NovelToon NovelToon

Cinta Untuk Bia

Biara Larasati

Bia menghela napas saat mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Laki-laki di hadapannya, Arga. Bia tidak percaya bahwa Arga mencintai Anita yang tidak lain adalah Kakak kandung Bia.

Wanita itu terdiam tanpa suara, dunianya seperti runtuh saat tau fakta menyakitkan tersebut. Lima tahun, Bia mencintai Arga dalam diam tapi ending sangat menyakitkan. Bia harus ikhlas saat Arga bersanding dengan Anita di pelaminan, Bia kira Arga akan melamarnya tapi tidak.

"Bagaimana Anita apa kamu menerima lamaran dari Nak Arga?" tanya Aldin, Ayah Bia dan juga Anita.

Anita menunduk lalu mengangguk. "Dengan ijin Allah, Anita menerima lamaran dari Mas Arga."

Bila menahan air matanya yang akan turun, ia berusaha tetap tersenyum walaupun hatinya sakit. "Ya Allah, kenapa begitu sakit?" ucapnya dengan pelan.

Suara syukur terdengar di telinga Bia, tanggal pernikahan mereka sudah di tetapkan. Arga tidak tahu, bahwa Bia mencintainya dan juga Kakaknya tidak tau bahwa laki-laki yang sering Bia ceritakan adalah Arga.

Bia mengusap air matanya yang jatuh di pipinya, ia pura-pura tersenyum lagi dan lagi. "Saya Bima, Pa. Saya Abangnya Arga," ucap Laki-laki di samping Arga. Semua orang menoleh, dengarkan ucapan yang di lontarkan olehnya.

Aldin mengangguk. "Silahkan."

"Saya ingin melamar putri bapak Biara." semua orang terdiam, Vina menepuk kaki putrinya.

"Coba ulangi Nak Bima."

"Saya ingin melamar Biara untuk jadi calon istri dan ibu untuk anak saya."

Deg

Jantung wanita itu sekarang akan terjatuh, ia bahkan tidak kenal dengan sosok laki-laki yang meminangnya. Yang ia tau hanya Arga tidak dengan Bima, Bia tidak tau bahwa Arga mempunyai kakak laki-laki.

"Bagaimana, Bapak Ibu? "

Lamaran mendadak

Semua orang terdiam, Bima menatap semua orang dengan waspada. Pernyataannya sekarang memang mengejutkan semua orang tidak ada angin ataupun hujan Bima melamar Bia.

Bima melihat Bia menunduk, seperti bingung dengan apa yang terjadi.

Arga menyenggol lengan Bima. "Yang bener, Bang. Kok engga ngomong sama Arga sama Ayah, Bunda."

"Mendadak."

Arga menghela napas, ia melihat Bia seperti terkejut mengetahui lamaran tersebut. Arga sangat mengenal gadis itu dengan baik, ia hapal dengan gerak-gerik Bia.

Jatuh cinta? Iya.

Bima jatuh cinta untuk pertama kalinya pada wanita yang duduk depannya, wanita itu begitu cantik dan juga anggun. Kulitnya bersih, tahi lalat dekat mata menambah kecantikan. Begitu anggun dengan gamis berwarna hitam dan kerudung senada, Bima nyaris tidak bisa menatap ke arah lain.

Bahkan aura Bia mengalahkan Anita.

Nama gadis itu Biara lestari, wanita yang membuat jantung Bima berdetak saat melihatnya. Senyumannya begitu menyejukkan, matanya begitu indah.

"Saya menyukai Bia, Pa." Bima tersenyum dengan percaya diri. Bima tidak pernah jatuh cinta selama hidupnya, ini adalah kali pertama ia jatuh cinta pada sosok Biara.

"Bia kamu kenal Nak Bima?" tanya Aldin, dengan jujur Bia menggelengkan kepalanya. Ia tidak tau siapa laki-laki itu yang ia tau hanya Arga.

Arga juga tidak pernah bercerita kalau ia memiliki seorang Kakak laki-laki dua tahun di atasnya. Dan juga tidak ada foto yang terpajang di dalam rumah Arga, tari ia kira Bima adalah orang asing ternyata laki-laki itu bagian dari Arga.

Bima tersenyum. "Maklum, Pa. Saya sudah lama di negeri orang, menempuh pendidikan jadi Bia tidak kenal saya. Dia hanya kenal Arga, Adik saya."

"Boleh saya memperkenalkan diri saya lebih lengkap?" tanya Bima, mereka mengangguk.

"Nama saya Bima Alatas, umur saya 27. Dua tahun lebih dua tua dari Arga. Untuk pekerjaan, Alhamdulilah saya sudah mempunyai pekerjaan yang tetap. Itu cukup untuk menafkahi Bia kelak jika menikah dengan saya."

Bima menggaruk kepalanya tidak gatal. "Kalau boleh tau Bia umurnya berapa?"

Bia menjawab. "Seumuran Arga." Bima mengangguk, berarti gadis itu dua tahun di bawahnya.

Suasana berubah menjadi hening. Bia masih berkutik dengan pikiran nya, ia bingung harus apa.

"Lalu bagaimana, Nak?"

Bia menghela napas panjang, tidak mungkin ia menolak Bima dengan terus terang seperti ini. Bia juga tidak mau membuat keluarga laki-laki itu kecewa, Bia memejamkan matanya sejenak. Keputusan ini adalah yang terbaik untuk mereka.

"Mohon maaf Mas Bima, tapi ini sangat mendadak. Saya juga masih belum kenal Mas Bima, jadi bolehkan kita saling mengenal dulu?" Bima mengedipkan matanya saat mendengar ucapan yang di lontarkan oleh wanita itu.

Dengan semangat Bima mengangguk. Hatinya berbunga saat mendengar kata tersebut. "Boleh, saya setuju."

Semua orang mengangguk paham, keputusan ini terbaik untuk mereka berdua. Saling mengenal antar di dua pinak, Bia juga berusaha menyingkirkan apa yang tidak seharusnya ada di hatinya yaitu cintanya pada Arga—calon suami Anita.

Setelah acara selesai, Bia langsung ke kamar. Ia menjatuhkan tubuhnya yang kaku di atas ranjang, pikirannya berputar. Bia menatap langit-langit lalu menghela napas panjang.

Ia benar-benar terluka hari ini. Semua yang terjadi di luar keinginannya, tidak ada yang menyenangkan. Kenapa harus Anita yang ada di hati Arga? Apa perhatiannya pada laki-laki itu kurang? Ia dan Anita berbeda.

Anita lebih terbuka pada laki-laki sedangkan Bia tidak.

Bia menangis dalam diam, sesak rasanya. "Bagaimana ini?"

Ia memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya, bagaimana ia dengan Bima di masa depan? Bia tidak tau.

Bima, kelihatannya baik. Laki-laki itu lebih tampan dari pada Arga, mereka berdua berbeda seperti berbeda Ibu. Mas Bima tidak mirip dengan orang tua Arga, apalagi dengan Arga.

Di tempat lain, Bima tersenyum memikirkan ucapan yang di lontarkan oleh Bia. Laki-laki itu berkali-kali jatuh cinta pada gadis itu, Bima ingin mengenalnya lebih dalam dan juga ingin meminangnya.

"Bang!" panggil Arga dengan keras, sontak membuat Bima menoleh. "Apa?"

"Apa-apaan tadi, bisa-bisanya Abang ngelamar Bia tiba-tiba. Abang gila, ya? Bia engga kenal Abang." Arga emosi, Bima mengerutkan keningnya merasa bingung.

Bima tidak berbuat salah sama sekali kepada Arga kenapa laki-laki begitu marah.

"Lah kok kamu yang sewot, Ga. Dia lagi free, ya terserah Abang lah."

"Tapi Bang itu acara Arga!" Arga tidak terima.

Bima menatap Arga tajam. "Acara kamu udah selesai."

Arga mendengus kesal, ia pergi ke kamarnya. Bima menghela napas, laki-laki itu tidak berubah sama sekali. Ia tetap keras kepala dan juga sering menyalahkan dirinya tentang semua hal.

Bima pergi ke kamarnya untuk mandi.

_

Bima menarik koper miliknya yang ia bawa dari Amerika. Laki-laki itu akan pergi ke rumah yang sebenarnya, rumah yang tidak ada yang menyalahkannya.

"Mau ke mana kamu, malam-malam begini Bima!" Parubaya itu terlihat marah, Bima menghela napas. "Apartemen."

"Tinggal di sini!" ucapnya dengan tegas. Bima menggelengkan kepalanya, ia juga tidak mau berlama-lama di sini.

"Bima! Kamu ini engga bisa jadi anak berbakti sama orang tua kayak Arga!" teriak Dimas sembari menatap putranya dengan tatapan tajam.

"Saya tidak yakin Bia akan mau dengan kamu!"

Bima menoleh, apa yang kurang darinya. Laki-laki di depannya selalu menganggapnya kurang segala hal dengan Arga. Laki-laki itu selalu di rendahkan serendah-rendahnya oleh Ayah kandungnya.

"Untuk keputusan itu ada di tangan Bia bukan di tangan anda."

Tangan parubaya itu mengayun seperti ini menampar. Bima malah berbalik, Dimas menatap punggung anaknya dengan tajam.

"Bima!"

Bima tidak mendengar teriakannya yang lain, entah berapa kali Ayahnya berucap kasar.

Ia tetap pergi, menarik koper ke luar rumah. Saat sampai di pintu, Bima terdiam ketika mendengar ucapan yang di ucapkan oleh Ayah kandungnya sendiri.

"Dasar anak tidak berguna."

Bima menutup pintu dengan keras, mengendarai mobil miliknya dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya di apartemen, Bima menaruh koper di sembarang tempat. Ia berjalan menuju kamar, apartemennya begitu kotor. Bima meninggalkan tempat ini lebih dari tiga tahun.

Bima memutuskan menetap di sini, membuat bisnis baru yang tidak ada sangkut pautnya dengan bisnis orang tuanya yang kini di pegang oleh Arga.

Ia ingin memiliki rumah yang tidak ada teriakan sama sekali, yang dindingnya kokoh dan harmonis. Tidak dengan rumahnya yang miring tidak terkendali, Bima muak dengan itu semua.

Bima ingin Bia menjadi istrinya.

Laki-laki itu tertidur tanpa mengganti bajunya miliknya.

kopi

Bia bersiap dengan pakaian kerjanya,  ia masih merintis dari bawah berkerja dengan orang terlebih dahulu. Sedangkan Anita berbeda, wanita itu langsung meneruskan usaha orang tuanya hingga sekarang sangat berkembang. Anita begitu mewah sedangkan Bia begitu sederhana dan juga lugu.

Bia melajukan motornya kesayangan  dengan kecepatan sedang, membutuhkan lima belas menit untuk sampai di sana. Bia bekerja di sebuah cafe sebagai barista. Wanita itu sangat mencintai kopi, wanginya begitu menenangkan pikiran.

Menurut Bia, kopi adalah semangatnya. Apalagi saat pagi hari wangi itu begitu menenangkan pikiran. Kopi adalah dunia Bia setelah Arga, laki-laki itu juga menyukai kopi yang ia buat spesial untuknya.

Kopi latte, Arga menyukainya.

Kata barista berasal dari Italia, yang bermakna “bartender”. Barista di Italia bertugas menyajikan minuman beralkohol serta non-alkohol, termasuk diantaranya kopi dan minuman espresso.

Sudah dua tahun ia berkerja, ada keinginan untuk membuka cafe sendiri tapi modalnya belum cukup. Bia juga tidak mau merepotkan orang tuanya tentang bisnis ini, Bia hanya ingin membuat usaha ini dengan uang sendiri.

Membuka usaha memang tidak mudah, memperlukan modal yang besar. Bia masih mengusahakan modal tersebut walaupun masih kurang, jika bisa Bia ingin membuatnya bersama pasangannya kelak.

"Pagi, Na."

Bia menyapa Nana yang sedang membersihkan meja di sebelah kanan pintu masuk cafe. "Pagi juga Mbak Bia."

Canda sendu cafe, itu nama cafe tempat Bia bekerja. Sebuah cafe yang ada di pinggiran kota besar,  membuatnya ramai pengunjung. Suasana sejuk dan masih asri membuat pengunjung nyaman. Tempat yang sangat spesial adalah dekat jendela,  di sudut ruangan yang sempit namun sangat estetik.

Bia menyimpan tas di tempat penyimpanan, ia mengambil lap untuk membersihkan area yang ada di depannya. "Mbak, katanya Mbak Hana engga masuk."

"Lah kenapa, Na?" tanya Bia bingung, kemarin anak itu masih baik-baik saja.

"Sakit katanya, Mbak."  Bia mengangguk, ia sedikit khawatir jika pekerjaannya keteteran. Tidak ada yang menggantikannya, biasanya hari Minggu ramai pengunjung. Tapi kali ini Hana tidak masuk, terpaksa Bia menggantikan posisinya kali ini.

Nana menghampiri Bia yang sedang menata gelas di atas meja. Nana membisikkan sesuatu, Bia menoleh. Ia mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Nana.

"Yang bener, Na. Kok ganti sih?" tanya Bia. Pemilik cafe ini yang kemarin begitu baik dan juga sabar. Bia tidak rela kehilangan sosok seperti Ibu Mika jika benar ada yang menggantikannya.

"Iya, Mbak. Katanya masih muda."

Bia mengangguk.  "Semoga, dia bisa pegang amanah kayak Ibu Mita."

"Aamiin, Mbak. Semoga aja."  Bia melanjutkan lagi membereskan semuanya. Menyusun  bermacam-macam cangkir dengan rapi di wadah.

Bisma datang  dengan menenteng tas miliknya. "Pagi, Na, Bia."

"Pagi, Mas," ucap mereka serentak. Bisma langsung mengambil alih pengerjaan Bia, wanita itu mengangguk. Ia langsung mengambil sapu, membersihkan area yang kotor. Setiap hari seperti ini, pekerjaan sedikit cape tapi menyenangkan.  Tidak ada yang instan, apalagi mencari uang.  Semuanya butuh proses  dan juga semangat seperti membuat kopi.

"Mas kata Nana bakal ada yang gantiin Ibu Mita?" tanya Bia setelah menyimpan sapu di sudut ruangan. Bisma yang sedang memakai apron langsung menghentikan aktivitasnya. "Kata siapa, Bia?" tanya Bisma memastikan.

"Kata Nana, Mas. Bia juga engga tau bener apa engga." Bisma mengangguk. "Kayaknya bener deh."

Bia menghela napas, sepertinya Ibu Mita benar-benar akan pergi. "Terus kata Nana apalagi? Anak itu pinter banget kasih informasi."

"Engga ada lagi, udah itu aja. Nanti Mas tanya aja sendiri."

Bisma menggelengkan kepalanya. "Males, Bia. Nana galak, Mas engga suka."

Bia tertawa nyaring, laki-laki di depannya selalu bercanda dengan segala hal. Tapi memang benar, Nana memang galak apalagi pada Bisma. Mereka seperti tom and jeri bertengkar setiap hari jika tidak ada pelanggan.

"Kalau dapat informasi kasih tau Mas, Ya, Bia."

Bia mengangguk. "Oke." Bia menggunakan apron milik sebelum cafe di buka.

Di lain tempat, di sebuah restoran laki-laki itu duduk di meja sebelah kiri pintu. Ya, dia Bima. Laki-laki itu memakai kaus hitam, celana jeans dan juga topi. Bima melirik sekilas jam yang ada di tangannya, seseorang yang ia tunggu masih belum datang.

Bima menghela napas, ia meminum kopi yang ada di meja sembari menunggu. "Sorry lama."

"Santai aja, bro." Laki-laki itu duduk di depan Bima. "Apa kabar, bro. Kapan balik?" tanya Deni.

Bima tersenyum. "Kemarin."

Bima bertanya. "Gimana yang kemarin jadi?" Deni mengangguk. "Jadi."

"Mertua gue mau pindah, dia punya  cafe sekitaran dua puluh menit dari ini. Kira-kira Lo mau investasi atau sekalian beli tuh cafe. Lumayan kata bini gue cafenya ramai," ucap Deni.

Bima sangat tertarik dengan apa yang di ucapkan oleh sahabatnya itu. Bima juga sangat menyukai cafe dan tempat-tempat indah untuk nongkrong.

"Kalau misalnya gue beli, gimana?" tanya Bima.

Deni tertawa nyaring. "Lo bisa cicil tapi gue tau dompet Lo engga pernah kosong dari dulu."

Bima tertawa menanggapi ucapan dari laki-laki itu. Selama bertahun-tahun lamanya dia di negara orang, Bima merintis bisnis  kecil-kecilan yang sangat cukup memenuhi kebutuhannya selama di luar negeri.

Dan sekarang, Bima ingin membuka usaha yang sedikit berbeda dengan ada di sana. "Oke, Deh. Gue ambil."

Mereka beranjak, Deni mengajak Bima untuk melihat cafe yang akan di beli oleh sahabatnya. Sesampainya di sana, mereka tidak turun dari mobil. Bima melihat sekeliling tampak masih asri dan juga segar, banyak pepohonan yang begitu indah.

"Menarik." Satu kata itu terucap di bibir Bima. Deni pun tertawa, mertuanya memang hebat kalau soal tata menata seperti ini.

"Lo udah bisa pegang cafe itu mulai besok." Bima mengangguk. "Uangnya gue transfer."

"Oke, sisanya bisa di cicil."

"Gampang." 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!