NovelToon NovelToon

ONLY MINE!

Nikahan Mantan.

Lagi dan lagi, Aku gagal untuk ke-tiga kalinya. tapi kali ini alasannya benar-benar membuatku kecewa.

Berbeda dengan Mas Dimas dan Mas Angga yang meninggalkanku karena tidak kuat LDR (Long Distance Relationship) karena jarak kami yang jauh, menyebabkan mereka memilih menyudahi hubungan. Karena pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan atau di pindahkan.

Kali ini Mas Fahmi Laki-laki ketiga yang meninggalkan-ku dan memilih Menikah dengan Perempuan lain. Alasannya cuma satu, Aku tidak mau di ajak menginap di hotel bersamanya. Walaupun kita akan menikah sebentar lagi. Aku menolak mentah-mentah ajakannya. Enak saja, belum menikah tapi udah pengen anboxing duluan!

Aku berjalan keluar dari kantor menuju parkiran. Badanku lemas, membayangkan betapa malangnya nasibku ini. Aku memang mencintai Mas Fahmi, tapi Aku lebih mencintai diriku sendiri. Aku juga tidak menyangka jika Mas Fahmi sudah keluar dari batas sejauh itu. Baru putus hubungan lamaran denganku, dia langsung menikahi Wanita lain. Ntah sejak kapan mereka bertemu dan menjalani hubungan, pasti saat Mas Fahmi sudah lamaran denganku. Atau bahkan saat sebelum melamarku.

Aku baru lamaran dengan Mas Fahmi sebulan yang lalu, dan seminggu yang lalu kami memutuskan untuk berpisah. Padahal tanggal pernikahan sudah kami tentukan. Tapi, mungkin ini yang di namakan bukan Jodoh. Dan hari ini Mas Fahmi sudah menikah dengan Wanita lain yang menjadi pilihannya.

Aku terus berjalan menyusuri parkiran dan masuk kedalam Mobil kesayanganku.

Baru juga masuk mobil, air mataku merembes keluar seperti keran bocor.

"Hiks, Mas Fahmiiii..." Tangisku pecah, mengingat kenangan yang pernah kami lalui walaupun tak terlalu lama. Rasanya, Aku sangat kecewa, Aku dan Mas Fahmi sudah satu tahun bersama. Kemarin Anniversary ke satu tahun pas dia melamarku. Aku sangat bahagia, tidak menyangka akhirnya jadi seperti ini.

Aku mengusap pipiku kasar, menghapus jejak air mata yang terus mengalir. Setelah ku pikir-pikir buat apa Aku menangisi Laki-laki tidak berakhlak seperti Fahmi? Yang baru niat menikah saja sudah minta macam-macam.

Aku mulai melajukan Mobilku meninggalkan parkiran dan pikiran bodohku soal Fahmi. Gausah pake kata 'Mas' lagi! Aku sangat muak sekarang.

Sampai di rumah, Aku melihat Mama-ku sibuk memilih Dress yang ntah akan dia pakai kemana.

"Ehh, Nay. Udah pulang Sayang?" kata Mama lembut.

Aku mengangguk, "Iya, Mah. Mama mau kemana udah milih-milih Dress gitu?" kataku pelan.

Mama mengernyit. "Loh, ini buat kamu, Sayang. Bukannya kamu mau dateng ke Nikahan si Fahmi?" kata Mama sambil terus memilah Dress.

"Nggak Mah! Aku gak akan mau datang." jawabku sedikit kesal. Bukan karena Mamaku, tapi mendengar namanya saja Aku pengen muntah.

Oh, ya. Satu lagi, Fahmi mengundangku ke acara Pernikahannya, sangat baik sekali bukan?

"Gak boleh gitu dong, Sayang. Kamu mau di anggap lemah atau gagal move on sama Fahmi kalo gak dateng?" Mama jalan mendekati Aku yang sudah terlihat frustasi.

"Nggak mau! T-tapi, Mah..." kataku terbata Aku lemas,lesu,lunglai jadi satu rasanya, perasaanku campur aduk.

"Ayo dong Sayang, kuat yaa. Mama yakin Nayla bisa ngelewatin ini. Nayla anak Mama yang hebat." kata Mamaku sambil mengusap lembut kepalaku.

"Lagi pula, kalo Aku dateng, masa Aku kesana nya sendiri-an, Aku malu, Mah." rengekku mencoba mencari alasan biar tidak usah datang ke Nikahan si ketan itu. Eh Mantan maksudnya.

"Udah! Kamu gausah khawatir, Mama udah siapin semuanya, kamu tinggal pergi aja!" jawab Mamaku bersemangat.

"Hah? Maksud Mama gimana?" tanyaku bingung.

"Udah, kamu siap-siap gih. Apa mau ke salon aja? Biar si Fahmi tau, kalo Kamu bisa jauh lebih baik tanpa dia." kata Mama menggebu, dan sibuk sendiri.

"Nggaaaa... Nayla mau ke kamar aja." jawabku dan langsung melenggang pergi setelah berpelukan sama Mama sebentar.

"INGAT! NANTI JAM 8 MALEM YA, JANGAN LUPA!" teriak Mama lumayan kencang. Karena posisinya Aku sudah naik ke lantai 2 menuju kamarku.

"IYA, MAH!"

.

.

.

.

.

"Nay! Nayla! Bangun, Sayang." suara lembut Mama terdengar di telingaku, Aku yang malas bangun hanya berdehem kecil.

"Nay, bangun ayo! Jangan dehem-dehem mulu. Kamu pikir mama kelomang?" kata Mamaku kesal.

"Kelomang itu bukan hmm, tapi HAAAAH." jawabku sedikit kesal sambil mempraktekan cara meniup kelomang ke Mama.

Mama cengengesan sambil menutup hidungnya. "Buset, napasmu bau Naga, Nay! Cepet mandi, udah jam 8 nih."

Aku terkekeh sambil melirik ke meja sebelah kasur, melihat jam weker yang terdampar tak tersentuh di sana, jam baru menunjukan pukul 18:30 malam.

"Buset, masih jam setengah tujuh loh, Mah." jawabku kesal, Aku langsung merebahkan kembali tubuh jompoku kekasur yang empuk dan sangat nikmat ini.

"Ayo cepet, Nay! Kamu belum Make up, belum mandi, mau kayak gembel kamu ke Nikahan si Fahmi nya?" Mama berusaha menarikku dari kenyamanan tak terbatas ini.

Aku bangun dengan berat hati berjalan menuju kamar mandi dengan sangat terpaksa, niatnya Aku akan tidur di Bath up sampe pagi.

Kenapa juga si Fahmi harus Nikah sekarang sih! Ganggu orang tidur aja, heran!

Baru mau masuk kamar mandi, Mama sudah mengancamku dengan satu serangan andalannya. "Kalo kamu tidur di Bath up, mama bakar semua Album dan Foto-foto idola kamu."

Buset, yang tadinya nih mata ngantuknya kebangetan. Langsung seger kayak abis di jejelin cabe sekilo. "Siap Ratu, hamba akan melaksanakan perintah dari yang Mulia Ratu." kataku langsung jebar-jebur mandi.

Ceklek.

"Buset dah, itu mandi apa cuci kaki, kilat amat." kata Mama sambil berkacak pinggang, memandang anak gadisnya kesal, masa mandi semenit doang, beres.

Aku memandang foto-foto Idol favoritku, ternyata masih aman dan damai di tempatnya. "Hehe, cuci muka doang." jawabku cengengesan.

"MANDI LAGI! KALO NGGAK, MAMA BENERAN BAKAR SEMUANYA!" keluar sudah suara merdu mamaku yang mengalahkan toa Mesjid.

"SIAP YANG MULIA!" Aku langsung masuk lagi ke kamar mandi dan mulai mandi dengan benar, takut kalo Mamaku ngamuk lagi.

.

.

.

.

.

Pas jam Delapan malam, Aku sudah siap dengan Dress merah selututku, wajahku yang sudah cantik dari lahir (jangan iri, ya!) Berkilauan penuh riasan yang membuatku terlihat 10 tahun lebih muda! Asekkk.

Aku terus memandang pantulan diriku di cermin, memutar dan berjinjit sambil melihat high heels merahku, sepadan dengan Dress yang Aku kenakan.

Aku sangat cantik, tapi kenapa Aku selalu di tinggalkan? Hiks.

"Sayang, cepat berangkat. Udah di tungguin tuh," kata Mama sambil menarik pelan tanganku keluar dari kamar.

HAH? DI TUNGGUIN, SAMA SIAPA?

APAKAH PANGERAN BERKUDA PUTIH YANG SELAMA INI AKU TUNGGU SUDAH DATANG?! OH ME GAT!

"Loh, di jemput siapa, Mah?" tanyaku penasaran.

"Udah, masuk gih. Nanti juga Kamu tau." jawab Mama seraya mendorongku untuk masuk kemobil yang sudah di bukakan pintu oleh Pak Sopir.

Waktu Aku masuk, seorang Laki-laki turun dari mobil yang sama denganku, dan menghampiri Mama. Aku tidak tau apa yang sedang mereka obrolkan, karena jendela dan pintu mobilnya sudah tertutup.

Aku terus memperhatikan punggung Laki-laki itu dari belakang. Tak lama dia berjalan dan memutar masuk kedalam mobil.

"Maaf sudah menunggu lama." ucapnya.

Aku melongo, siapa dia?

Ganteng banget, haha.

"Oh, iya. Gak apa-apa," jawabku singkat.

Sepanjang perjalanan dia hanya diam, berbeda denganku yang curhat pada Pak Sopir.

"Aneh kan, Pak? Saya kurang apa coba? Cantik, pasti. Sexy, Iya. Nyari uang sendiri, bisa. Masa Saya udah di tinggalin sampe tiga kali! Coba Bapak bayangin!" kataku menggebu-gebu.

Bapak Sopir ikut mengebu-gebu, "Bener tuh, Neng! Aneh banget yaa? Padahal Neng-nya udah sempurna banget. Kok bisa-bisanya di tinggalin!"

Aku mengangguk-anggukan kepala merasa di bela sama Pak Sopir. "Iya kan, Pak! Memang gak tau diri mereka tuh!"

"Bener, Neng! Semoga Neng-nya dapat cowok yang jauh lebih baik kedepannya!" kata Pak Sopir.

"Semoga aja, terimakasih Pak doanya!" jawabku meng-Aminkan doa Pak Sopir.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, Aku langsung bergegas masuk. Biar cepat selesai dan Aku bisa cepat pulang.

Drrtttttt

Suara ponsel bergetar, Aku merogoh tas-ku untuk mengecek, ternyata getarannya bukan dari ponselku.

"Kamu masuk duluan ya, Aku angkat telepon sebentar," kata Lelaki itu, yang sudah berdiri di sampingku ntah sejak kapan, Aku bahkan belum tau namanya siapa.

Aku hanya mengangguk dan melenggang masuk ke pernikahan Fahmi. Pengen lihat secantik apa sih, wanita pilihannya itu.

DEG!

Baru saja kaki mungilku menginjak karpet merah beberapa langkah, langkahku kini terhenti tepat di pintu masuk. Aku melihat foto-foto mesra Fahmi dan Wanita itu, Wanita yang sangat Aku kenal.

Seluruh badanku gemetar, dadaku bergejolak, rasa sakit menyelimuti hatiku, bagaimana bisa perasaan sakit yang Aku rasakan berlipat. Setelah melihat Wanita yang Fahmi nikahi.

Aku tetap berjalan, walaupun rasanya Aku sudah tidak sanggup untuk sekedar menopang berat badanku. Aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya kasar, mencoba menenangkan diri. Ini bukan saatnya Aku lemah seperti ini.

AKU HARUS KUAT. NAYLA GANENDRA BUKAN WANITA LEMAH!

Setelah cukup tenang, Aku berjalan perlahan memasuki gedung dengan tersenyum, melangkah penuh percaya diri, memancarkan seluruh Aura positif yang Aku punya.

Sudah kuduga, tidak ada yang bisa menolak pesona seorang Nayla. Tak sedikit yang memuji, bahkan hampir seluruh orang yang melihatku, memandang dengan tatapan takjub.

Siapa dulu dong, Nayla gitu loh!

Setelah sampai di depan pelaminan, Aku melihat Fahmi dan Wanita itu tengah tersenyum menyambut tamu dengan wajah ramah yang sangat menjijikan dimataku.

Aku menaiki tangga satu persatu menuju ke arah mereka. Fahmi dan Wanita itu tampak terkejut melihat kedatanganku.

Mungkin di fikiran mereka, kok Aku beneran datang saat mereka undang? Haha.

Aku tersenyum ramah dan mengucapkan selamat tanpa menyentuh tangan kotor Fahmi yang dia ulurkan untuk berjabat tangan denganku. Enak aja!

"Selamat ya, Fahmi dan Lia atas pernikahannya. Semoga bahagia dan cepat diberikan momongan," kataku ramah sambil bergeser sedikit kedepan Lia-Istrinya Fahmi dan juga 'mantan' Sahabat baikku.

Lia Amara, sahabat yang ku anggap baik, ternyata tidak sebaik namanya. Aku tidak menyangka, Sahabat yang sudah bersamaku hampir Lima Tahun ini, ternyata dia juga yang menusukku dari belakang.

Aku terus menatap Lia yang menatap balik kearahku, sambil tersenyum mengejek. Aku masih tidak habis pikir, kenapa harus Lia?

"Kenapa, Nay? Kaget? lihat Gue nikah sama sahabat lo sendiri?" Fahmi tertawa terbahak-bahak sambil melihatku.

"Haha! Gimana, enak di tinggal nikah sama Cowok yang lo suka?" kata Lia ikut mengejekku.

Aku sedikit kaget melihat perubahan sikap Lia kepadaku. Selama ini dia Wanita yang baik dan lembut. Bahkan, dia sering memberiku saran jika Aku sedang mengalami masalah. Terutama waktu Aku memutuskan untuk melepaskan Fahmi.

Lia dan Fahmi sibuk tertawa mengejek. Fahmi menarik pinggang Lia mesra di hadapanku.

"Gue sama Fahmi... Ups! Maaf. Maksudnya Suami Gue udah lama hubungan, Sebelum Lo lamaran. Ehh satu lagi, Fahmi lamar Lo karena Gue yang nyuruh. Biar pas batal sakitnya kerasa. Haha!" lanjut Lia yang di dukung Fahmi.

Fahmi mengangkat jempolnya kearahku. "Gimana? Enak toh? Haha..." Kata Fahmi.

Aku mengangkat Wajahku, mendongak dengan tatapan jijik kearah mereka berdua. Dalam hati Aku sangat bersyukur, karena menolak ajakan bejat Fahmi untuk menginap dihotel bersamanya.

"Bagus deh, Beban sama beban nikah, kan emang pantes, iya gak sih?" kataku sarkas.

Fahmi dan Lia berhenti tertawa, mereka berdua menatapku tak terima. "Maksud Lo!" sentak Fahmi kesal.

"Halah! Bilang aja, Lo iri kan? Udah jomblo gak punya pasangan, di tinggal nikah pula," kata Lia sambil menyungingkan bibirnya meledekku.

"Buat apa, iri sama sampah?" jawabku tenang melipat tanganku di dada.

"Siala*n. Buat apa sih Lo datang! Ngabisin makanan sama tempat doang disini. Oh, ya. Satu lagi, cepetan nyusul, keburu jadi perawan tua!" kata Fahmi menambahi kata-kata sarkas Lia padaku.

"Apa udah gak perawan? Ups! Haha." Lanjut mereka berdua.

"Maaf ya, gak doyan makanan sampah. Soalnya disini aja udah bau banget kayak tempat pembuangan terakhir." kataku cuek sama kata-kata pedas mereka.

Padahal udah pengen nangis dikit.

Wajah Fahmi merah padam, menatapku penuh emosi. Aku tau apa yang akan dia lakukan padaku, Fahmi melayangkan tangannya hendak menamparku.

Aku langsung memejamkan mataku...

"Maaf, Pak Fahmi. Jangan sentuh Wanita Saya." Suara berat seseorang menyadarkanku, kenapa tangan Fahmi gak sampai-sampai di mukaku?Atau kejebak macet di jalan?

Aku membuka mataku perlahan melihat punggung tegap seorang Laki-laki yang tadi pergi kesini bersamaku. Dia tengah memegang tangan Fahmi yang mau menamparku.

Aku menghembuskan nafas lega, untung dia datang tepat waktu.

"P-pak Daren?" kata Fahmi terbata, sambil menurunkan tangannya. Dia terlihat Syok dengan kehadiran Lelaki yang bernama Daren itu.

Nasi Padang

"Maaf, Pak Fahmi. Jangan sentuh Wanita Saya." Suara berat seseorang menyadarkanku, kenapa tangan Fahmi gak sampai-sampai di mukaku?Atau kejebak macet di jalan?

Aku membuka mataku perlahan melihat punggung tegap seorang Laki-laki yang tadi pergi kesini bersamaku. Dia tengah memegang tangan Fahmi yang mau menamparku.

Aku menghembuskan nafas lega, untung dia datang tepat waktu.

"P-pak Daren?" kata Fahmi terbata, sambil menurunkan tangannya. Dia terlihat Syok dengan kehadiran Lelaki yang bernama Daren itu.

"Saya harap, Kamu tidak pernah menyentuh Nayla lagi, bahkan memikirkannya saja, tidak Saya izinkan." kata Daren datar.

Laki-laki yang ku tau bernama Daren itu menarik lenganku dan mendekapku lembut. Wangi tubuhnya menyeruak di indra penciumanku.

"Se-sejak kapan Bapak dan Nayla bersama?" tanya Fahmi terbata.

Daren melepaskan pelukannya,"Bukan urusanmu." jawabnya.

"Kamu gak apa-apa, Sayang?" tanya Daren padaku, Aku mengerjapkan mataku bingung.

Aku melirik kearah Lia dan Fahmi yang mematung di tempat setelah jawaban ketus Daren. "Gak apa-apa. Kamu kok lama, sih?" jawabku Manja. Ekting dikit, biar mereka tambah panas, haha. Rasain!

"Maaf yaaa, Aku tadi lagi nyewa bioskop buat nonton nanti, abis pulang dari sini," katanya lembut, sambil mengusap pelan kepalaku dan tersenyum.

"Kamu udah lama kenal sama Nayla?" kali ini Lia yang bertanya pada Daren. Seolah dia bingung, sejak kapan Aku kenal dengan Daren. Padahal dulu, kalo Aku dekat dengan Laki-laki manapun, Lia pasti tau.

Fahmi menyengol pelan tangan Lia, Lia cuma planga-plongo gak ngerti situasi.

Galen hanya menatap Lia sekilas lalu memalingkan wajahnya. "Mau pulang kapan Sayang?" tanya Daren padaku.

"Se-Aduhhh" belum sempat Aku menjawab Lia menarik rambutku dari belakang.

"Aduhhh sakitttt!" Aku meringis merasakan kulit kepalaku yang hampir copot. Untung Daren sigap dan langsung mendorong Lia kearah Fahmi.

"APA-APAAN KAMU! BERANI-BERANINYA KAMU MENYAKITI WANITA SAYA." Daren menaikan suaranya lantang, membentak Lia yang menatapku kesal.

"Ma-maafkan Istri Saya, Pak. Saya janji dia gak akan begitu lagi," Fahmi menunduk meminta maaf.

"Kamu apa-apaan sih? Emang siapa, si Daren ini sampe kamu segitunya?" Lia mendorong Daren kencang, tapi tidak membuat Daren mundur sedikitpun.

Fahmi menarik Lia, menjauhkannya dari Daren."KAMU YANG APA-APAAN. DIA BOS AKU DI KANTOR!" Fahmi menaikan suaranya, Lia terlihat syok dan langsung menunduk.

Aku mengusap-usap kepalaku yang terasa panas, tak sengaja mataku melihat sekeliling pelaminan, Oh tidak. Ternyata kami sudah menjadi bahan tontonan! Bahkan Mama, Papa Fahmi dan Lia naik keatas pelaminan. Makin kacau udah!

Aku langsung menarik Daren untuk pulang.

"Sebentar Sayang..." kata Daren lembut kepadaku padahal setengah menit yang lalu dia sedang membentak orang lain. Dada Daren naik turun karena emosi. Padahal Aku hanya pacar bohongannya, tapi kenapa dia se-emosi ini?

"Pak Fahmi. Besok ke kantor beresin semua barang-barangmu, Kamu Saya pecat." lanjut Daren tegas .

Fahmi menatap Daren tak percaya, sedetik kemudian dia langsung pingsan tak sadarkan diri. Rasain!

Daren menuntunku untuk pulang, ntah kenapa wangi tubuhnya membuatku sangat tenang...

Aku dan Daren langsung masuk kedalam mobil, kepalaku berdenyut, perutku lapar. Oh tidak, Aku harus makan Nasi Padang dua bungkus!

"Kepalanya masih sakit?" tanya Daren, mimik wajahnya terlihat khawatir.

Aku mengangguk pelan, "Aku laper... Boleh mampir ke rumah makan dulu, nggak?"

"Boleh, mau ke Resto mana? Makanan Jerman? Itali? Atau apa?" jawab Daren.

"Pengen makan Nasi Padang aja, hehe." jawabku cengengesan.

"Nasi Padang?" Daren terlihat kebingungan.

"Iya... Kamu belum pernah makan Nasi Padang?" tanyaku yang di angguki Daren.

"YA AMPUN! Kamu beruntung ketemu Aku! Pokoknya, Kamu harus nyobain!" kataku mengebu-gebu.

"Boleh... Pak, ke Resto Nasi Padang," kata Daren.

"Siap, Tuan." jawab Pak Sopir.

Aku tersenyum, membayangkan betapa nikmatnya malam-malam makan Nasi Padang! Beuhh...

Sekitar Sepuluh menit, Pak Sopir memarkirkan Mobil di salah satu Rumah Makan Padang, Aku sudah tak sabar rasanya...

"Ayoooo Daren!" kataku semangat, tak sadar Aku menarik tangannya.

"Ehh, Maaf!" kataku gelagapan melepaskan tanganku setelah sadar kalo Aku hampir menyeret Daren.

Daren hanya diam sambil mengikutiku masuk.

"Kak, Aku pesan nasinya 3 porsi ya, terimakasih." kataku dan langsung berjalan kearah meja yang sudah komplit sama Lauk Pauk dan Sayuran. Aku memang sering beli Nasi Padang disini jadi Kakak Pelayannya udah lumayan kenal.

Aku melupakan sesuatu...

Daren? Mana Daren! Aku mengedarkan pandanganku kepenjuru Rumah Makan. Ternyata Daren duduk di pojokan paling belakang. Buset, ngapain tuh bocah anteng di situ?

"Daren! Sini." panggilku, Daren langsung berjalan menghampiri dan duduk di bangku tepat di depanku.

"Pak Sopir, mana?" tanyaku.

"Di mobil." jawab Daren singkat. Buset, sikapnya berubah 180derajat. Berbeda saat di pernikahan si Fahmi tadi.

"Loh... Kok gak ikut makan?" kataku.

Daren mengernyit, "Sejak kapan Sopir makan sama Bos?"

"Mau Bos atau bukan, tetap manusia. Sama-sama makan nasi, jadi kamu gaboleh gitu." kataku yang langsung berdiri bergegas menghampiri Pak Sopir.

Pak Sopir terlihat sedang memainkan Ponselnya, "Pak! Ayo masuk," kataku, Pak Sopir terkejut melihatku.

"Ehh, nggak deh Neng. Bapak disini aja, nanti makan di rumah," jawabnya cangung.

"Gaboleh, Pak! Saya udah pesenin loh, ayo kita makan bareng sama Saya." kataku yang langsung menarik pelan tangannya untuk masuk.

Pak Sopir pasrah berjalan ke meja yang berbeda denganku dan Garen. Aku langsung menarik pelan lagi tangan Pak Sopir membawanya untuk duduk bersama kami.

"Disini aja, Pak, duduknya. Bapak mau minum apa? Biar saya pesenin sekalian," kataku.

"Eh, anu... Air putih aja Neng," jawab Pak Sopir masih canggung.

"Bapak suka teh manis anget, gak?" tanyaku.

"Suka, Neng." jawabnya.

"Kamu minumnya mau apa, Daren?" tanyaku pada Daren yang sedang menatap aneh kearahku.

"Air putih aja deh," jawabnya.

"Okeee."

Tak lama tiga porsi nasi sudah datang, Aku langsung pesan minuman buat kita bertiga.

"Kak maaf, mau pesan minumnya sekalian, teh manis anget tiga, air mineralnya tiga, ya, Terimakasih..." kataku.

"Siap kak, tunggu sebentar ya..." jawab kakak pelayanannya ramah.

Aku membuka beberapa lauk yang Aku inginkan, sedangkan Daren cuma menatap makanan di depannya bingung.

"Kamu ambil aja, apa yang kamu mau, terus buka plastiknya, terus makan deh," kataku. Daren mengangguk dan membuka Rendang, serta Ayam bakar lalu memak

annya menggunakan sendok.

Sangat tidak nikmat, pake tangan dong!

Aku melirik kearah Pak Sopir yang hanya mengambil sayur nangka. Pasti Pak Sopirnya ngerasa gaenak, sama seperti Karyawan mama dan Papaku, saat pertama kali mereka makan bersamaku.

"Bapak suka Rendang?" tanyaku.

"Suka, Neng." jawabnya pelan.

Aku membuka Rendang dan menaruhnya di piring Pak Sopir, kemudian membuka Sambal serta sayur daun singkong, membaginya ke Pak Sopir dan Daren karena lumayan banyak.

"Cobain deh, enak tau!" kataku setelah melihat reaksi Daren yang terkejut setelah kuberikan daun singkong.

"Kebanyakan, Neng, takut Bapak gak bisa bayarnya," bisik Pak Sopir pelan.

Aku terkekeh, "Aku yang traktir Pak, ambil sepuasnya yang Bapak mau." jawabku.

Pak Sopir tersenyum dan mengucapkan terimakasih padaku.

"Darennn, aaaaa..." kataku yang menyodorkan nasi, sayur nangka, daun singkong, sedikit sambal dan Ayam Bakar di tanganku, menyuapinya pakai tangan, supaya dia tau kenikmatan makan Nasi Padang pakai tangan.

Daren menatapku bingung, tapi langsung membuka mulutnya dan mengunyah makanan yang Aku kasih. " Gimana? Enak?" tanyaku.

Makan Bersama

Darennn, aaaaa..." kataku yang menyodorkan nasi, sayur nangka, daun singkong, sedikit sambal dan ayam bakar di tanganku, kemudian langsung menyuapinya. Supaya dia tau kenikmatan makan nasi Padang pakai tangan.

Daren menatapku bingung, tapi langsung membuka mulutnya dan mengunyah makanan yang Aku kasih. " Gimana? Enak?" tanyaku.

Daren mengangguk antusias, "Enak! Kok bisa? Padahal kan lauknya sama?" tanya-nya.

"Jangan pake sendok," kataku, Daren langsung menyodorkan makanannya padaku, membuatku kebingungan.

"Aku mau di suapin aja, soalnya gak bisa makan pake tangan..." katanya. Omonganmu segampang itu?

"Eh? Kok ketagihan! Males ah, makan sendiri aja." kataku.

"Cepetan! Siapa suruh nyuapin duluan. Itung-itung balas budi kan? Tadi udah Aku bantuin," kata Daren sambil tetap menyodorkan piringnya. Aku mengambil piring Daren kesal, dan langsung pindah untuk duduk di sampingnya, biar mudah.

"Dasar, perhitungan! Padahal Aku gak nyuruh!" jawabku kesal. Tapi Aku tetap menyuapi Daren dan menyuapi diriku sendiri.

Sesekali Aku melihat Daren kepedasan, sampai satu botol air mineral punyanya habis tak tersisa.

"Abis..." katanya sambil menutup botolnya.

"Minum teh manisnya, mau ku suapin-nya gak pake sambel?" tanyaku.

Daren menggeleng, "Pake sambel aja, walaupun pedes tapi enak." jawabnya.

Daren meminum teh hangatnya dan Aku menyuapinya, dia terlihat seperti anak kecil.

Yang lebih mengejutkan lagi, Daren sampe nambah dua kali! Walaupun sambil kepedesan, Rasakan Daren, nikmatnya nasi Padang ini! Daren bilang, baru seumur hidup dia makan nasi Padang. Sia-sia sekali hidupnya selama ini...

Setelah selesai makan, Aku, Daren dan Pak Sopir langsung bergegas pulang, mereka mengantarkan-ku ke rumah lebih dulu.

"Kenyang?" tanyaku pada Daren yang mengusap perutnya.

"Kenyang, tapi kalo sepiring lagi, masih muat." jawab Daren yang sukses membuatku dan Pak Sopir melongo. Karena Pak Sopir juga melihat betapa lahapnya Daren memakan nasi Padang pertamanya.

"Buset! Udah dua kali nambah, loh." kataku, Daren cemberut membuat Aku dan Pak Sopir terkekeh.

Baru pertama kali bertemu, Kami sudah sedekat ini. Aneh, rasanya. Seperti teman yang sudah kenal sangat lama.

.

.

.

.

.

Drtttttt Drtttt Drtttt

Ponselku bergetar terus menerus, siapa, sih. Yang menelpon pagi-pagi buta begini? Ganggu orang tidur aja!

"Halo..." jawabku kesal.

"Halo."

Tunggu! Suara ini, kayak kenal.

"Ini siapa," kataku setelah mengecek ponsel ternyata nomor baru.

"Daren." jawabnya singkat.

"Ada apa? Ganggu orang tidur aja!" kataku kesal.

"Masih tidur? Ini udah jam sepuluh, loh." jawabnya yang reflek membuat mataku melotot dan langsung melihat kearah jam weker di atas meja. Benar, sekarang sudah jam 10:10 siang.

"Mati, Aku!" kataku yang langsung bergegas bangun dari tempat tidur.

Setelah cuci muka dan gosok gigi, Aku langsung bergegas dandan untuk pergi ke kantor. Walaupun gak mandi, Aku tetap wangi. Karena pake parfum sebotol! Haha.

Selesai dandan Aku langsung mengambil tas, ponsel yang masih tergeletak di atas kasur dan kunci mobil.

Aku bergegas turun dari kamarku yang terletak di lantai dua. Berjalan tergesa-gesa menuju Bagasi mobil.

"Neng, sarapan dulu..." kata Bi Ipah padaku, membuatku sedikit terkejut.

"Ehh Bibi. Enggak deh, nanti di kantor aja, oiya, Mama kemana?" jawabku dan langsung bertanya pada Bi Ipah.

"Loh? Neng gak tau? Ibu kan lagi arisan hari ini. Tadi Ibu suruh bangunin Neng jam 7 pagi, kalo gak bangun-bangun siram aja, katanya. Neng udah Bibi bangunin dari jam 7 pagi sampe jam 9 tetep gak bangun-bangun, mau Bibi siram tapi pintunya di kunci," jawab Bi Ipah membuatku cengengesan sendiri.

Aku kalo udah tidur memang susah di bangunin. Sampe Mama kadang menyiramku dengan air satu baskom. Hiks!

"Bibi tega, mau nyiram Aku..." kataku dramatis.

Bibi ketawa melihatku, "Haha, dari pada telat?" jawab Bi Ipah membuat Aku mengerucutkan bibir kesal.

"Yaudah, Aku pergi dulu, Bi." kataku langsung bergegas menghidupkan mobilku.

"Hati-hati di jalan, Neng! Jangan ngebut-ngebut." kata Bi Ipah.

"Iya, Bi, makasih." kataku dan segera melajukan mobilku menuju kantor.

.

.

.

.

.

Tak lama Aku sampai di kantor, hanya memakan waktu sepuluh menit perjalanan.

Aku bergegas ke ruanganku, karena hari ini Aku ada Meeting penting sama salah satu perusahaan.

"Nin, gimana Meeting hari ini?" tanyaku pada Sekertarisku, Nina.

"Udah di undur, Bu, jadi jam Empat sore ini. Ibu kok tumben datengnya telat?" kata Nina. Aku cengengesan lagi.

"Telat bangun," jawabku, Nina menggelengkan kepalanya.

"Untung Pak Handoyo gak nge-batalin Meeting-nya, Bu." kata Nina.

"Gak mungkin ngebatalin, Nin. Perusahaan mana yang gak mau kerja sama, sama perusahaan kita?" jawabku sedikit angkuh, biar Nina gak terus mengomel.

"Kalo lagi berdua panggilnya Nay aja, Aku ngerasa tua!" lanjutku pada Nina. Nina terkekeh pelan.

Aku sama Nina sangat dekat, karena Nina sudah lama bekerja menjadi Sekertarisku. Kadang kalo lagi libur dan bosan, Aku akan mengajak Nina main atau sekedar jalan-jalan. Tentunya Aku lebih dulu mengenal Nina dari pada Lia.

Sebelum Nina menjadi Sekertarisku, Kami dulu teman dekat di kampus. Cuma setelah kenal sama Lia, Lia melarangku untuk dekat dengan Nina. Katanya Nina cuma memanfaatkan-ku saja.

Tapi Aku menolak. Saat Nina mulai bekerja di Perusahaan Papaku, dia juga banyak membantuku. Hingga saat ini dia menjadi Sekertarisku. Dan pada akhirnya Aku menyadari, ternyata Lia yang memanfaatkanku, bukan Nina.

"Nay, besok ke Cafe, yuk. Mumpung libur," kata Nina sambil membereskan dokumen yang mau Aku tanda tangani.

"Boleh, Kamu jemput ya, soalnya males bawa mobil." kataku.

"Okeee. Nih, tanda tangan semuanya." jawab Nina sambil memberikanku setumpuk dokumen.

"Semuanya? Banyak banget!" kataku yang langsung lemas dan lesu seperti tak bertulang.

"Semangat dong, besok kan libur!" kata Nina mencoba menghiburku.

"Iya-iya!" jawabku dan langsung membuka satu persatu dokumen. Aku membacanya dan langsung ku tanda tangani.

.

.

.

Akhirnya, hari ini beres juga. Setelah Meeting bersama Pak Handoyo, Aku langsung bergegas untuk pulang.

Drtttttttt

Ponselku bergetar, Aku langsung membukanya. Aku baru sempat membuka ponselku malam ini. Seharian ini Aku sangat sibuk.

Aku melihat siapa yang mengirimku pesan. Ternyata dari Bian.

"Nay... Kapan bisa ketemu?"

Aku menimang-nimang pesan masuk dari Bian. Sebenarnya aku bisa saja ketemu besok, sekalian minta antar Nina. Tapi aku ngerasa gak nyaman setiap kali ketemu sama Bian. Kadang Bian terlalu posesif, padahal Kami berdua tidak memiliki hubungan apa-apa.

"Maaf Bian, Aku belum bisa... Masih sibuk banget nih."

TUK. (Terkirim)

Aku membalas pesan dari Bian.

Drtttttt

Satu pesan masuk, balasan dari Bian. Aku langsung membukanya.

"Bukannya besok libur? Main yuk, besok."

Aku membalas kembali pesannya. Takut dia mengira Aku sombong.

TUK (Terkirim)

"Libur. Tapi dirumah banyak kerjaan, Maaf ya..." balasku.

Drrttttt

"Oke, deh, Nay. Nanti kalo ada waktu seng

gang bilang aja, ya. Aku jemput."

Aku hanya membuka pesan dari Bian. Sudah tidak berniat membalasnya, takut dia menunggu jika aku 'iya'kan.

*****

"NAY, CEPET TURUN. NINA UDAH NUNGGU DI BAWAH!" Mama teriak cukup kencang membuatku terlonjak kaget. Dan langsung bergegas jalan kearah pintu.

Ceklek.

Aku berjalan menuruni tangga, menghampiri Nina yang sudah rapih tengah menungguku sambil memainkan ponselnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!