dan lanjut mendengar ucapan ibu mertuanya.
"Perkara rezeki, jodoh dan maut itu rahasia Tuhan, tapi sebagai hamba kita wajib berusaha. Kalau terus-terusan seperti ini mau sampai kapan ada pengikat kuat rumah tangga kalian, cinta saja tidak akan cukup."
Tidak hanya Maulida, yang menginginkan cucu, Ruliana juga ingin memiliki anak, tapi untuk pergi ke dokter dan melakukan bayi tabung itu bukankah terlalu dini mengingat usia pernikahannya baru empat tahun.
"Nanti Ruli bicarakan dengan Mas Yudha, Ma."
"Suruh Yudha temui Mama sore ini."
Belum sempat Ruliana ingin menanyakan apakah dia juga di undang ucapan Maulida membuat hatinya kecewa.
"Yudha saja, kamu tidak perlu ikut."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!