NovelToon NovelToon

Terpikat Kenikmatan 1 Semalam

Gerbang penjara

Gerbang Penjara

“Tuan muda!”

Zifan, pria gagah dengan jas hitam rapi, melambai sambil tersenyum lebar. Di tangan kirinya tergenggam sebuah koper cokelat, seakan menandai bahwa hari ini bukan hari biasa.

Dari kejauhan, seorang pria berbaju oranye bertuliskan TAHANAN berjalan pelan keluar dari gedung penjara. Langkahnya mantap meski tatapannya dingin. Sorot matanya menusuk, seolah sepuluh tahun mendekam di balik jeruji tidak melunakkan apa pun dalam dirinya.

Saat sampai di depan gerbang, pria itu—Draka Tirta Raksa—menepuk pundak Zifan.

“Zifan, aku pikir kau sudah melupakan hari ini.”

“Mana berani saya, Tuan. Hari kebebasan Tuan adalah hari paling berharga. Baju ganti sudah saya siapkan di mobil. Silakan, Tuan.”

Nada Zifan penuh hormat, meski ia tahu betul siapa tuannya: pria dingin yang sulit ditebak, namun tidak pernah bisa dianggap remeh.

Tanpa menunggu, Draka langsung melangkah ke mobil mewah yang menantinya. Begitu duduk, ia segera menanggalkan seragam tahanan. Jas berkelas yang disiapkan Zifan terpasang kembali di tubuhnya. Aura wibawanya pun kembali utuh—dingin, angkuh, tapi elegan.

Zifan melirik kaca spion. “Tuan, apa kita sudah bisa berangkat?”

Draka hanya tersenyum tipis, menatap keluar jendela.

“Sepuluh tahun… akhirnya aku bisa menghirup udara bebas lagi. Bau dunia luar ini bahkan lebih busuk daripada dalam penjara. Ha-ha…”

Zifan mengangguk kecil, lalu dengan hati-hati menyampaikan.

“Tuan Draka, Ayah Anda menunggu di vila. Saya diperintahkan langsung untuk menjemput dan mengantar Tuan.”

Tatapan Draka membeku. Ia menutup kaca jendela, menyandarkan kepala pada tangan yang bertopang di pintu.

“...Tentu saja dia menunggu. Setelah membiarkanku busuk di penjara sepuluh tahun, sekarang dia ingat aku anaknya.”

“Tuan… saya hanya menyampaikan perintah,” jawab Zifan dengan hati-hati.

Draka mendengus pelan. “Apa kau pikir aku tuli, Zifan?”

“Maafkan saya, Tuan! Saya tidak bermaksud—”

“Sudahlah. Kau memang cerewet sejak dulu. Kalau tidak ada kau, mungkin aku sudah gila di dalam sana.”

Nada Draka dingin, tapi ujung bibirnya terangkat tipis—humor khasnya, yang selalu membuat Zifan terjebak antara lega dan kesal.

---

Vila Tirta Raksa

Perjalanan panjang akhirnya membawa mereka ke vila megah milik Agung Tirta Raksa. Halaman luas dipenuhi bunga dan pepohonan hias. Mobil berhenti tepat di depan bangunan tiga lantai yang gagah berdiri.

Zifan turun, hendak membukakan pintu, tapi Draka lebih dulu keluar dengan malas. Ia melangkah ke pintu vila, mengetuk keras.

Tok tok tok!

“Apa tidak ada orang? Kalau begitu aku pergi!” serunya lantang sambil berbalik hendak jalan.

“Tuan! Jangan pergi, pintunya tidak dikunci. Silakan masuk,” Zifan berlari kecil menahan.

“Aku tidak masuk kalau pemiliknya tidak keluar. Titik.”

Draka berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya menoleh ke arah lain.

Zifan menarik napas panjang. “Baiklah. Tuan tunggu di sini. Saya akan panggil Tuan Besar.”

Draka hanya mendengus. “Hm.”

Begitu masuk ke dalam, Zifan bergumam pelan,

“Dasar Tuan muda cengeng… selalu saja merepotkan.”

“Hoee, Zifan! Telingaku panas, apa kau sedang mengumpatku?” suara Draka terdengar dari luar.

Zifan tersentak, buru-buru menjawab, “Ah, tidak berani, Tuan!”

---

Pertemuan Ayah dan Anak

Agung Tirta Raksa, pria paruh baya berwibawa, mendengar laporan Zifan. “Apa? Dia tidak mau masuk? Bocah sialan! Masih saja keras kepala meski sepuluh tahun di penjara.”

Dengan wajah penuh amarah, Agung keluar menemui anaknya. Saat melihat Draka masih berdiri dengan sikap dingin, ia menghardik.

“Draka! Kau tidak berubah sedikit pun!”

Draka menoleh perlahan, matanya tajam.

“Tidak berubah? Sepuluh tahun aku kau biarkan menderita di penjara. Katakan, apa itu cinta seorang ayah?!”

Agung mengepalkan tangan, wajahnya merah. “Kau kurang ajar! Pergi saja sana dari sini!”

“Ha! Baiklah. Aku pergi. Lagi pula, aku memang tidak pernah dianggap anak di rumah ini.”

Draka berbalik, melangkah pergi tanpa sedikit pun menoleh lagi.

Namun baru beberapa langkah, Agung memegangi dadanya. Nafasnya sesak, tubuhnya oleng hampir jatuh.

“Tuan! Ada apa dengan Anda?!” Zifan segera menopangnya, panik. Ia berteriak memanggil orang-orang vila, menelpon dokter pribadi, lalu berlari mengejar Draka yang sudah menjauh.

---

Di Jalan Raya

Draka berjalan santai di tepi jalan, tangannya masuk ke saku. Mobil Zifan menghentikan langkahnya. Zifan keluar tergesa.

“Tuan Draka! Tuan Besar—”

Draka langsung menatapnya, alis terangkat. “Apa dengan Ayah?”

Zifan terdiam sesaat, wajahnya panik. “Penyakit Tuan Besar kambuh.”

Draka berhenti, wajah dinginnya sedikit retak. “Penyakit? Apa maksudmu? Seumur hidup, aku tidak pernah tahu dia sakit.”

Zifan menunduk. “Saya… saya tidak berani menjelaskan. Lebih baik Tuan menanyakannya langsung.”

Ia membuka pintu mobil.

Draka berdiri kaku beberapa detik. Lalu, dengan helaan napas berat, ia masuk ke dalam mobil. Tatapannya tetap dingin, tapi ada sesuatu di balik matanya—pertanyaan yang bahkan dirinya sendiri takut untuk dijawab.

Luka dan penyesalan

Luka di Balik Pemaafan

Udara sore itu terasa berat. Langit di atas vila Tirta Raksa kelabu, seolah mengirimkan tanda bahwa hari itu bukanlah hari biasa. Hembusan angin membawa aroma lembap dedaunan, bercampur dengan wangi tanah yang baru saja diguyur hujan.

Draka berjalan memasuki vila bersama Zifan. Pagar besi hitam terbuka otomatis, membiarkan mobil mereka meluncur masuk hingga berhenti di pelataran marmer putih yang berkilau meski sedikit basah. Dari balik kaca mobil, Draka menatap bangunan megah itu. Dindingnya kokoh, jendela-jendelanya tinggi, tirainya menjuntai elegan, setiap sudut berdiri penjaga dengan wajah sangar. Sebuah simbol kekuasaan yang selama ini ia kenal sebagai penjara kedua.

Begitu kakinya menjejak lantai dingin vila, Draka merasakan sesuatu yang asing. Suasana di dalam berbeda dari biasanya. Biasanya, vila ini penuh wibawa, penuh aturan, penuh kesunyian yang mencekam. Tapi hari itu, orang-orang tampak sibuk, berlari kecil ke sana kemari, wajah-wajah cemas memenuhi lorong dan ruang utama.

Ia mengerutkan kening.

“Ada apa ini?” gumamnya pelan.

Namun Draka tidak peduli lebih jauh. Ia terus berjalan dengan langkah mantap, seolah hiruk pikuk itu tidak ada artinya baginya. Zifan berjalan setengah langkah di depan, menunjukkan jalan, sementara pelayan-pelayan membungkuk memberi hormat ketika pria muda itu lewat.

Zifan berhenti di depan sebuah ruangan besar, lalu menoleh. “Tuan Draka, silakan…”

Pintu kayu berukir terbuka. Di dalam, terlihat Agung Tirta Raksa, ayahnya, tengah berbaring tak sadarkan diri di kursi besar yang empuk, kursi yang biasanya menjadi singgasana kecilnya di ruang tamu.

Draka berdiri terpaku di ambang pintu. Hatinya bergetar.

Sosok yang ia lihat begitu berbeda dari ingatannya. Agung, pria keras yang dulu selalu berdiri tegak bagai pohon besar, kini terkulai. Rambutnya memutih hampir separuh, wajahnya dipenuhi kerutan yang dalam, napasnya berat, kulitnya pucat. Sosok yang selama ini ia benci, ia tantang, ia lawan habis-habisan… kini tampak rapuh, nyaris tak berdaya.

Keraguan menyelusup ke hati Draka. Ia melangkah perlahan mendekat, menatap wajah ayahnya. Semua kenangan membanjir masuk: bentakan, perintah, hukuman, dinginnya tatapan ayah yang tak pernah menunjukkan kasih sayang.

Namun entah mengapa, di saat itu, perasaan lain menyelinap. Ada penyesalan. Ada rasa bersalah.

Kenapa aku berkata sekeras itu padanya tadi? Kenapa aku membiarkan kebencianku menguasai?

Draka berlutut di samping kursi. Tatapannya melekat pada wajah tua itu. Perlahan, tanpa ia sadari, air matanya jatuh. Menetes, mengalir membasahi pipinya. Tangannya terangkat, mengusap wajah sendiri, mencoba menahan isak yang nyaris pecah.

Ia menggenggam lengan kursi, lalu berbisik lirih, “Ayah…” Tapi kata itu tercekat, tak sanggup keluar lebih jauh.

Ia hanya bisa diam. Menatap. Menangis.

Zifan berdiri beberapa langkah di belakang, wajahnya ikut muram melihat perubahan yang jarang terjadi pada tuannya itu. Ia membungkuk dengan hati-hati, suaranya pelan.

“Tuan Draka, dokter sudah tiba.”

Mendengar itu, Draka segera mengusap air matanya, berusaha mengembalikan wajah dinginnya. Ia bangkit, memberi isyarat agar dokter segera masuk.

Seorang pria paruh baya dengan jas putih melangkah mendekat. Ia tidak membuang waktu, segera memeriksa Agung dengan teliti: detak jantung, pernapasan, tekanan darah, dan kondisi umum. Waktu berjalan lambat, menit terasa panjang. Draka berdiri di samping, kedua tangannya terkepal, menahan cemas yang ia sendiri enggan akui.

Akhirnya, kelopak mata Agung bergerak. Perlahan terbuka. Nafasnya tersengal, suaranya lemah.

“Dok… apa aku masih memiliki umur panjang?”

Draka merasakan dadanya sesak mendengar pertanyaan itu.

Dokter menatap pasiennya dengan senyum menenangkan. “Pak Agung pasti baik-baik saja. Tapi untuk sementara, sebaiknya Bapak jangan banyak bergerak. Kondisi Bapak cukup lemah. Saya sudah tulis resep obat, mohon diminum sesuai anjuran.”

Agung menghela napas pelan, mengangguk lemah. “Baik, Dok. Terima kasih.”

“Sudah kewajiban saya, Pak Agung,” jawab dokter. Setelah memastikan semua aman, ia pun bersiap pamit.

Zifan mengantar dokter sampai depan pintu. Namun Draka tiba-tiba menyusul dengan langkah cepat.

“Tunggu, Dok.”

Dokter menoleh, sedikit terkejut melihat Draka yang mendekat dengan tatapan penuh serius.

“Ada apa, Tuan Draka?”

Draka menatapnya lekat-lekat. “Sebelumnya… Ayah tidak pernah memberi tahu saya tentang penyakitnya. Sebenarnya, apa yang dia derita?”

Dokter terdiam sejenak, lalu menurunkan suaranya. “Maaf, Tuan. Saya tidak bisa menjelaskan terlalu jauh. Tapi yang jelas, Ayah Anda menderita sesak napas kronis. Kondisinya bisa melemah sewaktu-waktu, terutama bila beliau mengalami tekanan emosi. Jadi, sebaiknya jangan sampai beliau mengalami hal-hal yang bisa membuatnya tertekan.”

Draka mengepalkan tangan. Ada rasa tidak puas dengan jawaban itu, tapi ia tahu dokter terikat pada batasannya.

“Baiklah, Dok. Terima kasih.”

Setelah dokter pergi, Draka kembali berjalan menuju ruang utama. Namun sebelum ia sampai, terdengar suara mobil berhenti di depan vila.

Langkah-langkah kaki terdengar jelas menapaki lantai. Draka langsung mengenali irama langkah itu. Ia bergegas membukakan pintu.

Sosok wanita paruh baya berdiri di sana, dengan gaun elegan mewahnya, ditemani seorang asisten muda yang cantik. Matanya basah, wajahnya penuh haru.

“Draka, sayang… ini benar-benar kamu, Nak?”

Draka menatapnya, dadanya terasa hangat. Suara itu, pelukan itu, wangi lembut ibunya… semua kenangan yang lama terkubur seakan pecah kembali. Ia tidak bisa menahan diri. Ia langsung menangis tersedu di pelukan sang ibu.

“Sudah, sudah… jangan menangis seperti itu,” suara ibunya lembut, tangannya mengusap punggung Draka penuh kasih.

“Ma…” suara Draka pecah.

Riena sari rahardja, ibunya, menatap wajah putra satu-satunya itu dengan penuh cinta. “Ayo masuk, Nak. Mama ingin mendengar semua cerita selama sepuluh tahun ini.”

Mereka berjalan masuk, diikuti asisten. Di sepanjang lorong, Draka berbisik, “Ma… Ayah sakit. Mama sudah tahu?”

Riena mengangguk pelan. “Mama sudah tahu. Dokter keluarga memberi kabar. Itu sebabnya Mama segera pulang dari kantor.”

Saat mereka tiba di ruang tamu, Agung masih duduk di kursi, wajahnya tegang. Tatapannya langsung tertuju pada mereka.

“Riena! Untuk apa kamu membawa anak itu kemari?!”

Nada suaranya keras, penuh amarah.

Riena mempercepat langkah, duduk di samping suaminya, tangannya menggenggam paha pria itu. “Pak, kita ini sudah tua. Kita hanya punya Draka, anak satu-satunya. Mau seperti apa dia, tetap anakmu. Sampai kapan Bapak begini? Obatnya jangan lupa diminum. Jangan marah-marah terus.”

Agung menoleh dengan wajah merah. “Kamu terlalu memanjakan anak itu! Makanya dia berbuat seenaknya!”

“Sudahlah, Pak. Baru saja saya bilang jangan marah-marah, Bapak sudah marah lagi. Draka, sini, Nak. Duduk di samping Ibu.”

Draka melangkah mendekat, duduk di samping ibunya. Riena menggenggam tangannya erat.

“Anakku Draka, maafkan ayahmu ya, Nak…”

Agung menoleh, wajahnya makin keras. Baginya, seharusnya anak yang minta maaf.

Namun tiba-tiba Draka berkata lirih, “Aku yang bersalah, Ma. Aku yang seharusnya meminta maaf pada Ayah.”

Ruangan seketika hening.

Riena terperanjat, menatap anaknya tak percaya. Agung pun terdiam, wajahnya kaku. Zifan yang baru masuk berhenti di ambang pintu, matanya membelalak kaget mendengar kata-kata itu.

Bagi mereka, itu adalah kata paling asing yang pernah keluar dari mulut Draka.

Riena mendekap wajah putranya dengan kedua tangan, menatap dalam, seolah memastikan. “Kamu… benar-benar anak Mama? Draka?”

Agung berdeham keras, lalu memperbaiki posisi duduknya. Dengan suara berwibawa, ia berkata, “Ayah sudah memaafkanmu.”

Draka menunduk. “Terima kasih, Ayah.”

Namun beberapa detik kemudian, ia bangkit berdiri. “Kalau begitu, Draka pamit dulu. Ibu, Ayah. Muah.” Ia memberi kecupan singkat ke pipi ibunya, lalu berbalik pergi tanpa menunggu tanggapan.

Riena tertegun, menatap punggung anaknya yang semakin jauh. Ia menghela napas panjang. “Pak, sepertinya anak kita belum berubah.”

Agung menatap kosong ke arah pintu. “Sepertinya kita baru saja dibohongi lagi, Bu.”

Suasana vila kembali hening. Hanya tersisa luka lama, bercampur dengan harapan kecil yang entah masih bisa tumbuh atau tidak.

Di bar cafe yang mewah

Di bawah cakrawala gelap, malam hari yang cukup dingin.

"Halo, zifan! Kamu di mana? Bisa ke cafe sekarang. hm, aku di balkon atas"

Pria berbadan ideal dengan bentuk tubuh cukup ber otot, duduk di kursi balkon atas cafe yang mewah, terlihat ponsel di tangan kanan menempel di telinga.

Cafe dengan bangunan tingkat 2 yang megah dengan hiasan lampu dan bunga mempercantik pandangan. Di lantai satu begitu Ramai pengunjung menikmati makanan dan minuman menu khas cafe tersebut.

Sedangkan di lantai dua begitu banyak pria tengah asik berjoget menikmati tarian gadis penghibur, Cafe yang mewah dengan cukup banyak ruang vip yang di penuhi pengunjung dari kalangan orang berduit.

berjalan seorang pria gagah mengenakan baju hitam lengan panjang berkerah keluar dari tempat parkiran pribadi di cafe tersebut, dengan langkah terburu-buru menaiki tangga menuju lantai 2, tidak lama zifan berjalan hingga sampai di balkon atas cafe yang cukup megah dan indah.

"maaf tuan membuat mu menunggu"

Zifan berdiri menundukkan kepala tepat di depan draka yang tengah duduk dengan menikmati asap rokok.

"duduk lah"

"trimakasih tuan"

Jawab zifan seraya menuju tempat duduk yang berada di depan draka berada

"bagaimana di pelabuhan? Apa semuanya baik-baik saja?"

Tanya draka kepada zifan

"semua nya lancar tuan, omset pendapatan selama 10 tahun ini juga mengalami kenaikan, banyak target pengiriman berjalan dengan baik"

Zifan mngeluarkan laptop miliknya menunjukkan data pekerjaan nya.

"kamu sudah bekerja keras zifan, trimakasih"

Ucap draka dengan mata terus memeriksa data di layar laptop

"anda terlalu memuji tuan"

Zifan dengan wajah tersenyum merundukkan pandangan

"ah baik lah zifan. Aku ingin kamu mengurus pembelian saham di perusahaan vurary"

Draka berkata seraya menutup laptop di depan nya dengan tatapan tajam memandang zifan

"Tu,,tuan, bukankah itu perusahaan otomotif milik keluarga abraham yang sudah menjebloskan anda ke penjara"

Merasa heran dengan maksud dari tuan nya, zifan memandang ke arah draka.

"Kamu benar. karena itu adalah perusahaan milik mereka yang sudah membuat ku menderita, maka aku harus membalas penderutaan ku dengan cara ku"

draka berdiri menjawab kebingungan nya zifan

"tapi tuan? bagaimana jika ayah tuan mengetahui rencana ini, beliau pasti tidak menyetujui nya"

sifan begitu cemas mengingatkan draka

"jika kamu tidak bisa melakukan pekerjaan ini, aku bisa mencari orang lain"

Draka memandang zifan dengan tatapan memaksa

"baik tuan, saya akan mengurus semua nya"

Zifan tidak berani menolak, Berdiri dan membungkukkan badan kepada draka

"Ingat! Ayah jangan sampai tau, jika ayah tau sudah pasti aku kena batunya"

"baik tuan, saya mengerti"

Jawab zifan dengan terus merunduk tidak berani memandang tuan nya

"hm, pergilah"

Draka dengan kode gelengan kepala menyuruh zifan pergi

"Saya pamit tuan"

Zifan mundur beberapa langkah lalu berbalik meninggalkan draka.

-

"brian candara winata, hmm, aku akan mengingat perlakuan mu kepada ku"

Bisik draka berkata kepada diri sendiri dengan tatapan penuh dendam mengambil sebatang rokok lalu menyalakan dengan korek api bermotif macan.

""

Ditempat lain

"Tuan! sebaik nya anda tidak membuat masalah di tempat ini"

Seorang penjaga cafe, mengenakan baju hitam celana panjang berbadan besar dengan otot terlihat dari luar bajunya, terlihat penjaga itu tengah mengingatkan seorang pria berambut pirang mabuk sedang menyeret seorang gadis muda keluar dari ruangan vip di dalam bar cafe.

Suasana yang begitu ramai banyak mata memandang kejadian tersebut, penjaga cafe begitu profesional dengan tenang dia berusaha mengingatkan pria berambut prirang stelan pakaian branded cukup berkelas.

"siapa kamu sialan! lihat status mu! Siapa dirimu yang hanya pekerja biasa berani berbicara kepada ku, cih! Minggir!

Pria muda berambut pirang mendorong tubuh penjaga cafe yang tengah berdiri di depan nya,

penjaga cafe harus melangkah mundur setelah terkena dorongan dari pria berambut pirang tersebut,

Mengetahui kejadian itu, 3 penjaga lain masuk mendekat ke tempat kejadian, mereka saling menatap satu sama lain, memebri sebuah kode

Tidak lama dari itu, salah satu dari penjaga meninggalkan tempat kejadian menuju ke tangga di balik pintu ruangan tersebut, terlihat salah satu penjaga itu menaiki tangga ke arah balkon dimana terdapat draka di balkon tersebut.

"Maaf tuan draka, mengganggu anda. ada sedikit masalah di dalam bar tuan"

Seorang penjaga berdiri tidak jauh di samping draka melaporkan kejadian yang sedang terjadi

Di sisi lain draka yang tengah duduk menikmati asap rokok, segera menoleh ke arah orang yang tengah berdiri berbicara kepada nya

"bukankah masalah kecil? kenapa harus memberitahu ku. Segera selesaikan Jangan sampai membuat keributan!"

Jawab draka yang masih tetap duduk di atas kursi yang empuk cukup nyaman.

"Tapi tuan? Dia anak dari Gatot subroto"

menjawab dengan tatapan ke bawah tak berani menatap draka, penjaga cafe itu memberitahu sosok pembuat masalah.

"oOh,? Jadi anak sombong konglomerat itu?"

draka berdiri dari tempat duduknya berjalan menuju ke tempat di mana kejadian sedang terjadi dengan di ikuti penjaga cafe berjalan di belakang.

Tidak lama draka berjalan menuruni tangga

"Kalian para pekerja biasa berani sekali menghalangi ku! Apa kalian tidak mengerti siapa aku!. Jika perlu sekarang juga aku beli tempat ini"

Terdengar penuh arogansi suara dari pria berambut pirang tengah mencengkeram kerah baju salah satu penjaga cafe.

Di sisi lain draka yang sudah berada di tempat itu mendengar dan melihat tingkah dari pria berambut pirang tidak jauh di depan ia berjalan.

"plok!"

"plok!"

"plok!"

Suara tepuk tangan pria yang tengah berjalan dari arah belakang

Melihat pria yang sedang berjalan ke arah mereka, para penjaga cafe memberi jalan seraya merundukkan kepala, terlihat sangat menghormati.

" emm,? bambang tri subroto, anak ketiga dari gatot subroto"

Terdengar suara sedikit mengeja nama dari pria berambut pirang, berjalan mendekat draka dengan pandangan tajam mengarah kepada pria di depan nya.

"Siapa kamu! Berani sekali menyebut nama ayah ku. Sudah bosan hidup kamu!"

Tanya pria berambut pirang dengan gertaknya seraya melepas cengkeraman tangan dari gadis yang barusaja ia seret.

"hahaha, Seharusnya aku yang bertanya kepada mu? Siapa diri mu membuat onar di tempat ku, hah! Hanya karena satu wanita penghibur,? hahaha memalukan"

Jelas Draka berbalik bertanya dengan nada menyindir cukup menusuk status dari anak konglomerat terkemuka.

"bangsat!"

Merasa tidak terima dengan perkataan draka, bambang mengayunkan kepalan tinjunya menghujam ke arah wajah draka.

"PLEK"

Terdengar suara tangkapan satu tangan draka menangkap kepatan tinju bambang begitu mudah.

Draka cukup kesal, tidak menunggu lama menarik tangan bambang lalu menendang tubuh nya ke belakang cukup keras,

"akgh!, brengsek, awas kamu!"

Tendangan draka mengakibat kan bambang tersungkur kebelakang dengan cukup menyakitkan, tidak lama bambang lalu berdiri mengambil ponsel di sakunya

Entah apa yang bambang lakukan dengan ponselnya, terlihat bambang tengah menghubungi seseorang.

draka hanya berdiri santai melihat itu seraya membersihkan tangan yang tidak terlihat kotor

"Tunggu kamu ya! Setelah kakak ku kemari kamu akan tau akibat telah bermasalah dengan ku!"

Bambang mengantongi ponselnya dengan telunjuk mengarak ke wajah draka

"oOh, baik? aku akan menunggu"

Draka berjalan mengambil duduk di kursi bar tidak jauh dari nya.

"tuangkan aku 1 gelas minuman"

Draka duduk lalu menoleh ke bar tender di belakangnya

"baik bos"

Jawab bar tender dengan kepala merunduk

Terihat draka mengambil sebungkus rokok beserta korek dari saku celana miliknya, menghunus sebatang rokok lalu menyulut dengan korek ber ornamen macan.

Draka duduk dengan santai menikmati rokok sesekali meneguk minuman yang di tuang oleh bar tander untuk nya.

"kamu, siapa nama mu?"

Draka melirik ke arah gadis muda yang tengah bersimpuh di lantai tidak jauh darinya

"Na,,nama? Nanama ku nita"

Takut bercampur gugup gadis muda menjawab dengan nada lemah tidak berani menatap draka.

Terlihat dari mata gadis itu bercucuran air mata, sangat jelas gadis tersebut merasa sedih sesekali mengusap air mata di pipi dengan kasar.

"kemaari lah, jangan bersimpuh di bawah seperti itu"

Draka mengusap membersihkan kursi di samping nya menyuruh gadis yang bernama nita untuk duduk di kursi tersebut

"Tuan_"

Salah satu penjaga cafe bergegas mendekat berbicara setelah melihat bos nya membersihkan kursi dengan telapak tangan nya

"tetap di tempat mu"

Belum sempat melangkah dan melanjutkan perkataan nya, draka sudah memotong ucapan dari penjaga cafe tersebut seraya tangan menunjuk ke arah penjaga tersebut tanpa menoleh ke arah nya.

Nita berdiri perlahan berjalan mendekat ke arah draka, dengan di penuhi rasa takut nita duduk di kursi tepat di sebelah draka.

Belum lama gadis itu duduk, nita segera beranjak lalu berlutut di depan draka

"maaf tuan, aku tidak bekerja dengan baik"

Terlihat nita menangis berlutut di depan draka

"apa yang sedang kamu lakukan, cepat berdiri"

Melihat itu draka merasa tidak begitu nyaman, segera kedua tangan draka meraih bahu nita mencoba memaksa untuk berdiri

"duduk dan diam! aku tidak mau mendengar tangisan mu!"

Draka menepuk kursi di sebelah nya seraya menatap wajah nita dengan cukup tajam.

Mendengar itu nita segera duduk seraya mengusap kedua pipi yang sudah basah dengan air mata.

Di sisi lain, bambang yang masih berdiri melihat itu hanya menggerutu kesal.

Cukup lama menunggu,

Satu orang penjaga cafe berlari menuju ke arah draka, sesampainya di samping draka penjaga itu membisikkan sesuatu.

"biarkan dia masuk, kalian semua kembalilah bekerja, biar aku yang mengurus masalah ini. Kecuali kamu nita, tetap di dini"

Mendengar bisikan dari penjaga cafe, draka menyuruh semua penjaga kembali ke pekerjaan mereka, namun berbeda dengan gadis di sebelahnya, draka menunjuk nita untuk tetap berada di tempat nya.

Tidak lama dari itu

Datanglah seorang pria bersama 2 bodiguard dengan memakai jas hitam memasuki bar cafe tepat dimana kejadian baru saja terjadi.

"mampus kamu!"

Batin bambang memandang draka setelah melihat orang yang datang menuju ke arah nya.

"kakak! Dia berani memukul ku, beri pelajaran kepada dia kak!"

Cukup keras suara bambang memanggil kakak nya yang sedang berjalan ke arah nya.

Bagus subroto anak pertama dari gatot subroto berjalan dengan di kawal 2 orang bodiguard di belakang nya, melihat jari telunjuk adiknya mengarah ke arah orang yang tengah duduk bersantai di kursi bar dengan wanita muda cantik di sampingnya, matanya pun dengan cepat mengarah ke arah orang yang sedang duduk tersebut

Deg

Bagus subroto tertegun setelah melihat wajah orang yang sedang duduk di kursi bar dengan gadis di sampingnya itu.

Terlihat bagus subroto tidak cukup lama melirik orang tersebut lalu mempercepat langkah nya ke arah bambang yang sedang tersenyum puas setelah melihat kedatangan kakak nya.

"PLAK!"

Suara tamparan cukup keras membekas di pipi

"kakak! Apa yang kamu lakukan?"

Bambang merasa terkejut dengan tamparan yang di berikan oleh kakak nya kepada dirinya.

"Cepat! Minta maaf pada tuan muda draka!"

Bentak bagus kepada bambang adik nya dengan telunjuk menunjuk ke arah orang yang sedang duduk menikmati rokok di tangan nya.

Mendengar kata-kata yang keluar dari kakak nya, bambang seperti tersambar petir yang menggelegar, tidak pernah menyangka kejadian nya akan berbalik seperti ini, bambang terdiam tak mampu berkata-kata.

"PLAK!"

"Dasar bodoh!"

Bagus menampar bambang kedua kalinya dengan umpatan yang cukup membuat adiknya sangat merasa malu.

Kejadian itu di saksikan banyak mata memandang, semua orang yang melihat merasa terkejut dengan perlakuan itu.

Tidak lama dari itu, bagus berjalan menuju ke arah draka yang sedang duduk dengan menikmati rokok di tangan

Sesampainya di depan draka, bagus meminta maaf atas kesalahan adiknya, dia bersedia mengganti semua kerugian yang di buat oleh adiknya.

"aku tidak berfikir untuk menampar adik mu seperti yang telah kamu lakukan. Tapi terimakasih sudah melakukan itu"

draka mengambil cangkir gelas nya lalu meneguk.

"berapa kerugian mu, aku akan menggati semuanya, tapi aku minta lepaskan adik ku"

Tanya bagus tanpa ingin berbasa-basi dengan orang yang sedang berbicara dengan dirinya

"Nita, kamu minta berapa? Katakan saja, di depan mu sekarang ada bos pemilik perusahaan terkemuka"

Menoleh kan pandangan ke gadis di sebelahnya, draka menunjuk bagus yang sedang berdiri di depan nya

Mendengar itu, nita tidak berani menjawab,

"apa maksud perkataan mu draka"

Bagus yang merasa tidak mengerti dengan apa yang di lakukan draka, bertanya dengan nada penuh kesal

"adik mu membuat wanitaku menangis, adik mu juga telah berani menyeret wanita ku di lantai cukup kasar. Menurut mu, apa yang harus aku lakukan?"

Draka merangkul nita seraya bersandar pada meja bar di belakangnya dengan pura-pura berbalik tanya kepada bagus subroto.

mendengar perkataan draka, bagus menoleh ke arah adiknya dengan wajah penuh kekesalan, bagus merasa menyesal telah datang ketempat itu, tidak menyangka adiknya berurusan dengan tuan muda draka tirta raksa yang memiliki perusahaan dan saham dimana-mana, sedangkan ayah draka agung tirta raksa yang memiliki perusahaan tambang terbesar, properti dan banyak jaringan industri di banyak kota.

Terlihat memucat wajah bagus subroto, karir perusahaan nya bisa terancam bangkrut jika harus berurusan dengan orang di depan nya.

"sekali lagi saya bagus subroto meminta maaf atas kebodohan adik saya, tuan muda draka tirta raksa"

Membungkukan tubuhnya dengan perasaan yang cukup membuat nya merasa malu, terpaksa harus ia lakukan demi tidak ingin berurusan terlalu jauh dengan draka.

"pergilah, bawa adik mu"

Melihat apa yang di lakukan bagus, draka merasa tidak begitu nyaman, seorang bagus subroto harus membungkuk kepada orang lain, itu cukup menyakitkan dan memalukan untuk jabatan nya.

"baik terimakasih tuan muda draka, atas kebaikan anda"

Mendengar perkataan draka kepada nya, bagus mengangkat pandangan seraya berterimakasih kepada draka.

tidak lama dari itu, bagus subroto memanggil adik nya untuk meminta maaf kepada draka. Bambang yang sudah melihat kakaknya tidak berdaya di depan draka, langsung menuruti apa yang di perintah oleh kakak nya.

"Ini cek senilai 100 juta saya harap tuan muda draka bisa menerimanya, saya juga berharap tuan muda draka tidak memperpanjang masalah yang terjadi hari ini"

Bagus memanggil bodi guardnya, mengambil selembar kertas dari dalam koper yang di bawa bodi guardnya tersebut.

"nita, itu uang mu, ambilah!"

tidak menoleh ke arah kertas yang di sodorkan oleh bagus, draka malah menatap gadis di samping nya.

Nita yang melihat tatapan draka merasa cukup tertekan, ia pun dengan rasa takut mengambil selembar kertas dari tangan bagus.

" kalo begitu kami pamit"

Bagus subroto bergegas pergi menuju pintu keluar bar cafe tanpa menunggu jawaban dari draka, dengan di ikuti kedua bodi guard dan adik nya.

#next episode

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!