NovelToon NovelToon

Like Father, Like Daughter.

Bab 1

Joshua memeriksa lengan Kirania dengan cermat. Tulang yang patah beberapa waktu lalu menunjukkan perkembangan baik, membuat pria itu bernapas lega.

"Seharusnya lukamu ini sembuh dalam sebulan, tapi ini baru tiga minggu. Kau benar-benar cepat sembuh," ujarnya kagum sambil menyimpan alat medisnya.

Kirania, keponakannya, tersenyum lebar. "Mungkin karena aku mantan kelinci percobaan Damian, jadi tubuhku agak ajaib."

"Tapi kau tetap harus hati-hati. Jangan berkelahi dulu."

"Baik, Paman. Tapi nggak janji," sahut Kirania sambil nyengir.

Joshua mendesah panjang. "Kau ini keras kepala."

"Kalau nggak keras, namanya bukan tengkorak dong," balas Kirania cepat.

Joshua hanya bisa memandangnya dengan tatapan putus asa sebelum mencubit pipinya gemas.

"Aduh, sakit! Aku bukan kucing, Paman!" serunya sambil menepis tangan Joshua, yang malah terkekeh puas.

"Kalau begitu jangan bertingkah seperti kucing marah," ledek Joshua, mengacak rambut Kirania sebelum membiarkannya pergi.

Kirania keluar dari ruangan dengan wajah ceria. Di luar, kakaknya, Ellios, menunggu sambil memainkan ponselnya.

"Sudah selesai?" tanya Ellios.

"Sudah. Yuk pulang."

Dalam perjalanan, Kirania menceritakan hasil pemeriksaannya dengan semangat, sementara Ellios hanya mendengarkan sambil mengangguk-angguk. Ketika mereka belok ke sebuah gang, sekelompok preman menghadang.

"Serahkan barang kalian, atau—"

Preman itu tidak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika Kirania dan Ellios saling bertukar pandang dan tersenyum.

 

Kota X adalah wilayah otonom tanpa hukum, terbagi dalam enam distrik yang dikendalikan oleh dua kubu besar. Pasca kerusuhan besar beberapa bulan lalu—yang melibatkan pemilihan walikota dan jaringan sindikat perdagangan manusia—kota ini menjadi lebih berbahaya. Banyak anak kehilangan keluarga, dan kehadiran pendatang ilegal semakin memperburuk situasi.

Di tengah kekacauan ini, muncul kelompok misterius bernama SCARD. Anggotanya memiliki tato khusus yang membuat mereka kebal peluru dan senjata tajam. Setelah insiden besar itu, keberadaan mereka tidak diketahui, tetapi rumor menyebut mereka masih berbaur di masyarakat.

Distrik D, E, dan F, yang dulunya kumuh, kini berada di bawah naungan Athena Group. Meski dianggap kawasan tertinggal oleh pemerintah, tiga distrik ini berkembang pesat berkat pembangunan sektor ekonomi dan infrastruktur yang dipimpin Albert, seorang petinggi Athena Group.

 

Setelah insiden dengan preman di gang, Kirania dan Ellios pulang dengan membawa bungkusan belanjaan besar. Di rumah, mereka disambut oleh Albert, yang langsung menatap mereka tajam.

"Telat lima belas menit," sapanya dingin.

Kirania dan Ellios tersenyum cengengesan, lebam di wajah mereka jadi bukti pertemuan tak menyenangkan tadi. Mereka menyerahkan belanjaan, tapi Albert langsung memicingkan mata saat melihat isinya.

"Bukannya aku minta kalian beli bahan makanan? Kenapa malah penuh dengan snack?" geramnya.

"Pesanan Papa ada, kok," jawab Kirania sambil tersenyum polos.

Albert mendesah panjang, membuka plastik belanjaan, dan mendapati bahan makanan tersembunyi di bawah tumpukan snack.

"Darimana kau dapat uang tambahan, Kiran?" tanyanya curiga.

"Kami ketemu preman tadi," Kirania menjawab santai. "Kasihan, jadi kami ajak mereka ‘main’. Habis itu, ya, kami ambil uang mereka."

Albert menatap mereka dengan ekspresi campur aduk antara bingung dan kesal. Namun, sebagai petinggi Athena Group, ia sudah terbiasa menghadapi ancaman.

"Kalau begitu, bersihkan diri kalian dulu, lalu turun untuk makan malam," perintahnya tegas, menahan diri untuk tidak terlalu marah.

 

Malam itu, mereka berkumpul di ruang keluarga. Sambil menikmati camilannya, Kirania hampir tersedak saat Albert mengumumkan keputusannya.

"Kau akan bersekolah di Demon High School," katanya tanpa basa-basi.

"Demon High? Itu sekolah preman, Pa!" protes Kirania dan Ellios bersamaan.

Albert tetap tenang. "Kau perlu mengasah kemampuanmu. Di kota ini, anak baik hanya jadi sasaran empuk."

"Tapi aku nggak lemah!" Kirania membantah.

"Itu sebabnya kau harus belajar lebih banyak."

Ellios, meski khawatir, tidak punya pilihan selain mendukung keputusan ayah mereka. Sementara Kirania akhirnya menyerah, meski masih berusaha mencerna kenyataan bahwa ia akan masuk sekolah paling berbahaya di kota itu.

"Aku hanya ingin kalian mandiri dan bisa melindungi diri," kata Albert, nada suaranya lebih lembut. "Tidak masalah jika kalian pembuat onar, asalkan bukan penjahat."

Kirania mendengus pelan. "Baiklah, tapi aku tetap bukan kucing."

Albert hanya tersenyum tipis, mencubit pipi gadis itu sekali lagi sebelum pergi menyiapkan brosur sekolah. Kirania, yang kesal, memakan snacknya sambil bergumam, "Kenapa semua orang suka memanggilku kucing?"

 

Setelah makan malam, Kirania menghabiskan waktu di kamarnya, termenung memikirkan keputusan ayahnya. Demon High School bukan tempat yang ia inginkan. Sekolah itu dikenal sebagai tempat para pembuat masalah dan anak-anak dari kelompok kriminal besar.

Ellios mengetuk pintu dan masuk tanpa menunggu jawaban. Ia membawa dua gelas cokelat panas.

"Masih kepikiran soal sekolah baru?" tanyanya, menyerahkan satu gelas pada Kirania.

"Jelas. Aku merasa seperti dilempar ke kandang singa," keluh Kirania, memutar gelas di tangannya.

Ellios duduk di tepi ranjang, tersenyum kecil. "Hei, bukankah kau yang sering bilang suka tantangan? Ini kesempatanmu untuk membuktikan kalau kau bisa bertahan di mana saja."

Kirania mendengus. "Ini lebih seperti hukuman daripada tantangan."

"Kalau ada yang mengganggumu, aku akan langsung turun tangan," ujar Ellios dengan nada serius.

Kirania tersenyum tipis. "Aku bisa menjaga diri, Kak."

Setelah berbincang sebentar, Ellios pamit. Namun, sebelum meninggalkan kamar, ia berbalik dan berkata, "Oh, satu hal lagi. Jangan terlalu dekat dengan siapa pun di sekolah itu. Ingat, di Demon High, tidak ada yang benar-benar bisa dipercaya."

Kirania hanya mengangguk, meski dalam hatinya ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi di sekolah itu sehingga membuat kakaknya tampak waspada.

 

Hari pertama di Demon High

Pagi itu, Kirania berdiri di depan gerbang sekolah dengan rasa tidak percaya. Gedungnya besar, dengan dinding kusam penuh coretan graffiti. Suara gaduh terdengar dari berbagai penjuru, mulai dari siswa yang bertengkar, melempar benda, hingga motor yang meraung-raung di halaman.

"Selamat datang di neraka," gumam Kirania pada dirinya sendiri.

Ia melangkah masuk dengan percaya diri, meskipun banyak mata menatapnya penuh rasa ingin tahu. Gadis berambut pendek dengan langkah ringan itu langsung menarik perhatian. Beberapa siswa bahkan mulai berbisik-bisik.

Di lorong, seorang siswa laki-laki bertubuh besar sengaja menghalangi jalannya.

"Hei, anak baru. Kau pikir bisa santai di sini, hah?" katanya dengan nada menantang.

Kirania menatapnya tanpa rasa takut. "Kau butuh sesuatu, Kakak?" tanyanya sambil menyunggingkan senyum.

"Apa kau bilang?!"

Sebelum siswa itu sempat bergerak, suara peluit keras memotong suasana. Seorang guru muncul, tatapannya tajam seperti elang.

"Baik, bubar! Kau, anak baru, ke ruang kepala sekolah sekarang!"

Kirania hanya mengangkat bahu, berjalan santai ke arah yang ditunjuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Di ruang kepala sekolah, ia bertemu seorang pria paruh baya dengan penampilan rapi namun aura yang dingin. Pria itu menatap Kirania dengan tatapan penuh penilaian.

"Kirania Fernando Mahesa, anak dari Athena Group. Kau tahu reputasi sekolah ini, bukan?" tanyanya langsung.

Kirania mengangguk. "Tentu saja. Tempat ini disebut sarang kriminal muda, kan?"

Kepala sekolah tersenyum tipis. "Bukan hanya itu. Ini juga tempat pembentukan pemimpin masa depan. Tapi hanya untuk mereka yang kuat."

"Kalau begitu, aku di tempat yang tepat," jawab Kirania santai, membuat pria itu terdiam sejenak.

"Baiklah. Jangan kecewakan ayahmu," ujar kepala sekolah sebelum menyuruhnya pergi ke kelas.

 

Saat Kirania masuk ke kelas, suasana langsung berubah. Beberapa siswa terlihat menilai dirinya dari ujung kepala hingga kaki. Seorang siswa perempuan dengan rambut merah terang mendekatinya.

"Hei, anak baru. Aku Xeina. Kalau kau butuh bantuan, cukup bayar, dan aku akan mengurusnya."

Kirania tersenyum tipis. "Terima kasih, tapi aku lebih suka mengurus urusanku sendiri."

Xeina terkekeh, jelas terhibur oleh sikap berani Kirania. "Kau menarik. Tapi hati-hati, Demon High bukan tempat untuk sok pahlawan."

Kirania hanya tersenyum, tapi dalam hati ia tahu, hari-hari berikutnya akan menjadi petualangan besar.

 

Malam itu

Sepulang sekolah, Kirania duduk di atas atap rumah sambil memandang langit. Ia merenungkan apa yang baru saja ia lalui—pertemuan dengan kepala sekolah, interaksi dengan siswa lainnya, dan rasa penasaran yang terus menggeliat dalam dirinya.

"Ada apa?" suara Ellios memecah keheningan. Ia naik ke atap, membawa sebotol soda.

"Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang ayah rencanakan," jawab Kirania. "Tapi Demon High tidak seburuk yang kukira. Rasanya seperti tempat di mana aku benar-benar bisa menjadi diriku sendiri."

Ellios tersenyum samar. "Hati-hati, Kirania. Tempat itu bisa mengubahmu—entah menjadi lebih kuat atau malah menghancurkanmu."

Kirania hanya menatap langit dengan senyum kecil, lalu bergumam pelan, "Kalau begitu, mari kita lihat siapa yang lebih kuat."

 

Bab 2

Demon High School, merupakan sekolah SMA yang memiliki citra buruk di kota X. Sekolah yang di huni oleh preman maupun orang-orang yang memiliki jiwa petarung, sekolah khusus anak-anak bermasalah dan di buang oleh keluarga mereka.

Terkenal dengan sekolah petarung dan suka tawuran. Banyak orang tidak ingin terlibat dengan siswa maupun guru di sekolah ini. Mereka tidak membully siswa lemah maupun siswa lain, namun beda cerita dengan penghianat. Mereka tidak akan segan menghajar penghianat hingga sekarat.

'Welcome to Death' menjadi sambutan untuk siswa yang baru menginjakkan kakinya di halaman sekolah ini diiringi aura intimidasi yang cukup kuat. Gedung sekolah yang di penuhi coretan gravity yang membentuk lukisan serta beberapa rongsokan besi menjadi sambutan utama begitu memasuki halaman sekolah ini.

Sekolah ini memiliki dua gedung dengan empat lantai dan di hubungkan dengan jembatan menyerupai koridor. Gedung A merupakan gedung kelas biasa. Lantai satu merupakan aula yang mampu menampung seribu orang, lantai dua, tiga dan empat merupakan ruang kelas X-XII dan kantin.

Sementara gedung B merupakan gedung khusus. Lantai satu merupakan koperasi menyerupai supermarket yang menjual aneka perlengkapan siswa, seperti alat tulis, pakaian sekolah, maupun bekal.

Lantai dua terdapat ruang kesehatan, ruang guru dan ruang kepala sekolah, perpustakaan dan ruang komputer

Lantai tiga merupakan lapangan indoor, sementara lantai empat merupakan arena khusus latihan.

Meskipun sekolah ini khusus berandalan, terdapat beberapa perempuan yang bersekolah di sini. Jumlah mereka bisa di hitung dengan jari, mengingat mereka yang bersekolah di sini adalah anak perempuan yang tidak di inginkan oleh keluarganya.

Tidak ada sistem OSIS. Pemimpin sekolah ini dipilih dari kandidat terkuat dari beberapa siswa yang terpilih menjadi kandidat terkuat di tingkatan mereka. Dan setiap tingkat kelas memiliki setidaknya lima kandidat terkuat dan akan tetap diseleksi selama tiga bulan berturut-turut.

Karena hal inilah sekolah Devil High School mendapat julukan sekolah khusus yang memiliki citra buruk di mata beberapa orang, bahkan orang-orang yang bersekolah disini tidak dilirik oleh orang lain untuk pendamping hidup mengingat citra buruk sekolah itu.

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Seorang pria paruh baya berpidato singkat di hadapan murid-murid nya yang terlihat berdiri dengan anteng, bahkan sesekali menguap. Sudah satu jam pria itu berdiri memberi sambutan untuk siswa baru. Dan sudah tiga kali pria itu mengulang pidato yang sama.

"Sekian pidato dari saya dan terimakasih."

Setelah berkata demikian, pria itu segera pergi dari sana.

Hening sejenak sebelum salah satu siswa dengan sengaja mendorong siswa lainnya hingga mengundang keributan.

"Hei, apa yang kau lakukan sialan!" Seru salah satu laki-laki sambil mendorong seorang pemuda dengan rambut mohawk kuning cerah.

Pemuda berambut mohawk kuning cerah itu hanya menyeringai sombong dan kembali mendorong pemuda itu dengan pongahnya, membuat pemuda itu tersulut emosi.

'Buagh'

Pemuda berambut mohawk itu mengusap pipinya yang terkena bogeman mentah itu, lalu meludah.

"Pukulanmu boleh juga, bangsad!" Laki-laki berambut mohawk itu nyolot tak terima sambil membalas bogeman mentah ke arah laki-laki yang dia dorong tadi.

Tak lama kemudian terjadi baku hantam diantara mereka, namun tak ada seorangpun yang melerai mereka berdua. Bahkan beberapa siswa baru ikut berkelahi dengan siapapun yang mereka jumpai.

Suasana yang tenang dan damai berakhir dalam kericuhan. Para guru tidak berani melerai dan menonton pertunjukan itu dari lantai tiga dengan santai bersama para senior yang hadir untuk melihat calon siswa baru mereka.

Beberapa perempuan juga ikut baku hantam dengan siswa laki-laki, termasuk seorang gadis bersurai hitam dengan hiasan biru cerah itu. Seketika mereka terpaku menatapnya gadis itu yang tampak santai berkelit dan menghindari serangan, bahkan tampak sesekali membalas serangan.

"Sepertinya kali ini ada seorang perempuan yang menjadi kandidat terkuat kelas sepuluh." Ucap salah satu guru laki-laki sambil menyeringai.

"Aku dengar dia merupakan anak dari petinggi Athena grup. Tak biasanya anak dari seorang yang berpengaruh bersekolah di sini." Celetuk salah satu guru sambil menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya.

"Mereka yang bersekolah di sini biasanya anak yang tidak diinginkan."

"Aku ingin lihat seberapa kuat mereka bertahan."

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Kirania hanya menatap ajang baku hantam dengan santai sambil menguap lebar. Dia tidak boleh ikut bertarung lantaran larangan sang paman yang masih khawatir tentang lengannya yang baru saja sembuh. Jadi gadis itu lebih memilih keluar barisan dan ingin memakan cemilan kesayangannya.

Namun seseorang mendorongnya dengan keras membuat gadis itu nyaris tersungkur. Dia segera menoleh dan melihat beberapa perempuan tersenyum meremehkan ke arahnya.

"Apa?" Tanya Kirania dengan malas yang membuat mereka terprovokasi.

"Beraninya kau pada kami, ha?" Bentak gadis itu dan menampar Kirania. Segera Kirania menangkap tangan gadis itu lalu memelintir nya dengan keras.

Gadis itu berteriak kesakitan. Beberapa temannya berusaha melepaskan gadis itu, namun Kirania dengan santai melayangkan beberapa tendangan yang sukses membuat mereka tersungkur.

Kirania menghempaskan tubuh gadis itu dengan keras lalu menginjak punggung tangannya. Bahkan beberapa teman gadis itu berusaha berdiri dan kembali menyerang Kirania.

Dengan santai Kirania menghajar mereka, bahkan beberapa anak laki-laki juga terkena imbasnya.

Dalam waktu setengah jam, semua siswa berakhir tergeletak di aula. Hanya lima orang yang bertahan dengan wajah babak belur, kecuali Kirania yang wajahnya sedikit lebam.

Kirania menjadi kandidat nomor sepuluh terkuat dan satu-satunya perempuan yang menjadi kandidat di sekolah ini. Mengingat gaya bertarung nya yang malas-malasan dan hanya mengandalkan tendangan, namun tendangannya cukup kuat. Gadis ini berhasil menumbangkan tiga puluh siswa seorang diri.

Petra yang menempati posisi nomor lima. Pemuda itu mengalami beberapa robekan di wajahnya. Dia berhasil menumbangkan lima puluh siswa baru seorang diri.

"Selamat datang di Demon High School, para bedebah sekalian! Perkenalkan, aku Sanca, pemimpin siswa di sekolah ini. Untuk sekarang kalian boleh pulang dan obati luka kalian!" Serunya memperkenalkan diri.

Para siswa baru segera pulang ke rumah masing-masing untuk mengobati luka mereka maupun rekan mereka.

⚛️⚛️⚛️⚛️

Kirania dan Petra berjalan santai menyusuri jalanan yang sedikit ramai. Tidak banyak kendaraan pribadi yang berlalu lalang, kecuali transportasi umum.

"Selamat. Kau telah menjadi kandidat kelima di sekolah ini." Ucap Kirania tulus.

Petra hanya melirik gadis itu sekilas dan menatap jalanan di depannya. "Terimakasih. Omong-omong, kau hebat juga." Balas Petra dengan tulus. Wajah tampan pria itu di hiasi beberapa lebam akibat pertarungan tadi.

"Tidak juga." Balas Kirania.

Perjalanan mereka di hiasi dalam keheningan. Namun beberapa saat kemudian muncul beberapa preman yang menghalangi jalan mereka.

"Wah, wah... Lihat ada orang pacaran lewat!" Seru salah satu preman sambil berjalan mendekati mereka diikuti beberapa temannya.

"Hei, bung. Pacarmu lumayan cantik. Bagaimana jika untuk kami saja?" Ucap mereka sambil mendorong Petra dan mendekati Kirania dengan tatapan lapar.

"Hai, cantik. Bagaimana jika kau bersenang-senang dengan kami?" Ucap salah satu preman sambil mencolek dagu Kirania, lalu mereka tertawa bersamaan.

"Boleh." Ucap Kirania sambil tersenyum manis, lalu...

'Duakh'

'Brakh'

Salah satu preman terlempar beberapa meter dan terhempas di jalanan sambil meringkuk kesakitan. Sontak para preman menatap temannya yang terlempar jauh dan menatap Kirania yang sedang menurunkan kakinya.

"Ups. Maaf, kakiku licin." Cengir Kirania tanpa dosa yang sukses membuat mereka geram.

"Beraninya kau!"

'Duakh'

Preman itu tersungkur sebelum melayangkan tamparan ke arah Kirania. Terlihat Petra menurunkan kakinya dan mendengus malas.

"Oh, kalian tidak lihat seragam kami?" Pancing Kirania yang membuat sisa preman itu menatap mereka intens.

Seragam bewarna hitam. Kemeja merah maroon di lapisi blazer hitam. Rok mini dengan celana panjang hitam yang dijahit menjadi satu untuk perempuan dan celana hitam untuk laki-laki. Serta sebuah pin emas di salah satu seragam mereka dengan lambang daun momiji hitam.

Siswa Demon High School.

"Bagaimana?" Tantang Petra yang membuat para preman itu tersulut emosi.

"Hajar mereka!"

Pertarungan tidak dapat di elakkan lagi. Dua remaja melawan sepuluh preman dengan tubuh kekar.

Petra membungkukkan badannya dan Kirania menumpukan lengannya di punggung pemuda itu. Lalu dia memutar tubuhnya di atas tubuh Petra sambil menendang preman itu.

Para preman terlempar sambil meringkuk kesakitan. Tendangan gadis itu tidak main-main. Beberapa dari mereka mencoba bangkit dengan gerakan tertatih-tatih dan kembali menyerang mereka.

Petra kembali melayangkan pukulan dan tendangan, membuat beberapa preman terpental jauh dan pingsan seketika.

Melihat rekannya pingsan, sontak mereka bangun dan pergi dari sana sambil membopong rekannya yang merupakan bos mereka.

"Duh, kabur." Cibir Kirania sambil meregangkan tubuhnya.

Petra melirik Kirania. Melihat bagaimana gadis itu melawan preman membuat pemuda itu menginginkan gadis itu sebagai salah satu aliansinya.

"Kirania." Panggil Petra.

Kirania menoleh dan mendapati Petra menatapnya dalam-dalam. Bahkan pemuda itu memegang kedua tangannya. Mendadak Kirania merasa gugup dengan perlakuan itu.

"Ya?"

"Maukah kau menjalin aliansi denganku?"

Sontak Kirania tersadar dengan perkataan Petra. Rupanya pemuda itu ingin menjalin aliansi dengannya. Hampir saja dirinya salah sangka dengan maksud pemuda itu.

Kirania menganggukkan kepalanya. "Baik. Lagipula kita cocok."

Mereka segera melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda dengan keheningan.

Bab 3

"Aku pikir kau mendapat pernyataan cinta, ternyata kau mendapatkan tawaran untuk menjalin aliansi. Sayang sekali." Suara Ganymede penuh kekecewaan namun sarat akan ejekan menggema di kepala gadis itu.

"Berisik. Jangan mengejekku." Sentak Kirania kesal lalu gadis itu menghempaskan dirinya di ranjang. Hampir saja dirinya baperan saat melihat tatapan Petra yang membuatnya hampir salah tingkah.

"Ada yang patah hati, nih. Kacia~n." Ledek Ganymede yang membuat Kirania geram. Salahkan Petra untuk hal itu dan beruntung Kirania dikelilingi pria tampan rupawan yang menyerupai mahakarya Tuhan, sehingga pesona Petra kalah jauh dari sang papa. Jika itu gadis lain, mungkin sudah menelan pil bernama kekecewaan.

Ganymede meledek Kirania habis-habisan yang sukses membuat gadis itu kesal. Jika saja pria itu nyata, sudah pasti dia harus merasakan kibasan kipas besi miliknya. Membayangkan itu saja membuatnya terkekeh.

Kirania memutuskan bangkit dari acara rebahannya dan pergi mengambil cemilan. Perkelahian tadi menguras tenaganya membuat gadis itu merasa lapar.

Saat menuruni tangga, terdengar suara tawa di ruang tamu. Sepertinya sang kakak telah pulang dan mungkin saja dia bersama teman-temannya. Dia memutuskan tak ambil pusing dan memilih pergi ke dapur.

Memastikan setelah tidak ada siapapun yang melihat, Kirania merangkak masuk ke dalam kabinet lalu mengambil beberapa bungkus snack dan minuman di penyimpanan rahasia miliknya yang terletak di dapur tanpa menyadari seseorang memperhatikan tindakannya sambil tersenyum geli.

Saat hendak keluar, dia mendapat seorang pemuda bersurai merah berjongkok di hadapannya sambil memegang sebuah ponsel lengkap dengan flashlight yang menyala.

"Astaga, ternyata aku tidak memiliki seorang adik, rupanya aku memiliki seekor kucing." Ucap Ellios geli sambil menyimpan ponselnya.

"Hentikan itu, Botol Sambal! Aku bukan kucing!" Seru Kirania dan mendelik kesal.

"Oh, ya? Lalu apa ini? Kau keluar masuk ke dalam kabinet seperti seekor kucing yang mencari tikus. Apalagi kau keluar dengan menggigit cemilan kesayangan mu itu. Astaga~ Manisnya~" Lalu pemuda bersurai merah itu memamerkan foto Kirania yang berhasil ditangkapnya tadi.

"Ih, kau menyebalkan sekali! Hapus foto itu!" Serunya galak dan segera keluar dari kabinet dengan kesal.

"Baik. Tapi cium dulu." Ucap Ellios dengan wajah tengil sambil menunjuk ke arah pipinya. Mau tidak mau Kirania mencium pipi sang kakak dengan terpaksa.

Sesuai janjinya, pemuda itu menghapus foto Kirania tepat di hadapan sang adik. Setelah itu Ellios mengacak rambut gadis itu sambil tersenyum geli lalu berlalu dari sana sambil membawa beberapa minuman dan cemilan.

Kirania segera pergi dari sana dengan menenteng cemilan nya, meninggalkan sang kakak yang sibuk dengan teman-temannya.

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

'Tring'

Albert yang sibuk di ruang kerjanya melirik ponsel miliknya yang berdering. Pria tampan itu memilih mengabaikannya sebelum sebuah pesan kembali menerornya.

'Tring'

'Tring'

'Tring'

Dengan kesal, pria itu menyambar smartphone miliknya dan dahinya mengernyit saat membaca sebuah pesan dari seseorang.

'[Ayah, kau tidak pernah memiliki seorang putri. Kau memiliki seekor kucing.]'

Albert membuka pesan itu dan membuka sebuah vidio dan beberapa foto yang dikirim oleh putranya. Pria itu hanya bisa tersenyum geli saat melihat vidio yang di ambil oleh Ellios, dimana putri kesayangannya tengah merangkak memasuki sebuah kabinet secara sembunyi-sembunyi lalu muncul lagi dengan menggigit beberapa cemilan di bibirnya serta sebuah minuman yang berada di gendongannya.

"Ck. Dasar kucing nakal." Ucapnya pelan sambil terkekeh.

"Mungkin aku harus membuat makanan sehat untuk kucing kecilku itu. Mengingat dia tidak bisa berhenti ngemil makanan penuh micin itu."

Albert bersandar di kursi kebesarannya sambil mengusap wajahnya saat mengingat Kirania sewaktu masih berada di kediaman Anderson. Dimana gadis kecil itu selalu makan roti kering maupun makanan yang telah kadaluarsa atau makanan basi.

"Mungkin aku perlu berkonsultasi dengan Joshua." Gumamnya sambil kembali mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.

'Tok' 'Tok'

"Masuk!"

Benedict memasuki ruangannya dan menghampiri Albert yang masih sibuk berkutat dengan beberapa tumpuk dokumen miliknya. Sebagai pemilik restoran dan beberapa kedai, dia selalu memantau jumlah pengeluaran dan pemasukan serta laporan usaha miliknya.

"Tuan, sebentar lagi akan ada rapat dengan petinggi Athena grup." Ucap pria itu.

"Hn." Pria itu segera bangkit dari tempat duduknya dan bergegas pergi meninggalkan ruangan diikuti oleh Benedict.

Albert memilih berjalan kaki dan pergi menuju stasiun kereta api. Setelah menunggu beberapa saat, kereta yang di tunggu akhirnya datang dan berhenti di depan mereka. Pintu gerbong kereta terbuka dan memuntahkan beberapa penumpang yang turun di stasiun itu.

Setelah semua penumpang turun, Albert dan Benedict beserta penumpang lain memasuki gerbong kereta itu dan mencari tempat duduk. Meskipun mereka termasuk jajaran orang kaya, mereka lebih memilih menaiki transportasi umum, mengingat lebih hemat dan tentunya lebih cepat.

Kereta meluncur dengan cepat menuju stasiun berikutnya. Hanya memerlukan waktu lima belas menit, mereka telah tiba di stasiun yang di tuju. Jika menggunakan kendaraan pribadi, mereka mungkin memakan waktu hingga dua jam atau lebih.

Mereka segera pergi menuju gedung Athena Grup yang terletak di distrik E dengan berjalan kaki. Setelah berjalan selama lima belas menit dari stasiun kereta api, mereka akhirnya tiba di gedung milik Athena grup.

"Selamat datang di Athena Grup, Tuan. Nona Aretha telah menunggu Anda di ruang rapat." Sapa resepsionis ramah.

"Hn."

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Kirania keluar dari kamarnya dan turun ke dapur, bersiap untuk menyiapkan makan malam. Beberapa suara berisik terdengar dari ruang bawah, menunjukkan bahwa tamu-tamu sang kakak masih belum pulang meskipun malam sudah semakin larut.

Saat Kirania sedang sibuk mengambil bahan dari kulkas, salah satu perempuan di antara mereka yang berada di ruang tamu tidak sengaja melihatnya dan bertanya dengan nada penasaran. "Oh, siapa perempuan itu? Apakah dia pembantu?"

Mendengar pertanyaan itu, Ellios yang berada di dekatnya langsung menjawab dengan nada dingin, "Dia adikku, bukan pembantu."

Gadis yang bertanya itu terkejut dan buru-buru menjawab, "A-aku hanya bertanya," sambil menunduk sedih, membuat beberapa orang di sana merasa kasihan padanya.

Xeon yang mendengar itu langsung bersuara tidak setuju, "Kita tidak tahu jika kau punya adik. Jadi jangan salahkan Irene."

Ellios memilih untuk tidak memperpanjang percakapan itu dan memutuskan untuk kembali ke dapur, lebih memilih untuk membantu Kirania menyiapkan makan malam bagi sang ayah daripada meladeni perkataan mereka.

Emillia, yang merasa tersinggung, mendengus. "Biarkan saja pembantu itu memasak. Kau temani kami di sini," katanya dengan nada meremehkan.

"Dia adikku," sahut Ellios, menegaskan dengan nada penuh penekanan sambil memberikan tatapan tajam pada Emillia sebelum meninggalkan mereka. Diam-diam, kedua perempuan itu mengepalkan tangan mereka dan tersenyum sinis.

"Si pick me itu benar-benar keterlaluan," gerutu Emillia dengan kesal sambil mengenakan apron. Kirania yang mendengar hanya bisa diam dan melanjutkan pekerjaannya.

"Kau temani saja mereka. Sepertinya mereka akan merencanakan sesuatu," saran Kirania kepada Ellios sambil memotong bahan-bahan yang sudah disiapkan.

"Tidak. Ayah sebentar lagi pulang. Aku juga tidak suka dengan mereka. Mereka itu menyebalkan," keluh Ellios, mengungkapkan ketidaksukaannya pada para tamu tersebut.

"Kalau kau tidak suka, tinggalkan saja. Kau tidak perlu pura-pura meskipun kau tak nyaman," kata Kirania, memberikan saran yang lebih tegas kepada kakaknya.

Dengan ringan, mereka mulai menyiapkan makan malam bersama, membagi tugas agar lebih cepat selesai. Dapur mereka dipenuhi suara dentingan pisau yang beradu dengan talenan, menciptakan irama yang merdu. Meski suasana rumah terasa tegang karena tamu yang tidak menyenangkan, mereka berdua tetap bekerja seperti chef profesional, mengingat keduanya telah mandiri sejak kecil.

Bau harum makanan mulai menyebar ke seluruh rumah, membuat perut para tamu berbunyi nyaring. Sementara itu, tiga remaja yang ada di ruang tamu hanya sibuk bergosip, sesekali melirik kedua kakak beradik yang sedang menyiapkan makan malam.

Tiba-tiba, suara pintu depan yang terbuka terdengar, diikuti langkah kaki seseorang. Seorang pria tampan memasuki rumah itu, wajahnya tampak seolah dipahat oleh dewa. Tanpa menyapa siapa pun, pria itu melangkah melewati ruang tamu dan menuju ruang keluarga, duduk di sana dengan santai.

Kirania yang melihat kedatangan sang papa segera menyiapkan minuman kesukaan pria itu, secangkir matcha hangat, dan membawanya ke ruang keluarga.

"Siapa dia? Dia tampan sekali~" seru Irene dengan terkejut, tak bisa menahan kekagumannya.

"Entahlah. Mungkin dia kakak Ellios. Tapi rambutnya mirip dengan pembantu itu," celetuk Xeon sambil melirik Kirania yang tengah membawa minuman ke arah sang pria.

Emillia menatap Kirania dengan tatapan penuh permusuhan. Meskipun dia tahu bahwa gadis itu adalah putri dari pria itu, dia merasa perlu untuk segera menyingkirkannya.

"Hei, kucing. Kau lanjutkan saja. Aku mandi dulu," kata Ellios, meninggalkan Kirania yang sibuk dengan masakannya.

"Pergi sana," jawab Kirania dengan usiran ringan, disertai cibiran kesal dari Ellios yang sudah melangkah keluar dari dapur.

🐾

Setelah menyesap habis minuman yang diberikan oleh Kirania, Albert segera menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Tak lama setelah itu, dia turun ke ruang makan.

Di meja makan, tiga remaja sedang duduk santai, menonton Kirania yang sibuk mengeluarkan peralatan makan dengan bantuan Ellios.

Melihat kesibukan putrinya, Albert memutuskan untuk ikut membantu. Dia mengambil sebuah sop panas dan membawanya ke meja makan, diikuti oleh kedua anaknya yang masing-masing membawa dua piring lauk pauk yang menggugah selera.

"Kalian berdua duduklah. Aku segera menyusul," kata Kirania sambil kembali ke dapur. Albert dan Ellios memilih duduk di meja makan, bergabung dengan ketiga remaja yang menatapnya dengan penuh minat.

"Selamat makan!" seru Kirania sambil melepas apron dan meletakkannya di sandaran kursi. Emillia dan Irene menatapnya dengan penuh penghinaan.

"Pembantu rendahan sepertimu harusnya sadar diri. Kau harus makan setelah majikanmu selesai makan," sindir Emillia.

Albert yang hendak menyantap makanannya mengurungkan niatnya. Pria itu menatap gadis itu dengan tajam.

"Benar. Kau tidak pantas berada di sini," balas Xeon dengan nada merendahkan. Ellios yang kesal tanpa sadar menggenggam sendok hingga bengkok.

"Sudahlah. Mungkin dia kelaparan hingga tak tahu malu. Sebaiknya kita makan saja," lerai Irene sambil sesekali melirik Albert dengan malu-malu.

Kirania melirik Albert dengan ragu. Ingatan masa lalunya kembali terngiang, ketika dia ingin makan, namun Helena malah menyiksanya habis-habisan.

"Makanlah, Kiran. Kau sudah bekerja keras menyiapkan makanan bersama kakakmu," ucap Albert, menatap Kirania dengan hangat. "Kau bukan pembantu karena kau yang bertugas memasak hari ini, dan kau bukan orang asing yang tak tahu malu menghina tuan rumah." Kalimatnya menyindir dengan tajam, membuat ketiga tamu Ellios memerah menahan malu dan marah.

"Ayah benar. Ini adalah rumahmu. Jadi kau makan bersama kita, Adik," ucap Ellios, menekankan kata 'adik' sambil menatap ketiga orang asing itu tajam. "Lagipula menyiapkan makan malam bukan pekerjaan pembantu. Jadi jangan dengarkan orang luar yang tak tahu malu itu. Sudah tak menyapa tuan rumah malah menghina tuan rumah," tambah Ellios sambil menyuapkan makanannya.

Kirania mengangguk, lalu mulai menyendok nasi dan mengambil lauk, mengabaikan tatapan tak suka dari ketiga tamu.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya Albert di sela-sela makannya.

"Cukup baik, Pa. Aku menyukai sekolahnya," jawab Kirania, menceritakan pengalamannya dengan semangat.

"Seharusnya kau tidak perlu berkelahi, itu tidak baik. Kau itu perempuan, kan?" ucap Irene, mencoba memberi nasehat sambil sesekali melirik ke arah Albert dengan malu-malu.

"Benar. Kau itu perempuan. Seharusnya kau tidak membuat keluargamu malu dengan bersekolah di sana," imbuh Emillia. Entah mengapa, melihat rambut Kirania mengingatkan Emillia pada seseorang yang pernah dia bully hingga meninggal beberapa tahun lalu.

Kirania mengabaikan perkataan ketiganya dan lebih fokus pada makanannya. Lagipula, yang menyuruhnya bersekolah di sana adalah Albert, dan pria itu tak ambil pusing dengan hal itu.

"Aku senang kau bersekolah di sana. Aku berharap mendengar dan melihat perkelahian dan keonaranmu nanti," ucap Albert dengan senyum tipis, membuat dua gadis itu ternganga tak percaya.

"Ternyata kalian bertiga lebih berisik dari anjing minta kawin. Apakah begini tingkah laku kalian di rumah orang? Aku heran apa pekerjaan orang tua kalian hingga berani menghina tuan rumah seperti ini," sindir Albert dengan tajam dan pedas, membuat mereka bertiga menunduk dengan wajah memerah.

"Mungkin mereka ini sekumpulan babi tidak berguna yang tidak pernah melakukan apa-apa, Papa. Lagipula, mereka telah terbiasa dimanja dan tidak pernah melihat dunia gelap selain berpesta menghamburkan uang," balas Kirania tak kalah pedas.

Ketiganya memilih diam dan melanjutkan makan dengan hening. Perkataan Kirania dan Albert membuat mereka bertiga bungkam dan tersinggung.

Albert melirik Kirania dengan puas. Putri kesayangannya telah berubah, berani melawan orang yang pernah menindasnya dengan kejam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!