NovelToon NovelToon

Axel Williams

Bab 1.

Pasangan suami-istri bernama Andrew dan Lovely, di karuniai tiga orang anak. Dua anak kembar laki-laki dan seorang anak perempuan. Kedua putra kembar Andrew dan Lovely bernama Axel dan Azel Williams, dan putri mereka bernama Alica Williams. Ketiga saudara ini memang terlihat akur di hadapan kedua orang tuan mereka, terutama Axel dan Azel. Namun, di belakang itu, mereka sering berseteru dan bersaing.

Sejak kecil Axel dan Azel tinggal terpisah karena suatu alasan. Axel pernah di culik dan baru bisa di temukan setelah usianya menginjak sepuluh tahun. Saat itu Lovely dan Andrew sudah hampir putus asa, mengira Axel tidak akan pernah di temukan lagi.

Saat di temukan, Axel sudah diasuh oleh seorang pria yang berpenampilan aneh dan terlihat sangat tidak terawat. Seseorang itu bernama Reynold. Reynold mengatakan jika dirinya menemukan Axel di dekat tempat sampah, Reynold memungut Axel dan membesarkan Axel layaknya putranya sendiri. Ia Awalnya ingin menjual Axel pada seseorang namun niatannya di urungkan. Ketika tangan bayo kecil yang digendongnya menggenggamnya erat. Reynold pun memanggil bayi yang di pungutnya Axel, sesuai dengan nama yang ada di pakaian bayi saat pertama kali Axel ia temukannya.

Reynold diberi imbalan dan rumah yang layak oleh Andrew dan Lovely sebagai rasa terima kasih. Reynold pun mengizinkan Axel untuk di bawa pergi oleh Orang Tua kandungnya. Reynold selama ini juga kesulitan memberi makan dan membesarkan Axel karena harus berpindah-pindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa memiliki pekerjaan yang jelas.

***

Axel dan Azel kedua saudara kembar ini memiliki sifat dan karakter yang sangat bertolak belakang. Axel seorang yang dingin, kasar dan keras kepala. Ia cenderung bertidak sesuka hati, dan tidak pernah peduli pada apapun. Axel tidak akan segan menyakiti orang yang membuatnya kesal atau marah. Berbeda dengan Azel, yang hangat, sopan, ramah dan penuh kasih.

Axel dan Azel bagai minyak dengan air. Axel yang mudah emosi selalu suka menjahili Azel. Azel yang juga kesal terkadang membalas Axel dan terjadilah perkelahian. Hal ini pun terbawa sampai mereka dewasa. Azel yang masih punya batas kesabaran, terkadang diam dan pura-pura tidak menghiraukan Axel. Namun, Axel semakin menajadi, memancing kemarahan Azel. Semua yang di miliki Azel di rampas paksa oleh Axel, meski Axel juga punya barang yang sama. Axel tidak segan mengancam Azel, membuat Azel diam membisu.

Alica, sang adik. Sangat tidak suka dengan sikap Axel. Ia pun mengadukan perlakuan kakaknya, Axel pada orangtuanya, Lovely dan Andrew.

Andrew memberi nasihat dan teguran, Axel hanya diam dan mengangguk tanpa bicara. Namun dalam hatinya sangat kesal dan ingin membalas dendam pada Alica yang suka mengadu. Berulang kali teguran dan nasihan Andrew juga Lovely diabaikan Axel. Axel tidak pernah peduli pada apapun dan dengan siapapun. Axel menganggp ucapanorang tuanya hanya angin lalu.

Axel suka pergi ke klub, mabuk dan bersenang-senang bersama teman-temannya. Berbeda dengan Azel yang lebih suka menghabisakan waktu luang untuk membaca atau lembur bekerja.

***

Malam itu Axel pulang dalam keadaan setengah sadar. Andrew menegur Axel, dan hanya ditertawakan oleh Axel.

"Axel, jam berapa ini kau baru pulang?" tegur Andrew.

"Tidak tahu jam berapa. Lebih baik Papa tidur sekarang. Tidak perlu repot menungguku," kata Axel yang langsung pergi meninggalkan Andrew.

"Axel," panggil Andrew berteriak.

Axel hanya tersenyum miring mendengar panggilan Andrew. Axel tidak peduli mau berapa kali di panggil, dan siapa yang memanggil, dia terus melangkah menuju kamarnya.

Axel berpapasan dengan Lovely. Lovely menyapa Axel, dan bertanya dari mana Axel larut malam baru kembali.

"Axel, kau baru datang?" sapa Lovely menghentikan langkah kaki Axel.

Axel menatap Lovely, "Dari tempat biasa, Ma," jawab Axel sedikit lembut.

"Kau mengabaikan panggilan Papamu lagi? bukankah Mama sudah mengatakan jika orang tua itu harus di hormati," kata Lovely.

"Axel tahu, Ma. Axel lelah dan ingin tidur. Mama juga tidur," jawab Axel kembali melangkahkan kaki meninggalkan Lovely.

Lovely menatapi Axel, ia sama sekali tidak mengira jika Axel putranya akan sekasar itu dan berani padanya juga suaminya, Andrew.

Lovely menghela napas panjang, merasa gagal sebagai seornag Ibu. Lamunanya di kejutkan Andrew, Andrew menghampiri Lovely dan menyapa.

"Sayang, kau di sini? tidak tidur, bukankah kau sakit?" kata Andrew.

"Aku baik-baik saja sekarang. Aku baru melihat Axel, apakah kau memarahinya lagi?" tanya Lovely.

"Aku tidak marah, Love. Aku hanya bertanya. Axel menyepelekan perkataanku, sungguh tidak sopan!" seru Andrew merasa kesal.

"Hei, tenangkan dirimu," kata Lovely.

"Aku bukan Papamu yang selalu bisa bersabar menghadapi sesuatu, Love," jawab Andrew.

Lovely tersenyum, memeluk Andrew. Andrew selama ini sudah berusahan dengan keras mendidik kedua putra dan putrinya sebaik mungkin. Andrew ingin menjadi Papa yang baik dan bijak seperti papa mertuanya, Brian. Namun, kenyataanya berbeda, satu dari anaknya sungguh membuatnya selalu kesal.

"Maaf," kata Andrew menghela napas panjang.

Lovely melepas pelukan kembali menatap Andrew, "Tidak apa, tidak perlu minta maaf. Selama ini kita sudah berusaha bukan? meski tidak sesempurna Papa dan Mama, tetapi kita sudah berhasil membesarkan anak-anak kita menjadikan mereka orang yang luar biasa," jawab Lovely tersenyum cantik.

"Terima kasih, sayang. Kau selalu ada untukku selama ini. Kau selalu mengingatkanku saat aku lupa dan memintaku menahan diri jika aku hilang kendali. Jika tanpamu, aku ragu apakah aku masih mampu. Kau dan anak-anak kita adalah kebahagiaanku," ucap Andrew yang lalu mencium kening Lovely.

"Masuklah ke kamar lebih dulu, aku masih ingin mengambil air minum dan melihat anak-anak." Kata Lovely.

Andrew menganggukkan kepala, "Ya," jawab Andrew.

Andrew berjalan pergi meninggalkan Lovely menuju kamar. Seperti biasanya, Lovely mendatangi kamar kedua putra dan putrinya satu per satu. Hal yang sama juga di lakukan Brian dan Amelia dulu padanya juga adiknya, Alex.

***

Lovely berdiri di depan pintu sebuah kamar. Ia mengetuk pintu perlahan, lalu  membuka kamar putrinya, Alica. Ia masuk dan menutup pintu kamar perlahan. Melangkah dengan hati-hati mendekati Alica yang terlelap tidur, Lovely duduk di tepi tempat tidur menatapi Alica. Ia tersenyum lebar, tangannya membelai lembut wajah dan rambut Alica.

"Waktu cepat berlalu, Putri kecil Mama yang cantik, sudah menjadi gadis dewasa. Alica, Mama menyayangimu. Selamat malam sayang, selamat tidur. Mimpi indah," lirih Lovely mencium lembut kening Alica.

Lovely berdiri dari duduknya, membenahi selimut Alica dan pergi meninggalkan Alica. Ia berjalan mendekati pintu, membuka pintu dan keluar dari kamar Alica. Di depan pintu, Lovely menatap sebuah kamar tidak jauh dari kamar Alica, yaitu kamar putranya, Azel.

Bab 2.

Lovely berjalan mendekati kamar Azel, mengetuk pintu perlahan menunggu jawaban. Lovely tahu putranya yang satu ini pasti masih membuka mata karena sibuk dengan pekerjaan.

Tidak beberapa lama, pintu kamar terbuka. Azel keluar dari dalam kamar dan menemui Mamanya.

"Mama," sapa Azel.

"Sayang, kau belum tidur? ingin sesuatu?" tawar Lovely.

"Tidak, Ma. Aku masih ingin selesaikan satu perkerjaan lagi dan pergi tidur. Mama jangan khawatir," kata Azel.

Lovely tersenyum, meraba wajah Azel dan mengusap kepala Azel lembut.

"Tidak terasa, kau sudah sebesar ini sayang. Maafkan Mama yang masih suka menganggapmu anak-anak."

"Mama tidak bersalah, jangan meminta maaf, Ma. Aku senang Mama khawatir, itu tandanya Mama sayang padaku. Terima kasih, Mama selalu perhatian dan peduli," kata Azel terseyum.

Melihat Azel, Lovely seperti melihat Brian. Penuh kasih dan hangat, Azel tidak pernah berkata kasar atau membantah ucapannya. Mirip sepertinya saat masih muda dulu.

"Tidurlah sayang, selamat malam." Kata Lovely.

"Ya, Mama juga. Selamat malam, Mama," ucap Azel mendekat dan mencium pipi Lovely.

Azel menutup pintu kamarnya, Lovely mengalihkan pandangnya menatap ke arah kamar paling ujung, yang tidak lain adalah kamar Axel. Pelan-pelan Lovely melangkah, Lovely berdiri di depan pintu kamar. Ia mengetuk pintu dan langsung menggapai pegangan pintu untuk membuka pintu. Ia mengintip, lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

Ia melangkah mendekati tempat tidur. Lovely mengambil napas dan menghela napas perlahan, di hadapannya Axel berbaring di tempat tidur tanpa melepas sepatunya.

Lovely melepas sepatu Axel, melepas kaus kaki dan menggulingkan tubuh Axel agar tidur dengan posisi yang nyaman. Sebagai seorang Ibu, Lovely tidak ingin membeda-bedakan perhatian dan kasih sayang. Semua dibaginya rata, karena ketiga anaknya dikandungnya dan dilahirkannya. Tidak ada pilihan lebih sayang siapa dari siapa, lebih peduli siapa. Meski berulang kali membuat kecewa, Axel tetaplah putranya.

Lovely membantu melepaskan jas Axel, ia menarik selimut dan menutupi tubuh Axel sampai leher. Di belainya lembut kepala juga wajah Axel, tanpa sadar air mata Lovely jatuh. Lovely buru-buru menyeka air matanya, entah mengapa seperti ada luka sayatan di hatinya. Kejadian yang menimpa Axel pada masa lalu adalah karena kelalaiannya, ia pun merasa bersalah.

"Maafkan Mama, Axel. Mama lah yang membuatmu seperti ini. Jika saja saat itu Mama tidak lalai, kau tidak akan menjadi Axel yang dingin dan keras hati seperti ini. Mama sedih jika harus melihatmu bertengkar dengan Papamu juga saudara kembarmu, Azel. Terlebih kau juga tidak segan pada Alica," batin Lovely mengeluh.

Lovely sempat berdoa sebelum pergi meninggalkan Axel yang terlelap tidur. Lovely ingin Axel menjadi seseorang yang lebih baik, tidak kasar seperti seorang brandalan. Hati seorang Ibu mana yang tidak sakit jika melihat anaknya menjadi pembangkang dan pemberontak. Semua Ibu ingin anaknya menurut, patuh dan juga sopan.

Setelah itu, Lovely pergi dari kamar Axel. Meski hatinya sedih, Lovely tetap bersyukur karena Axel masih bisa di temukan dan di rawatnya. Walaupun semuanya terlambat, Lovely tetap akan berusaha sebaik mungkin. Waktu yang terlewat memang tidak bisa diulang, namun waktu yang akan datang masih bisa digunakan untuk memperbaiki semuanya.

Lovely tidak mengira jika jalan yang akan dilaluinya begitu terjal. Jika dulu ia harus berjuang untuk cinta, kini ia harus berjuang untuk putranya dan juga keluarganya. Lovely percaya suatu hari nanti Axel-nya akan menjadi seseorang yang baik dan penuh kasih. Kasih sayangnya, doanya, tidak akan sia-sia. Semuanya hanya harus menunggu proses.

***

Di kamar. Lovely dan Andrew sedang membicarakan mengenai anak-anak mereka. Andrew mendengar cerita Lovely sambil membuka-buka berkas dokumen di tangannya.

"Bagaimana anak-anak?" tanya Andrew.

"Ya seperti itulah," jawab Lovely.

Andrew menutup dokuman dan meletakan dokumen di atas nakas. Ia menatap istrinya. Andrew membelai wajah Lovely dan tersenyum. Lovely membalas senyuman Andrew, lalu memeluk Andrew.

"Beginikah rasa sakit yang dulu di rasakan Papa? aku rasa apa yang dirasakan Papa lebih sakit," gumam Lovely.

"Jangan ingat lagi, itu sudah lama berlalu. Kita harus berjuang untuk anak-anak kita," jawab Andrew.

Lovely melepas pelukan, "Ya," jawab Lovely.

"Pa, aku merindukanmu. Maafkan Lovely, Pa. Lovely baru bisa merasakan rasa sakit yang Papa rasakan saat Lovely menyakiti Papa. Benar, semua yang Papa katakan benar," batin Lovely duduk bersandar memeluk batal.

Lovely mengenang masa lalu. Begitu juga Andrew, yang diam-diam mengingat kejadian yang sama. Suasana menjadi hening, Andrew dan Lovely saling diam. Mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing.

***

Axel Williams, pria tampan yang baru menginjak usia dua puluh delapan tahun. Ia memang pintar, tetapi terkenal jahat dan kejam. Dijuluki Hati Iblis oleh teman-temanya dan karyawan perusahaan.

Axel tidak akan segan menghukum jika karyawannya tidak becus bekerja. Di perusahaan tidak ada yang bisa menekan Axel. Ia selalu ingin menang sendiri dan egois. Ia tidak suka jika kemampuannya di ungguli oleh Azel, saudara kembarnya sendiri.

Axel dan Azel selalu saja berselisih paham dan berdebat saat bertemu di ruang pertemuan. Membuat Andrew hilang kesabaran dan marah. Saat Andrew sudah marah, maka Axel dan Azel akan diam. Axel akan melanjutkan perdebatannya dengan Azel di belakang Andrew. Tidak hanya berdebat dengan Azel, Axel juga suka mengganggu Alica sampai Alica menangis. Axel kerap kali menjahili Alica, membuat Alica sangat membenci Axel dan enggan untuk bicara pada Axel.

Axel sudah terkenal sebagai pembuat onar. Bukannya memperbaiki sikap dan perilakunya, ia semakin menjadi-jadi. Kerap kali keluarganya dibuat geleng kepala. Ia juga suka dengan sengaja memancing keributan, suasana yang tadinya dingin selalu dibuat panas. Perkataan Axel selalu menusuk. Dan jika dinasihati Axel akan membantah atau langsung pergi tanpa mendengarkan.

***

Berbanding terbalik dengan Axel, Azel yang tidak lain adalah saudara kembar Axel memiliki sikap yang baik. Azel Williams adalah seorang yang penurut, dan sangat lembut dalam bertutur kata. Meski kesal dan marah, dia tidak pernah bicara kasar pada lawan bicara. Hanya sesekali membentak atau menekankan kata-katanya, itu pun ia lakukan jika sudah merasa di luar batas kesabarannya.

Azel yang sedari kecil diajarkan tentang arti kasih, sangat peduli akan perasaan orang lain. Tidak ingin menyinggung atau melukai hari orang lain. Ia sering kali mengalah pada Axel. Meski sering dimusuhi, Azel tidak pernah menaruh dendam dan berusaha untuk merangkul Axel menjadi lebih baik. Sayangnya, kebaikan Azel tidak di terima oleh Axel. Meski mereka lahir dari rahim yang sama, meski mereka memiliki wajah yang sama, Axel selalu menolak untuk berbaikan dengan Azel.

Memberikan perhatian, dan peduli pada Axel, Azel tidak pernah lupa. Tidak hanya itu, Azel selalu bersikap baik dan menegur Axel terlebih dulu saat bertemu. Meski di abaikan, Azel tetap tersenyum pada Axel. Namun, saat melihat senyuman Azel, Axel justru semakin kesal pada Azel.

Bab 3.

Azel juga  sangat menyayangi Alica, ia selalu mau membantu adiknya itu, setiap kali mengalami kesulitan. Ia juga sering menasihati Alica untuk tidak membenci Axel. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah saudara kandung. Azel suka mengingatkan Alica untuk hal-hal kecil. Membuat Alica merasa aman dan nyaman saat berada di samping Azel.

Ucapan yang sopan dan lembut membuat semua orang terkesan. Jika Si hati iblis sudah di miliki Axel. Maka, hati malaikat disandang oleh Azel. Azel tentu keberatan, dia menolak sebutan tersebut dengan alasan masih belum menjadi apa-apa dan masih banyak kekurangan. Begitu rendah hati, membuat Azel tidak dipandang sebelah mata. Dibandingkan Axel yang suka menyendiri, Azel lebih suka berbaur dan mengenal hal-hal baru. Baik di lingkungan manapun, Azekl selalu bisa menempatkan diri. Azel tidak pemilih dalam berteman, suka menolong dan berbagi.

***

Alica Williams, perempuan berparas cantik berusia dua puluh lima tahun ini, adalah seorang gadis yang ceria. Ia suka membantu sesama, kepeduliannya kepada orang lain sangat terlihat. Sejak kecil, Alica sering diajak Kakeknya dan Neneknya untuk berkunjung ke panti asuhan.

Kakeknya menjelaskan mengapa harus berbagi, apa alasannya dan apa yang akan didapatkan Alicia, jika melakukan perbuatan baik. Alica masih ingat kata-kata Kakeknya, yang mengatakan, tidak peduli seberapa kecil pemberianmu, asalkan kau tulus maka kau akan menerima berlipat-lipat dengan penuh suka cita.

Alica mendirikan yayasan bersama beberapa orang temannya. Yayasan itu ditujukan untuk mereka yang kekurangan dan terlantar. Alica mengajak teman-temannya untuk mau berbagi kepada sesama. Tentu saja kegiatan itu di dukung oleh Andrew dan Lovely. Mendapat dukungan dari keluarganya, Alica merasa senang.

Menjadi orang baik tidak serta merta mendapat pujian saja. Alica juga sering mendapatkan cibiran dari orang-orang yang berpikirian sempit dan tertutup. Mereka mengatakan, jika Alica hanya melakukan hal yang sia-sia yang tidak berguna. Mendengar cibiran, tidak membuat Alica jera. Alica justru semakin bersemangat mengumpulkan orang-orang kaya yang mau menjadi donatur dan menolong sesama yang membutuhkan uluran tangan.

***

Sore hari. Alica keluar dari kamarnya dan berjalan menuju meja makan. Alica mengambil gelas air minum, lalu menuang air ke dalam gelas. Alica memegang gelasnya, hendak meminum air dalam gelas. Baru saja ingin meminumnya, gelas berisi air yang dipegang Alica sudah direbut oleh Axel. Axel meneguk habis air dalam gelas dan mengembalikan gelas kosong ke tangan Alica.

Axel hanya tersenyum tipis lalu pergi meninggalakan Alica. Alica kaget dan kesal, Alica meletakan gelas di atas meja dengan kasar.

Takk ... Suara kaki gelas yang menyentuh meja kaca. Alica menatapi kepergian Axel dengan tatapan mata yang tajam. Azel juga baru pulang dari kantor, Azel melihat Alica dan menyapa.

Azel mendekati Alica, "Alica, apa yang lakukan?" tanya Azel.

Alica mengalihkan pandangan menatap Azel, "Ohh... hai Kak. Aku ingin minum, seperti biasanya Axel menggangguku."

Mendengar keluhan Alica, Azel mengambil gelas baru dan menuang air, lalu di berikan pada Alica.

"Ini, minumlah..." Azel memberikan gelas berisi air minum, Alica menerima dan tersenyum pada Azel.

"Terima kasih," kata Alica.

"Ya, aku akan mandi dulu. Dahh..." kata Azel yang langsung pergi.

Alica hanya mengedipkan mata sebagai jawaban, karena dia masih dalam posisi minum.

Alica meletakan gelas di meja. Alica melihat Andrew masuk ke dalam rumah. Dengan cepat Alica berlari memeluk Andrew.

"Papa..." teriak Alica.

Andrew terkejut, tiba-tiba saja Alica memeluknya. Andrew tersenyum, membalas pelukan Alica.

"Sayangku, kau mengejutakan Papa."

"Alica rindu sekali pada Papa," kata Alica.

Alica melepaskan pelukan dan menatap Andrew. Andrew mengelus lembut kepala Alica.

"Papa juga rindu. Bagaimana di Inggris? kau begitu lama meninggalkan Papa," jawab Andrew.

"Di sana sangat menyenangkan. Aku puas bermain bersama Filmoon," jawab Alica.

"Papa senang kau tersenyum cantik seperti ini. Oh... di mana Mamamu?" tanya Andrew.

"Mama mungkin di kamar, aku baru keluar dari kamar Pa."  jawab Alica.

"Oh, begitu. Baiklah, mandi dan lekas bersiap-siap. Ayo kita makan malam bersama di luar," kata Andrew kembali tersenyum.

"Asik," jawab Alica senang, "Aku akan beritahu Axel dan Azel," kata Alica yang langsung pergi berlari kecil meninggalkan Andrew.

Andrew menatapi kepergian Alica. Ia pun melangkah pergi menuju kamarnya untuk menemui sang istri.

***

Tok... Tok... Tok... Alica mengetuk pintu kamar Azel.

"Kak, buka pintu," teriak Alica.

"Masuk," kata Azel dari dalam kamar.

Mendengar jawaban Azel, Alica langsung membuka pintu kamar dan masuk. Alica menutup pintu dan menghampiri Azel yang beru saja melepas kemejanya.

"Ada apa Alica?" tanya Azel.

"Papa mengajak kita makan malam," kata Alica.

"Beritahu Axel, aku akan mandi sekarang." jawab Azel.

"Kau saja, aku tidak mau!" ucap Alica menolak.

"Kenapa? ayolah, dia juga Kakakmu." sahut Azel.

Alica diam sejenak, Alica tidak pernah bisa menolak permintaan Azel.

"Baiklah, aku akan pergi ke kamarnya," kata Alica terpaksa.

"Bagus, itu baru Alica-ku yang manis. Pergilah," kata Azel yang sudah melangkahkan kaki masuk dalam kamar mandi.

Alica keluar dari kamar Azel. Alica menatap tajam pintu kamar yang berada di ujung.

"Menyebalkan," gerutu Alica.

Alica mendekati pintu kamar Axel. Alica mengetuk pintu kamar Axel keras-keras.

Tok... Tok...Tok...Tok... Begitu lama Alica mengetuk, tetapi tidak ada jawaban. Alica membuka pintu dan masuk kedalam kamar. Alica menutup pintu kamar perlahan, matanya menelusuri sekeliling kamar mencari keberadaan Axel.

Saat Alica baru melangkah beberapa langkah, Alica mendengar pintu kamar mandi dibuka. Axel keluar hanya dengan berlilit handuk di pinggang. Alica kaget, langsung berteriak membalikan badan.

"Aaaaaaa ... dasar menyebalkan!" Teriak Alica.

Mendengar teriakan Alica, Axel kaget. Axel pun kesal karena Alica masuk tanpa izin kedalam kamarnya.

"Hei, kau masuk tanpa izin? ingin aku tarik rambutmu?" gertak Axel.

"Jangan salah paham, aku sudah mengetuk pintumu keras-keras. Jika kau berani menyentuh rambutku, aku akan patahkan tanganmu itu. Aku datang untuk menyampaikan pesan Papa. Papa mengajak kita makan malam bersama," kata Alica yang langsung pergi setelah selesai berbicara.

Axel hanya diam, tidak menghiraukan ucapan Alica. Axel lekas berganti pakaian dan ingin segera bersantai.

***

Di luar kamar Axel. Alica menghela napas lega, Alica merasa kesal juga ada rasa sedikit takut. Axel selalu terlihat menyeramkan dibanding Kakaknya yang satu lagi, Azel.

"Untunglah aku segera pergi. Jika tidak, aku tidak tahu apa yang akan terjadi," gumam Alica.

Selama ini Alica jarang sekali mau berbicara dengan Axel. Axel tidak pernah puas menggoda dan membuatnya menangis. Alica juga takut, karena pernah melihat Axel memukuli teman sekolahnya sampai babak belur. Alica menjadi ragu jika dekat dengan Axel, takut jika Axel akan kasar atau bahkan memukulnya juga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!