NovelToon NovelToon

The Wrong Marriage

BAB 1

Jingga mengendarai motornya masuk ke dalam sebuah perumahan megah yang di dalamnya berdiri rumah-rumah besar dan mewah dan akhirnya dia tiba di rumah paling megah yang ada di perumahan itu. Ia terlihat sangat takjub dengan rumah itu.

"Kupikir rumah seperti ini hanya ada di film, tapi ternyata benar ada di dunia nyata!" gumamnya pelan.

"Ting tong! Ting tong!"

Jingga menekan bell yang ada di samping pintu gerbang yang terlihat seperti gerbang istana di film animasi. Tidak ada satu pun orang yang keluar dari rumah itu. Jingga menekan bell itu sekali lagi, tak lama kemudian muncul seorang pria yang berumur sekitar 35 tahun.

"Selamat siang!" sapa pria bertubuh porposional itu.

"Selamat siang, pak! Saya mau mengantarkan makanan pesanan ibu Miranda untuk bapak Kovu!" terang Jingga. Pria itu terlihat sedikit terkejut.

"Tunggu sebentar ya, saya mau mengkonfirmasi kepada ibu Miranda terlebih dahulu!" ucap pria itu.

"Baik, pak!" Jingga menunggu pria itu mengkonfirmasikan pesanannya. Tak lama kemudian, pria berwajah tampan itu kembali menghampiri Jingga.

"Bagaimana pak?" tanya Jingga.

"Ya, benar! Makanan itu dipesankan untuk saya!" jawab pria itu sambil melemparkan senyuman ramah.

"Jadi bapak yang bernama bapak Kovu?" Jingga memastikan penerima pesanannya itu adalah orang yang benar.

"Ya, saya Kovu!" ucap pria itu. Jingga menyerahkan paket makanan itu kepada pria bernama Kovu lalu Kovu menandatangani surat pesanan sebagai bukti kalau paket makanan itu sudah diterimanya dengan baik.

Jingga bersiap untuk kembali ke tempat kerjanya, tapi Kovu memanggilnya kembali.

"Ini untukmu!" ucap Kovu sambil menyerahkan selembar uang kertas dengan nominal Rp 100.000. Jingga tersentak.

"Maaf pak, saya tidak boleh menerima tips!" tolak Jingga.

"Tidak apa-apa, terima saja! Saya tidak akan melaporkannya kepada atasanmu!" paksa Kovu.

"Tapi..." Jingga merasa ragu.

"Hari ini saya berulang tahun, jadi terimalah pemberian saya agar saya tidak bersedih!" bujuk Kovu. Jingga menatap Kovu sejenak, Kovu pun menatap Jingga, untuk sesaat mereka hanya saling menatap tanpa berkata apapun, tapi tiba-tiba saja Kovu melemparkan sebuah senyuman manis, senyuman itu seperti ingin merayu Jingga agar mau menerima uang tips dari Kovu. kovu tidak mengerti kalau senyumannya itu malah membuat jantung Jingga berdebar-debar.

"Baiklah saya akan menerimanya, tapi kalau bapak memberitahukan pemilik restoran, saya akan hancur!" ucap Jingga.

"Tenang saja, saya akan menutup mulut saya serapat-rapatnya!" seru Kovu meyakinkan.

...

"JINGGAAAA!!!" Terdengar teriakan Nyonya Rita dari kejauhan, Jingga langsung menghentikan segala kegiatannya, sekejap jantungnya berdebar dengan sangat kencang.

"Nyonya memanggilmu, Ga!" ucap Bima.

"Iya Bim, apa aku melakukan kesalahan?" tanya Jingga cemas. Bima mengangkat bahunya.

"Salah ataupun tidak, Nyonya akan selalu seperti itu kepadamu, Ga!" jawab Bima.

"Kamu benar!" sahut Jingga.

"Lebih baik kamu cepat menemuinya!" saran Bima. Jingga mengangguk lalu kemudian berlalu dari hadapan Bima untuk menemui Nyonya Rita.

Jingga mengetuk pintu ruangan Nyonya Rita sebelum masuk ke dalamnya. Jingga terkejut, ternyata Nyonya Rita tidak sendiri di ruangannya, ia bersama seorang wanita yang terlihat seperti berasal dari keluarga kaya beserta beberapa pengawalnya.

"Nyonya memanggil saya?" ucap Jingga pelan.

"Ya!" sahut Nyonya Rita ketus. Jingga berjalan perlahan ke hadapan majikannya itu.

"Ada yang ingin bertemu denganmu!" terang Nyonya Rita masih dengan nada tingginya sambil memberikan isyarat kalau yang hendak menemui Jingga adalah wanita kaya yang ada di sebelah Jingga, Nyonya Rita terlihat seperti sedang kesal. Jingga bertanya-tanya dalam hatinya tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Wanita kaya itu meminta Nyonya Rita untuk meninggalkan ruangan karena ia ingin bicara empat mata dengan Jingga, kini tinggal Jingga bersama dengan wanita kaya dan beberapa pengawalnya. Jantung Jingga berdebar tak karuan, pikirannya berputar memikirkan kesalahan apa yang ia perbuat sampai wanita kaya yang terlihat sedikit angkuh itu menemuinya.

"Benar kamu yang bernama Jingga?" tanya wanita paruh baya itu. Jingga menganggukkan kepalanya pelan.

"Apa saya membuat kesalahan, nyonya?" ucap Jingga balik bertanya. Wanita kaya itu memperhatikan Jingga dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu tersenyum getir, ia terlihat seperti meremehkan Jingga.

"Perkenalkan, saya Miranda!" ucap wanita berumur 50 tahun itu memperkenalkan dirinya.

"Miranda?" gumam Jingga, ia seperti sudah tidak asing lagi dengan nama 'Miranda'.

"Saya yang memesan makanan untuk diantarkan kepada keponakan saya yang bernama Kovu!" terang wanita dengan rambut sebahu itu.

"Ah!" Jingga langsung teringat dengan pria tampan yang memberinya tips itu.

"Kamu mengingatnya bukan?!" terka tante Miranda. Jingga menganggukkan kepalanya.

"Kami bertemu dan menyerahkan secara langsung makanan itu kepada Kovu?" tanya tante Miranda.

"Ya, bu!" jawab Jingga, ia terlihat bingung.

"Apa terjadi sesuatu, bu?" ucap Jingga balik bertanya, ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi. Tante Miranda kembali memperhatikan Jingga dari ujung rambut ke ujung kaki, ekspresi wajahnya terlihat sangat angkuh dan ia seperti sedang meremehkan Jingga.

"Kamu berpura-pura polos?" tanya tante Miranda. Jingga tersentak.

"Kamu menaruh racun ke dalam makanan itu kan?!" tuduhnya. Jingga sangat terkejut mendengar tuduhan tante Miranda.

"Racun? Racun apa bu? Saya tidak mengerti maksud ibu!" tukas Jingga.

"Jangan berpura-pura polos! Kalau bukan kamu berarti koki di restoran ini yang menaruh racun di dalam makanan pesanan saya waktu itu!" seru tante Miranda, ia terlihat sangat marah. Lagi-lagi ucapan tante Miranda membuat Jingga sangat terkejut.

"Saya benar-benar tidak mengerti dengan ucapan ibu! Tidak mungkin kalau Bima memasukan racun ke makanan yang dibuatnya!" bantah Jingga.

"Kalau kamu yakin koki itu tidak melakukannya, berarti yang paling memungkinkan hanya kamu!" seru tante Miranda. Jingga tersentak.

"Saya tidak mengerti apa yang ibu maksud!" tukas Jingga. Tante Miranda melemparkan tatapan tajam ke arah Jingga.

"Tiga orang yang memakan makanan yang kau antarkan itu keracunan!" terang tante Miranda. Jingga sangat terkejut, jantungnya berdebar sangat kencang hingga terasa seperti siap meledak.

"Dua di antaranya meninggal dunia dan Kovu yang juga memakan makanan itu kini dalam kondisi koma!" tambahnya. Seketika tubuh Jingga terasa lemas dan jantungnya seperti berhenti berdetak.

"Hanya ada dua orang yang mungkin memasukkan racun ke dalam makanan itu, kamu ataupun koki itu!" lanjut tante Miranda. Jingga terdiam terpaku.

"Mengaku saja, di antara kalian, siapa yang melakukannya?" tanya tante Miranda.

"Saya tidak memasukkan racun apapun, bu! Sungguh!" aku Jingga. Tante Miranda menatap Jingga dengan tatapan tak percaya.

"Baiklah, saya akan meminta polisi untuk menyelidikinya." ucap tante Miranda.

"Kalau koki itu melakukannya, dia pasti akan terekam CCTV saat memasukkan racun itu ke dalam makanan karena tadi bosmu bilang kalau di setiap sisi area dapur dipasangkan kamera CCTV." lanjutnya.

"Kalau koki itu terekam CCTV tidak memasukkan racun, maka kamu akan menjadi tersangka utama dalam kasus ini, karena hanya kamu yang memungkinkan untuk memasukkan racun ke dalam makanan itu!" tambah tante Miranda. Jingga sangat terkejut dengan pernyataan tante Miranda, dadanya terasa sesak.

"Kecuali kalau kamu bisa membuktikan bahwa di sepanjang perjalanan kamu mengantarkan makanan itu, kamu tidak memasukkan racun sama sekali!" tukas tante Miranda. Jingga terdiam terpaku, ia merasa tidak bersalah karena tidak melakukan kejahatan itu, tapi ia juga takut kalau polisi menuduhnya sebagai pelaku karena tidak ada yang bisa menjadi bukti kalau ia tidak melakukannya ketika dalam perjalanan.

...

BAB 2

"Kecuali kalau kamu bisa membuktikan bahwa di sepanjang perjalanan kamu mengantarkan makanan itu, kamu tidak memasukkan racun sama sekali!" tukas tante Miranda. Jingga terdiam terpaku, ia merasa tidak bersalah karena tidak melakukan kejahatan itu, tapi ia juga takut kalau polisi menuduhnya sebagai pelaku karena tidak ada yang bisa menjadi bukti kalau ia tidak melakukannya ketika dalam perjalanan.

"Tapi saya benar-benar tidak melakukan kejahatan itu, bu!" tukas Jingga, suaranya terdengar bergetar. Tante Miranda memalingkan wajahnya dari Jingga.

"Kita lihat saja hasil penyelidikan polisi!" sahut tante Miranda.

"Kamu tidak akan bisa lepas kalau polisi sudah menangkapmu!" tambahnya dengan nada bicara seperti sedang mengancam.

Jingga terdiam terpaku, ia tidak tahu harus berbuat apa, ia merasa tidak bersalah karena tidak melakukan hal itu tapi ia takut kalau sampai polisi menetapkannya menjadi tersangka utama.

"Baiklah, saya sudah selesai bicara denganmu!" ucap tante Miranda menutup pembicaraan dengan Jingga.

"Persiapkan dirimu sebaik-baiknya karena polisi akan memeriksamu dan mungkin saja polisi akan menetapkanmu sebagai tersangka utama!" tambahnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Tante Miranda mengajak pengawalnya untuk segera meninggalkan ruangan itu.

"Apa yang harus saya lakukan agar tidak menjadi tersangka utama?" seru Jingga sedetik sebelum tangan tante Miranda menyentuh handle pintu. Tante Miranda membalikkan tubuhnya menghadap Jingga.

"Saya benar-benar tidak meracuni keluarga ibu, tapi saya takut kalau polisi akan menetapkan saya sebagai tersangka!" aku Jingga. Jingga berjalan ke arah tante Miranda dan bersimpuh di hadapannya.

"Saya mohon, bu! Saya bukan pelakunya, sungguh! Bantu saya!" pinta Jingga. Tante Miranda memperhatikan Jingga dengan seksama.

"Saya bisa saja membuatmu lepas dari jeratan hukum." ucap tante Miranda pelan. Jingga tersentak, ia menatap kedua mata tante Miranda.

"Bahkan kamu bisa hidup dengan lebih layak dari sebelumnya." lanjut wanita kaya itu.

"A.. Apa itu, bu?" tanya Jingga, ia terlihat sedikit ragu.

Tante Miranda kembali memperhatikan Jingga dari ujung kaki hingga ujung rambut lalu ia tersenyum getir.

"Sebenarnya kamu tidak pantas..." ucap wanita itu pelan.

"... tapi semuanya demi kebaikkan bersama!" tambahnya. Jingga terlihat bingung dengan ucapan tante Miranda.

"Menikahlah dengan keponakan saya!" ucap tante Miranda akhirnya.

"HAH?!" Ucapan tante Miranda itu membuat Jingga sangat terkejut.

"Karena kamu yang membuat Kovu berada dalam kondisi koma, maka kamu yang harus merawatnya!" terang tante Miranda. Jingga terpaku mendengar ucapan tante Miranda, ia merasa tawaran tante Miranda itu sangat aneh.

"Kovu anak tunggal dan sekarang kedua orang tuanya sudah meninggal, jadi dia memerlukan istri untuk merawatnya dengan tulus!" ucap tante Miranda lagi. Jingga sedikit mengerti dengan maksud dari ucapan tante Miranda, tapi hati kecilnya tetap merasa tawaran wanita itu aneh.

"Kamu tidak perlu memikirkan hal lain, kamu cukup merawat keponakan kesayangan saya itu dan ikuti semua yang saya perintahkan!" tambah wanita berumur 50 tahunan itu. Jingga menundukkan kepalanya, ia bimbang dengan apa yang harus ia pilih.

"Bagaimana?" tanya tante Miranda yang sudah tidak sabar menunggu jawaban Jingga.

"Apa mungkin aku menikah dengan orang kaya seperti pria itu?" tanya Jingga dalam hati.

"Cepat berikan saya keputusan!" desak tante Miranda. Jingga mengangkat kembali kepalanya dan menatap tante Miranda dengan seksama.

"Saya hanya perlu merawat pria itu, kan?!" tanyanya memastikan apa yang harus dikerjakannya di masa yang akan datang.

"Ya! Kamu hanya perlu mengikuti apa yang saya perintahkan!" jawab tante Miranda. Jingga menghela nafasnya, ia masih merasa bimbang dengan pilihannya tapi ia harus segera memutuskan.

"Cepatlah! Saya tidak punya banyak waktu!" seru tante Miranda, ia terlihat kesal karena Jingga belum juga memberikan keputusan. Debaran jantung Jingga terasa sedikit lebih kuat dan lebih cepat dari sebelumnya, ia takut salah mengambil keputusan.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau, saya akan pergi dari sini dan segera ke kantor polisi untuk mengurus semuanya!" ucap tante Miranda lalu berpaling dari Jingga, tapi Jingga menahan tante Miranda pergi dengan meraih tangan wanita itu.

"Saya akan melakukannya! Saya akan melakukan yang ibu perintahkan!" ucap Jingga akhirnya.

"Tolong jangan membuat saya menjadi tersangka!" pintanya. Tante Miranda memandangi Jingga lalu menghela nafasnya perlahan.

"Baiklah!" ucapnya.

"Perintah pertama saya, keluarlah dari pekerjaanmu saat ini lalu temui saya besok!" tambah tante Miranda. Jingga menganggukkan kepalanya pelan, tubuhnya terasa sangat lemas.

...

Jingga masuk ke dalam ruang loker untuk menenangkan dirinya sebentar, ia duduk di salah satu kursi yang berada di sana, tapi baru saja ia duduk tiba-tiba pintu ruang loker itu terbuka.

"Jingga!" seru Nyonya Rita, suaranya yang keras memekakkan telinga Jingga.

"Nyo... Nyonya!" sahut Jingga. Nyonya Rita menghampirinya dengan langkah cepat seperti akan menerkamnya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Nyonya Rita to the point.

"Hah? Ma.. Maksud nyonya?" Jingga tersentak dan kebingungan dengan pertanyaan majikannya itu.

"Apa yang kamu lakukan sampai pelanggan terkaya kita itu ingin bertemu denganmu?" Nyonya Rita memperjelas pertanyaannya.

"Aku tidak melakukan apa-apa, nyonya!" bantah Jingga.

"Bohong!" seru Nyonya Rita, ia menarik tangan Jingga dengan kasar.

"Katakan yang sebenarnya!" desaknya.

"Aku sungguh tidak melakukan apa-apa, nyonya!" jawab Jingga.

"Aku hanya mengantarkan makanan untuk keponakannya yang waktu itu nyonya perintahkan!" ungkapnya.

"Lalu, mengapa wanita kaya sepertinya menemuimu?" Nyonya Rita terlihat sangat penasaran.

"Ee..." Jingga kebingungan. Nyonya Rita menatap Jingga dengan tatapan curiga.

"Hanya terjadi sedikit kesalahpahaman, tapi masalah itu sudah selesai, nyonya!" bohong Jingga. Nyonya Rita masih menatapnya dengan tatapan curiga, terlihat sekali kalau ia masih belum bisa mempercayai ucapan Jingga.

"Aku tidak berbohong, nyonya!" ucap Jingga berusaha untuk meyakinkan majikannya itu.

"Beliau pelanggan terkaya kita, kalau kamu melakukan sesuatu yang membuatnya tidak lagi menjadi pelanggan restoran ini, kamu akan menerima akibatnya, Jingga!" ancam Nyonya Rita. Jingga hanya diam dan menundukkan kepalanya.

"Kamu bukan siapa-siapa di sini, pekerjaanmu juga tidak terlalu baik, aku bisa memecatmu kapan saja!" lanjut pemilik restoran itu.

"Tidak terlalu baik?" gumam Jingga. Ia tidak menyangka kalau usahanya bekerja dengan baik selama ini tidak dihargai oleh majikannya. Jingga menghela nafasnya perlahan lalu tersenyum getir.

"Baik, nyonya!" ucap Jingga pelan. Nyonya Rita memperhatikan Jingga.

"Aku berhenti bekerja mulai hari ini!" tegasnya. Nyonya Rita terkejut mendengar ucapan Jingga itu.

"Bicara apa kamu, Jingga?!" seru Nyonya Rita marah.

"Saya mengundurkan diri dari restoran ini, nyonya!" Jingga memperjelas ucapannya.

"Nyonya bilang aku tidak bekerja dengan baik selama ini, baiklah aku akan berhenti bekerja di sini!" lanjutnya.

"Tidak bisa seperti itu!" tukas Nyonya Rita.

"Kenapa, nyonya?" tanya Jingga.

"Nyonya mau mempertahankanku?" tambahnya. Nyonya Rita terdiam, tapi wajahnya masih terlihat sangat marah.

"Terima kasih sudah memberikan kesempatan padaku untuk bekerja di sini, nyonya!" ucap Jingga. Jingga beranjak dari tempatnya dan hendak keluar dari ruangan itu, tapi Nyonya Rita memanggilnya sesaat sebelum ia membuka pintu. Langkah kaki Jingga terhenti.

"Kamu akan menyesal dengan keputusan yang kamu ambil ini, Jingga!" seru Nyonya Rita. Ucapan Nyonya Rita itu membuat jantung Jingga berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

"Apa aku akan menyesal?" batinnya.

...

BAB 3

Jingga datang menemui tante Miranda di tempat yang sudah ditentukan, yaitu sebuah restoran mewah. Jingga menunggu di salah satu meja yang sudah disiapkan untuknya. Tante Miranda yang baru saja datang langsungbduduk di kursi yang ada di hadapan Jingga, tak lama kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop berisi surat perjanjian dan langsung menaruhnya di meja, di hadapan Jingga. Jingga tampak bingung.

"Ini surat perjanjian, bacalah dan tanda tangani kalau kamu menyetujuinya!" ucap tante Miranda.

Jingga membaca surat perjanjian itu dengan hati-hati, jantungnya berdebar sedikit lebih kencang dari sebelumnya karena ia tidak pernah mengadakan perjanjian untuk hal seperti ini. Mata Jingga memang tertuju pada setiap tulisan yang ada di surat perjanjian itu tapi pikirannya terus berputar memikirkan tentang keputusannya ini, ia masih merasa ragu dengan keputusannya.

"Menjaga dan merawat Kovu selama yang dibutuhkan..." gumam Jingga pelan.

"Aku akan menjadi istrinya, sudah sewajarnya aku merawat suamiku, rasanya sangat aneh hal seperti ini harus dituliskan dalam perjanjian!" ucap Jingga dalam hati.

"Bagaimana?" tanya tante Miranda tiba-tiba, suara membuat Jingga tersadar dari lamunannya.

"Ah iya, bu!" sahut Jingga gugup.

"Apa kamu menyetujuinya?" tanya tante Miranda lagi. Jingga menetap tante Miranda dengan seksama.

"Kalau kamu tidak menyetujuinya, kita batalkan saja perjanjian ini dan aku akan memproses kasus ini secara hukum!" tukas tante Miranda tiba-tiba, ia terlihat kesal karena Jingga tidak juga menandatangani surat perjanjian itu.

"Eh! Sa.. Saya menyetujuinya, bu! Saya akan menandatangani perjanjian ini!" seru Jingga kikuk. Jingga akhirnya menandatangani perjanjian itu.

...

Tante Miranda mengajak Jingga datang ke ibadah pemakaman kedua orang tua Kovu di rumah duka termewah.

"Selamat sore bapak dan ibu sekalian!" sapa tante Miranda kepada para tamu dengan menggunakan microphone, semua tamu yang berada dalam ruangan itu memperhatikan tante Miranda termasuk Jingga.

"Mungkin waktunya kurang tepat untuk menyampaikan hal ini, tapi saya harus mengumumkan hal ini sesegera mungkin!" lanjutnya.

"Minggu depan saya akan mengadakan pernikahan secara tertutup untuk keponakan yang paling saya sayangi, Kovu Coasono!" ungkap tante Miranda. Pengumuman dari tante Miranda itu membuat hampir seluruh tamu yang berada di ruangan itu terkejut, seketika suasana di dalam ruangan itu menjadi riuh.

"Mungkin untuk bapak dan ibu sekalian hal ini tidak seharusnya dilakukan secepat ini, tapi saya ingin ada seseorang yang menjaga keponakan saya itu dengan sangat baik dan tulus." terang tante Miranda.

"Tidak ada yang lebih tulus daripada perhatian seorang istri kepada suaminya, makanya saya ingin segera menikahkan Kovu dengan wanita yang dicintai dan mencintainya!" tambahnya. Mendengar ucapan tante Miranda itu, jantung Jingga berdebar dengan sangat kencang hingga membuat dadanya terasa sesak. Jingga menundukkan kepalanya.

"Dicintai dan mencintainya? Kami bahkan tidak saling mengenal!" batin Jingga.

"Nona Jingga, kemarilah!" panggil tante Miranda. Jingga menghampiri tante Miranda. Begitu Jingga berada di dekatnya, tante Miranda langsung merangkul Jingga, dan seketika sebuah cuplikan dari rekaman CCTV ketika Jingga berinteraksi untuk pertama kalinya dengan Kovu muncul pada layar proyektor. Jingga sangat terkejut, ia tidak menyangka tante Miranda menyiapkan video itu. Dengan tambahan sebuah alunan musik romantis, interaksi antara Jingga dan Kovu yang sebenarnya hanya sebuah interaksi biasa jadi terasa berbeda.

"Mereka sudah saling mencintai sejak lama." ucap tante Miranda tiba-tiba. Jingga tersentak mendengar ucapan tante Miranda itu.

"Hanya saja karena perbedaan status sosial sehingga kakak dan kakak iparku tidak merestui perasaan mereka." Cerita tante Miranda semakin menjadi-jadi, Jingga benar-benar tidak menduga kalau tante Miranda akan berbuat sejauh itu.

"Tapi saya akan mewujudkan impian keponakan yang sangat saya sayangi untuk bisa menikah dengan wanita pujaan hatinya!" seru wanita 50 tahunan itu.

"Pujaan hatinya?" gumam Jingga.

"Bu!" tegur Jingga pelan, ia merasa tidak nyaman dengan semua yang dilakukan tante Miranda itu. Tante Miranda menatap Jingga dengan seksama, tapi perlahan ia mendekatkan mulutnya ke telinga Jingga.

"Ikuti saja apa yang kukatakan!" bisiknya. Jingga terdiam.

"Dan untuk sementara, nona Jingga yang akan menggantikan posisi Kovu di perusahaan!" seru tante Miranda. Sekali lagi, ucapan tante Miranda membuat Jingga terkejut.

Ibadah pemakaman pun selesai, tiba saatnya untuk Jingga menaburkan bunga ke dalam peti kedua calon mertuanya itu, tapi tiba-tiba saja tante Miranda mendekatinya dan berbisik,

"Berpura-puralah menangis, itu akan membuatmu diperhatikan oleh rekan-rekan bisnis orang tua Kovu!" Jingga tersentak, ia benar-benar tidak menyangka dengan sikap tante Miranda, terkadang wanita kaya itu terlihat sangat menyayangi keponakannya tapi terkadang ia terlihat aneh. Jingga berjalan mendekati kedua peti mewah berwarna putih gading itu, semakin dekat jaraknya dengan kedua peti itu semakin kencang debaran jantungnya hingga membuat dadanya terasa sesak.

Jingga menghela nafasnya perlahan, ketika ia hendak menaburkan bunga ke dalam peti itu, ia melihat wajah ibu dari Kovu, wajahnya terlihat teduh dan sangat cantik. Melihatnya, tiba-tiba saja perasaan bersalah memenuhi setiap ruang di hati Jingga, dadanya terasa sesak, dan nafasnya tersengal-sengal.

"Ma.. Maaf!" ucap Jingga dalam hatinya. Air mata Jingga mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Bukan aku yang melakukan kejahatan ini, aku bersumpah!" akunya di dalam hati.

"Aku hanya tidak ingin tersangkut dalam masalah hukum!" tambahnya.

"Aku berjanji akan merawat anak ibu dan bapak dengan sebaik-baiknya!" Selesai melakukan pengakuan itu, air mata Jingga mengalir dengan deras tanpa bisa ditahan olehnya, orang-orang memperhatikan Jingga dan mulai berbisik-bisik membicarakannya.

"Aktingmu sangat bagus!" puji tante Miranda dengan suara berbisik. Jingga terdiam, tangisnya itu bukan akting tapi sungguh-sungguh dari hatinya yang merasa bersalah.

...

Wajah Jingga dirias dengan sangat cantik seperti pengantin pada umumnya, ia juga mengenakan gaun pengantin yang membuat dirinya terlihat lebih cantik dari biasanya. Tante Miranda membawa Jingga ke rumah sakit tempat Kovu dirawat. Jantung Jingga berdebar lebih kencang dari sebelumnya ketika ia melangkah masuk ke dalam kamar tempat Kovu dirawat, di dalam kamar itu sudah ada beberapa pengawal tante Miranda, seorang fotografer, dan seorang pendeta serta seorang petugas pencatatan sipil. Untuk pertama kalinya setelah tragedi itu, akhirnya Jingga bisa bertemu kembali dengan Kovu namun dalam keadaan yang berbeda.

Sejenak, Jingga hanya memandangi wajah Kovu. Meskipun dalam keadaan koma, tapi wajah itu masih terlihat sama seperti sebelumnya, wajah yang teduh dan sangat tampan. Terlintas kembali di benak Jingga bagaimana Kovu bersikap di awal pertemuan mereka.

"Dia pria yang sangat baik dan sopan, kenapa nasibnya setragis ini?" batin Jingga.

"Ayo kita mulai saja!" seru tante Miranda. Suaranya berhasil melepaskan Jingga dari lamunannya. Pemberkatan pernikahan antara Jingga dan Kovu akhirnya diselenggarakan dengan tertutup. Jingga menyematkan cincin nikah yang sudah tante Miranda persiapkan ke jari manis tangan kanan Kovu.

"Maafkan aku, Tuhan! Aku tahu semuanya ini salah, tapi aku harus melakukannya!" ucap Jingga dalam hatinya. Jingga kembali memandangi wajah Kovu yang kini sudah resmi menjadi suaminya.

"Aku tidak pernah menyangka ataupun merencanakan pernikahan di antara kita seperti ini, aku sadar siapa diriku, tapi ternyata takdir kita harus seperti ini." ungkap Jingga dalam hati.

"Maafkan aku, aku benar-benar meminta maaf padamu karena keadaan kita harus seperti ini sekarang, tapi aku berjanji akan merawatmu dengan baik selama kamu membutuhkannya!" tambahnya.

...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!