“Dasar wanita murahan!” tamparan mendarat di pipi kiri Nastya, “Aku tidak sudi mencium bibir laknatmu yang sudah lancang menolakku! Mempermalukan aku dan keluargaku, dasar ja-lang kamu !” Kilatan amarah menyelubungi hati Tommy saat Nastya hendak mencium bibirnya.
Makian dari suaminya itu menciptakan kerutan di keningnya. Dia seperti menemui dua orang yang berbeda kepribadian.
Secepat kilat Tommy meraih Nastya dengan menjambak rambut wanita yang kini berstatus sebagai istrinya itu lalu menamparnya lagi di pipi kanan. “Plakk” suara tamparan dari suaminya itu terdengar begitu dramatis dengan iringan desisan kesakitan dari Nastya yang bahkan masih memakai gaun pengantinnya.
Mengusap pipinya yang terasa panas dan sakit, dia memberanikan diri menatap suaminya, “mas apa salahku? Kenapa kamu menamparku?” Isak tangis Nastya mulai terdengar.
Ya, Pernikahan Nada Nastya Pramesti, seorang gadis dari kalangan biasa yang berusia 18 tahun begitu menggemparkan dan menjadi trending topik di Negeri ini. Layaknya cerita dalam dongeng cinderella, dia dipersunting oleh cucu pewaris tunggal mega perusahaan Brotoseno grup. Membuat hati setiap gadis lain berdecak kesal dengan keberuntungan yang di dapat Nastya dan menjadikan hari itu sebagai hari patah hati international.
Mengapa begitu?
Pasalnya Tommy Laga Brotoseno, pria yang tergolong masih berusia muda itu sudah menjadi pewaris tunggal mega perusahaan di usianya yang masih 25 tahun. Perawakannya yang tinggi, gagah dan wajahnya yang rupawan ditambah statusnya sebagai CEO Brotoseno Grup juga pewaris tunggal tentu saja menjadi magnet tersendiri. Gadis mana yang tak tergoda oleh semua suguhan surgawi dunia yang melekat pada Tommy.
Namun itu tidak berlaku pada Nastya, yang sempat menolak perjodohan. Perjodohan yang terjadi karena perjanjian balas budi kakek neneknya terdahulu terhadap pendiri juga pemilik awal Brotoseno Grup, Adiwilaga Brotoseno yang notabene adalah kakek dari sang cucu pewaris, Tommy Laga Brotoseno.
Meraih dagu Nastya dan mencengkeramnya dengan kuat, “kesalahanmu, karena kamu gadis miskin yang sudah menginjak – injak harga diriku dan keluargaku!” Tommy menegakkan badannya. Dari tempatnya berdiri dia melihat Nastya dengan penuh kebencian dan “ciiuuh!” Tommy meludah tepat di wajah Nastya. Sungguh Tommy benar – benar di lahap kobaran api kebencian pada gadis yang kini berstatus sebagai istrinya yang bahkan belum dua puluh empat jam.
“Itu untuk harga diri mommyku yang hilang karena kau menolakku secara terang – terangan saat kami datang kerumahmu “ imbuhnya lagi lalu beranjak meninggalkan Nastya seorang diri di dalam kamar pengantin yang indah.
Nastya hanya memejamkan matanya, sungguh sakit. Saat ini hanya sakit yang dia rasakan. Sakit fisiknya dan sakit di hatinya.
Dia menyentuh da-danya, memejamkan mata lalu suara isak tangis Nastya terdengar memenuhi seluruh sudut ruangan. Harusnya malam ini adalah malah yang panjang dan terindah baginya. Melewati malam panas dengan suaminya. Namun semua bayang - bayang indah itu seakan hanya tinggal harapan semu saja.
Kamar pengantin yang harusnya menjadi saksi cinta Nastya dan Tommy malah menjadi saksi kebencian dan kebengisan Tommy pada Nastya.
Malam ini Nastya menghabiskan malam sendirian. Tidak ada namanya malam pertama pengantin yang indah bersama suami tercinta.
Suami tercinta?
Ya, suami tercinta, karena saat Nastya memutuskan menikah dengan Tommy, gadis itu akhirnya melabuhkan hatinya pada pria yang sempat di tolaknya. Hati Nastya luluh juga atas kegigihan empat bulan Tommy yang menghujani Nastya dengan perhatian dan cinta saat mendekatinya.
Namun ternyata semua itu palsu !
Gadis polos yang baru saja lulus Sekolah Menengah Atas itu menyangka, dirinya beruntung karena mendapat cinta Tommy. Bahkan sahabat – sahabatnya pun terang – terangan mengatakan iri karena Dewi Fortuna menancapkan busur panah keberuntungan besar pada takdir hidup Nastya. Tapi kini dia paham, bahwa semua itu palsu. Dan Nastya harus bersiap menguatkan hatinya untuk menghadapi kebencian keluarga Brotoseno.
Tak ingin terus menyelami kesialan hari ini, ia bangkit dan menuju meja rias untuk membersihkan riasan pengantin yang melekat sempurna di wajah manisnya setelah sebelumnya sempat termenung beberapa saat memandang dirinya di depan cermin.
Nastya memilih menggunakan lingerie tipis berwarna merah maroon setelah keluar dari kamar mandi. Memoles sedikit wajahnya dan menggunakan lipstik merah menyala agar tampak segar. Menyisir rambutnya lalu menyemprotkan vitamin rambut yang membuat tampilannya kini tampak sempurna dengan wangi yang menggoda.
Walaupun tampak risih dengan penampilannya sekarang namun wejangan dari ke tiga sahabatnya terus terngiang di kepalanya “ingat ya Nastya, kamu harus agresif. Goda terus suamimu. Enggak apa – apa kok di bilang wanita bi-nal kan sama suami kamu sendiri. Ingat! Pelakor itu lebih serem dari pada kuntilanak”
Nastya sempat tersenyum mengingat antusias Salsa saat memberi wejangan.
“Padahal sama – sama belum menikah tapi gayanya sudah kayak istri level dewa” gerutu nastya.
Dia kembali mematut wajahnya, berputar di depan cermin demi memastikan penampilannya sempurna dan sexy. Dan duduk di atas ranjang menunggu Suaminya. Nastya berharap suaminya itu akan masuk kamar lagi setelah emosinya mereda dan mau menyentuhnya malam ini. Ntah apa yang membuat Nastya memiliki pikiran seperti itu, apakah pikirannya yang terlalu polos atau dirinya yang bodoh ?
Pada nyatanya, Tommy tak kunjung mendatangi kamar pengantin itu lagi setelah Nastya menunggu berjam – jam. Dia melirik jam di layar ponselnya yang ternyata sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
“Ternyata aku yang terlalu bodoh memiliki pikiran dia akan menyentuhku malam ini” Nastya membaringkan tubuhnya di atas ranjang karena merasa lelah dan mengantuk. Di tariknya selimut hingga menutupi lehernya, dia menghadap ke kanan agar bisa menikmati pemandangan gemerlap lampu kota.
Lama memandangi, kini bola matanya di penuhi cairan bening lagi. Pemandangan yang sangat memanjakan mata nyatanya tak mampu menghibur hatinya yang terluka.
"Ya Tuhan, apakah memang ini Takdirku? Menjalani pernikahan yang pernuh air mata ?” Adunya pada Sang Pencipta. Lalu tak lama terpejam ke alam mimpi membawa kenangan malam pengantin yang tak di harapkan.
***
“Byuurrr” suara air dari ember yang cukup besar menubruk wajah dan tubuh Nastya dengan kasar membuatnya terlonjak kaget. Dirinya yang masih terbuai mimpi memaksakan dirinya terbangun dengan segera.
Betapa terkejutnya Nastya saat mendapati suaminya tengah berdiri dengan menyilangkan tangan di dadanya dengan sorot wajah yang datar.
Namun yang membuatnya lebih terkejut saat Nastya mendapati laki – laki lain, yang dia kenal bernama Deri juga berada di kamar itu dengan membawa ember yang cukup besar di tangannya. Gadis belia itu langsung buru – buru mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya. Terlebih sorot mata Deri yang memindai tubuhnya tanpa berkedip. Membuatnya tidak nyaman.
Untuk beberapa saat Tommy memandangi tubuh Nastya berbaju lingerie merah maroon yang sudah basah kuyup. Membuat tubuh istrinya itu semakin terekspos dengan kulitnya yang putih terawat, namun tak ada rasa yang timbul dalam jiwa kelelakian seorang Tommy.
Berbeda dengan Deri yang sedari tadi sudah beberapa kali menelan salivanya dengan susah payah. Sejak di minta menyibak selimut istri bosnya yang sedang tertidur pulas, Deri yang menjabat sebagai asisten kepercayaan Tommy, sangat kaget di suguhi indahnya surga dunia sepagi ini. Lalu menyiramkan air ke tubuh Nastya hingga menciptakan ke erotisan dan keindahan makhluk ciptaan Tuhan, yang di sebut wanita. Jiwa kelelakiannya meronta. Sebagai lelaki normal, ingin rasanya Deri menerjang si gadis merah maroon di hadapannya.
“Aku pasti sudah gila” ucap Deri dalam hati sambil menggelangkan kepalanya demi menetralisir otaknya yang me-sum.
Melihat gelagat sang asisten, “kau boleh menyentuhnya” Tommy menarik selimut Nastya dan mendorong Deri hingga menubruk tubuh Nastya. Posisi intim keduanya membuat tubuh Deri makin memanas.
“Aw!” Pekik Nastya saat merasakan sesuatu mengganjal di bawah. Dia mendorong kuat Deri yang malah menempelkan tubuhnya pada da-da Nastya. Lalu meraih selimut lagi. Tampak seringai tipis dengan tatapan memangsa pada mata Deri.
“Mas, tolong jangan seperti ini! Setidaknya hargai aku sebagai istrimu!” Nastya menatap nyalang Tommy dengan air mata yang mulai menetes di pipinya. Sungguh dia tidak habis pikir dengan suaminya itu.
“Kau boleh pergi” Ucap Tommy membuat kerutan tipis di dahi Deri.
“Sialan ini bos, sudah siap tempur malah di suruh pergi” gerutu Deri dalam hati sambil meninggalkan Tuan bos dan Nyonya bosnya.
Tatapan tajam dan dingin di pagi yang hangat ini seperti ingin membelah tubuh Nastya. Melihat itu, istri dari seorang Tommy melangkah mundur berlahan, bersikap waspada. Saat mendapati Tommy melangkah mendekat. Di genggangmya erat selimut yang membalut tubuhnya.
“Dasar ja-lang. Memakai pakaian seperti ini padahal suaminya tidak ada” di tariknya dengan keras selimut Nastya sehingga terhuyung ke depan. Keningnya membentur ujung meja kerja kamar hotel.
"Aakkh!” Teriak Nastya, menyentuh berlahan keningnya lalu mendapati darah mengucur pelan di keningnya. Dia mencoba berdiri dan menatap suaminya.
“Mas.. maafkan aku. Jika...” ucapannya terhenti saat dia merasakan bantal tidur menubruk wajahnya dengan keras. Lagi – lagi, Nastya harus terjatuh di lantai dengan posisi terduduk.
Bagai kerasukan setan, Tommy merobek kasar lingerie yang melekat pada tubuh istrinya. “Jangan mas, ampun” mohon Nastya sambil mencoba menghentikan tangan suaminya.
Namun seakan tuli, suaminya itu tak merespon sedikit pun. Tommy melempar papper bag ke arah wajah Nastya. Terdengar lagi desisan sakit dari bibir gadis berusia 18 tahun itu.
“Pakai! 10 menit !” Titahnya. Membuat Nastya buru – buru menyelesaikan mandat suaminya agar tidak menjadi sasaran kekerasan lagi. Beruntung baju dress selutut berwarna peach itu pas di tubuhnya. Warna peach berpadu pada kulit Nastya yang putih bersih membuat dress itu seakan memang di ciptakan untuk dirinya, sangat pas dan sempurna. Lalu menuju meja rias dan merapikan rambut juga dengan tergesa – gesa.
“Mas, aku tidak pakai mandi ya ?”
“Bukan urusanku” meninggalkan kamar itu begitu saja. “Cepat!” Sentaknya saat Nastya belum juga keluar dari kamar.
Nastya yang susah payah menahan air matanya melangkahkan kakinya dengan berat. Beberapa kali dia mengusap air mata yang keluar saat mengikuti suaminya dari belakang. Ntah menuju mana, diapun belum tahu. Belum lagi rasa nyeri di keningnya akibat terbentur tadi yang membuat kepalanya pusing.
"Brukk!” Tubuh Nastya menubruk Tommy dari belakang membuat Nastya sedikit terhuyung kebelakang, beruntung keseimbangannya bagus.
“Selain tak tahu diri ternyata kamu juga tidak memakai matamu!” Bisik Tommy di telinga Nastya. Pelan namun menusuk. Menciptakan luka yang semakin lebar di hatinya.
Sempat terkaget saat suaminya itu menggenggam tangannya, tampak seperti pasangan pengantin yang bahagia. menuntunnya ke balkon hotel yang ternyata sudah di sulap menjadi tempat berkumpul keluarga. Di situ Nastya dapat melihat Ayah, Ibu, kedua kakaknya, mertua dan sahabatnya.
Nastya menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya berbinar bahagia.
Dia melepaskan genggaman tangan suaminya lalu berlari memeluk Ayah Ibunya, menyalami mertuanya dan juga memeluk sahabatnya Salsa, Dewi dan Rissa.
“Waduh nduuk, baru semalam berpisah saja sudah kayak gini” Ibu Tini menggoda.
“Iya ya buk, kayak sudah lama tidak ketemu saja” gelak tawa Pak Bejo membahana.
“Biasa jeng, pengantin baru” Nyonya Sandra ikut menimpali. Tangannya terulur menyentuh lembut lengan besan perempuan.
Nastya yang di berondong godaan itu tersipu malu, “apa sih buk” ucapnya manja sembari menyembunyikan wajahnya di lengan sang Ibu.
“Loh loh loh, maluu toh nduk” goda pak Bejo lagi.
Semuanya tertawa menikmati lucunya menggoda sepasang pengantin baru. Tapi lebih tepatnya hanya menggoda Nastya, nyatanya Tommy datar tanpa ekspresi.
Hanya sesekali tersenyum tipis untuk menimpali godaan.
“Ayo – ayo dinikmati sarapannya” ajak Nyonya Sandra ramah. Semuanya pun beranjak menuju meja yang sudah penuh dengan menu – menu yang menggoda selera.
Saat semua sedang asyik bercengkrama sambil menikmati sarapan di balkon hotel mewah, disuguhi pemandangan pegunungan yang indah juga udara yang sejuk.
Rissa, sahabat Nastya terlihat diam – diam mencuri pandang pada Tommy yang sedang menyesap rokoknya.
Dia sengaja mengambil duduk terpisah agak jauh agar yang lainnya tidak terganggu oleh asap rokoknya. Selain itu, dia juga malas berkumpul dengan keluarga istrinya.
Setelah mengambil minuman, Rissa berjalan tergesa - gesa menuju arah Tommy dan “uhuk uhuk” dia terbatuk terkena hembusan asap rokok yang di hembuskan Tommy. Dengan sengaja juga menumpahkan jus apelnya di bagian da-da. Sontak Tommy beranjak dari duduknya lalu mengambil tisue di mejanya dan membantu rissa mengeringkan tumpahan jus di bagian da-danya.
"Aahhh" desah Rissa lirih. Suara menggoda yang keluar dari bibir sahabat istrinya itu membuat Tommy menghentikan kegiatannya, dahinya berkerut menatap Rissa.
“Maaf” ucap Tommy yang masih menatap lekat Rissa.
Rissa menggigit bibir bawahnya seakan menggoda “tidak apa – apa Tuan Tommy” lalu tersenyum sensual.
Terdengar tawa kecil dari bibir Tommy “Tommy, panggil saja Tommy” mengulurkan tangannya yang langsung di sambut riang oleh Rissa.
“Baik, Tommy, terima kasih sudah di bersihkan” ucapnya sambil menyentuh da-danya lalu mengerlingkan sebelah matanya. Menciptakan senyuman tipis di bibir Tommy.
“Aku, ke meja dulu ya Tom” dia bergegas berkumpul dengan lainnya setelah sebelumnya meletakkan gelasnya yang kosong di meja Tommy dan sengaja menabrakkan sedikit tubuhnya di lengan Tommy.
Semua tingkah nakal Rissa tak luput dari penglihatan Dewi. Dia hanya menghela nafas melihat itu “masak iya suami sahabatnya mau di goda juga” batin Dewi lalu mengetikkan sesuatu di aplikasi chatting berlogo hijau. Dia memberikan tahu apa yang barusan dia lihat pada Salsa.
Aplikasi chatting berlogo hijau :
Dewi : "Sa, Rissa Sa. Godain suami orang tuh"
Salsa : "Iyaa Wi, aku juga lihat”
Dewi : "Aaah benarkah? Aku kira kamu tidak
tahu, abisnya dari tadi kamu sibuk
dengan kekasih – kekasihmu” Dewi
mengetikkan pesan sambil cekikikan
pelan.
Salsa : "Kekasih yang mana ?
Dewi : "Itu yang lagi kamu makan dengan
lahap hahahahaha” emoticon orang tertawa terbahak – bahak menjadi penutup chat dua sahabat itu.
Terlihat Salsa menggigit ponselnya karena kesal dengan Dewi. Membuat Dewi mengatupkan bibirnya rapat untuk menahan tawa. Bersamaan dengan Rissa yang ikut bergabung di meja mereka.
“Rissa, butuh bedak caladdin?” Tawar Salsa dengan mimik wajah kesal.
“Untuk?” Rissa yang bingung sampek tidak jadi meminum jusnya yang sudah menempel di bibirnya.
“Aku kira butuh, abisnya kamu gatel banget sih” kalimat frontal itu membuat Dewi menepuk jidatnya dan menciptakan mimik wajah kesal di wajah Rissa.
“Jangan jadi sahabat makan sahabat ya” Salsa melotot namun tak ada sahutan dari Rissa yang memang terkenal suka menggoda lelaki, lebih tepatnya lelaki yang kaya. Dia tak peduli meski lelaki itu sudah punya pacar, tunangan bahkan istri dan anak sekalipun. Karna yang di incar hanya kekayaannya saja untuk memenuhi gaya hidupnya yang bak sosialita.
Acara sarapan pagi selesai di tandai dengan keluarga Nastya yang berpamitan juga Ayah Ibunya memberi wejangan – wejangan positif pada Nastya sebagai istri.
Begitu juga sahabat – sahabatnya yang ikut berpamitan pulang.
"Nanti ceritain aku tutorial anu - anu y Nas, aku tunggu kabarnya" Salsa berniat menggoda. Namun Nastya tak menanggapi sebab Tommy sudah meliriknya dengan tajam sembari menunjuk jam di pergelangan tangannya. Yang berarti di harus cepat.
"Nas, apapun itu. Kalau kamu butuh, kita selalu siap bantuin kamu” ucap Dewi sambil menyentuh kening Nastya yang memar dan ada bekas darah sedikit. Walaupun tadi sempat di samarkan dengan foundation dan di tutup poni, namun Dewi adalah sabahat yang detail dan peka.
Untuk saat ini Dewi masih belum tau, memar dikening sahabatnya itu ada karena sengaja atau tidak disengaja. Diantara semua sahabat dan orang yang mendukung hubungan Nastya dengan Tommy, hanya Dewi yang kurang setuju. Ntah, dia merasakan ada sesuatu yang aneh dan tidak baik pada tatapan mata Tommy pada Nastya. Mendengar itu, Nastya hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
Sedangkan Rissa hanya mencium pipi kanan dan kiri saja, walaupun sahabat, nyatanya tersemat banyak rasa iri di hati Rissa terhadap Nastya. Keberuntungan yang di miliki Nastya sebagai anak orang miskin dan berwajah biasa lebih besar dibanding dia yang berasal dari keluarga kaya juga berwajah lebih cantik terawat. Apalagi profesinya sebagai model. Membuat Rissa merasa lebih tinggi derajatnya daripada Nastya.
Rissa masih sempat – sempatnya menjabat tangan Tommy dan memberikan secarik kertas kecil berisi deretan nomor ponselnya. Namun itu luput dari perhatian Nastya yang masih asyik memeluk kedua sahabatnya.
“Byee...” lambai mereka semua lalu mobil yang di kendarai salsa menghilang dari penglihatan. Begitupun kendaraan keluarga Tommy yang diperintahkan mengantar pulang keluarga Nastya.
"Plokk” sebuah tangan menepuk keras pundak Natsya membuat Nastya terlonjak kaget.
Ketika surya menampakkan cahayanya, menandakan malam pengantin kedua milik Nastya yang kelam telah berganti pagi.
Dia menggeliatkan tubuhnya pelan dan merapatkan selimutnya karena suhu alat pendingin ruangan yang menusuk kulitnya. Hawa dingin menyergap tubuhnya yang masih polos berhiaskan lebam bekas karya tangan dingin sang suami. Nastya merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia terbangun dan menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa kecil tempatnya tidur semalaman.
Selain mendapat siksaan tamparan dan keningnya yang terbentur lagi di ranjang. Nastya di minta membersihkan kamar mandi karena suaminya itu tidak sudi menggunakan kamar mandi bekasnya. Belum lagi dirinya yang di paksa tidur di sofa kecil yang sempit sehingga badannya tak leluasa ketika beristirahat.
Nastya terbangun dan merenggangkan tubuhnya lagi. “Auuh... capek dan sakit sekali. Seperti belum tidur semalaman” dia menepuk – nepuk pipinya lalu beranjak ke kamar mandi.
Duduk di meja rias, menyisir rambutnya yang basah dan sedikit berdandan. Dy mencoba menutupi lebam di keningnya dengan make up.
“Jeglek” suara gagang pintu di putar. Sontak tubuh Nastya menegang.
“Sudah kamu bersihkan kamar mandinya?” Suara bagai malaikat maut itu menerobos hingga ke hati Nastya.
Nastya menjawabnya dengan mengangguk.
“Jawab!” Bentak Tommy sambil menjambak rambut Nastya.
“I-iya mas. Sudah” Nasty menahan tangan Tommy agar tidak terlalu keras menarik rambutnya.
“Cihh! Jangan sentuh aku!” Di hempaskan kasar rambut Nastya. Hampir saja membentur meja rias. Namun sebisa mungkin Nastya menahannya. Sudah cukup tiga kali keningnya terbentur.
Setelah selesai, Tommy dan Nastya beriringan menuruni tangga. Tampak dari atas, di meja makan sudah ada kedua mertuanya sedang menikmati sarapan.
Tommy langsung duduk tanpa menghiraukan istrinya. Namun Nastya berinisiatif untuk menyapa mertuanya.
“Pagi paa” ucapnya sambil menyalimi tangan sang papa mertua. Walaupun terkesan datar tapi tak ada penolakan dari Tuan Jhony.
“Pagi maa” hal yang sama dilakukan nastya pada sang mama mertua. Ketika mengulurkan tangannya, tak ada sambutan membuat Nastya kikuk. Dia lalu mencoba meraih tangan Nyonya Sandra namun reaspon mertuanya membuatnya terkejut bukan main.
“Byurr” segelas jus jeruk yang berada d samping kanan Nyonya Sandra mendarat mulus di wajahnya. Masih mematung, Nastya memandang mertuanya dengan wajah penuh tanya.
“Mama, kenapa Nastya di siram jus ?"
"Sampai kapanpun aku tidak sudi punya menantu tak tahu diri seperti kamu!” Bentak mertuanya. Sandra berdiri dari duduknya dan mengambil lauk ayam kecap di depannya dan di siramkan di atas kepala Nastya.
Kaget bercampur malu, itu yang di rasakan Nastya saat ini.
Nastya mulai terisak, dia mengusap wajahnya agar air kecap di wajahnya hilang.
“Jangan sok akrab kamu! Kamu pikir saya menerima kamu setelah penghinaan yang kamu lakukan? Jangan mimpi kamu hei anak orang miskin!” Sandra berkacak pinggang, dadanya naik turun menahan emosinya dengan tatapan penuh kebencian, seolah Nastya adalah makhluk paling menjijikkan di dunia ini. “Sana makan di dapur saja kamu. Bikin selera makan hilang saja!”
Nastya masih mematung. Dia masih mencoba mencerna semua ini. Apakah nyata? Aataukah hanya mimpi buruk?
“Jadi...?”
"Ya! Hanya sandirwara” memiringkan senyumnya. “Sana ke dapur!” Imbuh Sandra lagi, tangannya mengibas - ngibas di udara tanda mengusir.
Sedangkan Tommy dan Jhony hanya sebagai penonton kemarahan Sandra pada Nastya. Bagi Jhony, Sandra agak keterlaluan mengingat Nastya sudah menjadi menantunya namun diapun tak bisa banyak melakukan pembelaan bila mengingat betapa malunya keluarga Brotoseno saat pertemuan di rumah Pak Bejo ketika melamar Nastya.
“Semoga kamu bertahan Nastya” ucapnya dalam hati lalu melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda beberapa menit.
Berjalan gontai, Nastya menyeret kakinya menuju dapur. Ada mbok Darmi dan mbok Piyem yang kaget dengan kedatangan Nona Bosnya. Buru – buru berdiri dan menghampiri Nastya.
“Loh Neng Nastya kenapa ?” Mbok Darmi terheran – heran melihat tampilan Nastya yang penuh dengan kecap. Langsung saja Nastya memeluk Mbok Darmi sambil menangis. Sontak kedua asisten rumah tangga itu saling melayangkan tatapan penuh tanya.
***
Setelah menyelesaikan sarapannya, Dia memilih kembali ke kamar. Nastya duduk si tepi ranjang kamarnya, memandangi gaun pernikahannya yang sangat indah. Yang dia ketahui di rancang khusus oleh perancang terkenal dari Prancis untuk dirinya.
“Pasti gaun ini harganya mahal banget. Tuhan, aku tidak pernah menyangka. Bisa merasakan pernikahan bak putri kerajaan. Sangat indah dan mewah. Terima kasih Tuhan” dia berdiri dan menghampiri gaunnya, tangannya terulur membelai lembut gaun berwarna putih tulang itu. Payet - payet swarovski yang begitu detail memancarkan kilau yang indah, bagian atas yang berbentuk sabrina begitu memamerkan pundak Putih mulus Nastya saat acara pernikahannya kemarin. Hiasan di leher berupa kalung berlian dengan liontin berbentuk persegi enam warna biru Zamrud menambah kesan mahal dan mewahnya pernikahan Nastya.
"aku juga tidak menyangka. Akan mendapatkan takdir pernikahan seperti ini” menjeda ucapannya dengan helaan nafas pelan “tapi aku yakin Tuhan tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuan” dilihatnya jari manis kanannya yang tersemat cincin pernikahan bermata berlian sambil tersenyum.
"Aku yakin, suatu saat mas Tommy akan belajar menerima dan mencintaiku" gumamnya lirih menyebut sebait harapan pada sang Pencipta.
Lalu dia berjalan ke balkon kamar demi meraup oksigen sebanyak – banyaknya, sungguh udara di sekitarnya seakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan paru-parunya. Masih terlihat sisa tangis di matanya yang sembab.
“Lalu untuk apa membuat pernikahan yang indah itu, kalau hanya untuk sandiwara saja ?” Ucapnya lirih sambil menatap langit. “Tuhan, bukan pernikahan seperti ini yang aku impikan, bukaan”
Tok... tok.. tok suara ketukan pintu kamarnya membuyarkan semua kegiatannya yang sedang mengadu pada Sang Pencipta. Di hapusnya sisa air mata, Lekas mendekat dan membuka pintu berlahan.
“Iya mbok?” Ternyata Mbok Piyem yang mengetuk.
“Anu Neng, ibu nyuruh neng Nastya siap-siap”
“Siap – siap apa Mbok?”
“Katanya mau di ajak jalan – jalan ke mall”
Ada bias kebahagiaan di wajah Nastya saat mendengar itu, pikiran polosnya menuntunnya berpikir bahwa sang mertua memberinya kesempatan untuk memperbaiki hubungan.
“Baik mbok, secepatnya” dengan riang Nastya bersiap – siap. Memilih dress selutut berwarna navy yang ternyata snagat cantik di tubuhnya. Rambutnya tergerai indah bergelombang, polesan make up natural ditambah pewarna bibir bewarna nude menjadi penutup penampilannya siang ini.
Sekitar 10 menit, Nastya menuruni tangga dengan tergesa – gesa sehingga tidak melihat ada tumpahan air di anak tangga akhir.
“Akkkh!” Suara teriakan Nastya dan di akhiri suara benda terjatuh "buugh!!" mengagetkan Mbok Darmi yang tengah mengepel lantai.
“Astaga Neng!” Setengah berteriak wanita paruh baya itu kaget bukan main. Dia melemparkan begitu saja alat mengepel lantainya dan berlari melihat Nastya.
"Mbok, tolong” dia mengulurkan tangan hendak berdiri namun tidak bisa, kakinya juga bagian pinggul kebawah terasa sangat sakit. “Aakh! Sakit mbok” meringis kesakitan.
“Bentar Neng, saya minta pak satpam bantuin Neng berdiri ya”
“Tidak usah Mbok” Nastya akhirnya merangkak pelan menuju sofa terdekat dan sebisa mungkin dia mengangkat tubuhnya agar bisa rebahan di sofa ruang tamu.
“Mana yang sakit Neng?”
“Dari pinggang sampai kaki Mbok” sambil memejamkan matanya merasakan sakit yang teramat.
“Mungkin patah tulang kali ya Mbok?”
“Astaga Neng, jangan ngomong begitu. Mbok minta maaf, mbok lagi ngepel lantai tapi mbok juga bingung kok ada tumpahan air sebanyak itu di tangga” Mbok Darmi yang berusia 50an tahun memijat kaki Nastya, walaupun Nastya sudah berulang menolaknya. Mbok Darmi merasa bersalah.
"Plook... plokk... plookk..." suara tepuk tangan yang beradu dengan suara ketukan sepatu heels Sandra di lantai membuat suasana makin mencekam.
“Enaak yaaa.. jadi Nyonya di sini? Tidur – tiduran di sofa ruang tamu. Tidak punya kamar kamu?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!