NovelToon NovelToon

Sanggana 6 Perjanjian Muara Jerit

Pemuji 1: Tamu Lancang

 *Perjanjian Muara Jerit (Pemuji)*

 

Santra Buna adalah seorang pemuda tampan yang khas dengan hidung mancungnya yang kokoh. Dia berkulit sawo matang. Rambutnya gondrong sebahu yang sebagian diikat oleh ikat rambut berwarna emas. Dia yang berpakaian ungu keungu-unguan tampil bersih, rapi, asri dan bahkan wangi. Jika tidak percaya, coba dekati. Pakaiannya yang terdiri dari beberapa lapis tidak mengaburkan fisiknya yang atletis dan kekar.

Santra Buna selalu menjaga penampilan. Berkeringat sedikit, dia harus mencari air untuk membersihkan wajah dan ketiaknya. Berdebu sedikit, dia harus berhenti dulu untuk cuci muka. Kumal sedikit, dia harus ganti baju. Karenanya, wajar jika dia membawa sebuah peti kayu warna alami di kudanya, tepatnya di belakang punggunya. Peti itu sudah dimodif sehingga mudah untuk dipasang di punggung kuda, sekaligus menjadi sandaran bagi punggung Santra Buna.

Ada dua kuda yang menyertainya. Kedua kuda itu ditunggangi oleh dua lelaki berusia separuh abad lebih tiga tahun. Usianya sama, tetapi tanggal lahirnya tidak janjian. Keduanya berpakaian serba putih.

Lelaki berhidung pesek, tetapi berkumis tebal bernama Jago Jantan. Adapun lelaki bermata sipit dan berkumis tipis bernama Jampang Kawe. Keduanya menyandang senjata berupa kapak bermata dua bergagang pendek yang diselipkan di pinggang belakang. Kedua lelaki itu adalah bodyguard bagi Santra Buna.

Ketiga lelaki itu berasal dari sebuah kota pelabuhan yang bernama Bandakawen. Santra Buna adalah syahbandarnya.

Namun, saat ini mereka jauh dari laut. Saat ini mereka berada di Sanggara, ibu kota Kerajaan Sanggana Kecil. Kota Sanggara adalah kota megah yang bangunannya di dominasi oleh bangunan batu dengan atap berunsur kayu. Jalanan kotanya pun teratur rapi dan rata, menunjukkan bahwa tata letak pembangunan ibu kota itu sudah direncanakan dengan baik sebelumnya. Sangat berbeda ketika melihat lingkungan permukiman di beberapa kadipaten yang telah mereka lewati sebelumnya.

Ibu kota Sanggara adalah kota yang ramai oleh kegiatan perekonomian dengan tingkat mobilitas warganya yang tinggi. Terlihat pula banyak orang-orang yang berpakaian ala-ala pendekar dan prajurit pun selalu terlihat keberadaannya dalam melaksanakan tugas.

Ketika Santra Buna dan kedua pengawalnya berpapasan dengan prajurit patroli, para prajurit itu cukup memandangi sisi kanan pinggang mereka, di mana ada menggantung potongan papan kecil sebesar genggaman berwarna kuning. Papan khusus itu adalah tanda bahwa mereka adalah tamu dari luar negeri.

Ketiga kuda itu berjalan santai di jalan utama Ibu Kota. Santra Buna semata-mata ingin menikmati keindahan kota moderen tersebut.

Bukti bahwa kota itu adalah kota yang aman, bisa dilihat dari keberadaan anak-anak yang bermain bebas tanpa pengawasan orang tua, adapula sekelompok wanita muda yang berjalan di pinggir jalan sambil bersenda gurau, yang ketika melihat Santra Buna berlalu, mereka semakin heboh dengan tawa ramainya tapi bersifat malu-malu. Rupanya di masa itu sudah ada cikal bakal geng gosip di kalangan wanita.

Ketampanan Santra Buna memang cukup mencuri perhatian, terkhusus bagi para wanita, tanpa pembatasan usia.

Mereka juga tidak luput dari pandangan sejumlah pendekar, karena memang mereka adalah orang asing yang belum pernah dilihat sebelumnya muncul di kota tersebut.

Tanpa terasa, Santra Buna, Jago Jantan dan Jampang Kawe tiba di depan Gerbang Naga, gerbang utama benteng Istana. Mereka tepatnya berposisi di atas jembatan kayu tebal dan kokoh. Di bawahnya adalah parit yang mengelilingi benteng Istana.

Kepada prajurit penjaga Gerbang Naga, Santra Buna harus menunjukkan selembar lontar sebagai surat izin dari Gerbang Macan Langit, gerbang utara Ibu Kota. Setelah memeriksa surat izin tersebut, ketiganya harus menunggu izin dari dalam Istana karena kedatangan dan niat mereka harus disampaikan lebih dulu ke Istana.

Setelah menunggu selama durasi tidur siang, sampai-sampai harus berjemur di bawah terik, akhirnya Santra Buna diizinkan memasuki benteng dan mereka dikawal oleh dua prajurit dengan berjalan kaki. Tamu di larang berkuda di dalam benteng Istana. jadi kudanya harus dituntun.

Ternyata tidak semuda yang dibayangkan. Santra Buna baru bisa bertemu dengan Prabu Dira Pratakarsa Diwana dua hari setelahnya, itupun setelah dia bertemu dengan Mahapatih Batik Mida.

Santra Buna diarahkan menuju ke Perpustakaan Alam Semesta, ruang baca Prabu Dira.

Inilah untuk pertama kalinya Santra Buna yang tetap dikawal oleh kedua pengawalnya bertemu dengan Prabu Dira Pratakarsa Diwana, yang memiliki nama pendekar Joko Tenang.

Saat itu, Prabu Dira didampingi oleh Riskaya yang cantik jelita. Wanita yang disebut-sebut kembaran Permaisuri Serigala versi besar tersebut, menjabat sebagai Kepala Pengawal Prabu. Usianya sudah tiga puluh limat tahun, tapi masih gadis perawan dan orisinil.

Di pinggir ruangan ada empat pelayan wanita yang berdiri berjejer dalam posisi kepala menunduk. Sementara prajurit jaga ada di luar perpustakaan tersebut.

“Hamba Santra Buna, syahbandar di kota pelabuhan Bandakawen. Sembah hormat hamba, Gusti Prabu,” ucap Santra Buna sembari turun berlutut menghormat pada jarak sepuluh langkah dari meja besar sang prabu. Jago Jantan dan Jampang Kawe juga turun berlutut menghormat.

Di dalam hati, Santra Buna takjub melihat ketampanan Prabu Dira.

Prabu Dira memiliki kulit terang yang putih bersih. Wajahnya yang berbibir merah memiliki kulit sehalus wanita, sangat minim kerutan, seolah-olah dia ber-make up. Saat itu Prabu Dira tampil santai dengan pakaian warna cokelat susu, tanpa mahkota atau perhiasan. Rambut sepunggungnya tergerai lurus. Jika dilihat dari belakang, pasti orang akan menyangkanya dia seorang wanita. Karismanya tetap terlihat kuat meski tanpa atribut keprabuannya.

Namun, jangan coba-coba membandingkan ketampanan Prabu Dira dengan Santra Buna.

“Permaisuri itu begitu cantik. Tidak salah jika aku benar-benar mengimpi-impikan mereka,” batin Santra Buna yang juga mengagumi kejelitaan Riskaya.

“Bangkitlah, kalian semua!” perintah Prabu Dira seraya tersenyum ramah.

Santra Buna dan kedua pengawalnya bergerak bangkit. Setelah berdiri, Santra Buna memberanikan diri untuk memandang wajah Riskaya sejenak. Itu gestur yang ditangkap oleh mata Prabu Dira.

“Selamat datang di Istana Sanggana Kecil, Syahbandar. Maaf, telah membuat kalian menunggu beberapa hari. Aku harap kau melewati waktumu dengan baik di sini,” ujar Prabu Dira sebagai sambutan.

“Kami sangat berterima kasih, Gusti. Kami merasa dijadikan tamu yang sangat istimewa selama dua hari ini. Kami senang di sini. Dan terima kasih karena Gusti Prabu sudah sudi bertemu kami yang hanyalah orang biasa,” ucap Santra Buna. Dia menyembunyikan kekecewaannya karena selama dua hari di wisma tamu dia tidak pernah bertemu dengan seorang pun permaisuri yang dimiliki sang prabu.

“Tamu adalah raja kedua bagi sebuah kerajaan. Aku tahu tentang Pelabuhan Bandakawen yang menjadi pelabuhan utama di wilayah laut selatan. Hanya disayangkan, aku baru kali ini bisa bertemu dengan pemiliknya,” kata Prabu Dira sembari terus tersenyum. “Silakan Syahbandar menyampaikan tujuan penting yang dibawa.”

“Sebelumnya aku memohon maaf kepada Gusti Prabu, karena apa yang akan aku sampaikan mungkin akan membuat Gusti marah. Namun, apa yang akan aku sampaikan adalah ungkapan hati yang selama bertahun-tahun aku pendam dan impikan. Aku sudah mengutarakannya kepada Permaisuri Geger Jagad saat kami bertemu di Bandakawen....”

“Oooh, kau sudah bertemu dengan permaisuriku?” tanya Prabu Dira sebagai basa basi, memotong kata-kata tamunya.

“Benar, Gusti. Gusti Permaisuri Geger Jagad sudah merestuiku datang ke sini untuk menyampaikan langsung rahasia yang aku pendam selama bertahun-tahun,” tandas Santra Buna.

“Jika rahasia hati itu telah membuat batinmu tertekan, maka sampaikanlah. Aku berjanji tidak akan marah,” kata Prabu Dira, tetap tersenyum.

“Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat mengimpi-impikan ingin menikahi salah satu permaisuri dari Delapan Dewi Bunga,” ujar Santra Buna.

Melebar sepasang mata Prabu Dira, tapi senyum tetap mekar di bibirnya. (RH)

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Sambil menunggu Si Joko up, silakan baca novel Author yang lain:

Alma3 Ratu Siluman.

Rugi1 Perampok Budiman.

Rugi2 Darah Pengantin Pendekar.

Pemuji 2: Melihat Permaisuri Nara

 *Perjanjian Muara Jerit (Pemuji)*

 

“Aku sangat mengimpi-impikan ingin menikahi salah satu permaisuri dari Delapan Dewi Bunga,” ujar Santra Buna.

Melebar sepasang mata Prabu Dira, tapi senyum tetap mekar di bibirnya.

“Terlalu lancang kau, Kisanak!” bentak keras Riskaya tiba-tiba.

Sing!

Dia lalu meloloskan pedangnya, yang ketika dicabut dari sarungnya langsung memendarkan sinar hijau.

“Tahan, Riskaya,” ucap Prabu Dira sambil menengok sedikit ke kiri, kepada Riskaya.

Riskaya pun menahan gerakannya yang ingin maju menyerang Santra Buna. Dia kembali menyarungkan pedangnya dengan mata yang tajam menatap pemuda itu.

“Lanjutkan penumpahan isi hatimu, Syahbandar. Jika tidak segera diungkapkan semua, aku khawatir ada yang membunuhmu sebelum itu diungkapkan semua,” kata Prabu Dira tenang kepada Santra Buna.

Santra Buna hanya tersenyum mendengar kekhawatiran Prabu Dira.

“Demi cinta, aku berani menempuh langkah yang sangat berisiko ini, Gusti Prabu,” kata Santra Buna. Lalu dia melanjutkan ungkapan isi hatinya, “Karena niatan itulah, aku memohon kepada Gusti Prabu untuk menceraikan salah satu permaisuri dan menikahkannya dengan diriku.”

“Benar-benar kurang ajar!” bentak Riskaya sambil kembali hendak mencabut pedangnya.

Lagi-lagi Prabu Dira memberi isarat tangan kepada Riskaya untuk menahan diri.

Melihat reaksi Riskaya, Santra Buna hanya tersenyum secukupnya.

“Lanjutkan, Santra!” perintah Prabu Dira.

“Aku juga ingin bertemu dengan semua Permaisuri Dewi Bunga, Gusti,” kata Santra Buna.

“Apalagi?” tanya Prabu Dira.

“Hanya itu, Gusti,” jawab Santra Buna.

“Benar, semua yang kau pendam sudah kau ungkapkan?” tanya Prabu Dira untuk memastikan.

“Sudah, Gusti,” jawab Santra Buna.

“Kau tidak penasaran lagi?” tanya Prabu Dira lagi.

“Sudah tidak lagi, Gusti,” jawab Santra Buna.

“Jika demikian, kalian boleh meninggalkan tempat ini dan kerajaan ini,” kata Prabu Dira tetap tenang.

Terkejut Santra Buna dan kedua pengawalnya mendengar perkataan Prabu Dira. Mereka langsung menyimpulkan itu adalah pengusiran secara halus karena Prabu Dira belum memenuhi permintaan Santra Buna.

Sejenak Santra Buna terdiam terpaku. Perasaannya begitu kecewa.

“Kisanak! Apakah kau tidak mendengar perkataan Gusti Prabu?!” bentak Riskaya yang sejak tadi ingin membunuh Santra Buna. Dia sedikit pun tidak kepincut oleh ketampanan tamu itu.

“Lebih baik kita kembali, Gusti,” bisik Jago Jantan yang didengar juga oleh Prabu Dira dan Riskaya.

Santra Buna tidak menyahut. Dia tercenung sambil manggut-manggut kecil.

“Jika kau meminta kepeng satu peti, mungkin aku akan mengabulkan. Namun, istri-istriku tidak bisa dinilai dengan kepeng dan permata. Aku dan istri-istriku adalah satu kesatuan, tidak bisa ada satu pun yang boleh terpisah dari ikatan yang telah kami ciptakan. Meski aku nilai apa yang telah kau sampaikan adalah perkara yang sangat lancang, tetapi aku telah berjanji tidak akan marah. Jadi, urusan kalian sudah tertunaikan,” kata Prabu Dira.

“Baiklah, Gusti Prabu. Tapi aku ingin tahu nama permaisuri yang bersama Gusti Prabu,” kata Santra Buna.

“Dia bukan salah satu permaisuriku, tapi dia adalah Kepala Pengawal Prabu,” kata Prabu Dira.

Terbeliak Santra Buna mendengar itu. Ternyata dia telah salah paham. Jika Kepala Pengawal Prabu saja secantik itu, pasti para permaisuri memiliki kecantikan yang sama seperti Permaisuri Geger Jagad. Itu pikir Santra Buna. Itu berarti, dia baru bertemu dengan satu Permaisuri Dewi Bunga, yaitu Permaisuri Geger Jagad.

Pertemuan Santra Buna dan Permaisuri Dewi Ara terkisah di dalam novel “Putra Mahkota Sanggana”.

“Meski aku sangat kecewa, kami memohon izin undur diri, Gusti,” ucap Santra Buna legowo.

Dia lalu turun berlutut yang diikuti oleh kedua pengawalnya.

“Paksalah hatimu untuk mencintai gadis cantik lain yang bukan milik orang. Jika cintamu tumbuh, maka kau akan bahagia bersamanya. Namun, jika cintamu berakhir perpisahan, maka rasa sakitnya tidak akan seperti ini,” kata Prabu Dira memberi sedikit wejangan.

“Terima kasih, Gusti Prabu,” ucap Santra Buna.

Dia lalu beringsut mundur atau berjalan mundur sambil berjongkok. Itu dilakukan sampai mendekati pintu perpustakaan. Demikian hal yang dilakukan oleh kedua pengawalnya. Setelah itu mereka bangkit berdiri dan berbalik pergi ke luar.

“Apakah menurutmu syahbandar itu tertarik dengan kecantikanmu, Riskaya? Karena dia menyangka kau adalah salah satu permaisuri,” tanya Prabu Dira kepada Riskaya.

“Jika Gusti Prabu memberikan aku kepadanya, aku tidak akan patuh. Gusti Prabu telah tahu cintaku untuk siapa,” kata Riskaya.

“Hahaha!” tawa santai Prabu Dira. “Setelah urusanku di wilayah pesisir selesai, kau akan disahkan oleh Gusti Ratu sebagi selir pertamaku.”

“Terima kasih, Gusti,” ucap Riskya. Sembari tersenyum malu merona, dia menjura hormat penuh takzim.

Prabu Dira sedikit mencondongkan badannya ke samping dan meletakkan telapak tangan kanannya pada pipi kiri Riskaya, sembari tersenyum menunjukkan kasih sayangnya kepad pengawalnya itu.

Nyesss!

Seperti ada bongkahan es yang disentuhkan ke hati Riskaya. Rasa bahagia itu seoalah-olah membekukan darah di hatinya, sampai-sampai sulit berteriak girang. Sentuhan yang hanya satu detik itu sudah membuat Riskaya puas merasakan bahagia.

Sementara itu di luar Perpustakan Alam Semesta, Santra Buna melihat seorang gadis cantik jelita berambut pendek seperti lelaki, tetapi bentuk tubuhnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang perempuan, terlebih dia mengenakan tiara berhias permata kuning berkilau.

Wanita berjubah kuning itu dikawal oleh sepuluh dayang berseragam putih-putih.

Wanita jelita yang kedua matanya berwarna hitam total dan berkilau itu, memiliki bentuk hidung dan bibir yang bisa disebut sempurna. Jika mata lelaki fokus memandang hidung dan bibirnya saja, akan membuat betah dan seolah-olah tidak ingin beralih ke merek lain.

Sama seperti yang dialami oleh Santra Buna. Dia tidak beralih dari memandang wajah jelita itu, terlebih dia yakin bahwa itu adalah salah satu Permaisuri Dewi Bunga.

Wanita itu adalah Permaisuri Nara yang dijuluki dengn nama Permaisuri Mata Hati dan biasa disebut Permaisuri Guru. Di dunia persilatan ia sangat masyhur dengan julukan Dewi Mata Hati. Kedua mata hitam Permaisuri Nara adalah mata palsu. Sebenarnya dia buta total.

Hakikatnya Dewi Mata Hati wanita yang berusia lebih dari seratus sepuluh tahun. Ia merupakan orang tersakti di Kerajaan Sanggana Kecil itu. Meski matanya buta, tetapi dia berjalan lancar seperti orang yang melihat normal. Ketika berbelok, dia pun lancar.

Santra Buna tidak berpapasan dengan Permaisuri Nara karena rombongan itu berjalan di koridor lain menuju ke Perpustakaan Alam Semesta. Santra Buna hanya terus memandangi Permaisuri Nara dari jarak sepuluh tombak. Dia berharap Permaisuri Nara memandang kepadanya.

Sentra Buna tidak tahu bahwa wanita jelita yang dipndanginya buta. Itu karena dia melihat sang permisuri berjalan normal.

“Permaisuri Mata Hati tibaaa!” teriak prajurit penjaga pintu.

Terkejut Santra Buna mendengar bahwa wanita yang sejak tadi dipandangnya adalah Permaisuri Nara.

“Bukankah Permisuri Mata Hati buta? Tapi itu tidak,” pikir Santra Buna. Namun, dia jadi begitu jatuh hati kepada Permaisuri Mata Hati.

Ingin sekali Sentra Buna memanggil atau pergi menemuinya, tetapi sang permaisuri sudah berjalan masuk ke dalam Perpustakaan Alam Semesta. (RH)

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Sambil menunggu Si Joko up, silakan baca novel Author yang lain:

Alma3 Ratu Siluman.

Rugi1 Perampok Budiman.

Rugi2 Darah Pengantin Pendekar.

Pemuji 3: Permaisuri Paling Sakti

 *Perjanjian Muara Jerit (Pemuji)*

 

“Gusti, ayo kita kembali,” kata Jago Jantan yang melihat majikannya agak lama memandangi pintu Perpustakaan Alam Semesta, sepertinya sangat berat meninggalkan tempat itu.

“Sepertinya aku tidak mau pergi sebelum berbicara dengan Permaisuri Mata Hati,” kata Santra Buna.

Sementara itu di dalam ruang Perpustakaan Alam Semesta.

Riskaya menjura hormat kepada Permaisuri Nara yang kemudian hanya mengangguk. Permaisuri Nara pun menjura hormat kepada suaminya.

“Siapa ketiga lelaki itu, Kakang Prabu?” tanya Permaisuri Nara.

Jangan ditanya bagaimana Permaisuri Nara yang buta total bisa tahu ada tiga orang asing yang baru keluar dari perpustakaan itu, tahu pula jenis kelaminnya.

“Santra Buna dan kedua pengawalnya. Dia syahbandar kota pelabuhan Bandakawen. Dia jatuh hati kepada para Permaisuri Dewi Bunga sejak bertahun-tahun lamanya. Dia sudah pernah bertemu dengan Permaisuri Dewi Ara dan mengizinkannya datang ke mari untuk mengungkapkan perasaannya yang dia pendam. Dia meminta aku untuk menceraikan salah satu Permaisuri Dewi Bunga dan menikahkan dengan dirinya,” jelas Prabu Dira.

“Sudah tidak sayang nyawa!” desis Permaisuri Nara. Meski wajahnya datar-datar saja, tapi nada suaranya menunjukkan kemarahan.

Orang paling sakti di Kerajaan Sanggana Kecil itu lalu berbalik arah menghadap ke pintu. Prabu Dira dan Riskaya menduga pasti bahwa Permaisuri Mata Hati akan melakukan sesuatu kepada Santra Buna.

“Hekk!”

Di luar perpustakaan, tiba-tiba Santra Buna, Jago Jantan dan Jampang Kawe memekik dan mendelik berjemaah. Mereka sontak memegangi lehernya masing-masing, bukan leher rekannya. Itu karena leher mereka tiba-tiba tercekik oleh satu kekuatan yang tidak terlihat.

Santra Buna dan kedua pengawalnya berusaha melawan dengan mengerahkan tenaga sakti mereka, tetapi upaya itu sia-sia. Santra Buna adalah sosok berkesaktian tinggi, tetapi tetap saja tidak sanggup melawan kekuatan yang mencekiknya.

Para prajurit yang hendak mengawal ketiga tamu itu hanya bisa terkejut dan bingung harus berbuat apa.

Sut sut sut!

Tidak berapa lama, ketiga lelaki gagah itu melesat lurus ke langit seperti roket menuju bulan. Bukan mereka yang mau terbang, tetapi kekuatan Permaisuri Nara yang menerbangkan mereka. Pada akhirnya, ketiga lelaki itu terdiam melayang di udara tinggi, pada ketinggian yang membuat mereka terlihat kecil.

Setelah melihat ketiga tamu itu digantung di langit tanpa tali dan gantungan, para prajurit pun tidak ambil peduli. Mereka sudah pernah mendengar seseorang digantung di langit seperti itu. Mereka juga sudah tahu bahwa hanya Permisuri Mata Hati yang bisa menggantung orang di langit tanpa perlu dijaga atau ditunggui.

Setelah menggantung Santra Buna dan kedua pengawalnya di langit, Permaisuri Nara kembali berbalik menghadap kepada Prabu Dira yang juga tahu apa yang diperbuat oleh istri tuanya.

“Bagaimana rencana Kakang Prabu di pesisir selatan?” tanya Permaisuri Nara tanpa membahas perbuatannya kepada Santra Buna dan dua pengawalnya.

“Aku sudah bersepakat dengan Ratu Tirana. Komandan Pasukan Penjaga Telaga sudah berangkat menuju Kerajaan Pasir Langit. Besok Mahapatih Batik Mida akan berangkat ke Balilitan. Dari sana dia akan berangkat bersama Ratu Lembayung Mekar untuk bertemu dengan Prabu Galang Digdaya,” jawab Prabu Dira.

“Prabu Galang Digdaya adalah raja sakti yang pongah dan keras. Pasukan Kaki Gunung mereka terkenal tidak terkalahkan oleh kerajaan mana pun. Tidak akan mudah jika tanpa tawaran yang menggiurkan,” kata Permaisuri Nara.

“Baik, akan aku pikirkan, tawaran mahal apa yang akan kita suguhkan kepada Prabu Galang Digdaya,” kata Prabu Dira.

“Lalu bagaimana dengan Kerajaan Werang?”

“Kerajaan Werang lebih kecil dan sahabat erat Kerajaan Pasir Langit. Jika Pasir Langit sudah bersahabat dengan kita, Kerajaan Werang akan lebih mudah diajak bersahabat,” jawab sang suami.

“Aku dengar-dengar, Prabu Galang memiliki seorang putri yang sangat cantik. Aku hanya berpesan kepada Kakang Prabu, jangan jatuh hati lagi,” ujar Permaisuri Nara.

“Hahaha!” tawa Prabu Dira mendengar pesan itu.

Prabu Dira lalu bangkit dari kursinya. Dia berjalan keluar dari balik meja dan menghampiri Permaisuri Nara.

Sambil tersenyum, Prabu Dira lalu merangkul pinggang Permaisuri Nara dari samping. Sebelum sang prabu melakukan sesuatu terhadap Permaisuri Guru, semua dayang segera menunduk memandang ke lantai.

Berbeda dengan Riskaya. Tiba-tiba sepasang kelopak matanya tertutup secara paksa tanpa dikehendaki olehnya. Siapa lagi yang melakukan itu jika bukan Permaisuri Nara.

Memang, setelah merangkul pinggang Permaisuri Nara, Prabu Dira melakukan penciuman pada pipi istrinya tersebut, lalu beralih ke bibir. Permaisuri Nara tidak menolak, tapi balas memagut bibir merah suaminya.

Cup!

Meski tidak melihat, tetapi Riskaya dan para dayang itu bisa mendengar jelas ketika kedua bibir saling lepas, seperti lepas dari sesuatu yang saling menyedot.

“Tidak, Sayang. Cukup Riskaya yang aku jadikan selir. Aku berjanji tidak akan menambah lagi. Kau bisa menggantungku di langit jika aku sampai jatuh hati kepada wanita lain lagi,” kata Prabu Dira berjanji. Dia sudah melepaskan tubuh istrinya.

Sepasang mata Riskaya kembali terbuka. Para pelayan pun kembali mengangkat sedikit wajahnya.

“Gusti Ratu tibaaa!” teriak prajurit penjaga di luar pintu.

Para dayang segera turun bersujud sebelum ratu yang diumumkan melangkah masuk.

Sebentar kemudian, sesosok wanita muda berbusana warna perak melangkah masuk dengan senyum kecil yang begitu manis dan menyejukkan mata yang melihatnya. Wanita cantik jelita bertiara emas permata di kepalanya itu memang memiliki nilai plus di wajahnya, yaitu raut yang sejuk dan selalu tersenyum. Tahun ini, giliran dia yang menjadi ratu. Dialah Ratu Tirana.

Ratu Tirana terkenal sebagai istri Prabu Dira yang memiliki hati paling lembut. Untuk urusan kesaktian, tidak perlu ditanya karena tidak ada yang perlu dipertanyakan.

Ratu Tirana masuk bersama sepuluh dayangnya, sehingga ruangan besar itu lebih ramai oleh dayang. Mungkin jika datang separuh dari semua istri Prabu Dira, ruangan itu bisa penuh oleh para dayang.

“Sembah hormatku, Permaisuri Guru,” ucap Ratu Tirana sebelum Permaisuri Nara melakukan penghormatan.

“Kau selalu mendahuluiku menghormat, Gusti Ratu,” ucap Permaisuri Nara datar. Memang, kerendahan hati Ratu Tirana membuat Permaisuri Guru sangat menyenangi madunya itu.

“Ini buah dari pengajaran Permaisuri Guru yang diajarkan kepada kami,” kata Ratu Tirana seraya tersenyum. Dia sudah tegak kembali.

Sekedar bocoran dari sesuatu yang sudah terbuka, Prabu Dira saat ini memiliki sebelas istri dengan komposisi dua ratu dan sembilan permaisuri. Ratu Lembayung Mekar adalah Ratu Kerajaan Balilitan yang akan selalu menjadi ratu di kerajaannya. Adapun satu ratu lainnya setiap tahun akan berganti karena Delapan Dewi Bunga punya hak untuk berposisi sebagai Ratu Kerajaan Sanggana Kecil.

Delapan Dewi Bunga antara lain: Permaisuri Yuo Kai, Permaisuri Getara Cinta, Permaisuri Tirana, Permaisuri Nara, Permaisuri Kerling Sukma, Permaisuri Sandaria, Permaisuri Sri Rahayu, dan Permaisuri Dewi Ara. Setiap tahun salah satu dari Dewi Bunga itu akan menjadi ratu, kecuali Permaisuri Nara.

Permaisuri Nara melimpahkan hak ratunya kepada Permaisuri Kusuma Dewi, meski dia bukan bagian dari Dewi Bunga.

Untuk menghindari adanya selir, maka mereka sepakati semua bergelar permaisuri, termasuk Permaisuri Ginari, wanita terakhir yang Prabu Dira nikahi.

Jika Riskaya dinikahi oleh Prabu Dira di kemudian hari, maka dia akan menjadi selir pertama, yang tentu saja haknya sangat berbeda dari seorang permaisuri.

“Sembah hormatku, Kakang Prabu,” ucap Ratu Tirana sembari menghormat kepada suaminya.

“Bangunlah,” ucap Prabu Dira.

“Aku datang hanya ingin mengingatkan Kakang Prabu untuk pergi melihat keadaan Putra Mahkota dan Permaisuri Geger Jagad,” ujar Ratu Tirana setelah tegak kembali. “Mereka sudah cukup lama pergi ke Negeri Pulau Kabut.”

“Baik, Ratuku,” ucap Prabu Dira.

“Apakah ketiga orang di atas sana adalah tamu dari Bandakawen, Kakang Prabu?” tanya Tirana.

“Benar.”

“Seburuk apa pun dosanya, alangkah baiknya jika mereka diampuni. Mereka adalah tamu. Kematian mereka akan menghancurkan nama baik Sanggana Kecil,” kata Ratu Tirana.

“Aku tidak akan membunuhnya. Aku hanya memberi sedikit hadiah dari kekurangajaran mereka,” kata Permaisuri Nara. (RH)

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Sambil menunggu Si Joko up, silakan baca novel Author yang lain:

Alma3 Ratu Siluman.

Rugi1 Perampok Budiman.

Rugi2 Darah Pengantin Pendekar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!