NovelToon NovelToon

Rascal In Love

Flash Back

Anggun menengadahkan salah satu tangan berjari panjang lentiknya sambil bilang, “Minta duit.” Ke arah Rio, Ketua Geng Savage.

Rio, tanpa bicara hanya meliriknya sekilas, lalu sedikit mengangkat tubuhnya dan merogoh dompetnya yang ada di saku celana.

Ia ulurkan tangannya dan ia serahkan semua ke Anggun, lalu ia kembali sibuk dengan ponselnya.

Anggun membuka isi dompet Rio. Lalu mencebik. Ada sekitar 10 lembar seratus ribuan,

Lalu Anggun mengambil tiga lembar uang berwarna merah dari dompet Rio, dan ia pindahkan ke dompetnya sendiri. Semua anak menatapnya dengan mengangkat alisnya. Beberapa bahkan ternganga.

Anggun mengembalikan dompet cowok itu, lalu kembali menuju kasir.

“Sekalian Cola dan Djarum Coklat ya bu,” sahut Anggun saat membayar belanjaannya. Tampak Bu Kasir melayaninya dengan tangan gemetaran, bicaranya sudah tidak ketus seperti tadi, saat Anggun bilang kalau uang tunainya kurang. Ia lakukan semua dengan cepat melayani Anggun.

Setelah belanjaan sudah di tangannya, kembali Anggun menghampiri Rio, ia menyodorkan Cola dan rokok ke arah Rio.

Rio duduk tegak dan menerima pemberian.

Anggun menyerahkan botol Sakura Shakenya.

Rio membuka tutup botolnya tanpa diminta.

“Jangan ngudut di sekolah, itu buat persediaan kalau pulang,” kata Anggun mengingatkan.

“Hm,” Rio hanya bergumam.

“Senang nggak tadi?”

“Senang? Maksudnya?” Rio mengernyit mendengar pertanyaan Anggun.

“Iya senang tidak, waktu semua cewek membicarakan kamu?” terdengar nada suara Anggun menyindir.

Sementara suasana kantin sangat hening, semua tegang dan sedang mengamati dua orang populer itu. Tapi yang satu bagai Iblis, yang satu bagai malaikat.

Semua bertanya-tanya...

Sejak kapan Anggun dekat dengan Rio? Dan lagak mereka seperti orang yang sudah lama berpacaran!

Dan Anggun berani-beraninya meminta uang dengan gampangnya ke ketua geng!

Mindblowing!

“Kenapa mereka membicarakan aku? Aku salah apa lagi?”

Anggun mengernyit sambil mendongak menatap pemuda dengan tinggi 190cm itu. Rio juga mengernyit tak mengerti dan menatap Anggun dengan tajam.

“Pamer body pas main basket.” Sungut Anggun.

Bibir Rio ternganga. “Panas, Angguuuun,” ia mencoba bersabar menghadapi si Ratu Es.

“Aurat Rio. Aurat.” Anggun berlagak menggelengkankepalanya.

“Sejak kapan-“ dan Rio menghentikan nada bicaranya yang meninggi. Lalu ia pun menghela nafas dan menyeringai.

“Cemburu ya?” ia mulai menggoda Anggun.

“Siapa yang cemburu?”

“Kamu.” Tuduh Rio

“Kalau aku lepas kaos di tengah lapangan, bagaimana?”

“Jangan coba-coba, kubutakan semua mata yang melihatmu!” nada suara Rio meninggi.

Setelah itu, Anggun mencium bibir cowok itu sekilas, lalu ia melenggang keluar dari kantin. Rio tertegun sebentar sambil menatap sosok Anggun yang elegan pergi menjauh, lalu lanjut main game.

Saat sudah di luar kantin, Anggun sempat mendengar teriakan heboh di dalam. Teman-temannya yang menunggunya di luar kantin hanya bisa terperangah.

Anggun, Ratu es sekolah, mencium bibir Ketua Geng Savage. Preman sekolah yang disegani. Nama gengnya memang agak alay tapi mudah diingat.

“Yuk?” tanya Anggun sambil menuju ke kelas kembali.

“A-a-apa itu tadi?” tanya salah satu temannya kebingungan.

“Nggun! Woy Nggun, lu pacaran sama Rio?”

“Nggak mungkin kan? Nggak mungkin, nggak mungkin! Orang kayak lo nggak mungkin mau sama Rio! Kecuali... lo diancam atau lo lagi taruhan! Yang mana Nggun?!”

Anggun berbalik sambil bertanya. Rambut hitam panjangnya ditiup angin dan tergerai lembut menghiasi punggungnya, “Orang kayak gue? Memang gue orang yang seperti apa?” ia balik bertanya.

“Lo pasti dalam rangka proyek merubah sifat badboi biar bucin sama lo kan? Lo kan suka gitu orangnya! Nggak mau kalah, egois dan suka tantangan!”

“Biar gue bilangin ke elo ya Nggun, kalau cewek nggak bakal bisa merubah sifat cowok! Kecuali si cowok sendiri yang mau! Ketinggian khayalan lo Nggun! Sadar dong!”

“Atau... si Rio jangan-jangan ada maunya, kayak pacaran sama lo biar bantuin dia ujian gitu?”

Anggun terkekeh mendengar teman-temannya heboh sendiri.

“Anggun, ngomong dong! Rio tuh kriminal loh! Inget masa depan lo Nggun!!” seru teman-temannya berusaha membuat Anggun bicara. Namun cewek itu hanya diam sambil berjalan santai dan menggigit Sandonya.

Si Rio ini...dari tadi pagi membuat hatinya selalu tak tenang.

Kata-kata yang terngiang di benaknya adalah saat teman-temannya membicarakan.

“Rio makin hari makin ganteng,”

“Premannya udah nggak keliatan,”

“Setelah nilainya naik, malah manis banget menurut gue,”

“Barusan dia bilang ‘no’ waktu adek kelas kirim surat YesNo,”

“Kelihatannya baru punya pacar tuh si Rio,”

“Lihat nggak Tatapan Bu Jenny ke Rio? Lekaaaat banget!”

Dan akhirnya, Anggun pun sebal sendiri.

Mungkin, inilah saatnya ia semakin terbuka ke semua orang untuk meng-klaim kalau Rio adalah miliknya. Si Ratu Es Kutub yang bisa bikin orang-orang beku dengan sekali titah. Itu julukan yang disematkan teman-teman ke Anggun.

Seandainya mereka tahu...

Kalau sekitar seminggu yang lalu, Anggun dan Rio sudah menjadi suami-istri, melalui pernikahan secara Agama.

Memang hal itu ilegal dan tidak sah di mata Negara. Namun setidaknya pernikahan secara agama tidak mengganggu proses kegiatan belajar mereka dan dilakukan dengan suatu kasus istimewa yang dialami oleh Anggun.

Tentu, pihak sekolah mengetahui hal ini dan mereka berdua mendapatkan dispensasi.

Tujuannya?

Untuk menghindari Fitnah dan Zina, tentunya. Juga karena kasus Anggun melibatkan hasil visum, urusan polisi, predikat sekolah, anggota parlemen, juga... taktik untuk menjadi kaya raya.

Bagaimana sampai bisa terjadi hal demikian?

Inilah kisah Rio dan Anggun.

Rio Tyaga, preman pasar, tukang tawuran, suka balapan liar, beberapa kali masuk rehab karena sakaww, pernah masuk penjara karena diduga maling motor dan jadi gigo lo, beberapa kali masuk dalam pengawasan polisi karena tuduhan pelecehan,  yang jelas, sangat sering berkelahi sampai selalu ada luka basah di salah satu bagian tubuhnya.

Dia masih bisa bersekolah karena selain narkoba, semua tuduhan ia sangkal karena kurangnya bukti yang kuat. Lagi pula, ia ikut mendongkrak nama sekolah lewat ekskul beladiri.

Sementara, Anggun Rejoprastowo, Sekretaris Osis, Ketua Klub Sastra, Wakil Ketua PMR, Peringkat 1 Nasional Semester Ganjil Tingkat Sekolah Menengah Atas, Siswi berprestasi yang menerima tawaran beasiswa dari universitas negeri saat SNBP, sesuai namanya ia elegan, pandai, cerdas, dan Ratunya SMA Bhakti Putra. Kebanggaan sekolah. Karena dia-lah lagi-lagi SMA Bhakti Putra berhasil mempertahankan namanya dengan predikat Sekolah Swasta Bergengsi.

Semua prestasi yang ia raih, belakangan baru ia sadari tidak berpengaruh banyak terhadap realita kehidupannya. Sertifikatnya yang berlembar-lembar dipigura oleh orang tuanya tidak mampu menyelamatkannya dari kejadian pahit yang hampir merenggut nyawanya.

Ia bisa hidup sampai sekarang, adalah karena Rio.

Di saat yang lain tak ada, di depannya ada Rio.

Di matanya juga, Rio berhasil membuktikan kalau cowok itu tidak seperti anggapan orang-orang.

**

Awal Mula

Dua bulan sebelumnya...

GRUUNG!! GRUUNGG!!

Rio Tyaga menggeber mesin Ninja 150RR hijaunya. Di sebelahnya ada Meneer, timnya, yang sedang melemaskan otot-otot tangannya dan menunggang Vega Rnya. Temannya itu anak konglomerat, tapi ia dan gengnya memutuskan untuk lebih merakyat untuk melampiaskan hobi berbahaya mereka. Bisa saja mereka menyewa sirkuit, tapi yang seperti ini lebih praktis.

Drag race.

Balap liar saat jalanan kota Jakarta sepi dari mobil, di jam-jam menjelang sepertiga malam.

Lawannya adalah anak-anak alay dari berbagai kampung, remaja-remaja tanggung tak tentu arah yang sehari-harinya berkutat dengan kerasnya dunia. Rio dan gengnya, namanya Geng Savage, terkenal sebagai kasta tertinggi di drag race karena siapa pun yang menantang mereka balap, pasti akan tertinggal jauh.

Predikat yang cukup membuat Geng Savage menyeringai bahagia, karena di kehidupan nyata mereka ini dianggap anak-anak manja para pewaris perusahaan besar, nyatanya kalau menyamar jadi preman kampung ya vibenya menang juga dari anak alay aslinya. Padahal motor mereka sudah dipakai yang bodong modif tak karuan tetap saja mereka merajai jalanan.

“Yo,” Meneer mencondongkan tubunya ke arah Rio, tinggal 30 detik waktu menderu mesin mereka. Semua sudah siap tanding. Lap 500 meter di depan sana, nilai taruhannya bisa dapat bersih 1 jutaan.

“Apa?”

“Lo jadi jual motor?” tanya mneer.

“Iya.”

“Jual lah ke gue aja Yo, lo mau harga berapa gue iya-in, lo mau tuker pake Cruiser gue juga gapapa lah, motor lu nih legend di sini, sayang Yo!”

“Meneer, yang bikin motor legend atau nggak-nya adalah drivernya. Gue make Jupiter MX aja, bisa-bisa lo baru geber motor, gue udah di ujung sana.”Rio menunjuk garis finish. Lagian... Cruiser? Bisa apa tuh Harley dijalanan? Berisik doang! Mending Vega R lu lah!”

“Jangan Vega R gue dong, ini istri gue yang bentuknya mesin. Kalo bisa gue bawa ke kasur, udah gue kelonin nih...” desis Meneer.

“Gue jual motor ke Juhari, dy bisa kasih harga tinggi sampe 50 jutaan buat motor second. Gue bisa beli Supra X, sisa duit bisa buat hidup sehari-hari sampe lulus sekolah.” Kata Rio sambil bersiap untuk menderu mesinnya karena bendera sudah tinggi.

Mener hanya menghela nafas. Rasanya mengganjal. Ia yang anak orang kaya, tidak diizinkan sama sekali untuk membantu keuangan Rio, sahabatnya.

Rio memang begitu, dicoba dulu usaha sendiri, sampai hidupnya diujung tanduk pun ia akan mengusahakan semuanya sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

Bendera diturunkan.

Motor Rio melesat, Meneer menekan gasnya. Setidaknya ia jadi posisi ke dua agar kedudukan lebih tinggi dari tim lawan. Karena sudah pasti Rio akan jadi yang pertama, Meneer hanya pelengkap score.

Rio tidak melihat ke samping kanan kiri danbelakang,ia hanya fokus ke depan,ke garis finish.

Angin Jakarta yang penuh polusi, terangnya lampu jalanan, gelapnya hidup. Derumesinyang terdengar kasar dan meraung, sekaan meneriakkan semuakebencian dalamhati Rio.

Ia benci masa lalunya, kenapa ibunya harus meninggal. Ia benci bapaknya, kenapa di kala semua membaik harus ada kasus korupsi? Jadi selama ini Rio makan duit haram? Yang setiap nominalnya penuh dosa? Dan kenapa Ya Tuhan... kenapa bapaknya harus bunuh diri di penjara?!

Rio tumpahkan semua kekesalannya dengan menerpa angin malam, menembus batas kecepatan.

**

“Lap 3 yo?!” tanya Junot sambil memberinya minum. Di tangan cowok berwajah cantik itu ada kunci motornya yang ia putar-putar di ujung telunjuknya, Junot akan bertanding di Lap 3 sebentar lagi untuk melengkapi score, kini mereka menunggu persiapan sesi kedua. Tim lawan meminta penggenapan angka yang dicapai dengan percobaan mengalahkan kecepatan Rio. Kalau mereka berhasil menyamai kecepatan, maka Geng Savage bersedia memberikan 1 scorenya untuk Tim Lawan. Yang mana, itu tidak akan terjadi. Belum ada yang bisa mengalahkan kecepatan Rio atau pun Meneer selama ini.

Rio sedang berbaring di atas beton besar, beberapa perempuan sedang menggodanya.

Rio memeriksa ponselnya, ada SMS dari Juhari. Mengenai rencana jual beli motornya yang akan dilancarkan besok pagi sebelum ke sekolah. Juhari sudah dapat pembeli rupanya.

“Nggak lah, Kepala gue pusing.” Rio mengangkat botol amernya. Hasil upeti dari tim yang kalah.

Junot terkekeh sambil berdiri menghadap ke jalan mengamati pertandingan, sementara Rio sudah keburu tepar.

“Not, Jalanan mulai rame,” Meneer datang dan beridir di samping Junot.

“Lap 3 kita batalin aja gimana? Toh dapetnya udah 2 jutaan, melebihi target sejuta,” kata Junot merasa khawatir.

“Enes belum mau katanya, masih mau tanding. Andri juga mau gantiin Rio buat Lap 2,” Kata Meneer. Ia juga khawatir. Ada satu saja mobil atau tramsjak yang elintas, mereka harus membubarkan kendaraan atau polisiakan datang.

“Ngapain sih pada carmuk banget?!” omel Junot.

Bendera diturunkan, Lap 2 dimulai.

Andri paling depan, ia bertekad menggenapi score Rio. Enes tepat di belakangnya.

Mereka berdua preman kampung yang men-dewa-kan Rio, mereka berusaha tampil maksimal agar bisa akrab dengan Rio. Padahal Rionya biasa-biasa aja.

“Neer, Neer,” Junot menunjuk cahaya dari arah berlawanan. Lampu mobil. Lap mereka melewati tikungan, jadi bisa diperkirakan mobil itu akan berbelok menyeberangi jalur balap mereka.

Sementara Andri hampir sampai finish.

“Neeer,” Junot mencengkeram lengan Mener, sepupunya. Meneer hanya bisa terpaku melihat detik-detik menegangkan.

“Not, lari sekarang! Panggil Abbas, lari semuanya!! Bangunin Rio!!” seru Meneer sambil meraih motornya.

“Tapi Andri dan Enes?”

“Udah nggak bisa Junot! Udah telat!” seru Meneer sambil menyalakan motornya

“Tapi Neer-“

BRAKKK!!

Tabrakan pertama. Motor Andri menabrak bagian tengah mobil sedan itu.

BRAKKK!!

Tabrakan kedua, motor Enes mengenai bagasi.

Junot bahkan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kejadian itu. Dia gemetaran.

“Not, tinggal duluan.” Rio mencengkeram bahunya dan menggeretnya naik ke motor.

“Lo gimana?”

“Gue tetap di sini, harus ada yang beresin kekacauan dan jadi kambing hitam biar banyak yang dibebasin. Lo, Meneer dan Abbas nggak bisa ketangkep, bisa pengaruh ke perusahaan bokap. Cepat lari!”

“Terus lo mau-“

“Pergi, Junot!!” gertak Rio.

Junot mau tak mau pergi dari sana.

Rio berdiri dan menarik nafas. Ia bisa melihat potongan tubuh manusia berhamburan di jalanan.

“Ya Tuhan...” desisnya sambil mengusap wajahnya.

**

“Bukan saya Pak! Budeg ya udah saya bilang-“

“Heh! Malah menghina polisi lagi! Jelas-jelas plat nomornya bodong!!”

“Saya itu malah korban penipuan Pak!!”

“Kamera CCTV sepanjang jalan menangkap kamulah yang ada di atas motor! Tidak ada ganti pemilik! Ngarang kamu!!”

“Itu hari ini! Bagaimana kalau kemarin, Hah?! Memangnya ada CCTV yang nangkap gambar saya kalau kemarin sedang di atas motor itu?! Coba lihat CCTV supermarket dekat rumah saya, dekat masjid, CCTV Sekolah, tanya mereka, itu motor saya atau bukan!!”

“Yang ada CCTV kamu lagi balapan liar!”

“Nah!! Coba lihat saya balapan pakai motor yang mana Pak?! Saya itu baru beli motor ini tadi pagi tukar tambah sama motor lama saya!! Mana saya tahu kalau ini motor curian!!”

Sekuat tenaga Rio membela dirinya. Ia baru saja ditangkap oleh razia yang diadakan Korlantas Polri. Apesnya, saat itu ia memakai motor yang baru saja dibelinya, dan pihak Kepolisian menangkap keanehan  pada plat motornya yang tidak terdeteksi sistem, alias diduga plat motornya palsu. Dan motor semacam itu biasanya curian.

“Ada nih nomor rangkanya di daftar kehilangan property,” salah satu polisi menghampiri Pak Komandan.

Rio mencebik, “Bapak nih kalau nuduh cepet banget selidiknya, giliran ngusut lama kayak keong,”

karena Rio tahu, mencari daftar nomor rangka dari jajaran kehilangan motor yang jumlahnya ribuan tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu. Jadi, ini pasti hanya gertakan. Kecuali, yang nyari pegawai Bank, tinggal klik sistem langsung muncul. Nah, Kepolisian kan biasanya masih manual. Nggak secanggih di Kantor Pusat.

DUGG!

Salah satu polisi memukul kepala Rio, “Hey, Bocah... udah jelas-jelas salah, bukannya ngaku malah nge-bacot,” geram salah satu oknum.

“Lu anak siapa sih? Berani bener dari tadi?! Ha?”

“Anak pejabat juga bisa kita penjarakan,”

“Ya iya, diviralin dulu sama netizen baru semua pada gerak,” Rio masih ngedumel.

“Dia ini Ketua Geng Motor di area Timur. Rio Tyaga,” salah satu Polisi menghampiri mereka dan menyerahkan laporan. IPTU Rayhan Menyeringai saat melihat Rio. Wajahnya sumringah, “Akhirnya ketangkap juga kamu. Dari dulu kabur terus kerjanya. Teman kamu udah dua tuh yang mati konyol nabrak mobil lagi diem di lampu merah. Kamu pikirin nggak betapa shocknya mereka?”

“Saya nggak terlalu kaget sih, memang sudah resiko,”

“Maksud saya, Shocknya pengemudi mobil itu? Gimana kalau mobilnya hancur, Heh? Gimana kalau di dalam sana ada anak kecil? Temen kamu sih badan hancur mati berantakan malah kita sukurin! Tapi pikirin nggak orang tua mereka?”

Rio hanya bisa menghela nafas.

“Kamu itu sampah masyarakat. Kamu bisa dikenakan pasal-pasal mengganggu ketertiban umum! Lebih lagi, kamu itu Ketua Gengnya, kamu bisa dikenal tuduhan menghasut terjadinya sebuah aksi kejahatan alias provokator!”

“Saya bukan Ketua Geng Paaaaak, udah berkali-kali saya bilang saya ini seenaknya aja diangkat jadi Ketua. Tugasnya apa’an juga saya nggak ngerti. Saya cuma sering menang taruhan balap aja. Butuh duitnya buat nerusin sekolah. Memang bapak mau bantuin saya sekolah?”

“Salah kamu sekolah di swasta mahal,”

“Itu kerjaan Almarhum Bapak saya, dia udah deposit sampai saya lulus. Masalahnya dia nggak cover duit bulanannya. Bapak saya meninggal, ya saya bangkrut lah Pak. ”

“Masih banyak kerjaan lain selain taruhan balap liar. Dobel kejahatannya, udah Balap Liar, judi pula,” IPTU Rayhan tak mau kalah.

“Yang saya bisa Cuma balapan,”

“Fasum bukan sirkuit. Apalagi tuduhan kamu sekarang... maling motor. Udah putus asa banget kayaknya kamu,”

“Saya itu ditipu Pak, Masa nggak lihat isi WA saya dengan si penjual? Yang begituan nggak bisa diabaikan dong. Saya ditangkap masih ada korban lain.”

“Coba saya lihat isi WAnya,” IPTU Rayhan meminta anak buahnya untuk menyerahkan ponsel Rio kepadanya. Ia membacanya sekilas lalu menggeleng.

“Juhari toh, ini sih sindikat. Karma nih kamu,” IPTU Rayhan terkekeh.

“Saya tidak percaya Karma,” dengus Rio

“Ya sudah, terima saja takdirnya. Kamu ditahan sampai kami bisa menangkap Juhari ya,”

“Lah Pak! Lusa ada Penilaian Tengah Semester Genap!” Rio mulai khawatir akan nasibnya.

“Yaaa, bagaimana?! Tingkah kamu mencurigakan, kamu juga memiliki banyak catatan kriminal-“

“Dari sekian banyak, selain saya positif nyabu, mana yang terbukti sebagai tindakan kriminal?”

“Balap liar,”

Lagi-lagi Rio mendengus, “Itu tindakan mengganggu ketertiban umum, bukan kriminalitas,”

IPTU Rayhan tersenyum. Ia sadar kalau Rio bukan siswa biasa, tingkahnya saja yang brutal. Tapi kalau dipahami,  sebenarnya Rio ini lumayan cerdas.

“Belum,” Ralat IPTU Rayhan. “Berdasarkan pengalaman kami mengarahnya ke arah ‘situ’,”

“Pengalaman kalian itu tidak bisa dijadikan patokan yang valid. Kalau saya ditahan, sama saja membatasi pendidikan saya sebagai pelajar, saya bisa menuntut ke Kepolisian, karena bukti valid kalau saya mencuri, tidak ada. Benar kan?!”

Semua orang di sana diam.

Sampai akhirnya, IPTU Rayhan bilang, “Kamu dalam pengawasan polisi. Serahkan surat keterangannya ke Kepala Sekolah kamu,”

**

“An jing si Juhari!” Umpat Rio saat dia berjalan menelusuri jalanan Ibukota di malam itu. Masih dengan seragam SMAnya, ia naik kendaraan umum dan berniat ke Kampung Indah, lokasi terakhirnya bertransaksi dengan si Sindikat Maling Motor.

Sepanjang perjalanan ia memaki. Sampai ia akhirnya bertemu dengan Bang Rasno, Preman penjaga parkiran di sekitaran area sana.

Bang Rasno langsung mengernyit saat melihat Rio menuju arahnya, “Gue udah bilang, jangan beli motor sama Juhari, Toooong. Kaaaan?!”

“Mana tuh Bang sat?! Gue gebukin habis ini!” sahut Rio.

“Lu gebukin Juhari sama aja lo nantangin sekampung, lo tuh bukan warga sini. Inget itu!”

“Itu duit buat ikutan tes Tengah Semester Bang!” seru Rio. “Rencananya motor yang gue beli ke Juhari bakal gue jual lagi lebih mahal. Yang ada malah gue ditangkep Pakpol!”

“Lagian lo bego, udah tau Juhari Sindikat,” omel Bang Rasno.

Tapi ia terdiam saat menatap ke arah mobil di belakang sana. Rio menyadari perubahan raut wajah Bang Rasno dan ikutan menoleh ke belakang, “Kenapa Bang?” tanya Rio.

“Seragam lo sama’an!!” seru Bang Rasno sambil mundur. Lalu ia memanggil beberapa anak buahnya dan mereka pun berkerumun di depan Rio.

Rio yang kebingungan sebenarnya ingin pergi, tapi kalimat Bang Rasno yang bilang ‘seragamnya sama’ itu yang membuatnya tetap di sana.

“Oh iya bang, ini logo ini nih! Bukan sekedar putih abu-abu kan? Pasti sekolah swasta!” kata salah satu anak buah Bang Rasno.

“Bener, gue juga setuju!” kata Bang Rasno sambil menarik emblem di belakang punggung seragam putih Rio dan mengernyit. “Iya, logo ini di punggung. Cewek itu juga punya!”

“Motif bawah celananya juga beda sama putih abu biasa, ini ada kotak-kotaknya. Tuh cewek juga pakai corak yang sama di roknya!”

“Ada apa’an sih ni?!” Rio menepis tangan Bang Rasno.

Sementara Bang Rasno mulai berdiskusi dengan anak buahnya. “tapi ini bukan urusan kita Bang!” kata salah satu anak buah.

“Yaaa, bukan urusan kita tapi kalau ini sampai terungkap atau ada keluarga si cewek yang nyariin, nanti Densus bakalan ke sini! Lo tahukan mereka kalo gerebek rumah warga nggak tanggung-tanggung, sampai ke atap-atap mereka periksa. Nah warga kan banyak nyimpen macem-macem,”

Rio sangat mengerti arti kalimat Bang Rasno. Warga Kampung Indah memang rata-rata dalam kategori sindikat. “Ya nggak mungkin semuanya ditangkep kali, penjara kita terbatas,”

“Nggak semuanya bakalan ketangkep, tapi properti disita semua, hehe,”

“Nah, ini... ‘mereka’ tuh maksudnya siapa?” tanya Rio.

“Lo lihat mobil itu? Hiace di ujung itu?”

“Mobil travel?”

“Iya,”

“Lihat,”

“Dari jam 9 mereka parkir di sana, udah sejam,”

“Terus?”

“Itu mobil sindikat Human Traficking punya si... duh gue nggak bisa sebut namanya, ada hubungannya sama pejabat soalnya,”

“Alm. Bokap gue juga pejabat. Cuma bundir aja di penjara sebelum dinyatakan jadi tersangka korupsi,”

Bang Rasno menatap Rio dengan miris. Lalu mengacak-acak kepala anak itu.

“Tapi... mungkin lo bisa bantu, lo kan bukan anak kampung sini ya. Gue nggak mau aja nanti kita semua digerebek gara-gara satu orang bikin masalah,” Bang Rasno menghela nafas sambil menatap Rio dengan penuh harap. “Mau jadi tumbal nggak? Nanti gue kasih tahu di mana Juhari,” Bang Rasno menyeringai.

“Tumbal?!”

**

“Bukan saya Pak! Budeg ya udah saya bilang-“

“Heh! Malah menghina polisi lagi! Jelas-jelas plat nomornya bodong!!”

“Saya itu malah korban penipuan Pak!!”

“Kamera CCTV sepanjang jalan menangkap kamulah yang ada di atas motor! Tidak ada ganti pemilik! Ngarang kamu!!”

“Itu hari ini! Bagaimana kalau kemarin, Hah?! Memangnya ada CCTV yang nangkap gambar saya kalau kemarin sedang di atas motor itu?! Coba lihat CCTV supermarket dekat rumah saya, dekat masjid, CCTV Sekolah, tanya mereka, itu motor saya atau bukan!!”

“Yang ada CCTV kamu lagi balapan liar!”

“Nah!! Coba lihat saya balapan pakai motor yang mana Pak?! Saya itu baru beli motor ini tadi pagi tukar tambah sama motor lama saya!! Mana saya tahu kalau ini motor curian!!”

Sekuat tenaga Rio membela dirinya. Ia baru saja ditangkap oleh razia yang diadakan Korlantas Polri. Apesnya, saat itu ia memakai motor yang baru saja dibelinya, dan pihak Kepolisian menangkap keanehan  pada plat motornya yang tidak terdeteksi sistem, alias diduga plat motornya palsu. Dan motor semacam itu biasanya curian.

“Ada nih nomor rangkanya di daftar kehilangan property,” salah satu polisi menghampiri Pak Komandan.

Rio mencebik, “Bapak nih kalau nuduh cepet banget selidiknya, giliran ngusut lama kayak keong,”

karena Rio tahu, mencari daftar nomor rangka dari jajaran kehilangan motor yang jumlahnya ribuan tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu. Jadi, ini pasti hanya gertakan. Kecuali, yang nyari pegawai Bank, tinggal klik sistem langsung muncul. Nah, Kepolisian kan biasanya masih manual. Nggak secanggih di Kantor Pusat.

DUGG!

Salah satu polisi memukul kepala Rio, “Hey, Bocah... udah jelas-jelas salah, bukannya ngaku malah nge-bacot,” geram salah satu oknum.

“Lu anak siapa sih? Berani bener dari tadi?! Ha?”

“Anak pejabat juga bisa kita penjarakan,”

“Ya iya, diviralin dulu sama netizen baru semua pada gerak,” Rio masih ngedumel.

“Dia ini Ketua Geng Motor di area Timur. Rio Tyaga,” salah satu Polisi menghampiri mereka dan menyerahkan laporan. IPTU Rayhan Menyeringai saat melihat Rio. Wajahnya sumringah, “Akhirnya ketangkap juga kamu. Dari dulu kabur terus kerjanya. Teman kamu udah dua tuh yang mati konyol nabrak mobil lagi diem di lampu merah. Kamu pikirin nggak betapa shocknya mereka?”

“Saya nggak terlalu kaget sih, memang sudah resiko,”

“Maksud saya, Shocknya pengemudi mobil itu? Gimana kalau mobilnya hancur, Heh? Gimana kalau di dalam sana ada anak kecil? Temen kamu sih badan hancur mati berantakan malah kita sukurin! Tapi pikirin nggak orang tua mereka?”

Rio hanya bisa menghela nafas.

“Kamu itu sampah masyarakat. Kamu bisa dikenakan pasal-pasal mengganggu ketertiban umum! Lebih lagi, kamu itu Ketua Gengnya, kamu bisa dikenal tuduhan menghasut terjadinya sebuah aksi kejahatan alias provokator!”

“Saya bukan Ketua Geng Paaaaak, udah berkali-kali saya bilang saya ini seenaknya aja diangkat jadi Ketua. Tugasnya apa’an juga saya nggak ngerti. Saya cuma sering menang taruhan balap aja. Butuh duitnya buat nerusin sekolah. Memang bapak mau bantuin saya sekolah?”

“Salah kamu sekolah di swasta mahal,”

“Itu kerjaan Almarhum Bapak saya, dia udah deposit sampai saya lulus. Masalahnya dia nggak cover duit bulanannya. Bapak saya meninggal, ya saya bangkrut lah Pak. ”

“Masih banyak kerjaan lain selain taruhan balap liar. Dobel kejahatannya, udah Balap Liar, judi pula,” IPTU Rayhan tak mau kalah.

“Yang saya bisa Cuma balapan,”

“Fasum bukan sirkuit. Apalagi tuduhan kamu sekarang... maling motor. Udah putus asa banget kayaknya kamu,”

“Saya itu ditipu Pak, Masa nggak lihat isi WA saya dengan si penjual? Yang begituan nggak bisa diabaikan dong. Saya ditangkap masih ada korban lain.”

“Coba saya lihat isi WAnya,” IPTU Rayhan meminta anak buahnya untuk menyerahkan ponsel Rio kepadanya. Ia membacanya sekilas lalu menggeleng.

“Juhari toh, ini sih sindikat. Karma nih kamu,” IPTU Rayhan terkekeh.

“Saya tidak percaya Karma,” dengus Rio

“Ya sudah, terima saja takdirnya. Kamu ditahan sampai kami bisa menangkap Juhari ya,”

“Lah Pak! Lusa ada Penilaian Tengah Semester Genap!” Rio mulai khawatir akan nasibnya.

“Yaaa, bagaimana?! Tingkah kamu mencurigakan, kamu juga memiliki banyak catatan kriminal-“

“Dari sekian banyak, selain saya positif nyabu, mana yang terbukti sebagai tindakan kriminal?”

“Balap liar,”

Lagi-lagi Rio mendengus, “Itu tindakan mengganggu ketertiban umum, bukan kriminalitas,”

IPTU Rayhan tersenyum. Ia sadar kalau Rio bukan siswa biasa, tingkahnya saja yang brutal. Tapi kalau dipahami,  sebenarnya Rio ini lumayan cerdas.

“Belum,” Ralat IPTU Rayhan. “Berdasarkan pengalaman kami mengarahnya ke arah ‘situ’,”

“Pengalaman kalian itu tidak bisa dijadikan patokan yang valid. Kalau saya ditahan, sama saja membatasi pendidikan saya sebagai pelajar, saya bisa menuntut ke Kepolisian, karena bukti valid kalau saya mencuri, tidak ada. Benar kan?!”

Semua orang di sana diam.

Sampai akhirnya, IPTU Rayhan bilang, “Kamu dalam pengawasan polisi. Serahkan surat keterangannya ke Kepala Sekolah kamu,”

**

“An jing si Juhari!” Umpat Rio saat dia berjalan menelusuri jalanan Ibukota di malam itu. Masih dengan seragam SMAnya, ia naik kendaraan umum dan berniat ke Kampung Indah, lokasi terakhirnya bertransaksi dengan si Sindikat Maling Motor.

Sepanjang perjalanan ia memaki. Sampai ia akhirnya bertemu dengan Bang Rasno, Preman penjaga parkiran di sekitaran area sana.

Bang Rasno langsung mengernyit saat melihat Rio menuju arahnya, “Gue udah bilang, jangan beli motor sama Juhari, Toooong. Kaaaan?!”

“Mana tuh Bang sat?! Gue gebukin habis ini!” sahut Rio.

“Lu gebukin Juhari sama aja lo nantangin sekampung, lo tuh bukan warga sini. Inget itu!”

“Itu duit buat ikutan tes Tengah Semester Bang!” seru Rio. “Rencananya motor yang gue beli ke Juhari bakal gue jual lagi lebih mahal. Yang ada malah gue ditangkep Pakpol!”

“Lagian lo bego, udah tau Juhari Sindikat,” omel Bang Rasno.

Tapi ia terdiam saat menatap ke arah mobil di belakang sana. Rio menyadari perubahan raut wajah Bang Rasno dan ikutan menoleh ke belakang, “Kenapa Bang?” tanya Rio.

“Seragam lo sama’an!!” seru Bang Rasno sambil mundur. Lalu ia memanggil beberapa anak buahnya dan mereka pun berkerumun di depan Rio.

Rio yang kebingungan sebenarnya ingin pergi, tapi kalimat Bang Rasno yang bilang ‘seragamnya sama’ itu yang membuatnya tetap di sana.

“Oh iya bang, ini logo ini nih! Bukan sekedar putih abu-abu kan? Pasti sekolah swasta!” kata salah satu anak buah Bang Rasno.

“Bener, gue juga setuju!” kata Bang Rasno sambil menarik emblem di belakang punggung seragam putih Rio dan mengernyit. “Iya, logo ini di punggung. Cewek itu juga punya!”

“Motif bawah celananya juga beda sama putih abu biasa, ini ada kotak-kotaknya. Tuh cewek juga pakai corak yang sama di roknya!”

“Ada apa’an sih ni?!” Rio menepis tangan Bang Rasno.

Sementara Bang Rasno mulai berdiskusi dengan anak buahnya. “tapi ini bukan urusan kita Bang!” kata salah satu anak buah.

“Yaaa, bukan urusan kita tapi kalau ini sampai terungkap atau ada keluarga si cewek yang nyariin, nanti Densus bakalan ke sini! Lo tahukan mereka kalo gerebek rumah warga nggak tanggung-tanggung, sampai ke atap-atap mereka periksa. Nah warga kan banyak nyimpen macem-macem,”

Rio sangat mengerti arti kalimat Bang Rasno. Warga Kampung Indah memang rata-rata dalam kategori sindikat. “Ya nggak mungkin semuanya ditangkep kali, penjara kita terbatas,”

“Nggak semuanya bakalan ketangkep, tapi properti disita semua, hehe,”

“Nah, ini... ‘mereka’ tuh maksudnya siapa?” tanya Rio.

“Lo lihat mobil itu? Hiace di ujung itu?”

“Mobil travel?”

“Iya,”

“Lihat,”

“Dari jam 9 mereka parkir di sana, udah sejam,”

“Terus?”

“Itu mobil sindikat Human Traficking punya si... duh gue nggak bisa sebut namanya, ada hubungannya sama pejabat soalnya,”

“Alm. Bokap gue juga pejabat. Cuma bundir aja di penjara sebelum dinyatakan jadi tersangka korupsi,”

Bang Rasno menatap Rio dengan miris. Lalu mengacak-acak kepala anak itu.

“Tapi... mungkin lo bisa bantu, lo kan bukan anak kampung sini ya. Gue nggak mau aja nanti kita semua digerebek gara-gara satu orang bikin masalah,” Bang Rasno menghela nafas sambil menatap Rio dengan penuh harap. “Mau jadi tumbal nggak? Nanti gue kasih tahu di mana Juhari,” Bang Rasno menyeringai.

“Tumbal?!”

**

Kejadian Mengenaskan

Dan begitulah...

Saat ini Rio dalam kondisi menyusup ke salah satu gedung apartemen di depannya.

Ya, inilah yang dimaksud tumbal oleh Bang Rasno.

Bang Rasno sebagai tukang parkir area sana, pastilah mengetahui mobil apa saja yang parkir, termasuk keanehan yang terjadi di sana. Dan mobil yang sedang Bang Rasno amati cukup aneh.

Mobil itu parkir di Jam 9 malam, dan dengan warna cat tidak biasa. Normalnya Hiace, sebagai mobil travel, umumnya berwarna putih. Namun yang ini berwarna hitam. Kacanya gelap, dan pintunya bisa digeser. Khas mobil penculik atau penyergap. Apalagi, Bang Rasno mengenali orang-orang yang keluar dari mobil itu, yang mana adalah anggota sindikat perdagangan manusia yang markasnya di salah satu apartemen di dekat sana.

Mereka biasa menculik gadis-gadis atau anak-anak, lalu entahlah setelah itu mereka apakan.

Dan kali ini, Bang Rasno melihat ada anak perempuan, masih memakai seragam abu-abu, dibawa keluar dari mobil itu. Cewek itu tampak pingsan dan dibopong oleh salah satu anggota. Dan motif seragamnya tampak sama dengan yang dikenakan oleh Rio.

Sementara, di Jakarta, motif seragam putih abu dengan corak dan emblem besar di bagian punggung  yang khas itu hanya dimiliki oleh SMA Bhakti Putra.

Kampung mereka baru saja di’sisir’ oleh Densus 88 karena ada dugaan terorojing bertempat tinggal di sana. Alhasil semua ‘simpanan haram’ warga sana ketahuan dan diusut tuntas. Dari yang tukang maling celdam, sampai yang simpan miras, semua berurusan dengan pihak berwajib. Dan hampir semua rumah di Kampung Indah memiliki benda-benda semacam itu. Padahal sang Terorojing malah tidak tinggal di sana tapi di kampung sebelah.

Bang Rasno tidak ingin hal seperti itu terjadi lagi.

Jadi, segala bentuk ‘kejahatan’ yang diprediksi akan berdampak ke kampungnya, kalau bisa tidak terjadi.

Dan karena si gadis yang diduga diculik itu adalah teman Rio, jadi Rio-lah yang ‘ditugaskan’ untuk mencari ke dalam markas sindikat, lalu mencegah hal buruk terjadi.

Rio mengenakan earphone dengan kondisi menelpon Bang Rasno melalui aplikasi Whatsap. Ia masuk ke dalam apartemen menyamar sebagai Office Boy.

“Dapet bajunya?” tanya Bang Rasno.

“Lo nyuruh gue masuk ke dalam, tapi nggak nyediain baju OB. Hebat bener lu Bang!” gerutu Rio sambil mengenakan pakaian penyamarannya dan masker.

“Ada lagi kendala Yo,”

‘Apa’an?”

“Kita nggak tahu unitnya,”

“Buset dah!” dengus Rio sambil berdiri berkacak pinggang, “Di sini itu ada kali 1000 unit Baaaaang, tower A sampai D! Lu kira-kira doooong!” seru Rio kesal.

“Lah, gue kan cuma liat itu orang-orang masuk ke dalam apartemen, bukannya ngebuntutin sampe atas!”

“Bentar dah gue mikir dulu gimana,” gumam Rio sambil jongkok. Dalam hatinya ia penasaran juga siapa temannya yang dibawa sindikat itu? Dalam keadaan pingsan pula!

Saat dia berjongkok, ada beberapa Office Boy yang masuk sambil membawa-bawa perlengkapan bersih-bersih.

“Pak Juheri bilang tadi malem ada yang bawa anak SMA masuk ke tower B,”

“Ah mereka udah biasa begitu,”

“Itu nggak papa tuh begitu?”

“Bukannya tidak apa-apa, tapi kalau tidak ada tetangga yang melaporkan ya kita karyawan harus menjaga privasi penghuni,”

“Walau pun kegiatannya illegal? Berbahaya dan mengancam nyawa orang lain?”

“Kubilangin saja ya, aku sudah 5 tahun kerja di sini, kemarin itu ada rekanku yang prinsipnya ya seperti kamu ini. Ada suara teriakan dari salah satu unit dan rekanku sebagai OB melaporkannya langsung ke polisi. Polisi itu tak bisa langsung nggrebek ke dalam, mereka butuh surat izin penggeledahan buat masuk lobby, belum masuk ke unitnya. Dan setelah semua diselesaikan, rekanku itu meninggal ditabrak mobil, dan keluarganya diancam. Kalau ada yang rese lagi, semua dihabisi,”

“Waduh...”

“Kecuali kalau ada tetangga yang melaporkan, jatuhnya mengganggu ketertiban lingkungan karena sama-sama penghuni dan pengguna fasilitas. Yang bisa beli apartemen kan sama-sama orang kaya, sama-sama ngerti hukum, sama-sama bisa mbayar pengacara. Kita ini Cuma rakyat kecil, diam sajalaaaah,”

Dan akhirnya si rekan hanya bisa diam saja.

“Kamu diam-diam saja kalau naik ke Lantai 20. Ada yang ribut-ribut atau ada yang berkerumun, sopan-sopan saja. Urusi kerjaan masing-masing aja,” kata si senior OB lagi sambil membuka pintu Pantry dan masuk ke dalam.

Saat mereka ke dalam pantry, Rio pun menyelinap keluar dari ruang janitor.

Lalu naik ke lift barang.

Tujuannya, Tower B lantai 20.

**

Suasana di lantai 20 berbeda dengan lantai lainnya. Ramai dan banyak orang dengan wajah mengerikan berlalu-lalang.

“Misi ya Paaaak,” desis Rio sambil memosisikan ember dan tongkat pelnya.

“Perasaan tadi pagi udah di pel, ini kok lagi?!” protes salah satu pria sangar.

“Ada permintaan dari penghuni Pak,”

“Si xx kali yang minta, dia kan OCD kebersihan,” kata salah satu preman.

“Jadi eksekutor kok OCD, payah ah Hahahaha!”

Rio pun diam saja sambil mengepel koridor.

Ia memfokuskan pendengarannya.

Sayup-sayup ia mendengar suara tangisan histeris perempuan.

Asalnya dari dalam unit di ujung.

Rio berpikir, satu saja ada suara ‘tolong’ ia akan bergerak maju.

Ia bukan penghuni, bukan juga karyawan. Dia juga yatim piatu, jadi menurutnya tidak akan ada yang akan terancam selain dirinya. Bang Rasno sudah ia kabari mengenai posisinya. Rio juga minta tolong untuk menghubungi IPTU Rasya kalau situasi berjalan semakin memburuk.

Saat dia hampir sampai di depan pintu unit yang dimaksud, pintunya terbuka tiba-tiba. “Udah ada yang hubungi orangtua nih cewek belum?!”

Dan saat itu Rio berada tepat di depan pintu, bersama alat pelnya.

Yang ia lihat di depannya...

Adalah Anggun Rejoprastowo, si gadis populer di sekolahnya... sedang di rudapaksa dalam keadaan terikat oleh beberapa orang pria.

Mulutnya yang dilakban dan kondisinya yang mengenaskan, dengan linangan air mata.

Mata mereka sempat bertemu.

Pemandangan yang membuat jantung Rio sesaat berhenti berdetak saking shocknya.

“Anggun?” desisnya otomatis.

Semua langsung diam.

Lalu pria besar di depan pintu menarik kerah bajunya, “Lu siapa heh? Kenapa lu tahu namanya?” tanya si pria sangar.

“Hem... saya OB di sini Bang,” desis Rio.

“Mana ada Jam 11 gini OB masih berkeliaran? Udah gitu lo barusan sebut namanya! Lo nih siapa, Bang sat?!”

DUAGG!!

Pria itu menonjok pipi Rio sampai cowok itu terpental membentur tembok di belakangnya.

Tapi... inilah yang ia tunggu-tunggu, diserang duluan! Dengan demikian ia akan senantiasa membela diri. Dikenai pasal mana pun tetap saja judulnya membela diri.

“Gimana sih yang jagain pintu?! Ada cepu nih!!” seru si pria sangar.

Reflek, Rio mencabut pisau kecil dari dalam lengannya, dan ia sabet ke leher si penjaga pintu.

“Bang! Panggil semua orang ke atas!” seru Rio memanggil Bang Rasno.

“OTW Yo! Polisi dalam perjalanan!!” seru Bang Rasno dari earphone.

Hebatnya Rio,

Saking seringnya ia berantem, pukulan demi pukulan yang diterimanya bagaikan tak berasa.

Kalau dibaca ulang dari episode pertama, ia ini sering mengharumkan nama sekolahnya di ajang beladiri, terutama taekwondo dan tinju. Hampir saja direkrut jadi paskibra tapi sayang sekali sifat semprulnya belum bisa hilang, jadi gagal di babak kualifikasi.

Cowok manis berhidung mancung berusia 17 tahun itu jarang sekali tanpa luka di tubuhnya, pasti ada saja yang memar atau tersayat.

Jadi dengan mudah ia bisa membalikkan keadaan, walaupun-

DZING!!

Peluru bertengger di area pinggangnya. Telat mengelak sedikit, dada kirinya sudah akan kena, bisa-bisa melayang hidupnya.

DZINGG!!

Sekali lagi laras pendek berperedam itu meleset menggores pipinya. Peluru itu bersarang di tembok belakangnya.

Rio menunduk dan secepat kilat ia melesat ke arah si penembak, ia raih lengan pria itu, ia berbalik arah dan ia banting ke lantai.

Pisau kecilnya ia gunakan untuk menyayat leher si pria yang tersungkur.

Rio tidak mengenal belas kasihan kalau urusan dengan sebenar-benarnya penjahat. Mereka ini bukan kaum yang tertindas, bukan pula rakyat yang terpaksa menculik demi memberi makan dirinya dan keluarga.

Mereka ini sudah penjahat kelas kakap.

Dan pasti ada backingan orang penting di baliknya.

Sayup ia dengar Bang Rasno berujar, “Yo!! Polisi ke atas Yo!!”

Saat itu reflek ia melihat ke arah Anggun.

Gadis itu dalam keadaan tak berdaya di lantai, hanya bisa terisak tanpa suara karena sekujur tubuhnya dilakban, yang terpampang jelas hanya bagian kecil tubuhnya yang kini dalam kondisi membengkak dan berdarah-darah.

Rio tidak sampai hati melihatnya. Biarlah kondisi ini hanya ia dan Anggun yang tahu. Rio pun membebaskan lakban yang mengikat tubuh Anggun dengan pisau kecilnya. Pertama yang ia tarik adalah lakban di mulut Anggun. Setelah itu lakban yang mengikat kedua paha anggun sedemikian rupa sampai tertekuk.

Terus terang saja, sangat sulit. Anggun sampai menjerit kesakitan karena lem-nya merekat kuat. Tapi paling tidak, lipatan lakban di paha Anggun bisa ia iris agar gadis itu bisa merapatkan kakinya untuk menutupi tubuhnya.

Sekujur badan Anggun gemetaran.

“Ja-ja-jangan ti-tinggal-“ Anggun masih sulit berbicara karena ia masih gemetaran.

“Jangan ngomong dulu, Nggun, Gue cari panty lo bentar...”

“U-u-u-dah dibuang-huk huk-“ Anggun hanya bisa menangis sambil bersujud.

Akhirnya Rio membuka seragam OBnya dan ia lingkarkan ke pinggang Anggun.

Bagaimana kondisi di sekeliling mereka?

Semua kalang kabut kabur sambil mengangkut barang-barang mereka.

Tapi Rio bisa mendengar, di area tangga darurat, di area lift, bahkan di lantai atas, semua dikepung polisi. Rio bisa mendengar teguran, umpatan, makian, suara minta ampun, suara tembakan... macam-macam.

Namun yang bisa ia lakukan hanya memeluk Anggun yang saat ini mencengkeram erat lengannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!