NovelToon NovelToon

Dangerous Boy

Chapter 1

Tampak seorang gadis berambut sepunggung mengenakan seragam kebanggaannya dengan name tag Kinan Artharin, menatap gerbang sekolah berwarna hitam yang menjulang tinggi di depannya. Sekolah swasta elit yang sudah menjadi tempatnya menggali ilmu selama dua tahun lebih.

Seragam dengan atasan rompi kotak-kotak berwarna cream tampak serasi dengan rok berwarna coklat, sangat indah.

Sekolah yang indah, seragam yang indah. Semuanya tampak indah kecuali kisahnya di sekolah ini. Kata orang, masa-masa remaja yang indah akan dimulai dari SMA namun bukannya yang indah malah masa suram lah yang ia lalui di sekolah ini.

Kakinya berjalan menyusuri koridor sekolah menuju ruang kelasnya dengan dua tangannya memegang buku pelajaran yang tebalnya seperti kamus.

"MATA EMPAT!"

Kinan menghela napas tanpa menghentikan langkahnya, mendengar panggilan Mata empat sudah tidak terasa asing lagi baginya, hanya karena memakai kaca mata, anak-anak di sekolah memanggilnya seperti itu. Lebih tepatnya mengejek dirinya.

"Selain buta lo juga tuli?" gadis dengan dandan yang bisa dibilang berlebihan itu berjalan mendekati Kinan dengan kedua temannya.

"Woi berhenti! nggak dengar Sella manggil lo?" Icha si body gitar spanyol, mencegat jalan Kinan seraya mendorong dengan jari telunjuknya.

Dorongan yang tidak kuat namun mampu membuat Kinan mundur beberapa langkah.

"Biasalah Cha, selain buta dia juga mulai tuli sekarang," Kinan mengepalkan tangannya mendengar cacian Meta.

Inilah salah satu alasan Kinan mengapa kisahnya di sekolah ini tidak ada indahnya sama sekali. Karena ketiga gadis bodoh di depannya yang hanya tau mengandalkan kekuasaan orang tuanya, selalu menindas dan membuat anak-anak lain ikut mengucilkan Kinan.

Tanpa sepatah kata Kinan melanjutkan langkahnya, Ia tidak ingin memulai pagi cerahnya dengan melihat wajah mereka. Namun sepertinya ketiga gadis berhati busuk itu, tidak ingin melepaskan dirinya begitu saja. Terbukti dengan Sella yang menyenggol bahunya.

"Kalau jalan pake mata! ups... mata lo mana bisa ngeliat," ejek Sella.

"Aku nggak buta!"

"Lo bisa marah? nggak bisu lagi?" ujar Meta dengan wajah kaget yang dibuat-buat.

"Waduh, gue jadi takut banget," dengan tampang mengejek, Icha menatap Kinan dengan tatapan meremehkan.

"Guys guys, coba liat deh, si cupu ternyata bisa marah," teriak Sella yang menarik perhatian para siswa yang memasuki gerbang sekolah.

Sungguh Kinan begitu membenci menjadi pusat perhatian.

Bisik-bisik yang disertai umpatan mulai terdengar panas di telinganya. Ia tertawa dalam hati, sungguh begitu lemahnya dirinya yang diam saja saat ditindas.

Meta maju lalu mengendus-endus pakaiannya seperti anjing, ahh tidak. Bukan seperti tapi memang benar dia adalah anjing, "iyuww bau banget, lo mandi nggak sih ke sekolah?"

Suara tawa mengejek terdengar lagi, Kinan yakin mereka menertawakan dirinya.

"Guys, kalau ada orang yang belum mandi harus kita apain nih?" tanya Sella, entah rencana buruk apa lagi yang akan direncanakan gadis berhati busuk itu.

"Siram aja nggak sih?"

"Siram! siram! siram!"

"Sel siram pakai ini ajalah," seorang gadis yang tidak Kinan ketahui siapa namanya datang membawa seember air yang terlihat kotor dan sedikit berbusa.

"Itu apaan?"

"Air bekas pel toilet."

Kinan melotot, entah dari mana gadis itu mendapat air bekas pel toilet itu, yang pasti Kinan tidak ingin bajunya sampai basah.

Ia telah bersusah payah mencuci bajunya sehingga bersih setelah kemarin mereka melemparkannya lumpur. Dan sekarang mereka ingin menyiram dirinya dengan bekas air pel toilet? Itu tidak akan terjadi!

"Wah kayaknya si cupu bakal bersih kalau disiram pake ini, ya nggak guys?"

"Yoi," jawab Icha dan Meta.

"Meta, angkat terus siram ke dia," Meta mulai mengangkat ember tersebut dengan dibantu Icha.

Kinan tidak boleh diam saja. Semakin ia diam akan semakin mereka berbuat seenaknya. Saat Meta dan Icha sudah mengambil ancang-ancang, Kinan segera menarik Sella ke depannya dan...

Byurr

Seluruh mata yang melihat langsung melotot, Meta dan Icha turut melotot karena terkejut.

Gadis itu menyeringai melihat Sella yang sudah basah kuyup, terlihat bibir Sella yang bergetar menandakan sedang kesal. Masa bodoh, Kinan tidak peduli.

"Aku diam bukan berarti nggak bisa balas perbuatan kalian," bisik gadis itu lalu melangkah pergi dari sana. Sekali-kali mereka harus diberi pelajaran.

***

Siang ini SMA Garuda digemparkan dengan kabar bahwa sekolah mereka dikepung oleh anak SMA Kencana.

Para jagoan SMA Garuda berbondong-bondong melangkah ke depan pagar meladeni si biang onar.

Tidak jauh dari tempat kejadian, tepatnya di teras lantai dua ada Kinan. Gadis berambut lurus sepunggung itu menatap pertarungan sengit di depan sana dengan tatapan malas. Ia merasa bosan, kejadian seperti ini sering terjadi di dalam lingkungan sekolah.

Apa lagi sekolah ia tempati adalah SMA Garuda. Sebuah sekolah yang terkenal karena isinya yang dipenuhi anak berandalan. Ingin rasanya Kinan mengubah image sekolahnya menjadi sekolah swasta berprestasi bukan sekolah swasta sarang anak berandalan.

Kinan memandang satu persatu wajah para jagoan di sekolahnya yang sedang bertarung dengan sengit namun tatapannya tak sengaja melakukan eye contact dengan salah satu pemilik tatapan dingin sekaligus tajam.

Seakan semesta merestui waktu terasa berjalan lambat ketika kedua remaja yang tak saling mengenal itu bertukar pandang. Kini fokus Langit sepenuhnya jatuh ke arah Kinan. Mata coklat dengan tatapan sayu itu manarik seluruh intensi Langit.

"Awas!!" teriak Kinan refleks saat salah seorang anak SMA Kencana ingin menyerang Langit dari arah samping.

Teriakan Kinan membuat Langit menoleh namun gerakan orang itu lebih cepat. Langit jatuh tersungkur ketika tendangan dari seseorang yang Langit tidak ketahui namanya mengenai dadanya.

Orang itu kembali ingin menginjak tubuh Langit, namun dengan cepat Langit balas menendang hingga orang tersebut mundur beberapa langkah.

"Pecundang!"

Orang tersebut menggeram, ia ingin membalas tendangan Langit tadi dengan sebuah pukulan. Langit menyeringai sebelum menghindar dan mendaratkan sebuah tendangan dari arah bawah ke aset berharga bagi seluruh kaum adam. You know lah.

"Auwwhh!" ringis Septian.

"Namanya dia siapa sih?" tanya Jordan.

"Yanto mungkin," jawab Dilan ngasal.

"Turut berduka cita kalau besok dia jadi Yanti," ujar Jordan asal ceplas-ceplos.

Suara sirine polisi membuat pertarungan sengit itu berakhir. Anak SMA Kencana lari kalang gabut dan pontang-panting. Sementara Langit dan anak-anak lainnya masuk kembali dalam sekolah.

Langit mengedarkan pandangannya mencari sosok Kinan yang entah sudah hilang kemana.

"Nyari siapa, Lang?" tanya Dilan, sontak membuat yang lainnya ikut menoleh ke arah Langit.

"Nggak ada," jawabnya acuh.

"Halah, bilang aja lo nyari si cewek yang tadi kan?" tanya lagi Dilan yang mengekori Langit dari belakang namun tidak ada respon dari Langit maupun Septian dan Jordan, keduanya hanya melenggang pergi mengikuti langkah Langit.

"Sialan! gue malah ditinggal!"

Tbc...

Chapter 2

Suara riuh mengisi area kantin, bel istirahat akan berbunyi dua menit lagi namun kantin sudah hampir full diisi oleh manusia-manusia kelaparan.

Kinan yang kebetulan kelasnya sedang jamkos sudah duduk santai menyantap hidangan lezat di depannya dengan ditemani Lia, si gadis tomboi yang sudah bersahabat dengan Kinan sejak masih menduduki bangku TK.

Suara riuh yang begitu bising kini tiba-tiba menjadi hening. Kinan yang penasaran mengangkat kepalanya dan mencari sumber keheningan tersebut. Dan saat itu lah, untuk ke dua kalinya tatapan Kinan dan Langit kembali bertemu.

Hanya sebentar karena Lia yang mencolek-colek lengan Kinan berkali-kali, "Nan! Nan! jangan liat matanya dia!"

Kinan menoleh dengan kening mengkerut, "Memangnya kenapa?"

Tidak mengherankan jika seorang Kinan tidak mengetahui desas-desus tentang Langit. Keseharian gadis itu di sekolah hanya menghabiskan waktunya membaca buku di sudut perpustakaan.

"Jangan berani natap matanya, entar lo dapat masalah," bisik Lia pelan, takut ada yang mendengarnya. Bahkan suara nyamuk saja bisa kedengaran di lautan hening ini.

"Loh memangnya kenapa? tadi pagi aku juga nggak sengaja natap matanya dia, tapi sampai sekarang aku masih baik-baik aja," Kinan menjawab acuh sembari memasukan potongan kecil somay ke dalam mulutnya.

Lia melotot mendengar pengakuan Kinan, jika tidak mengingat ada Langit dkk di sana maka ia akan meneriaki Kinan bodoh sekencang mungkin. Lia meneguk ludahnya dengan susah payah, ia tidak tau bagaimana nasib sahabat bodohnya ini kedepannya nanti, "Kinan lo yang sabar ya, gua tau lo gadis yang kuat!"

Kinan menoleh heran ke arah Lia yang mengelus pelan punggungnya, padahal ia tidak merasa sedih lalu mengapa Lia menghiburnya?

"Lia, please jangan lebay! kamu liatkan aku sekarang masih baik-baik aja," ujar Kinan polos, gadis itu tidak tau bahwa kini nyawanya sedang di ujung tanduk.

"Nggak apa-apa, gue cuman mau bilang lo harus sabar!"

Kedua gadis remaja itu begitu asik dengan obrolan mereka tanpa sadar bahwa tatapan tajam mengintai mereka. Tidak, bukan keduanya tapi lebih tepatnya ke arah Kinan.

"Jordan, kasih dia red card!"

"Siapa?" Jordan menoleh ke arah belakangnya yang ditunjuk oleh Langit. Ia penasaran, pasalnya Langit hanya memberi red card pada orang yang benar-benar pantas mendapatkannya.

"Kinan."

Jordan menjatuhkan tatapannya ke arah gadis berkaca mata di sudut kantin, "Kinan yang itu?"

Langit mengangguk sekilas.

Ketiga sahabat Langit bertanya-tanya, entah kesalahan apa yang gadis malang itu perbuat sehingga mendapatkan red card dari Langit. Mendapat red card artinya siap-siap kehidupan kalian di sekolah akan diobrak-abrik habis oleh Langit bersama keempat printilannya. Yap, Danu, Jordan, Septian dan Dilan.

***

Beberapa menit setelah bel pelajaran berakhir, Kinan terlihat berjalan menuju lokernya untuk menyimpan beberapa buku paket yang masih ia pakai besok. Loker satu-satunya yang terlihat berbeda di sana, kenapa? karena lokernya yang selalu dicoret-coret dengan perkataan kurang pantas untuknya.

Kinan menghela napas kecil, ia mengeluarkan tisu basah yang selalu ia bawa ketika ke lokernya dan mulai menghapus coretan-coretan tersebut sampai bersih.

Setelah dikiranya sudah bersih, Kinan membuka pintu lokernya namun kertas kecil persegi berwarna merah menarik perhatiannya. Ia mengambilnya dan membolak-balikkan. Hanya sebuah kertas kosong.

Kinan tidak tau dari mana asalnya kertas kecil ini, apakah ada orang iseng yang mengerjainya?

"Kinan! lo lama banget sih! nyimpan buku aja Lam-- OH MY GOD! RED CARD??!!" Lia berteriak nyaring melihat red card di tangan Kinan. Setelah menyadari keributannya, ia segera menutup mulut. Untungnya hanya ada mereka berdua saja.

"Kinan! kasih tau gue, lo dapat kartu ini di mana?!"

"Apa sih Lia, jangan lebay deh!" tegur Kinan yang merasa Lia menanggapi sedikit berlebihan.

"Lebay? lo bilang gue lebay? Kinan sadar! ini red card!"

"Ya, terus?"

"Ini peringatan dari Langit, siapa pun yang dapat red card pasti akan jadi korban bully dia selanjutnya." Lia memegang pangkal hidungnya karena pusing.

"Pasti ini gara-gara lo natap matanya Langit!" tutur Lia yang membuat Kinan heran, apa sangkut pautnya dengan Langit?

"Langit? hubungannya sama dia apa?"

"Gini ya Kinanku sayang, kalo lo natap Langit lo bisa dapat masalah! bulan September kemarin ada satu cewek yang berani natap Langit, besoknya dia langsung buta!" Lia menceritakan sebuah rumor yang belum ada buktinya sampai sekarang untuk menakut-nakuti Kinan.

Kinan mengangguk-anggukan kepalanya, "Oh itu mungkin dia natap langit pas siang hari makanya buta, karena dia terpapar sinar ultraviolet dalam intensitas besar dan dalam waktu yang lama sehingga tidak menutup kemungkinan matanya dia akan menjadi rusak dan berujung pada kebutaan."

Rasanya Lia ingin menangis saja mendengar jawaban Kinan, bagaimana caranya dia untuk memberitahu Kinan kalau Langit yang dia maksud adalah Langit Arsenio Rajendra, bukan Langit di atas sana.

"Bukan Langit itu Kinan," ujar Lia yang sudah merasa gemas dengan sikap polos Kinan. Jika tidak mengingat Kinan adalah sahabatnya mungkin ia akan menggadaikan Kinan sekarang juga.

"Oh Langit senja? langit senja sih, nggak bikin buta, oh atau langit malam? mungkin karena bulan terlalu silau makanya dia bisa but--"

"Kinan! sebenarnya lo tau Langit Arsenio Rajendra nggak, sih?"

Dengan wajah polos Kinan menggeleng.

"Udah gue duga, lo pasti nggak tau!" kesal Lia, "Dia itu yang lo tatap di kantin tadi!"

"Oh dia."

"Iya, makanya jangan natap mata dia!"

"Memangnya kenapa kalau natap mata dia?"

Lia memegang dadanya, seseorang tolong panggilkan Dokter untuk Lia. Sepertinya jantung Lia akan berhenti berdetak sekarang juga karena lelah dengan sikap polos dan bodoh dari Kinan.

"Terserah deh Kinan, gue ikhlas kalau Langit ngapa-ngapain lo!" tutur Lia lalu melangkah pergi sebelum jantungnya bener-benar berhenti berdetak.

"Lia kenapa? kok marah?"

Oh demi dewanya nenek tapasya sepertinya Kinan belum menyadari bahwa dirinya dalam situasi siaga satu!

***

Malam ini Langit dan para sohibnya sudah berkumpul di warung mantan. Eitss, bukan mantan itu tapi mantan yang singkatannya dari 'mantap tenan'.

Saat ini mereka sedang duduk santai seraya menikmati secangkir kopi hangat yang telah dibuatkan Kang Joni. Katanya sih dia sodara kembarnya Johnny, oppa-oppa Korea. Katanya sih...

"Liat liat di sana, itu sodara saya di Korea namanya Johnny nama grupnya enciti, yah ampun jadi inget masa muda, dulu saya ganteng kayak dia," ujar Kang Joni bersemangat, sembari menunjuk ke tv tabung jadul.

"Nggak percaya gue," gumam Septian berkomentar.

"Shutt, iya'in aja sih, entar kita nggak bisa ngutang lagi," bisik Dilan.

"Kalian teh, nggak percaya? coba perhatikan muka saya, mirip kan?" Kang Joni memegang dagu sembari mengusap jenggotnya dengan wajah yang menurutnya keren namun terlihat aneh di mata Dilan dan Septian.

'Apaan anjirr nggak ada mirip-miripnya,' batin Septian.

Dilan mengangguk ragu seraya tertawa canggung menatap Kang Joni. 'Ketawa aja lah, biar masih dibolehin ngutang.'

"Mirip tidak?"

"Wihh iya! keren amat Kang, bisa mirip gitu ya, mukanya," puji Dilan, membuat Kang Joni senang. Berbeda dengan Septian yang menunjukkan ekspresi tidak terima.

Dilan memberi kode dengan mengedipkan kedua matanya secara berulang kali ke arah Septian, agar temannya itu paham akan situasi. Bisa gawat jika Kang Joni marah. Bisa-bisa undang-undang warung mantan pasal 1 ayat 2 negosiasi hutang bihutang lenyap!

"Lang! Kang Joni miripkan sama yang ada di tv?"

Langit mengangguk kecil sebelum meminum secangkir kopinya.

"Jordan! menurut lo, Dilan masih waras nggak? ngawur banget dia anjir, masa orang ganteng dimirip-miripin sama Kang Joni!" bisik Septian, kepada Jordan yang duduk lesehan di dekat kaki Langit.

"Jangan tanya-tanya dulu deh, gue gerah!"

"Doa aja minta hujan, siapa tau lo nggak gerah lagi," celetuk Dilan dengan nada candaannya.

"Langit, bisakah kau turunkan air? aku gerah dan kepanasan."

Byurrr

"Anj*ng!"

Langit menyemburkan kopi yang ada di mulutnya ke atas kepala Jordan. Bukan salahnya, Jordan sendiri yang meminta bukan?

"Lang! lo kalau ada masalah bilang! rambut gue jadi lepek nih gara-gara lo!" oceh Jordan.

"Hahaha, nggak salah sih, kan, lo yang minta air sama Langit," sahut Dilan yang sudah tidak dapat menahan tawanya.

"Langit yang gue maksud tuh yang di atas bukan Langit Arsenio Rajendra! lagian gue minta air bukan kopi yang kecampur ludah!" kesalnya.

"Masih untung gue sembur, belum gue kencingin."

Jordan bergedik ngeri mendengar ucapan Langit. Ia segera mengambil duduk yang jauh dari Langit agar pelaku aniaya terhadap rambutnya itu tidak bisa menjangkaunya lagi.

"Ada yang punya nomor Kinan?" tanya Langit tiba-tiba.

Semua yang ada disana seketika menoleh. Menatap bingung Langit, seriuskah gadis yang bernama Kinan itu melakukan kesalahan yang begitu fatal sehingga membuat seorang Langit sampai menginginkan nomornya.

"Si Kinan emang ada salah apa sih sama lo?" tanya Dilan ingin tahu, "Sampe lo minta nomornya segala," sambungnya lagi.

"Demen kali dia," celetuk Septian menyambung. Sontak semuanya bersorak cie-cie kepada Langit.

"Buruan!"

"Iye-iye! sabar napa Pak!" ujar Jordan seraya mengeluarkan ponselnya, mencari kontak Kinan di grup angkatannya.

"Udah gue cari-cari tapi gue nggak nemu di grup angkatan, gue cuman nemu Instagramnya."

Langit segera membuka ponselnya ketika notif dari Jordan berbunyi. Ia menatap screenshot profil Instagram milik Kinan, gadis yang membuatnya penasaran sejak tadi pagi.

Langit segera menutup kembali ponselnya. Ia hanya sekedar menatap profil milik Kinan tanpa berniat memfollow.

"Lah bentar, lo kan nggak punya Instagram jadi ngapain gue kasih Instagram Kinan?" Jordan merutuki kebodohannya namun tanpa dia ketahui, diam-diam Langit langsung membuat Instagram hanya untuk mengecek Instagram milik Kinan.

Chapter 3

Di pagi yang cerah dan menyilaukan Kinan terbangun dari mimpi indahnya. Lagi dan lagi, sama seperti pagi hari sebelumnya alasan dirinya terbangun selalu sama.

"KINAN! CEPETAN BANGUN!" teriak Dion dari arah Dapur.

Nah kan, baru saja Kinan membicarakannya, orangnya sudah berteriak nyaring, "Iya Kinan udah bangun!" balas Kinan berteriak.

Dengan malas Kinan memaksa dirinya bangun dari kasur empuknya walaupun iblis di dalam raganya terus menghasutnya agar tetap bergelung manja di bawah selimut.

Hanya membutuhkan sekitar empat puluh menit, bagi Kinan untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Ia menatap sejenak penampilannya di depan cermin lalu segera keluar dari kamar dan menuju meja makan.

"Tumben diteriakin doang udah bangun, biasanya juga kamar kamu digusur dulu," ejek Dion, namun dihiraukan oleh Kinan, "Gimana sama sekolah kamu? baik?"

Kinan mengangguk pelan sambil mengambil roti bakar yang belum diolesi selai itu.

"Serius? nggak ada yang ganggu kamu?"

Pertanyaan Dion itu membuat Kinan tersedak, mengapa Dion terus bertanya soal sekolahnya? mana mungkin kan, Kinan mengatakan bahwa dia menjadi bulan-bulanan Sella di sekolahnya.

"Di sekolah aman kok, aku banyak temannya," bohong Kinan, dia berusaha mengontrol mimik wajahnya agar tetap santai.

"Bagus kalau gitu, kakak nggak mau dengar di sekolah ada yang ganggu kamu!" ujar Dion tegas, ia menekan kata 'ganggu' di akhir kalimatnya.

Tamat lah, riwayat Kinan, jika ketahuan bohong, Dion akan lebih dulu memutilasinya dari pada pelaku yang menindasnya.

***

Perasaan gelisah terus menyelimuti setiap satu langkahnya memasuki sekolah. Kinan tau bahwa Sella pasti tidak akan tinggal diam setelah apa yang ia lakukan kemarin.

Ketika sampai di depan kelasnya, anak-anak kelas memperhatikan Kinan dengan tatapan aneh, mereka seolah menunggu sesuatu dari Kinan yang membuat gadis itu semakin gelisah saja.

Kinan menghela napas berat sebelum mendorong pintu yang terbuka setengah, entah apa lagi yang menunggunya di dalam sana.

Byurr

Kinan mematung berdiri ditempatnya merasakan cairan dengan bau menyengat melumuri seluruh tubuhnya.

Anak-anak kelas sontak menertawakan Kinan dan pelaku yang membuat Kinan basah kuyup menghampirinya.

"Hay ladies," suaranya menyapa.

Dia? dalam hati Kinan berdecih, ia pikir pelakunya adalah Sella ternyata kali ini ia salah.

"Ini hadiah dari red card," bisik Langit di dekat telinga Kinan.

Kinan termangu menatap Langit, memikirkan bagaimana cara dia harus membalas pria kurang ajar ini, namun sepertinya dilihat dari sudut mana pun tidak ada celah untuk Kinan membalas Langit.

Langit mendorong bahu Kinan hingga menubruk tembok, "You stupid girl!" ujarnya mengumpati Kinan tepat di depan wajahnya.

Kini Kinan merasa terpojok, hembusan napas dari Langit membuatnya sulit bernapas di tambah mata elang yang menatapnya tajam. Kinan yakin, jika tatapan Langit sebuah pedang mungkin sejak tadi tatapan itu sudah menghunus tembus tubuhnya.

Langit tidak pandang bulu, siapapun itu orangnya yang pasti hukuman harus sampai di tangan orang yang berani mengusik ketenangannya.

"Aku nggak tau apa kesalahan aku tapi tolong jangan ganggu aku!" Kinan memberanikan diri menatap kedua mata tajam itu.

"Tiga! kesalahan lo ada tiga!"

Kepala Kinan rasanya pening, tidak ada interaksi antara dirinya dan Langit namun entah mengapa kesalahannya bisa jadi tiga.

"Lo emang nggak tau atau pura-pura bego? di sekolah ini nggak ada yang berani natap mata gue!"

Kinan tertawa mendengar penuturan Langit, sekarang ia tau apa saja kesalahannya. Sungguh alasan yang begitu childish.

"Kenapa ketawa?!!" bentak Langit dengan rahang mengeras.

"Kenapa? nggak boleh?"

Jordan, Dilan, dan Septian yang sejak tadi hanya menonton cukup speechless melihat keberanian Kinan. Mereka saja tidak ada yang berani mengeluarkan suara ketika aura Langit sudah semenakutkan seperti ini.

"Bisa minggir emm..." Kinan menyipitkan matanya membaca name tag Langit. Kaca matanya yang buram membuatnya sedikit kesulitan, "Langit... Arsenio Rajendra?"

"Urusan kita belum selesai!" Langit melepaskan Kinan dan berjalan dengan tatapan lurus ke ujung koridor tanpa mempedulikan kanan kiri yang dipenuhi para gadis yang memandangnya kagum setengah takut.

Selepas kepergian Langit diikuti para sahabatnya, Kinan segera pergi menuju toilet. Anak-anak yang berlalu lalang disekitar koridor menatap Kinan sambil berbisik. Kinan tau mereka pasti sedang membicarakan dirinya, tentunya bukan hal yang baik mereka bicarakan.

Sesampainya Kinan di toilet, ia segera membersihkan seluruh tubuhnya. Kinan tidak habis pikir dengan apa yang terjadi dengan dirinya barusan. Tidak disangka dia dapat bermasalah dengan orang yang bernama Langit itu.

"Nan! lo ada di dalam?"

Kinan membuka pintu wc setelah mendengar teriakan Lia.

"Ya, ampun Kinan! kan, udah gue bilang jangan cari gara-gara sama Langit!" oceh Lia yang menatap perihatin sahabatnya.

"Siapa yang cari gara-gara?"

"Udah nggak usah banyak cencong! nih, pake seragam gue dulu," Lia menyodorkan sebuah seragam cadangannya kepada Kinan.

Kinan tersenyum, "Makasih Lia."

"Kek sama siapa aja pake makasih segala! udah sana buruan ganti seragam lo keburu bel masuk bunyi," suruh Lia mendorong Kinan masuk kembali ke dalam toilet. Walaupun Lia ini sedikit cerewet dan bawel tetapi dia tidak pernah absen ketika Kinan dalam kesusahan. Lia selalu di garda terdepan untuk menolongnya.

***

'Langit Arsenio Rajendra, pikiran dan sifatnya yang begitu kekanak-kanakan! Tingkahnya yang--'

"Selamat siang anak-anak, silahkan siapkan kertas selembar dan pulpen. Buku tugas dan catatan kumpul di meja saya, kita akan ulangan harian."

Belum sempat Kinan selesai menorehkan unek-uneknya terhadap Langit yang menumpuk di pikirannya, kini guru biologi datang dengan membawa beban baru yang menambah pikirannya.

Semua murid mendadak diam tanpa bersuara, hanya terdengar suara gesekan-gesekan kertas.

"Kinan tadi malam lo belajar biologi?" pertanyaan Lia mendapat anggukan dari Kinan.

"Nanti bagi contekan ya!"

"Hmm."

"Kalau lo udah dapat jawaban langsung kasih ke gue."

"Iya."

"Awas jangan lupa!"

Kinan menggeram kesal, "sssttt, diam Lia! nanti bakal aku kasih!"

"Oh ok!" Lia kembali ke tempat duduknya semula, Kinan kira Lia akanmendengarkannya dan benar-benar diam, namun Lia tetaplah Lia.

"Kinan lo bakal ngasih gue jawaban kan?"

"IYA LIA IYA! BISA DIAM NGGAK?!" teriak Kinan frustasi, melupakan keberadaan Pak Jaedi yang sudah menatapnya intens.

"Kamu yang duduk di pojok barisan ke dua! keluar dari kelas saya sekarang juga dan berdiri di lapangan sambil hormat ke bendera sampai jam mengajar saya habis!"

Kinan terperajat yang baru menyadari keberadaan Pak Jaedi,  "Saya Pak?" tunjuk Kinan pada dirinya sendiri.

"Siapa lagi kalau bukan kamu!"

Kinan mengangguk patuh lalu berjalan keluar kelas menuju ke tengah lapangan.

"Mendung? syukur deh, aku gak perlu panas-panasan."

Dengan ogah-ogahan Kinan mulai mendongak menatap bendera dan mengangkat tangannya untuk hormat. Setidaknya siang ini, terik matahari tertutup dengan awan mendung yang membuat hukumannya sedikit ringan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!