...HAI HAI...
...APA KABAR?...
...BAIK DONGG...
...AKU ADA CERITA BARU NIHH HEHEHE...
...SELAMAT MEMBACA YAA...
Angin berhembus menerpa rambut tipis gadis yang sedang melewati jalan berpasir di samping sekolah. Dia membawa kantong hitam besar berisi sampah di tangannya. Terdapat name tag di atas saku seragam SMA-nya, Agustina Keyrania. Ia dikenal sebagai siswi baru di SMA Negeri Taruma Tunggal.
Sebagai siswi pindahan, Keyra masih tak mempunyai seorang teman di sana. Baru satu bulan ia duduk di bangku tiga SMA, dengan mengambil jurusan IPA. Keyra hanya mengetahui mereka---para temannya, tetapi sama sekali tidak pernah bertegur sapa, apalagi Keyra memiliki kepribadian pendiam.
Langkah kaki Keyra berhenti, kemudian dia segera bersembunyi di balik dinding. Dengan sedikit mengintip, Keyra melihat seorang gadis yang sepertinya teman sekelasnya, sedang diperlakukan tidak baik.
Empat siswi dengan jaket di tubuh mereka, menendang gadis yang hanya menunduk di bawah mereka. Keyra mengerutkan kening melihat itu, ia menelan keras salivanya. Tenggorokannya seketika kering dan serak. "Kalau gak salah, namanya Simi," gumam Keyra, setelah ia mengambil gambar dari ponselnya.
Tak hanya memukul dan menarik rambut Simi, keempat gadis itu menuangkan bungkus yang masih terdapat sisa makanan pada tubuh Simi. Lalu, mereka menertawai kondisi kacau Simi. Terdengar suara guru di area belakang sekolah, membuat empat siswi tersebut memutuskan untuk pergi.
Setelah empat anak yang melakukan perundungan itu pergi, Keyra memutuskan untuk menghampiri Simi. Terlihat, Simi berusaha membersihkan tubuhnya sambil menangis. "Tubuhmu kenapa?" tanya Keyra, seolah tidak tahu apapun.
Simi mendongak, menatap Keyra dengan mata merahnya. Lalu, ia menggelengkan kepala.
Keyra mengulurkan tangan, membantu Simi berdiri dari tempat kotor itu. Simi berdiri dari sana, menepis tanah yang menempel di kulit tubuhnya. "Aku abis jatuh," ujar Simi.
"Astaga, ceroboh banget. Kamu sampai kotor," ucap Keyra.
Simi mengelap wajahnya yang basah karena air mata, kemudian dia mengulas senyum tipis. "Makasih, ya. Aku ke toilet dulu, mau bersihin." Keyra belum menjawab, tetapi Simi sudah melenggang pergi dengan terburu-buru.
Itu pasti membuatnya terguncang. Meskipun, Simi mendapatkannya tak hanya sekali. Sudah jauh hari, empat siswi yang terkenal sombong itu memperlakukannya seperti hewan.
Nadia, Vega, Noni, dan koni. Nadia sebagai ketuanya, yang selalu semena-mena pada siswi lain. Sebab, ia dikenal cantik dan kaya raya.
Perasaan Keyra tidak enak, seperti ada yang memperhatikan. Ia segera mengedarkan pandangan, melihat sekelilingnya. Namun, tak ada orang lain di sekitar sama selain dirinya sendiri. Keyra mengendikkan pundak, kemudian segera membuang kantong sampah hitam di tangannya.
Bukan hanya perasaan Keyra, memang ada yang memperhatikannya sejak ia mendekati Simi. Itu adalah Nadia dan teman-temannya. Mereka berdiri di balik dinding sambil mengulas senyum miring. "Anak baru," ujar Nadia. "Dia target kita selanjutnya, Guys." Teman-teman Nadia menganggukkan kepalanya.
Karena harus mengikuti kelas tambahan ekstra yang diikuti, Keyra pulang malam.
Langit sudah gelap, jalanan sempit yang dilewati hanya diterangi lampu remang sekecil genggaman tangan. Di sekolah baru, Keyra tentu saja ingin memberikan kesan baik, agar dirinya pun dikenal teladan.
Keyra keluar dari sebuah toko makanan, ia membeli beberapa mie instan untuk dimakannya malam ini dan besok.
Langkah kaki yang lunglai membawanya melewati sebuah jalanan dekat pabrik lama. Sial sekali gadis itu. Keyra melihat sekelompok pria menghajar seorang pria sendirian. Lima orang, lawan satu dan sekarat.
Mau tak mau karena tidak ada jalan lain, Keyra harus melewati tempat itu untuk sampai di rumah. Keyra mengeluarkan ponsel dari dalam saku seragamnya, ia berniat menelpon polisi bila terjadi sesuatu padanya. Namun, meski ia berusaha berpura-pura tak tahu, sekelompok berandal itu malah menghalangi jalannya.
"Hai!"
Mereka mengambil ponsel itu dari tangan Keyra, kemudian Keyra berusaha mengambilnya tapi gak berhasil. "Minta nomor telepon lo, dong," kata lelaki itu.
Tiga pria tinggi itu menarik tangan Keyra dan menghempas tubuh kecil Keyra ke arah laki-laki yang sendirian itu.
Cowok yang penuh luka di wajah, ia sudah tersungkur di depan Keyra. Keyra tidak bisa melawan, hanya diam menatap mereka dengan jantung berdebar. "Lepasin!" bentak Keyra.
Seorang pria berjalan dan berjongkok di sampingnya, kemudian membelai pipi Keyra. Dengan cepat, Keyra menepis tangan yang terasa kasar cowok itu. "Jangan sentuh!" bentak Keyra.
Pria itu malah tersenyum miring. "Sayang, dia pacar lo?" ucap cowok itu, menunjuk lelaki di yang masih tersungkur itu.
"Gila!"
"What? Lo ngatain gue gila?" Dia mendekatkan wajahnya. "Iya, gue gila karena lo," katanya.
Secepat kilat, Keyra melayangkan tamparan di pipi cowok itu.
Cowok itu meringis, menahan geram, kedua tangannya mengepal dan menatap Keyra dengan mata melotot. "SIALAN LO!" pekiknya. Tangan kanannya mengudara, tetapi dihentikan oleh sesuatu.
Keyra sudah menunduk, takut ia akan ditampar. Namun, cowok yang tersungkur tadi tiba-tiba bangun.
Cowok itu mencengkram kuat tangan lawannya, kemudian membantingnya. Dia menyerang empat lainnya dengan serangan ringan. Namun, ketua dari mereka sepertinya sudah tumbang hingga membawa mereka pergi dari tempat itu.
Keyra masih ketakutan, napasnya memburu. Ia mendongak, mendapati cowok berwajah penuh darah itu menatapnya tajam. Namun, tak mengucapkan sepatah kata, cowok tersebut berjalan mendekati Keyra, berdiri tepat di depannya.
Keyra menatap lelaki di depannya yang menatap dengan intens. Namun, cowok itu masih tidak berucap, dan kemudian dia melenggang membuat Keyra hanya bisa mengerutkan kening.
...........
Lelaki dengan wajah penuh luka lebam dan bercak darah di sudut bibir dan mata itu mendudukkan tubuhnya di trotoar, yang kini tengah ramai. Ia tak mampu lagi untuk berjalan karena lukanya cukup parah. Helaan napas berat keluar dari bibir, setelah ia melihat seseorang menghentikan motor di depannya.
Empat motor dengan pengendaranya masing-masing itu pun turun menghampiri sosok yang sudah sekarat tersebut. "Bawa gue ke rumah sakit, jahitan gue kebuka," ungkapnya.
"Serius?"
Tanpa banyak bicara, empat lelaki itu membawa sang teman yang terluka ke rumah sakit terdekat.
Jahitan operasi usus buntu lima hari lalu masih belum sepenuhnya kering, tetapi ia malah mendapatkan pukulan tepat di sana. Sehingga, jahitan tersebut terbuka dan membuatnya mengeluarkan darah. "Gue bales itu anak-anak," ucapnya, terdengar penuh penekanan.
Lelaki itu duduk di brankar setelah mendapat penanganan dokter. Lukanya harus dijahit kembali dan membuatnya merasakan sakit lagi. Hal tersebut membuatnya kesal. "Gak akan gue lepasin."
"Bener, Bos. Mereka selalu mancing," sahut seorang lelaki, yang berdiri di samping brankar.
Kerap dipanggil Bos, Kevin Aprilio adalah lelaki tampan dan kejam yang menjadi seorang ketua geng motor. Dikenal tak pernah senyum, ia memiliki beberapa luka di hidupnya. "Gak ada ampun," ujar Kevin, dibalas anggukan oleh anggota geng inti yang membantunya tadi.
...........
Sepertinya, Keyra merasakan sesuatu yang aneh. Sejak tadi pagi, ia merasa ada seseorang mengintai. Dia jadi kurang fokus saat belajar karena selalu mendapati Nadia, siswi perundung itu, menatapnya tajam sambil menyeringai.
Tidak hanya sekali, Keyra melihat Nadia menatap ke arahnya. Berada di kelas yang sama dengan seorang Nadia yang terkenal, awalnya hanya biasa saja. Namun, setelah melihat Nadia dan teman-temannya merundung Simi, membuat Keyra merasa aneh.
Apalagi, Simi berada di kelas yang sama---IPA dua. Namun, di dalam kelas, Nadia dan Simi terlihat seperti tidak saling mengenal. Akan tetapi, Keyra sering mendapati Simi kesusahan dan kurang nyaman.
Pulang sekolah, hari ini tidak ada kelas tambahan. Keyra mengikat rambut tipisnya yang hanya sepunggung. Tubuhnya bisa dibilang pendek dan kurus. Ia hanya mempunyai berat badan 45 kilogram, serta tinggi 152 centimeter.
Tidak salah lagi, ada seseorang mengikuti Keyra. Perasaannya sudah tidak enak sejak tadi. Ia mempercepat langkahnya. Dengan perasaan cemas, kaki Keyra berjalan semakin cepat. Namun, sesuatu yang terasa berat menghantam punggung Keyra hingga membuatnya tersungkur ke depan.
Keyra merasakan sakit di punggung. Dia hendak bangun, tetapi sesuatu menahannya. Keyra berusaha mengangkat kepalanya. Vega menahan tubuh Keyra dengan kakinya. Lalu, terlihat Nadia berdiri di depannya dengan kedua tangan dilipat di depan dada. "A--apa?" lirih Keyra.
Nadia jongkok di depan Keyra, mengangkat wajah Keyra dengan jemarinya. "Lo cantik, tapi sayang kalau gak dihias," katanya. Dia menyeringai, kemudian menampar wajah Keyra dengan sangat keras.
Vega mengangkat kakinya dari tubuh Keyra, membuat gadis itu sedikit lega. Akan tetapi, Vega malah menendang Keyra hingga membuatnya meringis kesakitan. "Sh." Keyra mendesis. "Sa--sakit."
Tak cukup di sana, Nadia dan temannya itu mendaratkan banyak pukulan di wajah Keyra hingga meninggalkan bekas merah pada kulit putih Keyra.
Lingkungan barunya ternyata lebih keras dibanding tempat lamanya. Rupanya, kesialan selalu menghantuinya. Berpisahnya kedua orang tua Keyra, tak membuatnya bebas dari luka. Ia semakin hancur.
Sebuah keberuntungan, seseorang melewati mereka membuat Nadia dan ketiga temannya segera melarikan diri. Seorang wanita dewasa memperhatikan kondisi Keyra. "Kamu gak apa-apa?" tanya wanita tersebut, jongkok di depan Keyra.
Keyra hanya mengangguk pelan. "Ayo, saya bawa kamu ke rumah sakit," ujar wanita tersebut, seraya membantu Keyra berdiri.
Keyra menggeleng-gelengkan kepala, menolak ajakan wanita itu. "Tidak ada yang tau kalau ada luka dalam," seru wanita itu.
Meski Keyra terus menolak, wanita itu memaksa Keyra untuk pergi.
Untungnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kepala Keyra yang keras, tidak membuatnya gagar otak seperti pikiran wanita dewasa itu. Meski dipukul dengan balok kayu, kepala Keyra kuat. Namun, wajah Keyra dipenuhi goresan membuatnya harus diplaster.
Wanita dewasa yang baik itu berpamitan dengan terburu-buru. "Saya sudah harus pergi. Dokter tolong urus dia, ya?" ujarnya. Dokter tersebut mengangguk. "Saya harus kerja."
"Terima kasih banyak," ucap Keyra, sebelum wanita itu pergi.
Keyra yang menyedihkan. Nasib buruknya harus diketahui orang lain. Dia berjalan pelan, memegangi tangannya yang sedikit kram. Ia menyusuri koridor rumah sakit. Namun, seorang lelaki keluar secara mendadak dari sebuah ruangan, membuat Keyra sontak menghentikan langkahnya.
Netra mereka saling bertemu, wajah yang tak asing membuat mereka saling menunjuk. "Lo yang waktu itu dikeroyok, kan?" celetuk Keyra.
Tak menjawab, lelaki itu melihat Keyra dari atas hingga bawah. Dia tentu saja menyadari kondisi buruk Keyra. "Lo abis berantem?" tanya lelaki tersebut.
"Gak," jawab Keyra, dengan cepat.
Lelaki itu mengerutkan kening. "Dibully?" Keyra langsung mengangkat wajahnya, bagaimana lelaki itu bisa langsung mengetahuinya?
...........
SAMPAI JUMPA DI BAGIAN SELANJUTNYA
...SELAMAT MEMBACA!...
Keyra sudah merasa aneh. Sesuai dugaannya, ia telah dijadikan mangsa oleh teman perundungnya itu. Karena takutnya kepada Nadia dan teman-temannya, tak ada yang merespon kesulitan Keyra saat ini. Saat kembali dari ruang ganti setelah berolahraga, kursi miliknya terdapat lem di sana. Keyra hanya berdiri, menatap.
Ia melihat teman sekelasnya satu per satu, yang sedang sibuk sendiri. Tak ada yang memperdulikan. Lalu, pandangannya tertuju pada Nadia di bangku depan. Keyra berpikir, ini perbuatan anak itu.
Benda lengket itu membuat Keyra teringat akan kejadian kemarin saat dia berjalan pulang sendirian. Saat ini, tidak ada yang membencinya, mungkin Nadia.
Guru laki-laki datang, kemudian segera menyuruh anak didiknya duduk dan kembali ke pelajaran. Namun, Keyra masih berdiri hingga menyita perhatian guru tersebut. "Anak baru. Keyra, kan? Kenapa tidak duduk?" tanyanya.
Keyra hanya diam, sambil melihat ke arah kursinya hingga kemudian Guru itu berjalan ke arah Keyra dan melihat lem di kursi Keyra. "Hei! Siapa yang melakukan ini?" tanya guru itu lantang. Namun, tak ada yang angkat bicara.
Kelas itu hanya senyap. Keyra bergeming dan menggerutu di hatinya.
Melelahkan. Tugas dan kelas tambahan yang berat, membuat bebannya bertambah. Keyra harus selalu pulang malam sekarang. Padahal, jam tidurnya berantakan sehingga ia sering mengantuk. Namun, impiannya untuk sampai di universitas impian, tidak menjadikan semangat di diri Keyra padam.
Bulan sabit di langit terus mengikutinya. Hembusan angin setidaknya membuat Keyra tenang, setelah beberapa jam yang lalu merasa tegang. Ia rasa, akan terjadi hal tak terduga di hari esok dan seterusnya.
Kakak Keyra pegal, ia juga terpaksa menggantikan piket Nadia tadi. Jika tidak, mungkin wanita itu akan membunuhnya.
Keyra menghela napas panjang, langkah kakinya sedikit terseret karena terasa nyeri. Suara bel motor dari belakang membuatnya terkejut, kemudian Keyra memutuskan berhenti.
Ia lihat, motor besar berwarna hitam itu berhenti. Lalu, seorang penunggang kuda besi tersebut membuka helm dan menatap datar ke arah Keyra. "Gue anterin pulang!" ujar lelaki itu.
Awalnya, Keyra merasa ragu. Namun, ia juga butuh tumpangan saat ini.
Lelaki itu adalah seseorang yang pernah bertemu Keyra di malam sebelumnya. Ternyata ia masih hidup dan sehat. Hanya saja, tampilannya jauh berbeda dari hari itu.
Tubuh tingginya berdiri di depan Keyra, ia menyandarkan tubuhnya di motor. "Rumah lo?" tanya lelaki itu.
Keyra mengangguk singkat. "Gak ada orang, gue gak mau nawarin mampir," celetuk Keyra.
Lelaki itu berdecih. "Gue juga gak berharap gitu." Ia memutar bola matanya, kemudian naik ke atas motornya. "Gue Aprilio," katanya, sebelum memakai helm.
Keyra tak menjawab sampai lelaki itu pergi dari hadapannya. Entah, Keyra merasa seperti mematung dan membeku seolah tidak bisa apapun. Mungkin, dia terlalu terkejut karena lelaki tersebut memang terlihat sangat tampan kali ini.
Keyra mengangkat pundak, kemudian melenggang masuk ke rumahnya yang masih sepi dan gelap karena lampu teras belum menyala.
Kevin Aprilio, tidak jarang terlihat di jalanan, aspal sudah menjadi temannya, selalu. Dengan usianya 20 tahun, ia sudah memiliki tinggi 176 centimeter. Ketua geng motor Ferocious Eagle atau Elang Ganas, tak pernah mendapatkan kehangatan keluarga. Meski keluarganya kaya, Aprilio sering menjadi seorang gelandangan.
Gelandangan tampan. Rambut panjangnya menambah kesan kharismatik, apalagi alis tebal seperti ulat. Tubuhnya besar dan keras, layaknya petinju berotot. Maklum saja, dia adalah ketua geng motor yang terkenal kejam. Aprilio tak sekali pun memperlihatkan senyumnya. Sungguh, tidak akan pernah dilihat oleh seorang saja.
Malam ini, dia berniat pulang ke rumahnya yang besar seperti istana karena uang pegangannya hampir habis. Aprilio pikir, sekarang keluarganya hanya akan ia jadikan sebagai sumber uang, sebab mereka tak peduli selain kerja. Biasanya, anak tunggal akan dijadikan pewaris. Namun sayangnya, tidak berlaku untuk papa Aprilio.
Mereka sebenarnya sangat pelit. Hanya saja, orang tuanya itu lelah melihat kenakalan putranya. Aprilio selalu mengancam akan membongkar rahasia kedua orang tuanya yang tidak pernah akur kepada publik, oleh sebab itu mereka menurut dengan Aprilio.
"Ada lauk apa, Bi?" tanya Aprilio, kepada asisten rumah tangga di sana.
"Ada kepiting asam manis," jawab seorang wanita yang tadinya menjaga dapur.
"Ambilin buat aku, Bi! Bawa ke ruang makan, ya!" Lalu, Aprilio melenggang dari tempat itu menuju ruang tengah.
Saat sedang berjalan di tengah rumah besar itu, terdengar suara seperti kaki kuda. "Tumben pulang," celetuk seseorang dari belakang Aprilio.
Aprilio menoleh, mendapati mamanya membawa kotak perhiasan. "Wih, mau dijual?" seloroh Aprilio.
"Iya, udah bosen pakai."
"Sini, aku jualin!"
"Gak! Nanti kamu korupsi!" ucap wanita berpenampilan sosialita tersebut. Harita---mama Kevin yang berusia 42 tahun, tetapi masih berjiwa remaja. "Udah trauma Mama."
"Sama anak sendiri gak percaya." Aprilio menghela napas berat.
"Iyalah!" Lalu, Harita melenggang, melewati Aprilio.
"Eh! Mama Nirmala!" panggil Aprilio, yang berhasil menghentikan langkah sang mama.
Harita memutar cepat tubuhnya. "Udah dibilangin, nama gue Rita!"
"Berani kamu panggil nama itu, gak gue kasih duit!" ancamnya.
"Makanya bagi duit, Ma!" seloroh Aprilio, ia tak pernah malu dengan mamanya itu. Terkesan berani, tetapi jika tidak seperti ini, maka Aprilio gagal akan rencananya.
"Minta sama Papa kamu, sana!"
Aprilio berdecak kesal. "Aku sebarin hubungan kalian yang asli, ya?" Dia mengulas senyum tipis yang terpaksa.
"Nanti gue transfer." Lalu, Harita melenggang dari sana.
Mama dan Papa Aprilio sangat takut bila hubungan mereka yang tidak akur akan diketahui oleh publik. Sebab, mereka selalu terlihat romantis di kalangan orang teratas. Reputasi menjadi prioritas untuk mereka.
Sejak berada di bangku SMA hingga lulus, Aprilio tidak pernah tinggal di rumah ini lagi lebih dari satu hari. Sekali pun ia ke sini, Aprilio akan langsung pulang setelah puas melihat kedua orang tuanya. Meski, mereka berpikir bahwa Aprilio tak pernah peduli. Padahal, dia juga ingin kehangatan dan kenyamanan dunia.
Tidak lebih dari satu jam berada di dalam rumah itu, Aprilio sudah berniat untuk pergi. Perkataan Jaden---Papa Aprilio sebelum putranya itu pergi, membuat Aprilio berpikir keras dan semakin frustasi.
"Cepet-cepet nikah, deh! Biar ada yang ngurusin. Pusing sama kelakuan anak tunggal gak berguna kayak lo," kata Jaden.
"Iya, biar hidup lo gak sia-sia," sahut Harita.
"Gue jodohin kalau gak sanggup cari calonnya."
"Iya, kita mau lo cepet-cepet nikah! Nyusahin!"
Sungguh, perkataan itu sebenarnya sangat melukai hati Aprilio. Sangat pedih, ia tak percaya kalimat jahat tersebut akan keluar dari bibir kedua orang tuanya. Kenapa harus menyuruhnya menikah? Kenapa tidak mereka lakukan sendiri saja?
Sebenarnya, Aprilio melakukan kenakalannya hanya untuk mengancam orang tuanya. Namun, ternyata semua sia-sia hingga membuatnya benar-benar menyerah. Soal kerukunan keluarga, Aprilio rasa semua sudah tidak memungkinkan.
Sialan. Dia mungkin begitu bodoh karena memilih jalan ini. Meski tak benar-benar membutuhkan uang, Aprilio meminta uang sebagai alasan pergi ke rumah orang tuanya. Berandal haus kasih sayang.
Pekerjaan berat yang tidak sebanding dengan gajinya, terpaksa Aprilio pertahankan untuk bertahan hidup. Menjadi pekerja di sebuah bengkel, membuatnya selalu terjaga di malam hari. "Gue sebenernya capek banget sama kerjaan ini," ungkap Aprilio, membuat teman di sampingnya menoleh dan menertawainya.
"Gue udah tawarin lo kerja di kantor Papa gue, tapi lo tolak," jawab cowok, yang berusia lebih muda dari Aprilio itu.
"Gue gak pantes. Lulusan SMA dengan nilai terendah, mana mampu, San."
Antonio Cassano, anggota inti termuda Ferocious Eagle. Dia masih berada di bangku tiga SMA. Sano termasuk orang terdekat Aprilio. "Tapi gue akuin, lo hebat sih, Bang."
"Semangat lo itu ngelampaui semangat anak muda!"
"Gue emang masih muda! Mentang-mentang lo lebih muda dari gue, Nio!" gerutu Aprilio.
"Dikasih keluarga kaya, lo malah milih susah kayak gini," celetuk Antonio.
"Gue lebih tenang kayak gini. Nikmatin hasil keringat sendiri juga enak."
"Iya, deh," ucap Antonio. "Cepet-cepet nikah, biar ada yang dinafkahin! Biar gak nikmatin hasil kerja sendiri, biar ada temennya ngabisin."
Celetukan Antonio melayangkan pukulan pada tengkuk lehernya. Aprilio sungguh tidak tahan bila ada yang menyuruhnya mencari pasangan.
"Iya juga, gue gak pernah pacaran."
"Kalau tiba-tiba nikah, kasihan nanti istri gue," kata Aprilio.
...SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA!!...
...TUNGGUIN YAA...
HALLOO!
...SELAMAT MEMBACA!...
Langkah kaki Keyra yang lunglai, membawanya menyusuri jalan menuju rumah. Wajahnya kusut karena harinya berjalan tidak begitu baik. Keyra merasa, Nadia serta teman-temannya terus menatap selama sekolah, seolah mereka mengintimidasi. Keyra jadi kurang nyaman dan terganggu.
Sorot mata Keyra kosong, tertuju pada sepasang kakinya yang terbalut sepatu berwarna putih. Kedua tangannya memeluk beberapa buku, kemudian terdengar helaan napas berat. Namun, tiba-tiba saja ada sebuah botol plastik terlempar tepat di depannya hingga membuat Keyra menghentikan langkahnya.
Botol itu menggelinding, ia mendarat tepat di depannya seolah sengaja dilempar oleh seseorang. Keyra mengangkat wajahnya yang kusut, ia menoleh ke arah kiri dan mendapati seorang pria berdiri di bawah tiang lampu.
Pria itu menunduk, tudung hoodie yang dikenakan membuat wajahnya tidak terlihat. Keyra mengerutkan kening. Keyra awalnya tak mau menyapa, tetapi karena lelaki tersebut akhirnya mengangkat wajah membuat Keyra sedikit terkejut. "Hai," sapa lelaki itu, dengan wajah datar yang terdapat beberapa lebam di sana. "Baru pulang, Key?"
"Iya," jawab Keyra, singkat. Ia menyipitkan mata, pengelihatannya menjadi kurang jelas karena cahaya terang lampu tepat di atas sana. "Aprilio, kan?"
"Lo udah lupa sama gue?" Setelah mengatakannya dengan ekspresi wajah kecewa, Aprilio melangkahkan kaki melewati Keyra. Lalu, Keyra tergerak untuk mengikuti lelaki itu.
Aprilio meletakkan kedua kepalanya di belakang kepala. Dia terlihat begitu kacau dan banyak masalah. "Hidup gue apes banget," seloroh Aprilio.
"Karena ketemu sama gue?" sahut Keyra.
"Bukan." Aprilio mendesah, ia menggaruk tengkuk lehernya. "Gue disuruh nikah, padahal gue jomlo. Kan sialan, tuh," gerutunya.
Keyra terkejut bukan main. Kenapa lelaki itu mengatakan hal yang rahasia kepadanya? Keyra tak menanggapi ucapan Aprilio, ia hanya membisu sambil sesekali mengumpat di dalam hati. Lalu, Aprilio berhenti mendadak membuat Keyra hampir menabrak tubuh lelaki di depannya.
Aprilio memutar cepat tubuhnya, menghadap Keyra dan mendekatkan wajahnya hingga membuat Keyra mundur beberapa langkah. Aprilio tersenyum lebar dan miring seperti seorang penjahat yang mendapat ide. "Gimana kalau lo yang nikah sama gue? Sandisk gitu!" katanya.
Keyra langsung bergidik ngeri, kemudian berdecih. "Ogah!" jawab Keyra. Lalu, ia melenggang dan sengaja menabrak bahu Aprilio.
Aprilio tertawa ringan melihat respon Keyra. Lalu, ia menyusul gadis itu dan berjalan di samping Keyra. "Gue tahu, mana ada yang mau nikah sama berandalan kayak gue," celetuk Aprilio, sedangkan Keyra hanya melirik sinis.
"Tampilan urakan kayak gue, mana cocok sama cewek teladan, pinter, lemah kayak lo."
"Gue yang jagoan, gak cocok buat lo yang gampang buat ditindas."
Keyra merasa jengah, ia mengigit bibir bawahnya karena kesal mendengar celotehan Aprilio yang terus mengikutinya. Keyra mempercepat langkahnya sambil mencengkram kuat buku di tangannya. "Mana mau cewek teladan ini sama cowok yang gak berpendidi---"
"CUKUP!" Keyra memutar tubuhnya seketika membuat Aprilio mematung di tempat. Ia menatap tajam Aprilio karena sudah sangat marah. "IYA! GUE YANG GAMPANG DITINDAS GAK PANTES BUAT LO, BERANDALAN!" seru Keyra, kemudian ia melenggang cepat meninggalkan tempat itu.
Aprilio membeku, memandang ke arah Keyra yang berlari menjauh. Ia mengangkat alisnya, bertanya-tanya dengan heran. "Kenapa dia nangis? Emang dia beneran ditindas?" gumam Aprilio. Namun, seorang berandal sepetinya, tidak akan pernah merasa bersalah.
Kepribadian Aprilio yang keras, membuatnya tidak memakai perasaan dalam hal apapun. Ia tak pernah peduli dengan orang lain. Lelaki itu sudah terluka sedari kecil hingga hatinya seolah-olah cacat. Semenjak menginjak usia remaja, Aprilio tidak pernah menangis.
Keyra melempar tasnya ke kasur dengan sembarangan. Lalu, ia mengusap kasar wajahnya. Kesal sekali, lelaki itu benar-benar membuat Keyra naik pitam. Ia mencaci di sepanjang jalan atas nama Aprilio. Keyra bersungguh-sungguh tidak mau bertemu Aprilio lagi. "Dia manusia atau apa, sih? Gak punya perasaan banget," gerutu Keyra.
.....
Matahari bertengger tepat di atas ubun-ubun, membuat beberapa orang mengerutkan kening karena sinarnya. Langit biru yang terlihat segar, rupanya terlalu panas siang ini, apalagi awan-awan itu berpencar.
Keyra sangat menyukai yang namanya belajar, ia tidak pernah bosan karena semua ia lakukan demi masa depan. Namun, sekarang sekolah terasa tak nyaman bagi Keyra. Dia tahu, sejak tadi, Nadia dan ketiga temannya mengawasi. Bahkan, hingga pulang sekolah, rupanya mereka mengikuti Keyra.
Keyra tidak tahu harus bagaimana, ia harus segera pulang untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah yang tertunda. Keyra berusaha mempercepat langkahnya. Namun, kakinya tersandung sebuah batu besar hingga membuatnya tersungkur. Keyra mendesis kesakitan karena lututnya mengeluarkan darah.
Tidak lama setelah Kerya terjatuh, Nadia, Vega, Noni, dan koni berdiri di depannya dengan tatapan tajam dan dada membusung. "Pelan-pelan aja kalau jalan, buru-buru banget, mau ke mana, sih?" ucap Nadia. Lalu, gadis dengan rambut panjang digerai itu mengulurkan tangan.
Keyra membuang muka, ia berdiri tanpa menerima uluran tangan Nadia. Keyra memutuskan pergi. Ia berjalan dengan tertatih karena lututnya terasa nyeri.
Saat Keyra berjalan perlahan, terdengar suara Nadia memekik keras, "UPS! GAK SENGAJA!"
Keyra merasakan sesuatu yang meresap pada baju bagian belakang, kemudian punggungnya terasa hangat. Keyra berbalik badan, mendapati Nadia dan ketiga temannya tertawa keras. "HAHAHA DINGIN, YA?" seloroh Noni.
Di tangan Noni terlihat ia membawa sebuah baskom yang berisi sisa sesuatu yang lengket. "Lem gue tumpah," katanya.
Keyra membulatkan mata. Tangannya mencoba meraih punggungnya yang mulai basah. Ia merasakan tangannya lengket setelah menyentuh baju belakangnya. Napas gadis itu memburu, matanya memanas, dan pundaknya naik turun. Keyra berlari cepat meninggalkan empat anak yang tertawa padanya.
Nadia dan ketiga temannya melakukan tepukan tangan dengan sangat senang. Mereka tertawa puas melihat Keyra pergi sambil menangis.
Kaki Keyra bergetar, ia tidak mampu lagi untuk berlari. Air matanya sudah tak tertahan, Keyra menangis saat itu juga.
Tubuh Keyra meluruh, ia berhenti di sebuah gang kecil yang sepi. Gadis itu mulai menangis, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Aprilio gak salah. Dia bener. Aku memang cocok buat dibully. Dia aja tahu," lirih Keyra.
Rambut Keyra pada bagian bawah dibasahi oleh lem, mungkin benda itu mulai membeku dan menempel di sana. Kebetulan sekali, hari ini Keyra tidak mengikat rambut panjangnya. Sungguh kesialan baginya.
"Lo ngapain nangis di sini?" Ujaran itu membuat Keyra menoleh ke kanan. Aprilio dengan pakaian biasa terlihat berdiri tidak jauh dari tempat Keyra duduk. "Kayak gelandangan aja nangis di deket tong sampah," ucapnya.
Keyra celingukan, ternyata tepat di samping kirinya terdapat sampah. Gadis itu segera berdiri dan mengusap air matanya. Keyra tidak tahu akan mendapat kesialan seperti ini. Takdir tak pernah berbicara.
Lelaki itu tidak sengaja mengarahkan netranya pada tangan Keyra yang memegangi rambutnya. "Kenapa rambut lo?" tanya Aprilio.
Keyra mengalihkan pandangannya dari Aprilio. Air matanya kembali jatuh dan membuatnya terisak. Aprilio menautkan kedua alisnya melihat Keyra menangis seperti itu.
Sore indah. Langit berwarna oren itu memanjakan setiap netra yang melihatnya. Ia memikat, menjerat mata seluruh makhluk tuhan.
Sebuah kesialan dan keberuntungan di waktu bersamaan. Keyra mendapat hadiah mengejutkan berupa lem untuk rambut dari temannya, kemudian ia bertemu Aprilio yang mengajaknya pergi ke salon.
Keyra awalnya bersedih karena rambut panjangnya harus dipotong, meski beberapa helai sering rontok karena kurang sehat. Namun, Keyra merasa puas dengan rambut pendek baru miliknya sekarang terlihat cocok untuknya, juga tidak gerah.
Saat ini, Keyra duduk di depan sebuah minimarket bersama seorang lelaki. Keyra mendapat pinjaman baju sebagai ganti seragamnya yang lengket. Keyra melahap roti di tangannya karena lapar. "Bagusan yang ini daripada yang lama," celetuk Aprilio.
Keyra menoleh, mendapati lelaki di sampingnya menatap intens ke arahnya. Lalu, Keyra membuang muka. "Kalau lihat biasa aja!" seloroh Keyra. Entah mengapa, ia merasa sedang diintimidasi ketika melihat iris mata Aprilio. "Uangnya gue ganti nanti. Sekarang gak bawa uang."
"Lima kali lipat," sahut Aprilio.
Manik mata Keyra membulat. "Gak gue ganti kalau gitu."
"Yah! Gue gak mau kalau nanti lo mati tapi masih punya utang." Keyra hanya melirik sinis ke arah Aprilio yang menghisap rokok.
Menyebalkan. Kenapa juga harus Aprilio yang menolongnya? Ah, lelaki itu sungguh membuat Keyra ingin marah.
Malam itu terasa dingin, Keyra juga membeli sebuah kopi hangat. Ia meneguknya, kemudian menghela napas panjang karena ia baru saja menceritakan sebuah rahasia kepada Aprilio. "Oh, jadi lo beneran ditindas? Jadi, gua gak asal bicara dong waktu itu? Nyata, ya?" celoteh Aprilio.
Keyra melirik sinis, tetapi perkataan Aprilio tidak salah. Keyra mengangguk pelan. "Terserah lo, aja. Lo gak salah, kok," ucap Keyra, menarik sudut bibirnya.
Wajah Keyra memang terlihat begitu lugu dan bully able. Memang takdirnya seperti itu, Keyra dilatih kuat sejak kecil sampai sekarang.
...........
Gimana bab ini menurut kalian?
Mau gampar mulutnya si April tidak?
Couple broken home gak sih buat panggilan mereka? Wkwkwk
Tungguin bab selanjutnya yaaa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!