Joshua memeriksa lengan Kirania dengan cermat. Patah tulang yang di deritanya beberapa waktu lalu perlahan mulai membaik yang sukses membuat pria itu bernafas lega.
Karena keponakannya merupakan mantan kelinci percobaan Damian, sehingga gadis itu memiliki penyembuhan lebih cepat.
"Harusnya lukamu ini pulih dalam waktu satu bulan. Tapi ini baru tiga minggu. Kau beruntung, ya..."
"Apakah ini akan baik-baik saja?" Kirania memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.
"Tentu saja. Tapi kau belum boleh berkelahi."
Kirania nyengir kuda menanggapi nasehat Joshua, "Oke, Paman. Tapi tidak janji."
"Ck. Dasar kau ini." Joshua segera merapikan peralatan medisnya. "Kau itu benar-benar keras kepala."
"Kalau kepalaku tidak keras, berarti aku tidak memiliki tengkorak, dong." Kelakar Kirania cepat.
Joshua kehilangan kata-katanya.
Pria tampan itu menatap sang keponakan dengan kesal. Entah mengapa gadis itu suka sekali menjawab perkataannya.
"Benar, kan? Jika Paman tidak memiliki tengkorak, kepala Paman seperti jelly. Kalau memiliki tengkorak, berarti kepala Paman keras."
Joshua mendekati Kirania yang kini memakai kembali cardigan miliknya.
"Ah, terserah kau saja, Kucing liar." Kesal Joshua gemas dan mencubit pipi gadis itu dengan gemas.
"Lwephuas! Swakit Phuaman! Aku bukan kucing!" Seru Kirania kesakitan sambil menepis tangan nakal Joshua dan mengusap pipinya yang memerah kesakitan. Gadis itu mendelik galak pada sang paman yang malah terkekeh-kekeh. Kirania malah terlihat seperti seekor kucing yang menggemaskan di mata pria itu.
"Hahaha.... Kau mirip kucing saat marah, Kiran." Goda Joshua yang membuat Kirania berdecak kesal. "Sekarang kau boleh pulang." Usir pria itu sambil mengacak rambut sang keponakan dengan gemas.
Kirania menendang tulang kering sang paman yang sukses membuat pria itu meringis. Melihat hal itu, Kirania tersenyum puas dan berpamitan pulang.
"Dasar keponakan durhaka!" Rutuk Joshua kesal yang ditanggapi dengan tawa mengejek dari Kirania sebelum tubuh gadis itu menghilang dari balik pintu.
"Sudah selesai?" Tanya Ellios sambil menyimpan smartphone miliknya begitu melihat sang adik keluar dengan raut wajah bahagia. Sepertinya gadis itu telah berhasil membuat sang paman kesal.
"Hmm... Ayo pulang."
Sepanjang perjalanan, Kirania menceritakan hasil pemeriksaan lengannya yang telah pulih dalam waktu tiga minggu yang disambut dengan helaan nafas lega dari pemuda berambut merah itu.
Saat tengah berbelok menuju sebuah gang, beberapa preman menghadang mereka.
"Hei, serahkan semua barang kalian dan ikut kami!"
Kedua kakak adik itu saling tatap sebelum tersenyum bahagia.
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Kota X, kota otonom tanpa hukum. Kota berbahaya yang memiliki enam distrik dan dipimpin oleh dua kubu berbeda sejak berakhirnya kerusuhan beberapa waktu lalu.
Kerusuhan saat pemilihan walikota dan kelompok sindikat perdagangan manusia meninggalkan banyak kerusakan. Beberapa distrik mengalami kerusakan yang cukup parah, salah satunya distrik B dan F.
Tragedi beberapa waktu lalu itu membuat banyak anak-anak kehilangan orang tua, sanak saudara maupun kerabat. Keadaan ini dimanfaatkan oleh beberapa pendatang ilegal dan penjahat memasuki kota ini dan menetap dengan alasan tersendiri.
Wilayah yang diabaikan oleh negara dan tanpa hukum ini menjadi wilayah otonom yang berbahaya, banyak penjarahan terjadi di kota ini, gencatan senjata antar kelompok membuat beberapa orang terpaksa mengungsi ke kawasan khusus.
Tragedi beberapa waktu lalu menyebabkan banyaknya korban jiwa. Di tengah-tengah kericuhan itu muncul sekelompok orang dengan kemampuan istimewa. Mereka memiliki sebuah simbol yang dapat memantulkan peluru dan mematahkan senjata tajam. Mereka adalah SCARD.
Keberadaan mereka tidak diketahui lagi sejak kejadian itu.
Keberadaan mereka menjadi incaran beberapa pihak untuk keuntungan sendiri, mengingat pemilik tatto itu kebal dengan senjata tajam dan peluru.
Tidak diketahui pasti siapa kelompok tersebut, karena kelompok itu berbaur dengan masyarakat umum.
Distrik D, E dan F, tiga Distrik yang berada dibawah naungan Athena Grup. Distrik yang diabaikan pemerintah kota X karena termasuk kawasan kumuh dan tertinggal.
Di bawah naungan Athena Grup, tiga Distrik ini mengalami perubahan yang begitu pesat. Bahkan tiga distrik ini lebih maju dari tiga distrik yang menjadi distrik kesayangan pemerintah.
Meski demikian, beberapa wilayah di Distrik itu mengalami kerusakan yang parah. Selama tiga bulan pemimpin tiga distrik ini melakukan pembangunan dalam sektor bangunan maupun ekonomi.
Kini ketiga distrik itu menjadi wilayah B-ATED, dimana keberadaan SCARD terdeteksi di wilayah ini saat pertarungan dengan sekelompok orang dan mutan beberapa waktu lalu.
⚛️⚛️⚛️⚛️
Kirania dan Ellios berjalan santai menyusuri jalanan yang tampak sedikit gelap sambil menjinjing sebuah bungkusan plastik besar. Langit di ufuk barat telah menampakkan warna jingga yang indah dan matahari telah berada di peraduan nya.
Jalanan sedikit sepi mengingat kota ini rawan kejahatan. Namun itu semua tidak berlaku bagi sepasang remaja itu. Mereka berdua sudah terbiasa menghadapi sekelompok penjahat, apalagi kota ini cukup berbahaya dan penuh dengan kekerasan.
Kedua remaja itu memasuki sebuah rumah minimalis berlantai dua dan disambut dengan tatapan tajam dari seorang pria tampan berusia tiga puluh satu tahun.
Meski usianya tergolong muda, pria itu telah memiliki dua orang anak yang telah remaja. Bisa dibilang mereka adalah anak adopsi dan salah satu diantaranya merupakan hasil kloningan dirinya.
"Telat lima belas menit." Sapa pria itu dengan datar.
Albert menatap Kirania dan Ellios yang nyengir tanpa dosa dengan lebam menghiasi wajah mereka. Pria itu menghembuskan nafasnya saat keduanya menyerahkan belanjaan mereka dengan tatapan polos.
Albert segera mengambil alih belanjaan kedua remaja itu dan matanya nyaris melompat keluar dari rongga nya saat melihat isi belanjaan sang anak.
"Bukannya tadi aku meminta kalian untuk membeli bahan makanan? Kenapa kau malah memborong habis semua snack, Kirania?" Geram Albert kesal. Pasalnya pria itu hafal betul dengan Kirania yang suka memborong banyak snack jika berbelanja.
"Pesanan Papa ada di dalamnya, kok." Sahutnya dengan tatapan polos.
Albert menghembuskan nafasnya lelah. Dia segera mengecek lagi belanjaan putrinya. Dan benar saja, belanjaan mingguannya tertutupi oleh snack milik Kirania.
"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak memborong semua cemilan itu." Kesal Ellios yang hanya dibalas cengiran tanpa dosa milik sang adik.
"Darimana kau mendapatkan uang tambahan, Kiran?" Tanya Albert penuh selidik.
Perasaan pria itu memberikan uang yang cukup untuk membeli persediaan dapur selama seminggu dan dia belum memberikan Kirania maupun Ellios uang bulanan mengingat sekarang masih akhir bulan.
"Tadi saat kami pergi ke supermarket, ada beberapa preman yang menghadang. Karena kasihan, kami menghajarnya sampai dia bobok dan aku ambil uangnya." Ucapnya malu-malu sambil memainkan jarinya.
"Kalian bertarung dengan para preman?" Tanya Albert sambil mengecek tubuh Kirania, memastikan tidak ada luka serius di tubuh putri kesayangannya. Begitupun dengan Ellios.
Mereka mengangguk mengiyakan membuat Albert menghela nafas. Hampir setiap hari kemanapun keduanya pergi, pulang-pulang dia pasti membawa oleh-oleh berupa luka memar maupun lebam di wajahnya.
"Tadi mereka mengajak kami bersenang-senang, jadi kami bersenang-senang dengan mereka. Sepertinya mereka tidur nyenyak di atas aspal karena aku menendangnya sampai terdengar bunyi 'krak' di tubuh mereka." Lapor Kirania polos.
Suara tawa Ganymede terdengar membahana di kepala gadis itu, namun Kirania memilih abai karena khawatir sang papa akan marah padanya.
Sementara sang papa hanya mengangkat sebelah alisnya saat mendengar penuturan Kirania. Menjadi petinggi Athena grup, sudah pasti banyak yang mengincar keluarga dirinya maupun keluarganya. Dan Albert sendiri sudah mengantisipasinya dengan melatih mereka, khawatir terjadi penyerangan dadakan seperti beberapa saat lalu.
"Tapi, Papa. Kemarikan snackku." Punya gadis itu sambil menunjuk kearah bungkusan yang berisi dengan snack kentang kesayangannya dengan tatapan polos andalannya.
"Tidak untuk kali ini. Bersihkan diri kalian lalu turun makan malam." Perintah Albert tegas.
"Tapi snackku?" Kirania menatap plastik yang berisi bungkusan snack dengan tatapan berkaca-kaca layaknya anak kucing minta di pungut.
Pria itu gemas sendiri dengan tingkah Kirania. Dengan kesal Albert mencubit pipi gadis itu hingga sang empu memekik kesakitan.
"Awww!! Ampun, Pa!"
"Dasar Kucing nakal! Kau harus mengurangi snack-snack ini. Asam lambungmu bisa kambuh, Kiran~" Omel Albert sedikit kesal lalu melepaskan cubitan nya.
"Iya, Pa. Iya. Tapi aku bukan kucing." Rengek gadis itu sambil mengusap pipinya yang memerah akibat cubitan sang papa.
"Sana bersihkan tubuh kalian." Usir Albert.
Keduanya segera pergi menuju kamar masing-masing untuk membersihkan diri, sementara Albert segera membuat makan malam.
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Setelah selesai makan malam, ketiganya bersantai di ruang keluarga. Kirania terlihat asik duduk santai sambil memakan cemilan kesayangannya, sementara Ellios duduk di sebelah gadis itu sembari mendengarkan Albert yang duduk di hadapan mereka dengan serius.
"Hah? Demon High School?" Beo Ellios dan Kirania. Gadis itu bahkan meremas bungkus snacknya yang masih sisa setengah dengan tak sadar dan menatap pria itu dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin ayah mereka menyekolahkan putri nya ke sekolah itu?
Demon High School, merupakan sekolah para preman. Orang-orang yang bersekolah di sana adalah para berandalan yang memiliki jiwa petarung. Rata-rata usia senior di sekolah itu berusia dua puluh tahunan.
"Kenapa Ayah ingin si kucing bersekolah di sana?" Tanya Ellios menuntut.
"Karena kucing kita merupakan kucing lemah. Jika dia tidak mau mengasah ilmunya, kemungkinan dia akan menjadi kucing lemah." Balas Albert santai.
Jika umumnya para orang tua mencari sekolah dengan prestasi dan predikat terbaik serta khawatir jika anak-anak mereka ikut terjerumus pergaulan yang salah dan berkelahi, Albert justru menyekolahkan putri kesayangannya di sekolah yang terkenal dengan pertarungan dan tawuran. Bahkan pria itu membiarkan anak-anaknya ikut berkelahi.
"Hei, aku bukan kucing! Lagipula aku tidak lemah." Protes Kirania tak terima.
"Itu panggilan kesayangan kami untukmu, Kucing. Jadi jangan protes." Balas Albert dan Ellios kompak.
"Hahaha! Kau memang cocok dipanggil seperti itu, Kucing~" Suara Ganymede bergema di kepala gadis itu yang sukses membuatnya mendengus kesal.
"Tau, ah. Terserah kalian." Sungut Kirania kesal.
"Tapi bagaimana dengan reputasi Ayah nanti? Apa tidak apa-apa?" Tanya Ellios cemas. Dia tidak ingin reputasi pria itu hancur karena Kirania membuat ulah.
"Aku tidak peduli. Lagipula aku membebaskan kalian untuk membuat onar. Asalkan itu dalam hal yang wajar. Tapi aku tidak memaafkan kalian jika sampai menyentuh obat terlarang maupun menjajakan diri demi uang." Tutur Albert serius.
Keduanya mengangguk paham. Apalagi ini kita khusus tanpa hukum, dimana gencatan senjata, tawuran maupun kekerasan lain sudah biasa terjadi. Di kota yang rawan ini, banyak orang berseragam khusus berkeliaran. Mereka suruhan orang-orang yang bersaing dalam urusan bisnis maupun hal lain.
Karena itu Albert membiarkan Ellios dan Kirania berkelahi, bahkan menyekolahkan Kirania di sekolah khusus preman itu agar putrinya bisa mengasah kemampuan berkelahi nya.
Tidak apa-apa jika reputasinya ambyar, asalkan tidak ada surat kerjasama dengan lamaran yang menghampiri Albert. Dia hanya ingin Kirania bahagia tanpa harus terikat dengan orang lain dan dirinya ingin bersantai tanpa surat lamaran untuk putrinya.
"Apakah itu baik-baik saja? Nanti reputasi Papa akan buruk." Tukas Kirania memastikan.
"Lebih baik aku memiliki anak pembuat onar daripada memiliki anak baik yang justru menjadi simpanan orang lain. Lagipula predikat baik di kota tanpa hukum ini tidak berguna, kecuali kalau kau ingin menjadi wanita penghibur yang di lelang." Ucap Albert dengan ramah.
Kirania hanya menghela nafas mendengar kata-kata Albert. Jika sudah begitu, pria itu pasti sedang kesal.
"Baiklah. Lagipula aku memang belum memastikan akan bersekolah dimana." Ucap Kirania setelah berpikir beberapa saat.
Albert menyerahkan brosur sekolah itu pada Kirania lalu pergi meninggalkan mereka. Tak berapa lama pria itu kembali dengan sebuah laptop di tangannya.
Pria itu mengutak atik laptopnya sejenak sebelum mengarahkan layarnya pada kedua remaja itu. Di sana terpampang sebuah artikel sekolah yang menjadi topik mereka.
"Menurutku kau lebih baik bersekolah di sana. Apa kau tidak ingin mengasah kemampuanmu? Di kota ini, gadis dengan predikat baik-baik akan menjadi incaran hidung belang dan predator gila." Bujuk dan ancam Ganymede terdengar di kepala gadis itu.
"Papa, aku mau bersekolah di sana." Seru Kirania setelah membaca artikel sekolah itu.
Sekolah yang membebaskan siswanya bertarung, namun fasilitas nya cukup bagus dan memuaskan.
Demon High School, merupakan sekolah SMA yang memiliki citra buruk di kota X. Sekolah yang di huni oleh preman maupun orang-orang yang memiliki jiwa petarung, sekolah khusus anak-anak bermasalah dan di buang oleh keluarga mereka.
Terkenal dengan sekolah petarung dan suka tawuran. Banyak orang tidak ingin terlibat dengan siswa maupun guru di sekolah ini. Mereka tidak membully siswa lemah maupun siswa lain, namun beda cerita dengan penghianat. Mereka tidak akan segan menghajar penghianat hingga sekarat.
'Welcome to Death' menjadi sambutan untuk siswa yang baru menginjakkan kakinya di halaman sekolah ini diiringi aura intimidasi yang cukup kuat. Gedung sekolah yang di penuhi coretan gravity yang membentuk lukisan serta beberapa rongsokan besi menjadi sambutan utama begitu memasuki halaman sekolah ini.
Sekolah ini memiliki dua gedung dengan empat lantai dan di hubungkan dengan jembatan menyerupai koridor. Gedung A merupakan gedung kelas biasa. Lantai satu merupakan aula yang mampu menampung seribu orang, lantai dua, tiga dan empat merupakan ruang kelas X-XII dan kantin.
Sementara gedung B merupakan gedung khusus. Lantai satu merupakan koperasi menyerupai supermarket yang menjual aneka perlengkapan siswa, seperti alat tulis, pakaian sekolah, maupun bekal.
Lantai dua terdapat ruang kesehatan, ruang guru dan ruang kepala sekolah, perpustakaan dan ruang komputer
Lantai tiga merupakan lapangan indoor, sementara lantai empat merupakan arena khusus latihan.
Meskipun sekolah ini khusus berandalan, terdapat beberapa perempuan yang bersekolah di sini. Jumlah mereka bisa di hitung dengan jari, mengingat mereka yang bersekolah di sini adalah anak perempuan yang tidak di inginkan oleh keluarganya.
Tidak ada sistem OSIS. Pemimpin sekolah ini dipilih dari kandidat terkuat dari beberapa siswa yang terpilih menjadi kandidat terkuat di tingkatan mereka. Dan setiap tingkat kelas memiliki setidaknya lima kandidat terkuat dan akan tetap diseleksi selama tiga bulan berturut-turut.
Karena hal inilah sekolah Devil High School mendapat julukan sekolah khusus yang memiliki citra buruk di mata beberapa orang, bahkan orang-orang yang bersekolah disini tidak dilirik oleh orang lain untuk pendamping hidup mengingat citra buruk sekolah itu.
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Seorang pria paruh baya berpidato singkat di hadapan murid-murid nya yang terlihat berdiri dengan anteng, bahkan sesekali menguap. Sudah satu jam pria itu berdiri memberi sambutan untuk siswa baru. Dan sudah tiga kali pria itu mengulang pidato yang sama.
"Sekian pidato dari saya dan terimakasih."
Setelah berkata demikian, pria itu segera pergi dari sana.
Hening sejenak sebelum salah satu siswa dengan sengaja mendorong siswa lainnya hingga mengundang keributan.
"Hei, apa yang kau lakukan sialan!" Seru salah satu laki-laki sambil mendorong seorang pemuda dengan rambut mohawk kuning cerah.
Pemuda berambut mohawk kuning cerah itu hanya menyeringai sombong dan kembali mendorong pemuda itu dengan pongahnya, membuat pemuda itu tersulut emosi.
'Buagh'
Pemuda berambut mohawk itu mengusap pipinya yang terkena bogeman mentah itu, lalu meludah.
"Pukulanmu boleh juga, bangsad!" Laki-laki berambut mohawk itu nyolot tak terima sambil membalas bogeman mentah ke arah laki-laki yang dia dorong tadi.
Tak lama kemudian terjadi baku hantam diantara mereka, namun tak ada seorangpun yang melerai mereka berdua. Bahkan beberapa siswa baru ikut berkelahi dengan siapapun yang mereka jumpai.
Suasana yang tenang dan damai berakhir dalam kericuhan. Para guru tidak berani melerai dan menonton pertunjukan itu dari lantai tiga dengan santai bersama para senior yang hadir untuk melihat calon siswa baru mereka.
Beberapa perempuan juga ikut baku hantam dengan siswa laki-laki, termasuk seorang gadis bersurai hitam dengan hiasan biru cerah itu. Seketika mereka terpaku menatapnya gadis itu yang tampak santai berkelit dan menghindari serangan, bahkan tampak sesekali membalas serangan.
"Sepertinya kali ini ada seorang perempuan yang menjadi kandidat terkuat kelas sepuluh." Ucap salah satu guru laki-laki sambil menyeringai.
"Aku dengar dia merupakan anak dari petinggi Athena grup. Tak biasanya anak dari seorang yang berpengaruh bersekolah di sini." Celetuk salah satu guru sambil menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya.
"Mereka yang bersekolah di sini biasanya anak yang tidak diinginkan."
"Aku ingin lihat seberapa kuat mereka bertahan."
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Kirania hanya menatap ajang baku hantam dengan santai sambil menguap lebar. Dia tidak boleh ikut bertarung lantaran larangan sang paman yang masih khawatir tentang lengannya yang baru saja sembuh. Jadi gadis itu lebih memilih keluar barisan dan ingin memakan cemilan kesayangannya.
Namun seseorang mendorongnya dengan keras membuat gadis itu nyaris tersungkur. Dia segera menoleh dan melihat beberapa perempuan tersenyum meremehkan ke arahnya.
"Apa?" Tanya Kirania dengan malas yang membuat mereka terprovokasi.
"Beraninya kau pada kami, ha?" Bentak gadis itu dan menampar Kirania. Segera Kirania menangkap tangan gadis itu lalu memelintir nya dengan keras.
Gadis itu berteriak kesakitan. Beberapa temannya berusaha melepaskan gadis itu, namun Kirania dengan santai melayangkan beberapa tendangan yang sukses membuat mereka tersungkur.
Kirania menghempaskan tubuh gadis itu dengan keras lalu menginjak punggung tangannya. Bahkan beberapa teman gadis itu berusaha berdiri dan kembali menyerang Kirania.
Dengan santai Kirania menghajar mereka, bahkan beberapa anak laki-laki juga terkena imbasnya.
Dalam waktu setengah jam, semua siswa berakhir tergeletak di aula. Hanya lima orang yang bertahan dengan wajah babak belur, kecuali Kirania yang wajahnya sedikit lebam.
Kirania menjadi kandidat nomor sepuluh terkuat dan satu-satunya perempuan yang menjadi kandidat di sekolah ini. Mengingat gaya bertarung nya yang malas-malasan dan hanya mengandalkan tendangan, namun tendangannya cukup kuat. Gadis ini berhasil menumbangkan tiga puluh siswa seorang diri.
Petra yang menempati posisi nomor lima. Pemuda itu mengalami beberapa robekan di wajahnya. Dia berhasil menumbangkan lima puluh siswa baru seorang diri.
"Selamat datang di Demon High School, para bedebah sekalian! Perkenalkan, aku Sanca, pemimpin siswa di sekolah ini. Untuk sekarang kalian boleh pulang dan obati luka kalian!" Serunya memperkenalkan diri.
Para siswa baru segera pulang ke rumah masing-masing untuk mengobati luka mereka maupun rekan mereka.
⚛️⚛️⚛️⚛️
Kirania dan Petra berjalan santai menyusuri jalanan yang sedikit ramai. Tidak banyak kendaraan pribadi yang berlalu lalang, kecuali transportasi umum.
"Selamat. Kau telah menjadi kandidat kelima di sekolah ini." Ucap Kirania tulus.
Petra hanya melirik gadis itu sekilas dan menatap jalanan di depannya. "Terimakasih. Omong-omong, kau hebat juga." Balas Petra dengan tulus. Wajah tampan pria itu di hiasi beberapa lebam akibat pertarungan tadi.
"Tidak juga." Balas Kirania.
Perjalanan mereka di hiasi dalam keheningan. Namun beberapa saat kemudian muncul beberapa preman yang menghalangi jalan mereka.
"Wah, wah... Lihat ada orang pacaran lewat!" Seru salah satu preman sambil berjalan mendekati mereka diikuti beberapa temannya.
"Hei, bung. Pacarmu lumayan cantik. Bagaimana jika untuk kami saja?" Ucap mereka sambil mendorong Petra dan mendekati Kirania dengan tatapan lapar.
"Hai, cantik. Bagaimana jika kau bersenang-senang dengan kami?" Ucap salah satu preman sambil mencolek dagu Kirania, lalu mereka tertawa bersamaan.
"Boleh." Ucap Kirania sambil tersenyum manis, lalu...
'Duakh'
'Brakh'
Salah satu preman terlempar beberapa meter dan terhempas di jalanan sambil meringkuk kesakitan. Sontak para preman menatap temannya yang terlempar jauh dan menatap Kirania yang sedang menurunkan kakinya.
"Ups. Maaf, kakiku licin." Cengir Kirania tanpa dosa yang sukses membuat mereka geram.
"Beraninya kau!"
'Duakh'
Preman itu tersungkur sebelum melayangkan tamparan ke arah Kirania. Terlihat Petra menurunkan kakinya dan mendengus malas.
"Oh, kalian tidak lihat seragam kami?" Pancing Kirania yang membuat sisa preman itu menatap mereka intens.
Seragam bewarna hitam. Kemeja merah maroon di lapisi blazer hitam. Rok mini dengan celana panjang hitam yang dijahit menjadi satu untuk perempuan dan celana hitam untuk laki-laki. Serta sebuah pin emas di salah satu seragam mereka dengan lambang daun momiji hitam.
Siswa Demon High School.
"Bagaimana?" Tantang Petra yang membuat para preman itu tersulut emosi.
"Hajar mereka!"
Pertarungan tidak dapat di elakkan lagi. Dua remaja melawan sepuluh preman dengan tubuh kekar.
Petra membungkukkan badannya dan Kirania menumpukan lengannya di punggung pemuda itu. Lalu dia memutar tubuhnya di atas tubuh Petra sambil menendang preman itu.
Para preman terlempar sambil meringkuk kesakitan. Tendangan gadis itu tidak main-main. Beberapa dari mereka mencoba bangkit dengan gerakan tertatih-tatih dan kembali menyerang mereka.
Petra kembali melayangkan pukulan dan tendangan, membuat beberapa preman terpental jauh dan pingsan seketika.
Melihat rekannya pingsan, sontak mereka bangun dan pergi dari sana sambil membopong rekannya yang merupakan bos mereka.
"Duh, kabur." Cibir Kirania sambil meregangkan tubuhnya.
Petra melirik Kirania. Melihat bagaimana gadis itu melawan preman membuat pemuda itu menginginkan gadis itu sebagai salah satu aliansinya.
"Kirania." Panggil Petra.
Kirania menoleh dan mendapati Petra menatapnya dalam-dalam. Bahkan pemuda itu memegang kedua tangannya. Mendadak Kirania merasa gugup dengan perlakuan itu.
"Ya?"
"Maukah kau menjalin aliansi denganku?"
Sontak Kirania tersadar dengan perkataan Petra. Rupanya pemuda itu ingin menjalin aliansi dengannya. Hampir saja dirinya salah sangka dengan maksud pemuda itu.
Kirania menganggukkan kepalanya. "Baik. Lagipula kita cocok."
Mereka segera melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda dengan keheningan.
"Aku pikir kau mendapat pernyataan cinta, ternyata kau mendapatkan tawaran untuk menjalin aliansi. Sayang sekali." Suara Ganymede penuh kekecewaan namun sarat akan ejekan menggema di kepala gadis itu.
"Berisik. Jangan mengejekku." Sentak Kirania kesal lalu gadis itu menghempaskan dirinya di ranjang. Hampir saja dirinya baperan saat melihat tatapan Petra yang membuatnya hampir salah tingkah.
"Ada yang patah hati, nih. Kacia~n." Ledek Ganymede yang membuat Kirania geram. Salahkan Petra untuk hal itu dan beruntung Kirania dikelilingi pria tampan rupawan yang menyerupai mahakarya Tuhan, sehingga pesona Petra kalah jauh dari sang papa. Jika itu gadis lain, mungkin sudah menelan pil bernama kekecewaan.
Ganymede meledek Kirania habis-habisan yang sukses membuat gadis itu kesal. Jika saja pria itu nyata, sudah pasti dia harus merasakan kibasan kipas besi miliknya. Membayangkan itu saja membuatnya terkekeh.
Kirania memutuskan bangkit dari acara rebahannya dan pergi mengambil cemilan. Perkelahian tadi menguras tenaganya membuat gadis itu merasa lapar.
Saat menuruni tangga, terdengar suara tawa di ruang tamu. Sepertinya sang kakak telah pulang dan mungkin saja dia bersama teman-temannya. Dia memutuskan tak ambil pusing dan memilih pergi ke dapur.
Memastikan setelah tidak ada siapapun yang melihat, Kirania merangkak masuk ke dalam kabinet lalu mengambil beberapa bungkus snack dan minuman di penyimpanan rahasia miliknya yang terletak di dapur tanpa menyadari seseorang memperhatikan tindakannya sambil tersenyum geli.
Saat hendak keluar, dia mendapat seorang pemuda bersurai merah berjongkok di hadapannya sambil memegang sebuah ponsel lengkap dengan flashlight yang menyala.
"Astaga, ternyata aku tidak memiliki seorang adik, rupanya aku memiliki seekor kucing." Ucap Ellios geli sambil menyimpan ponselnya.
"Hentikan itu, Botol Sambal! Aku bukan kucing!" Seru Kirania dan mendelik kesal.
"Oh, ya? Lalu apa ini? Kau keluar masuk ke dalam kabinet seperti seekor kucing yang mencari tikus. Apalagi kau keluar dengan menggigit cemilan kesayangan mu itu. Astaga~ Manisnya~" Lalu pemuda bersurai merah itu memamerkan foto Kirania yang berhasil ditangkapnya tadi.
"Ih, kau menyebalkan sekali! Hapus foto itu!" Serunya galak dan segera keluar dari kabinet dengan kesal.
"Baik. Tapi cium dulu." Ucap Ellios dengan wajah tengil sambil menunjuk ke arah pipinya. Mau tidak mau Kirania mencium pipi sang kakak dengan terpaksa.
Sesuai janjinya, pemuda itu menghapus foto Kirania tepat di hadapan sang adik. Setelah itu Ellios mengacak rambut gadis itu sambil tersenyum geli lalu berlalu dari sana sambil membawa beberapa minuman dan cemilan.
Kirania segera pergi dari sana dengan menenteng cemilan nya, meninggalkan sang kakak yang sibuk dengan teman-temannya.
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
'Tring'
Albert yang sibuk di ruang kerjanya melirik ponsel miliknya yang berdering. Pria tampan itu memilih mengabaikannya sebelum sebuah pesan kembali menerornya.
'Tring'
'Tring'
'Tring'
Dengan kesal, pria itu menyambar smartphone miliknya dan dahinya mengernyit saat membaca sebuah pesan dari seseorang.
'[Ayah, kau tidak pernah memiliki seorang putri. Kau memiliki seekor kucing.]'
Albert membuka pesan itu dan membuka sebuah vidio dan beberapa foto yang dikirim oleh putranya. Pria itu hanya bisa tersenyum geli saat melihat vidio yang di ambil oleh Ellios, dimana putri kesayangannya tengah merangkak memasuki sebuah kabinet secara sembunyi-sembunyi lalu muncul lagi dengan menggigit beberapa cemilan di bibirnya serta sebuah minuman yang berada di gendongannya.
"Ck. Dasar kucing nakal." Ucapnya pelan sambil terkekeh.
"Mungkin aku harus membuat makanan sehat untuk kucing kecilku itu. Mengingat dia tidak bisa berhenti ngemil makanan penuh micin itu."
Albert bersandar di kursi kebesarannya sambil mengusap wajahnya saat mengingat Kirania sewaktu masih berada di kediaman Anderson. Dimana gadis kecil itu selalu makan roti kering maupun makanan yang telah kadaluarsa atau makanan basi.
"Mungkin aku perlu berkonsultasi dengan Joshua." Gumamnya sambil kembali mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.
'Tok' 'Tok'
"Masuk!"
Benedict memasuki ruangannya dan menghampiri Albert yang masih sibuk berkutat dengan beberapa tumpuk dokumen miliknya. Sebagai pemilik restoran dan beberapa kedai, dia selalu memantau jumlah pengeluaran dan pemasukan serta laporan usaha miliknya.
"Tuan, sebentar lagi akan ada rapat dengan petinggi Athena grup." Ucap pria itu.
"Hn." Pria itu segera bangkit dari tempat duduknya dan bergegas pergi meninggalkan ruangan diikuti oleh Benedict.
Albert memilih berjalan kaki dan pergi menuju stasiun kereta api. Setelah menunggu beberapa saat, kereta yang di tunggu akhirnya datang dan berhenti di depan mereka. Pintu gerbong kereta terbuka dan memuntahkan beberapa penumpang yang turun di stasiun itu.
Setelah semua penumpang turun, Albert dan Benedict beserta penumpang lain memasuki gerbong kereta itu dan mencari tempat duduk. Meskipun mereka termasuk jajaran orang kaya, mereka lebih memilih menaiki transportasi umum, mengingat lebih hemat dan tentunya lebih cepat.
Kereta meluncur dengan cepat menuju stasiun berikutnya. Hanya memerlukan waktu lima belas menit, mereka telah tiba di stasiun yang di tuju. Jika menggunakan kendaraan pribadi, mereka mungkin memakan waktu hingga dua jam atau lebih.
Mereka segera pergi menuju gedung Athena Grup yang terletak di distrik E dengan berjalan kaki. Setelah berjalan selama lima belas menit dari stasiun kereta api, mereka akhirnya tiba di gedung milik Athena grup.
"Selamat datang di Athena Grup, Tuan. Nona Aretha telah menunggu Anda di ruang rapat." Sapa resepsionis ramah.
"Hn."
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Kirania keluar dari kamarnya dan segera turun membuat makan malam mengingat sebentar lagi sang papa akan pulang.
Masih terdengar jelas suara berisik di ruang bawah. Sepertinya tamu sang kakak belum pulang mengingat sebentar lagi malam akan tiba.
"Oh, siapa perempuan itu? Apakah dia pembantu?" Tanya seorang perempuan diantara mereka saat tak sengaja melihat Kirania berjalan ke arah dapur.
Semua orang yang berada di sana menoleh dan mendapati seorang gadis tengah membuka pintu kulkas dan mengambil beberapa bahan.
"Dia adikku, bukan pembantu." Sahut Ellios dingin saat mendengar sang adik di sebut pembantu.
"A-aku hanya bertanya." Cicit gadis itu sambil menunduk sedih yang membuat beberapa orang menaruh kasihan padanya.
"Kita tidak tau jika kau memiliki adik. Jadi jangan menyalahkan Irene, dong." Sembur Xeon tak terima.
Ellios memilih abai dan meninggalkan mereka. Lebih baik dia membantu Kirania menyiapkan makan malam untuk sang ayah daripada mendengar perkataan mereka.
"Biarkan saja pembantu itu memasak. Kau temani kami di sini." Cegah Emillia.
"Dia adikku." Ucap Ellios penuh penekanan. Dia menatap Emillia tajam dan meninggalkan mereka. Diam-diam kedua perempuan itu mengepalkan tangannya dan sebuah seringai muncul di wajah mereka.
"Si pick me itu benar-benar keterlaluan." Gerutunya seraya mengambil apron. Kirania yang mendengar gerutuan sang kakak hanya bisa diam dan melanjutkan pekerjaan nya.
"Kau temani saja mereka. Sepertinya mereka akan merencanakan sesuatu." Ucap Kirania sambil memotong bahan.
"Tidak. Lagipula ayah sebentar lagi akan pulang. Aku juga tidak suka dengan mereka mengingat mereka itu menyebalkan." Curhat Ellios.
"Kalau kau tidak suka, tinggalkan saja. Kau tidak perlu bertindak pura-pura meskipun kau tak nyaman." Kirania memberi saran pada sang kakak.
Sepasang kakak adik tak sedarah itu mulai mengeksekusi bahan yang telah di ambil. Mereka berdua membagi tugas agar cepat selesai.
Suara dentingan pisau beradu dengan talenan terdengar merdu bersahut-sahutan. Keduanya memasak ala chef profesional lantaran mereka berdua telah mandiri sejak kecil.
Bau harum makanan tercium hingga ke sudut rumah membuat perut berbunyi nyaring. Ketiga orang yang berada di sana hanya sibuk bergosip sambil sesekali menatap kedua kakak beradik yang sedang membuat makan malam.
'Cklek'
Seorang pria tampan bak pahatan dewa memasuki rumah itu dan berjalan melewati ruang tamu tanpa menyapa tiga remaja yang memandangnya dengan terpesona. Pria itu berjalan menuju ruang keluarga dan mendudukkan diri di sana.
Kirania yang melihat kedatangan sang papa segera membuatkannya minuman hangat kesukaan pria itu, secangkir matcha hangat dan membawanya ke hadapan pria itu.
"Siapa dia? Dia tampan sekali~" Pekik Irene tertahan.
"Entahlah. Mungkin dia kakak Ellios. Tapi rambutnya mirip dengan pembantu itu." Celetuk Xeon saat melihat Kirania membawakan minuman ke arah pria itu.
Emillia menatap Kirania dengan aura permusuhan. Meskipun mengetahui jika gadis itu putri dari pria itu, dia harus segera menyingkirkan nya.
"Hei, kucing. Kau lanjutkan saja. Aku mandi dulu." Pamit Ellios meninggalkan Kirania yang sibuk dengan masakannya.
"Pergi sana." Usir Kirania pada sang kakak yang langsung disambut cebikan kesal.
⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️
Setelah menyesap habis minuman yang di berikan oleh Kirania, Albert segera pergi menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah beberapa saat, dia segera turun menuju ruang makan.
Tiga orang remaja tengah duduk santai di meja makan, menonton Kirania yang sibuk mengeluarkan peralatan makanan di bantu oleh Ellios.
Albert yang melihat kesibukan putrinya memutuskan membantu Kirania mengambil sebuah sop panas dan membawanya ke meja makan, lalu di susul oleh kedua anaknya dengan masing-masing membawa dua piring lauk pauk yang terlihat menggugah.
"Kalian berdua duduklah. Aku segera menyusul." Ucap Kirania dan kembali menghilang ke arah dapur. Albert dan Ellios memutuskan duduk di meja makan, bergabung dengan ketiga remaja yang menatapnya dengan penuh minat.
"Selamat makan!" Seru Kirania sambil melepas apron dan meletakkan di sandaran kursi. Emillia dan Irene menatap Kirania dengan penuh penghinaan.
"Pembantu rendahan sepertimu harusnya sadar diri. Kau harus makan setelah majikanmu selesai makan." Sindir Emillia.
Albert yang hendak menyantap makanannya mengurungkan niatnya. Pria itu menatap gadis itu dengan tajam.
"Benar. Kau tidak pantas berada di sini." Balas Xeon dengan merendahkan. Ellios yang kesal tanpa sadar menggenggam sendok hingga bengkok.
"Sudahlah. Mungkin dia kelaparan hingga tak tau malu. Sebaiknya kita makan saja." Lerai Irene sambil sesekali melirik Albert dengan malu-malu.
Kirania melirik Albert dengan ragu. Ingatan masa lalunya kembali terngiang ketika dia ingin makan, namun Helena malah menyiksanya habis-habisan.
"Makanlah, Kiran. Kau sudah bekerja keras menyiapkan makanan bersama kakakmu." Ucap Albert dan menatap Kirania dengan hangat. "Kau bukan pembantu karena kau yang bertugas memasak hari ini, dan kau bukan orang asing yang tak tau malu menghina tuan rumah." Balas Albert dengan nada menyindir, membuat ketiga tamu Ellios memerah menahan malu dan marah.
"Ayah benar. Ini adalah rumahmu. Jadi kau makan bersama kita, Adik." Ucap Ellios menekan kata adik sambil menatap ketiga orang asing itu tajam. "Lagipula menyiapkan makan malam bukan pekerjaan pembantu. Jadi jangan dengarkan orang luar yang tak tau malu itu. Sudah tak menyapa tuan rumah malah menghina tuan rumah." Ucap Ellios sambil menyuapkan makanannya.
Kirania mengangguk. Gadis itu mulai menyendok nasi dan mengambil lauk, mengabaikan ketiga tamu yang menatapnya dengan tak suka.
"Bagaimana sekolahmu?" Tanya Albert di sela-sela makannya.
"Cukup baik, Pa. Aku menyukai sekolahnya." Dan Kirania menceritakan apa yang dia alami tadi dengan semangat.
"Seharusnya kau tidak perlu berkelahi, itu tidak baik. Kau itu perempuan, benarkan?" Ucap Irene menasehati sambil meminta persetujuan dan sesekali melirik ke arah Albert dengan malu-malu.
"Benar. Kau itu perempuan. Seharusnya kau tidak membuat keluargamu malu dengan bersekolah di sana." Imbuh Emillia. Entah mengapa melihat rambut Kirania mengingatkan tentang seseorang yang pernah dia bully hingga meninggal beberapa tahun lalu. (Baca the scard: Start! Meninggal)
Kirania mengabaikan perkataan ketiganya dan lebih fokus ke makanannya. Toh yang menyuruhnya bersekolah di sana adalah Albert dan pria itu tidak ambil pusing dengan hal itu.
"Aku senang kau bersekolah di sana. Aku berharap mendengar dan melihat perkelahian dan keonaran mu nanti." Ucap Albert yang membuat dua gadis itu menganga tak percaya.
"Ternyata kalian bertiga lebih berisik dari anjing minta kawin. Apakah begini tingkah laku kalian di rumah orang? Aku heran apa pekerjaan orang tua kalian hingga berani menghina tuan rumah seperti ini." Sinis Albert tajam dan pedas, membuat mereka bertiga menunduk dengan wajah memerah.
"Mungkin mereka ini sekumpulan babi tidak berguna yang tidak pernah melakukan apa-apa, Papa. Lagipula mereka telah terbiasa di manja dan tidak pernah melihat dunia gelap selain berpesta menghamburkan uang." Balas Kirania tak kalah pedas.
Ketiganya memilih diam tak bersuara dan melanjutkan makan dengan hening. Perkataan Kirania dan Albert membuat mereka bertiga bungkam dan tersinggung.
Albert melirik Kirania dan tersenyum puas. putri kesayangannya telah berubah dan berani melawan orang yang pernah menindas nya dengan kejam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!