Sarapan sudah tersaji lengkap di atas meja makan. Pekerjaan rumah juga sudah Rissa selesaikan sejak pagi buta. Meskipun ini hari-hari terakhirnya tinggal di rumah ini, Rissa tetap melakukan tugasnya dengan baik. Sekarang dia tinggal menunggu suami dan mertuanya turun untuk makan.
"Apa Mama sudah memanggil Arvin untuk sarapan?" tanya Rissa kepada mertuanya, Lena yang baru saja keluar dari kamarnya dan langsung duduk di meja makan.
"Dia tidak pulang. Tadi malam dia meneleponku untuk memberitahu jika dia menginap di apartemen Karin," jawab Lena datar tanpa terlihat rasa bersalah sedikitpun kepada Rissa.
Seketika tangan Rissa gemetar. Mertuanya tidak berusaha menutupi perbuatan Arvin bahkan terkesan membanggakan anak laki-lakinya yang selingkuh dengan anak orang kaya. Meskipun Rissa sudah mengetahui perselingkuhan suaminya, tetap saja dadanya bergemuruh membayangkan laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu menghabiskan malam bersama selingkuhannya.
"Sebaiknya kamu mulai memikirkan mau tinggal dimana. Memangnya kamu tidak malu menumpang di sini terus? Orang-orang sudah tahu kalau kamu dan Arvin akan segera bercerai lalu dia akan menikahi Karin," ucap Lena dengan entengnya seolah-olah kata-katanya sebelumnya belum cukup menyakitkan bagi Rissa.
Bicara soal malu, tentu saja Rissa malu harus tinggal di rumah suami yang sudah tidak menginginkannya. Sebagai seorang wanita dia merasa terhina. Tetapi dia tidak punya pilihan. Dia tidak punya uang untuk mengontrak rumah, dan sampai sekarang belum juga mendapatkan pekerjaan.
Selama menikah, keuangan Arvin yang pegang. Semua kebutuhan Rissa dan kebutuhan rumah sudah diatur oleh Arvin.
"Aku sudah tidak sabar ingin menjadi mertua Karina Wiratama, putri pemilik Wiratama grup. Kenapa tidak dari dulu Arvin menikah dengan Karin?"
Meskipun sakit hati mendengar kata-kata mertuanya, Rissa tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya duduk diam sambil terus memakan sarapannya.
"Kamu pakai acara tidak mau dicerai segala. Kalau dari awal kamu langsung setuju diceraikan kan tidak perlu berlama-lama seperti ini! Toh rumah tangga kalian juga tidak akan selamat. Sejak awal aku sudah memperingatkan kamu, Arvin hanya cinta sesaat kepadamu, jangan dianggap serius. Tapi kamunya malah baper. Sekarang lihat sendiri kan Arvin meninggalkan kamu?" Arvin yang selingkuh tetapi Rissa yang dianggap salah.
Rissa memang bodoh. Dia yang sudah diselingkuhi tetapi dia juga yang mengemis tidak ingin diceraikan. Dia minta waktu beberapa bulan, berharap Arvin menyadari kesalahannya lalu kembali padanya karena dia yakin Arvin masih mencintainya.
Tetapi setelah beberapa bulan terlewat, Arvin dan Karin justru semakin mesra. Bahkan mereka berdua berani memperlihatkan hubungan mereka di depan umum tanpa memikirkan perasaan Rissa.
Ketika Rissa menceritakan semuanya kepada mertuanya, jawaban mertuanya sungguh tidak terduga. Dia justru bahagia mengetahui Arvin selingkuh dengan Karin yang anak orang kaya.
"Setelah mereka menikah nanti, pasti Arvin akan langsung naik jabatan. Gajinya pasti banyak, itu artinya uang bulanan untukku juga bertambah. Belum dari Karin. Dia juga pasti akan sering mengajakku belanja. Baru membayangkannya saja aku sudah merasa bahagia." Lena tersenyum-senyum kemudian melirik Rissa sinis.
Rasanya Rissa sudah tidak kuat menahan ocehan mertuanya yang semakin lama semakin menyakitkan, tetapi dia tetap duduk di meja makan dan memaksakan dirinya untuk makan. Itu karena ada janin di dalam perutnya yang tidak diketahui orang-orang.
"Jangan pernah menganggap kalau aku dan Arvin adalah orang yang kejam. Kami tidak kejam, buktinya aku masih membiarkan kamu tinggal di rumahku dan kamu juga masih memakan makanan dari anakku. Itu bukti kemurahan hati kami."
Mendengar kata-kata mertuanya, rasanya Rissa sulit sekali menelan makanan yang sudah terlanjur masuk ke dalam mulutnya. Bahkan kalau bisa dia ingin memuntahkan semua makanan yang sudah dia makan. Jika bukan karena dia butuh nutrisi untuk calon bayinya, pasti dia lebih memilih kelaparan daripada mendengar mertuanya mengungkit kebaikan yang sudah dia berikan.
Kemudian terdengar suara pintu depan dibuka.
"Itu pasti Arvin," ucap Lena bangga, seperti anaknya itu baru saja menyelamatkan dunia. Terdengar suara langkah kaki mendekat, dan benar Arvin yang datang.
"Kamu tidak langsung berangkat ke kantor?" tanya Lena.
"Tidak, aku pulang untuk ganti baju. Tidak ada baju ganti di apartemen Karin," jawab Arvin sambil berlalu tanpa melirik Rissa apalagi menyapanya.
"Permisi Ma, aku mau menyusul Arvin. Mungkin dia membutuhkan bantuan. Biasanya dia kesulitan memilih kemeja yang sesuai dengan dasinya." Rissa pun beranjak untuk menyusul Arvin. Jauh di dalam lubuk hatinya, Rissa masih mencintai Arvin. Kalau suaminya itu meminta maaf dan ingin kembali bersamanya Rissa pasti akan memaafkannya.
Rissa mengetuk pintu kemudian masuk ke kamar Arvin karena sudah beberapa hari ini mereka tidur di kamar terpisah. "Apa kamu mau sarapan dulu?" memberanikan diri bertanya. "Aku sudah memasak makanan kesukaanmu."
"Lain kali tidak usah repot-repot memasak, apalagi jika kamu melakukannya hanya untuk mengambil hatiku. Kita sudah sepakat untuk bercerai, jadi tidak usah berharap lebih!" balas Arvin dingin sambil membelakangi Rissa.
Rissa langsung menunduk mendengar jawaban Arvin. Dia sadar bahwa tidak ada kemungkinan dia dan Arvin kembali bersama meskipun dia menginginkannya.
"Aku masih mengijinkan kamu tinggal di sini karena ibu yang meminta. Ibu tidak mau tangannya kotor kalau harus memasak dan membereskan rumah sendiri! Bukan karena aku ingin mempertahankan kamu!" Dan sekali lagi, Rissa kembali menelan kata-kata pahit. Tadi dari mertuanya sekarang dari suaminya.
"Nanti aku akan memberimu sedikit uang. Kamu bisa mencari tempat tinggal. Kamu tidak dibutuhkan lagi karena Karin akan membawa beberapa orang pembantu dari rumahnya saat tinggal di sini nanti!"
Tidak terasa Rissa menitikkan air matanya. Dia baru sadar ternyata sekarang dia tidak lebih dari sekedar pembantu bagi Arvin dan ibunya.
Mungkin Rissa bisa tahan mendengar kata-kata menyakitkan dari mertuanya, tetapi kata-kata yang keluar dari mulut orang yang dia cintai ini terasa lebih menyakitkan.
"Seandainya aku hamil, apakah kita tetap akan bercerai?" tanya Rissa lirih.
Arvin berbalik lalu menatap Rissa. "Sudah dua tahun kita menikah tetapi kamu tidak kunjung hamil. Sekarang, ketika aku mau menceraikan kamu tiba-tiba kamu membicarakan soal kehamilan. Apa kamu sedang bersandiwara?! Kamu pikir aku percaya?!"
Rissa tidak berani bersuara lagi. Wajahnya semakin menunduk dan air matanya mengalir semakin deras.
"Tidak usah memperlihatkan wajah memelasmu, aku tidak akan kasihan!" bentak Arvin. "Tadinya aku akan membiarkan kamu tinggal di sini sampai putusan cerai. Tetapi rasanya aku sudah tidak tahan. Semakin lama aku semakin muak melihatmu!"
"Nih, segera cari tempat tinggal kontrakan atau apapun! Yang jelas nanti malam ketika aku pulang kamu sudah tidak ada di rumah ini!" Mengeluarkan sejumlah uang lalu melemparkannya ke arah Rissa.
Rissa hanya bisa terpaku. Dia tidak percaya Arvin bersikap seperti itu mengingat dulu Arvin sangat tergila-gila kepadanya.
"Ambil uangmu dan keluarlah!" usir Arvin. Rissa menghapus air matanya lalu berjongkok untuk memunguti uang yang berceceran di lantai. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Dia semakin menundukkan kepalanya karena merasa benar-benar hina di mata Arvin.
Selesai memunguti uang itu Rissa berdiri lalu berbalik hendak pergi, tanpa menatap Arvin yang sejak tadi mengawasinya.
"Itu saja?! Kamu tidak mengucapkan terima kasih karena aku sudah memberimu uang?!" sindir Arvin.
Arvin benar-benar membuat Rissa kehilangan harga dirinya. Lalu dengan suara tercekat karena menahan tangis Rissa pun berkata, "Terima kasih!" Rissa pun berlalu dari hadapan Arvin.
Sampai di dalam kamar Rissa tidak bisa lagi menahan tangisnya. Rumah tangga yang tadinya baik-baik saja berubah menjadi neraka. Semuanya bermula dari beberapa bulan yang lalu, ketika Rissa mengetahui Arvin telah selingkuh dengan Karin. Terjadi perang besar antara Rissa dan Arvin, tetapi bukannya meminta maaf, Arvin justru memutuskan untuk menceraikan Rissa.
*
Kemarin sepertinya hari baik bagi Rissa. Setelah berputar-putar seharian akhirnya dia mendapatkan rumah kontrakan dan pekerjaan sekaligus. Meskipun masih dalam satu wilayah dengan Arvin dan memungkinkan mereka untuk bertemu secara tidak sengaja tetapi tidak apa-apa.
Hari ini adalah hari pertama Rissa bekerja sebagai pelayan toko. Rissa sangat bersemangat. Dia mengerjakan tugasnya dengan baik hingga sebuah troli datang dan menabraknya hingga jatuh.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya seorang perempuan yang mendorong troli belanjaan. Nada suaranya terdengar sangat tulus seperti dia memang khawatir kepada Rissa.
Rissa melihat sekilas wajah perempuan yang terasa tidak asing baginya. Itu adalah Karin, ya Rissa yakin itu karena dia pernah melihat foto Karin sebelumnya.
Rissa tidak bisa langsung berdiri karena memegangi kakinya yang sakit akibat tertabrak troli. Sementara beberapa orang mendekat untuk melihat apa yang terjadi.
"Ada apa?" tanya manajer toko yang kebetulan ada di sana.
"Dia menabrak troli yang aku dorong lalu terjatuh. Tetapi tidak apa-apa," terang Karin. Dari sini Rissa sudah bisa menduga jika Karin tidaklah tulus.
"Oh ... Nona Karin. Maafkan atas ketidaknyamanan ini. Dia pegawai baru di sini," balas sang manajer. "Rissa, minta maaflah kepada Nona Karin!" perintah sang manajer tanpa menanyakan keadaan Rissa lebih dulu.
"Ada apa Sayang?" Tiba-tiba Arvin muncul entah dari mana.
Karin pun menjelaskan apa yang terjadi dengan versinya. Setelah mendengar penjelasan palsu dari Karin, Arvin pun meradang lalu menatap Rissa tajam. "Kamu sengaja?! Cepat minta maaf kepada Karin," ucap Arvin dengan suara di tekan.
Rissa diam membisu, dia tidak mau minta maaf karena dia tidak bersalah. "Seharusnya dia yang minta maaf padaku! Dia yang menabrakku!" balas Rissa.
Arvin mendelik. "Kamu ...?!"
"Tidak apa-apa Arvin. Baiklah aku minta maaf karena telah menabrakmu. Aku tidak sengaja," ucap Karin dengan lembut. Aktingnya harus diberi penghargaan. Orang-orang benar-benar percaya kalau dia tulus meminta maaf kepada Rissa. Bahkan Arvin sampai terlihat tidak terima karena Karin meminta maaf kepada Rissa.
"Tidak nona. Rissa lah yang salah. Dia yang seharusnya minta maaf!" ucap sang manajer. "Cepat lakukan atau kamu di pecat!" ancam sang manajer.
Mendengar kata dipecat Rissa tidak bisa lagi membantah.
"Berlututlah dan minta maaf dengan benar!" perintah Arvin tanpa menunjukkan rasa belas kasih seperti mereka tidak pernah ada hubungan apapun sebelumnya.
"Aku harus berlutut?" Rissa tidak percaya tetapi dia tetap menuruti keinginan Arvin. Rissa pun berlutut di hadapan Karin.
"Maaf Nona Karin, aku tidak sengaja menabrak troli belanjaanmu," ucap Rissa dengan wajah menunduk malu karena hampir semua pengunjung toko memperhatikannya.
"Tidak apa-apa, aku tahu kamu tidak sengaja melakukannya," jawab Karin lembut. Semua orang sampai berbisik memujinya kelembutan tutur katanya.
Setelah itu, sambil menahan air matanya, Rissa berjalan keluar toko. Dia butuh waktu untuk sendiri setelah dipermalukan oleh Arvin dan Karin. Sampai kapanpun dia akan mengingat kejadian ini dan akan membalasnya suatu hari nanti.
Rissa menangis sendirian di area parkiran. Tetapi kemudian ada seorang wanita paruh baya berjalan sempoyongan menghampirinya.
"Nak ... Tolong aku. Sepertinya penyakit jantungku kambuh," ucap perempuan itu sambil terus memegangi dadanya.
Rissa bingung harus bagaimana. Dia sedang bekerja, bisa di sini juga karena menyelinap keluar karena ingin menangis. Kalau dia pergi begitu saja pasti dia akan dipecat.
Tetapi dia tidak tega melihat perempuan di depannya ini, apalagi wajah perempuan itu sudah sangat pucat. Selain itu di parkiran ini hanya ada dirinya. Kalau perempuan ini tidak segera ditolong mungkin dia tidak akan selamat.
"Maukah kamu mengantarkan aku ke rumah sakit? Aku sudah tidak kuat," ucap perempuan itu lagi. Dia terlihat sangat kesakitan.
Tanpa berpikir panjang Rissa lalu memanggil taksi dan mengantarkan perempuan itu ke rumah sakit. Dia mempertaruhkan pekerjaan yang susah payah dia dapatkan demi menolong seseorang yang sama sekali tidak dia kenal.
Setelah melihat perempuan itu mendapatkan penanganan, Rissa segera kembali ke toko.
"Dari mana kamu?!" sambut sang manajer ketika dia masuk ke dalam toko. "Kamu pikir ini toko nenek moyangmu jadi kamu bebas keluar masuk?! Kamu itu pegawai baru tetapi sudah bertingkah semaunya di sini!" semprot sang manajer.
"Maaf, aku tidak akan mengulanginya," ucap Rissa. Dia tidak berusaha membela dirinya karena dia sadar dirinya memang bersalah, pergi tanpa ijin sewaktu jam kerja.
"Ini peringatan terkahir. Jika setelah ini kamu membuat kesalahan lagi, aku pastikan kamu di pecat! Mengerti?!! Sana, lanjutkan pekerjaanmu!"
Rissa pun mengangguk lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Beberapa jam kemudian manajer toko menghampiri Rissa.
"Rissa, ikut aku sebentar," ucap sang manajer.
Rissa sudah berpikir yang tidak-tidak. "Apa aku melakukan kesalahan lagi?" tanya Rissa.
"Justru aku yang seharusnya bertanya seperti itu kepadamu!" balas sang manajer ketus. "Tadi kamu membuat masalah dengan Nona Karin Wiratama, sekarang Asisten Nyonya Gunawan datang mencarimu. Kamu buat masalah apalagi?!"
"Asisten Nyonya Gunawan? Siapa dia?" Rissa tidak mengerti. Dia merasa tidak mengenal nama itu.
Sampai di ruangan sang manajer Rissa telah ditunggu seorang pria berpakaian rapi.
"Nona Rissa?" tanya orang itu.
"Iya, saya," jawab Rissa kaku. Dia takut telah melakukan kesalahan yang tidak dia sadari dan orang ini datang untuk memintanya bertanggung jawab.
"Nyonya Gunawan ingin bertemu anda dan ingin berterima kasih."
"Nyonya Gunawan?"
"Tadi Nyonya sakit lalu anda mengantarkannya ke rumah sakit. Sekarang kondisi Nyonya Gunawan sudah jauh lebih baik dan beliau ingin bertemu anda. Beliau ingin mengucapkan terima kasih."
Di dalam sebuah kamar perawatan VVIP, terbaring perempuan paruh baya yang tadi di tolong Rissa. Dialah Nyonya Gunawan. Kondisinya jauh lebih baik dibandingkan terkahir kali Rissa melihatnya.
"Bagaimana keadaan Nyonya?" tanya Rissa. Dia benar-benar tidak tahu siapa yang telah dia tolong.
Nyonya Gunawan tersenyum. "Ini semua berkat kamu. Terima kasih sudah menolongku, Rissa."
"Bagaimana Nyonya tahu namaku?" Pertanyaan ini sejak tadi memenuhi kepala Rissa. Bagaimana Nyonya itu bisa tahu namanya dan tahu kalau dia bekerja di toko itu.
"Aku tadi sedang membeli sesuatu dan tidak sengaja melihat kejadian sewaktu kamu ... " Nyonya Gunawan tidak melanjutkan kalimatnya. "Bagaimana kamu bisa berurusan dengan putri keluarga Wiratama?."
Tidak heran jika Nyonya Gunawan ini mengenal Karin, seluruh orang di kota ini mengetahui siapa Karin dan keluarganya. Bahkan tadi manajer toko juga langsung menyuruh Rissa meminta maaf kepada Karin tanpa mau mendengar penjelasannya.
Rissa tidak menjawab.
"Dengar Rissa ... apapun kesalahanmu, kamu tidak pantas di hina dan diperlakukan seperti itu. Kalau kamu tidak betah bekerja di tempat itu, datanglah kepadaku. Aku akan menerimamu bekerja di perusahaanku."
"Terima kasih Nyonya, akan saya pikirkan."
Setelah menemui Nyonya Gunawan, Rissa langsung menuju ruang praktek dokter kandungan. Dia memang sudah berencana untuk memeriksakan kandungannya setelah pulang bekerja. Kebetulan masih ada sisa uang pemberian Arvin.
Selesai mendapatkan nomor antrian Rissa langsung duduk di kursi tunggu. Dan entah kebetulan atau memang sudah takdir, Rissa kembali bertemu Karin di sana, bahkan mereka duduk bersebelahan.
"Hai ... Kamu juga disini?" sapa Karin ramah seperti lupa jika tadi dia sudah mempermalukannya. Sungguh, orang yang tidak tahu pasti menyebutnya bidadari yang baik hati. "Aku sedang merencanakan program kehamilan," terang Karin.
Kalau duduk berdekatan seperti ini penampilan Karin dan Rissa terlihat sangat kontras. Karin terlihat mewah dan serba mahal seperti kaum sosialita dan orang kaya pada umumnya, sementara Rissa seperti pembantu yang sedang mengikuti majikannya.
Pantas orang-orang mengatakan memang seharusnya Arvin menceraikan dia karena Arvin yang tampan lebih serasi bersama Karin dibanding bersama Rissa. Dan itu semakin membuat perasaan Rissa sakit.
"Apa kamu hamil? Boleh aku lihat buku yang kamu pegang?" Mata Karin melotot melihat buku KIA di tangan Rissa. Meskipun nada bicaranya terdengar halus tetapi tatapan matanya tidak bisa berbohong.
Rissa buru-buru menyembunyikan buku KIA nya meskipun sudah terlambat. "Tidak, ini punya temanku, aku hanya mengantarkan dia periksa."
"Aku tahu kamu tidak punya teman. Katakan kamu hamil berapa bulan?!" Rupanya Karin yakin kalau Rissa memang tengah hamil.
Belum sempat menjawab, nama Karin dipanggil oleh perawat. Jadi untuk sementara Rissa bisa menghindari Karin.
Karin sudah terlanjur mengetahui kehamilan Rissa walaupun lama-lama orang-orang juga akan mengetahuinya, tetapi untuk sekarang Rissa belum siap. Dia takut jika kabar ini sampai ke telinga Arvin, mantan suaminya itu pasti berniat untuk merebut anaknya nanti. Mungkin jika Arvin mengetahuinya sebulan atau dua bulan lagi, dia akan berpikir jika bayi di dalam perutnya bukanlah darah dagingnya melainkan hasil hubungan Rissa dengan laki-laki lain. Dengan begitu Arvin tidak akan peduli.
Beberapa saat kemudian giliran Rissa diperiksa. Selesai diperiksa Rissa pergi untuk ke bagian administrasi yang terletak di lantai satu. Rissa berjalan menuju lift tetapi ada seseorang yang menghampirinya memberitahu kalau lift tidak berfungsi jadi harus menggunakan tangga darurat.
Tanpa menaruh curiga sedikitpun Rissa pun mengikuti saran orang itu. Dia berjalan menuju tangga. Baru beberapa langkah menuruni tangga tiba-tiba ada yang mendorong tubuh Rissa hingga terjatuh dan tidak sadarkan diri.
*
Rissa terbangun di dalam sebuah ruang perawatan. Kepalanya terasa pusing dan perut bagian bawahnya terasa nyeri.
Seorang perawat datang sambil membawa obat.
"Suster, apa kandunganku baik-baik saja?" Itulah yang pertama kali Rissa tanyakan. Dia ingat betul apa yang terjadi sebelum dia terbaring di tempat ini. Dia sedang berjalan menuruni tangga lalu tiba-tiba ada seseorang yang mendorongnya. Jadi, bisa saja kandungannya dalam bahaya.
"Maaf, anda mengalami keguguran. Kandungan anda tidak bisa diselamatkan," jawab perawat itu.
Dan lagi-lagi Rissa harus menelan kenyataan pahit. Setelah suaminya direbut Karin, kini dia juga harus kehilangan bayinya karena Karin. Ya, Rissa yakin Karin lah orang yang telah mendorongnya hingga jatuh meskipun dia tidak punya bukti.
Tangis pilu Rissa membuat perawat yang sedang memeriksanya ikut merasakan kesedihan yang mendalam.
"Apa ada seseorang yang bisa saya hubungi untuk menghibur anda?" tanya perawat itu.
Rissa menggeleng. Memang pada kenyataannya dia tidak punya siapa-siapa selain Arvin di dalam hidupnya. Tetapi kini Arvin sudah membuangnya.
Tiba-tiba mata Rissa menerawang. Rasa sedih yang luar biasa membuatnya tidak bisa lagi menitikkan air mata.
"Ibu tidak apa-apa?" tanya perawat itu lagi. Dia khawatir karena melihat tatapan kosong Rissa.
"Ya, aku baik-baik saja," jawab Rissa datar sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun.
Di dalam hatinya Rissa menyimpan dendam yang membara baik kepada Karin dan juga Arvin. Rissa akan menuntut balas atas pengkhianatan juga penghinaan yang telah mereka lakukan dengan cara yang lebih menyakitkan.
"Silahkan di minum obatnya. Ini akan mengurangi nyeri dan pusing akibat terjatuh tadi."
"Aku tidak butuh obat itu," jawab Rissa. Tiba-tiba semua sakit yang tadi dia rasakan menghilang.
"Tetapi ini harus di minum."
"Letakkan saja di meja. Nanti akan aku minum."
"Baiklah ... Kalau begitu saya permisi." Perawat itu hendak pergi.
"Sus, siapa yang menolongku tadi?"
"Saya tidak tahu siapa yang menolong anda, tetapi semua tagihan rumah sakit sudah dibayar atas nama Nyonya Gunawan."
"Baiklah, terima kasih."
Perawat itu menganggukkan kepalanya kemudian pergi.
Rissa tidak merasakan sakit apapun meskipun dia masih dalam masa pemulihan. Dia berjalan menuju ruangan tempat Nyonya Gunawan di rawat. Dia yakin Nyonya Gunawan masih berada di sana.
"Selamat malam Nyonya," sapa Rissa.
"Bagaimana keadaanmu?" balas Nyonya Gunawan.
"Aku baik-baik saja sekarang. Bagaimana Nyonya bisa tahu?"
"Tadi asistenku tidak sengaja melihat kamu dibawa ke ruang ICU. Apa yang terjadi?"
Lalu Rissa menceritakan kalau dia jatuh dari tangga.
"Aku benar-benar berterima kasih kepada Nyonya. Anggap saja saya tidak tahu diri, tetapi apakah tawaran untuk bekerja di perusahaan Nyonya masih berlaku? Saya ingin bekerja untuk Nyonya."
"Tentu saja, kalau kamu bersedia. Tetapi ada beberapa syarat yang harus kamu setujui."
"Apapun akan aku lakukan!" Rissa sudah membulatkan tekadnya untuk tinggal membalas dendam kepada Arvin dan Karin. Dan keinginannya itu tidak akan bisa terwujud kalau dia tetap bekerja sebagai pelayan toko.
"Pertama, kamu harus ikut kemanapun aku pergi. Dalam waktu dekat aku akan pindah keluar negeri, jadi kamu harus ikut. Apa kamu siap berpisah dengan orang-orang yang kamu sayangi di sini?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!