"Daddy, bangun Daddy." seorang anak berusia 5 tahun menggoyang-goyangkan tubuh Vicky yang masih meringkuk di dalam selimut.
Sayangnya tangan mungil Dean tidak berhasil membangunkan Daddynya yang baru terlelap pukul 2 dini hari setelah lembur panjang untuk menyiapkan bahan meeting dadakan yang akan dilaksanakan pagi ini.
"Daddy!" teriak Dean tepat di telinga Vicky membuat Vicky langsung membuka matanya yang terlihat memerah.
"Itu tidak sopan Dean!" ucap Vicky sambil menutup telinganya yang mulai berdengung akibat teriakan putranya.
"Siapa yang mengajarimu berteriak tidak sopan seperti ini?" tanya Vicky sambil mencubit pelan hidung putranya. "Daddy baru saja lembur tadi malam." ucapnya kembali menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.
"Ups! I'm sorry, Daddy. Aku benar-benar tidak tahu jika Daddy baru saja lembur tadi malam." balas Dean merasa bersalah.
"Baiklah, kalau begitu lebih baik aku pergi sekolah diantar Uncle Sam saja. lagipula ini sudah hampir jam 7 pagi." ucap Dean sambil meninggalkan kamar Vicky.
Vicky pun hanya mendengar suara putranya samar-samar karena masih sangat mengantuk. Namun kemudian ia pun langsung menyibakkan selimutnya. "Apa?! Sudah hampir jam 7!"
"Oh My God, aku ada janji dengan klien jam 8 pagi ini."
Vicky langsung bergegas menuju ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya secara kilat. Setelah itu ia langsung mengenakan pakaiannya dan turun ke bawah dengan sangat terburu-buru.
"Jangan bilang kalau pagi ini kau ada meeting penting dan melewatkan sarapan untuk yang ke sekian kalinya." ucap Lisa, adik kandung Vicky yang baru saja menikah dengan Samuel.
"Sudahlah, Lisa. Pagi ini aku tidak mau berdebat denganmu." sanggah Vicky sambil mengenakan sepatunya.
"Aku tidak ingin berdebat, Kak. Sekali lagi aku sarankan untuk kakak, lebih baik kakak segera menemukan wanita yang tepat dan menikahlah. Agar ada yang mengurusi kehidupan kakak dan juga Dean." ucap Lisa.
"Lisa, jika kau mau hidup bersama Samuel di rumah kalian sendiri, silahkan saja. Aku tidak pernah menghalangimu, bukan?" balas Vicky yang tahu persis jika adik perempuannya itu sangat ingin hidup berdua bersama dengan suaminya di rumah yang baru mereka beli kemarin.
"Untuk masalah Dean, aku bisa mengurusnya sendiri dengan baik." lanjut Vicky lagi.
"Omong kosong! Aku tidak pernah yakin dengan ucapanmu, Kak. Pagi ini saja kau terlambat bangun, bukan? Bagaimana aku bisa percaya kau bisa mengurus Dean?"
Selama ini memang Lisa yang membantu mengurus Dean sejak Mama Vicky meninggal dunia dua bulan yang lalu. Tapi bukan berarti Vicky angkat tangan begitu saja tidak mengurus putranya.
Vicky selalu mengantar jemput putranya ke sekolah. Tidak hanya itu, ia juga selalu meluangkan waktunya untuk bermain dengan putranya. Hanya saja ia memang selalu bangun kesiangan dan terburu-buru setiap pagi.
"Ck, sudahlah Lisa. Aku tidak mau berdebat denganmu."
"Aku lihat guru kelas Dean itu masih single loh kak. Udah gitu perhatian bnget sama Dean. Memangnya kakak tidak tertarik dengan Miss Mala?" tanya Lisa yang mulai membahas wanita yang selama ini ia nilai sangat cocok untuk kakaknya.
"Tidak tertarik sama sekali." jawab Vicky yang kemudian meninggalkan Lisa begitu saja.
"Coba aja kencan sekali aja kak, siapa tahu cocok" teriak Lisa yang tidak dihiraukan sama sekali.
Selama ini Vicky memang selalu dingin jika berhubungan dengan makhluk yang bernama perempuan kecuali dengan keluarganya sendiri. Pernah mencintai dan kemudian disakiti oleh mantan istrinya dengan berselingkuh di depan matanya membuat Ia tidak pernah lagi membuka hati untuk seorang wanita.
Kini Vicky mulai menjalankan mobilnya menuju ke tempat yang sudah disepakati. Namun saat mobilnya baru saja keluar dari gerbang kompleknya, tiba tiba ada seorang gadis belia yang menggunakan seragam OSIS SMA merentangkan tangannya dan menghadang mobilnya.
Vicky yang sedang buru-buru pun akhirnya memberhentikan mobilnya. Sedangkan gadis tadi pun langsung berlari dan mengetuk kaca jendela mobil Vicky.
"Maaf om, kebetulan ban motor aku kempes. Om pagi ini mau ke arah mana?" tanya gadis belia tersebut.
"Kalo om jalan ke arah barat, aku ikut ya om. Nanti aku turun di depan SMA Mentari. Hari ini aku ada ujian nih om." ucapnya dengan nada sedikit merengek.
Pagi ini Vicky memang akan menuju ke arah barat dan melewati SMA Mentari yang disebutkan gadis belia tadi.
"Ya udah, buruan masuk ke mobil." ucap Vicky dengan nada yang datar.
Gadis belia tadi langsung masuk ke dalam mobil Vicky dan duduk di kursi belakang. Terdengar suara nafasnya sangat lega saat melihat jam di tangannya masih menunjukkan pukul 7.10 menit.
"Emang masuk sekolah jam berapa?" tanya Vicky sambil mengamati gadis yang duduk di belakangnya lewat kaca spion.
"Jam setengah 8. By the way, Makasih banyak ya Om," ucap gadis belia tadi sambil menyodorkan uang 20 ribu ke arah Vicky.
"Kamu pikir saya sopir taksi apa?" tanya Vicky ketus saat melihat uang yang disodorkan oleh gadis yang ini duduk di belakangnya.
"Emangnya segini masih kurang ya Om? Kalo om minta lebihnya, nanti datang ke rumah aja deh. Biar aku minta lagi uangnya sama mamah."
Gadis belia itu tampak membuka dompetnya dan kemudian mengeluarkan kartu nama miliknya. Kini mobil Vicky sudah berhenti tepat di depan gerbang SMA Mentari.
"Nah om, ini kartu nama aku. Kayaknya kita satu komplek deh, jadi Om gak perlu susah-susah cari alamat aku." gadis tersebut meletakkan kartu namanya di bawah rem tangan Vicky sebelum turun dari mobilnya.
"Sekali lagi terima kasih banyak ya Om."
Vicky hanya tertegun melihat gadis tersebut yang berlari melewati gerbang sekolahnya yang hampir tertutup. Ia pun kemudian menyimpan kartu nama gadis tersebut ke dalam sakunya dan kembali menjalankan mobilnya ke tempat meeting.
"Memangnya tampang aku kayak sopir taksi apa?" gerutu Vicky sambil mengamati wajahnya sendiri.
Vicky yang tampak sangat cool dan macho di usianya yang menginjak 34 Tahun, memang sedikit narsis dengan ketampanannya. Bahkan ia sangat percaya diri dengan menilai dirinya sendiri yang masih pantas menggunakan seragam SMA karena ia menganggap wajahnya baby face.
Namun, panggilan gadis tadi yang menyebutnya dengan "OM" membuat Vicky sedikit kesal. Apalagi saat ia disodori uang 20 ribu, membuat level ketampanannya langsung turun secara drastis.
"Sepertinya gadis tadi sedikit rabun karena ia tidak melihat ketampananku yang di atas rata-rata ini." gumam Vicky.
Ia pun membaca kartu nama yang diberikan oleh gadis belia tadi.
"Rhea Athalia."
"Hemm, nama yang sangat cantik. Ternyata usianya masih 17 tahun." gumam Vicky sambil menyimpan kembali kartu nama Rhea ke dalam saku jasnya.
Kini mobilnya sampai di tempat yang disepakati untuk meeting. Asisten pribadinya pun juga terlihat sudah tamat menunggu di tempat yang sudah di reservasi sebelumnya.
Setelah meeting bersama kliennya, Vicky langsung menuju sekolah untuk menjemput Dean. Perjalanan menuju sekolah Dean kali ini melewati SMA Mentari, dimana tadi pagi Vicky menurunkan Rhea.
Di depan SMA Mentari, tampak beberapa siswa menunggu busway di halte depan sekolah dan salah satunya adalah Rhea.
Melihat Rhea ada di gerombolan siswa SMA Mentari, Vicky pun menepikan mobilnya dan membunyikan klakson mobilnya sambil membuka kaca mobilnya.
"Rhea!" teriak Vicky kencang dari dalam mobil membuat teman-temannya langsung serentak melihat ke arah Rhea.
"Cowok keren di dalam mobil itu siapa, Rhe?" tanya Naya, sahabat baik Rhea.
Rhea memperhatikan Vicky dari kejauhan sambil mengingat-ingat lelaki yang baru saja memanggilnya.
"Oh, itu om om tetangga aku. Tadi pagi ban motor aku kempes, jadi aku nebeng sama dia!" jawab Rhea santai.
"Om kok ganteng banget sih Rhe, kayak oppa oppa korea. Kenalin dong sama aku!" pinta Naya.
"Aku juga belum tahu kok namanya siapa."
Mendengar jawaban Rhea kali ini membuat Naya menepuk jidatnya sendiri. "Kamu nih gimana sih. Harusnya kalo lihat cowok keren kayak gituh langsung diajak kenalan aja!" ucap Naya sambil menepuk bahu sahabatnya.
"Eh, dia manggil kamu tuh!" tukas Naya saat melihat Vicky melambaikan tangannya ke arah Rhea.
Akhirnya Rhea pun mendekat ke arah mobil Vicky.
"Ada apa om?" tanya Rhea lantang. "Mau minta duit yang tadi pagi ya?"
"Aduh om, tadi kan udah aku kasih kartu nama. Mendingan om langsung ke rumah aku aja minta uangnya sama Mama."
"Uang yang aku bawa udah tinggal dikit nih." Rhea merogoh saku bajunya dan memperlihatkan uang jajannya yang tinggal 10 ribu.
Mendengar gadis belia tampak merendahkannya untuk kesekian kalinya membuat Vicky sedikit geram. Ia pun turun dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Rhea.
Pemandangan tersebut membuat Naya dan teman Rhea yang lainnya tercengang sambil menutup mulut mereka.
"Masuk ke mobil, sekarang!" perintah Vicky.
Mau tidak mau, Rhea pun masuk ke dalam mobil Vicky. Sedangkan Vicky langsung menutup pintu mobilnya dan bergegas masuk untuk kembali mengemudikan mobilnya.
"Om mau nganterin aku pulang ya? Trus mau minta duit sama Mama aku?" tanya Rhea saat Vicky mulai menjalankan mobilnya.
"Memangnya kamu pikir aku kekurangan uang, sampai harus minta sama mama kamu?"
Rhea langsung mengedikkan bahunya saat mendengar pertanyaan Vicky. "Mana aku tahu Om? Emang sih aku lihat om itu gayanya keren, mobilnya juga bagus dan kelihatan orang kaya karena Om juga tinggal di komplek yang sama kayak aku. Tapi gak menutup kemungkinan kan kalo om butuh uang?" timpal Rhea.
"Lagi pula penampilan terkadang juga tidak mencerminkan isi dalam kantong."
Mendengar Rhea makin merendahkannya, Vicky pun menepikan mobilnya dan meminta Rhea untuk turun dari mobilnya.
"Kok berhenti di sini, om?"
"Mendingan kamu turun dari mobil saya. Suara kamu sama aja kayak polusi suara di sini!" pinta Vicky kesal.
"Polusi suara?"
"Iya, kayak knalpot motor. Bising!" tambah Vicky lagi.
"Lah tapi kan rumah aku masih jauh banget om. Halte busway juga masih sekitar 500 meter lagi!" gerutu Rhea.
"Anterin sampai gerbang komplek ya Om!" pinta Rhea sambil memegang lengan Vicky.
Deg!
Cengkeraman tangan Rhea di lengan kirinya membuat jantungnya berdegub kencang. Terlebih saat Rhea mendekatkan wajahnya dan memohon dengan puppy eyesnya, membuat dada Vicky bergemuruh tidak karuan.
Selama ini, ia tidak pernah merasakan jantungnya berdebar kencang meski sedang berduaan dengan wanita seksi sekali pun. Sikap dingin dan juteknya pasti langsung muncul begitu saja jika ada wanita yang berusaha ingin mendekatinya.
Sayangnya kali ini justru berbeda, jantungnya bertalu-talu hanya karena Rhea, gadis yang masih duduk dibangku SMA yang memegang lengannya.
Vicky membuang nafasnya kasar dan kembali menjalankan mobilnya. "Aku akan mengantar mu pulang setelah menjemput putraku dari sekolah."
"Oke om!" jawab Rhea sambil melepaskan tangannya dari lengan Vicky.
Terbersit rasa kecewa di dalam hati Vicky saat Rhea melepaskan tangannya. Entah kenapa ia sangat ingin Rhea berlama lama memegang lengannya dan mengelendot manja.
"Oh My God, Vicky! Apa yang sedang kau fikirkan?" pekik Vicky pelan sambil mengusap wajahnya kasar.
"Ada apa om?" tanya Rhea yang melihat Vicky seperti orang yang sedang frustasi.
"Nothing!" jawabnya singkat sambil tetap fokus dalam mengendarai mobilnya.
Sesampainya di sekolah, nampak Dean sudah menunggunya di lobby sekolah bersama dengan Miss Mala.
"Daddy!" teriak Dean dengan matanya yang berbinar saat melihat Daddynya datang menjemput.
Dean langsung menyalami Miss Mala dan berlari ke arah daddynya.
"Maaf saya terlambat menjemput Dean!" ucap Vicky sambil membungkukkan badannya.
"Tidak masalah Pak Vicky. Lagi pula Dean juga sabar menunggu jemputan daddynya!" jawab Miss Mala dengan sangat lembut.
"Baik, kalau begitu saya permisi dulu!" ucap Vicky sambil undur diri dari hadapan Miss Mala.
Sesampainya di mobil, Rhea tampak sudah berpindah di kursi belakang.
"Kak Rhea!" panggil Dean saat melihat Rhea duduk di dalam mobil Daddynya.
"Hai Dean," sapa Rhea. "Kamu sekolah disini ya?"
"Iya Kak!" jawab Dean gembira dan duduk di samping Rhea. "Kakak kok bisa ada di mobil Daddy?"
Rhea terdiam dan melihat ke arah Vicky. "Oh, jadi bapak ini Daddynya Dean ya?"
"Maaf ya pak sebelumnya kalau saya tadi sempat mengatakan hal yang kurang sopan dengan bapak. Saya benar-benar tidak tahu kalau bapak ini Daddynya Dean. Kalau begitu, saya yakin bapak pasti punya banyak uang bukan?" ucap Rhea sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
‘Sial banget sih hari ini!’ gerutu Vicky dalam hati. ‘Tadi dipanggil om, eh sekarang malah makin tua karena dipanggil bapak!’ batin Vicky kesal.
"Iya kak Rhea. Ini Daddy kesayangan aku yang pernah aku ceritain sama kakak. Namanya Vicky Zean." ucap Dean yang terus bercerita dengan Rhea.
Sedangkan Vicky terus memperhatikan keduanya dari kaca spion mobilnya. Dalam benaknya kini dipenuhi berbagai pertanyaan. Mulai dari kapan putranya mengenal dan dekat dengan Rhea dan apa saja yang sudah putranya ceritakan tentangnya dengan Rhea.
"Daddy, aku mau main di rumah Kak Rhea saja siang ini dan tidur siang di sana!" pinta Dean saat mobil Vicky sudah memasuki gerbang kompleknya.
"No Dean!" larang Daddynya.
"Kak Rhea masih harus belajar untuk ujian besok, dan Daddy tidak mau kamu mengganggunya!"
"Apa kakak terganggu dengan keberadaanku di rumah kakak?" tanya Dean dan Rhea pun langsung menggelengkan kepalanya.
"Tentu saja tidak. Kakak ini anak yang cerdas, tidak perlu belajar dalam waktu yang lama sudah pasti nilainya bagus!" ucap Rhea.
"Waaah, aku juga mau belajar dengan Kakak Rhea biar cerdas juga dan nilainya bagus. Boleh kan Daddy?" pinta Dean.
"Dean, Daddy tidak mau kamu nanti merepotkan!" ucap Vicky.
"Tidak apa-apa, Pak. Dean sama sekali tidak merepotkan. Biasanya juga Kak Lisa mengantarkan Dean juga ke rumah saya!" ucap Rhea membuat Vicky akhirnya mengalah untuk mengantarkan Dean ke rumah Rhea.
Setelah Dean dan Rhea turun dari mobilnya, Vicky bergegas menuju ke kantor.
"Apa aku terlihat sangat tua ya?" gumam Vicky dalam hati sambil mengamati wajahnya di depan kaca mobil.
"Rhea memanggilku dengan sebutan pak, tetapi memanggil Lisa, adikku yang hanya selisih 5 tahun dariku dengan sebutan kakak!" gumam Vicky yang masih belum terima dengan cara Rhea memanggil namanya.
"Hemm, sepertinya mata gadis itu benar-benar sudah rabun!" umpat Vicky.
Sore harinya sepulang kerja, Vicky mampir dulu ke rumah Rhea untuk menjemput Dean, putranya. Namun, sesampainya ia di rumah Rhea, rumahnya tampak sangat sepi dan tidak terlihat mobil yang terparkir di garasi rumah Rhea.
Vicky pun memencet bel rumah Rhea yang ada di luar pagar. Dari balkon kamar Rhea tampak Rhea keluar dari kamarnya dan melambaikan tangan ke arah Vicky.
"Tunggu pak!" teriak Rhea yang kemudian masuk kembali ke dalam dan turun untuk membukakan pintu untuk Vicky.
Dari kejauhan Vicky menelan ludahnya kasar saat melihat Rhea berlari lari kecil ke arahnya sambil memainkan kunci di jari tangannya. Celana pendek yang tertutup kaos besar yang ia gunakan dengan rambut panjangnya yang diikatnya tinggi ke atas dan memperlihatkan leher jenjangnya membuat Vicky terpaku melihat kecantikan Rhea.
"Silahkan masuk Pak Vicky!" ucap Rhea membuyarkan lamunan Vicky yang masih terpana dengan kecantikan gadis belia yang kini berdiri di hadapannya.
"Oh, iya!" jawab Vicky tergagap. "Dean mana?"
"Dean baru saja tidur pak. Tadi sempat ikut belanja dengan papa dan mama sebelum mereka pergi!" jawab Rhea.
"Memangnya papa dan mamamu pergi kemana?" tanya Vicky lagi.
"Biasa pak, urusan bisnis di Bali. Biasanya cuma 3 minggu di sana!" jawab Rhea.
"Bapak mau minum apa?"
Vicky mendudukkan tubuhnya di sofa dan menatap ke arah Rhea secara intens sampai Rhea melambaikan tangannya di depan Vicky.
"Halooo, Paaak!" panggil Rhea. "Kok malah melamun sih. Nanti kesambet loh."
Lagi-lagi Vicky tergagap dengan lamunannya sendiri. Ia pun membuang wajahnya ke kanan sambil mengedarkan pandangannya melihat foto Rhea yang tertempel di dinding ruang tamu.
"Apa saja boleh, aku sedikit lelah hari ini!" ucap Vicky yang kemudian berdiri memandangi foto Rhea satu per satu.
Rhea memang tampak sangat cantik sedari ia masih kecil. Bahkan Vicky kini yakin jika Rhea memang cerdas setelah melihat deretan piala yang berjejer di lemari kaca di ujung ruang tamu.
Tak lama kemudian Rhea kembali ke ruang tamu sambil membawakan minuman untuk Vicky.
"Silahkan diminum pak, ini teh jahe. Biasanya kalo diminum selepas pulang kerja, badan sedikit terasa segar!" ucap Rhea sambil meletakkan cangkir di atas meja.
"Jahe?" Vicky mengerutkan dahinya dan duduk lagi di sofa sambil mengambil cangkir yang ada di atas meja.
Ia menghirup aroma jahenya dalam-dalam sebelum mencicipinya.
"Aku belum pernah meminum jahe sebelumnya karena aku pikir ini sangat pedas."
Rhea kini memberanikan dirinya untuk mendekat ke arah Vicky dan posisi mereka saat ini membuat Vicky kembali berdebar.
"Cobain aja dulu pak, dijamin ketagihan deh!" ucap Rhea sambil mendorong cangkir yang dipegang Vicky ke mulutnya.
Satu tegukan teh jahe membuat tubuh Vicky terasa hangat dan rasa penatnya pun berangsur hilang. Kini ia kembali meneguk teh jahe buatan Rhea sampai habis tidak tersisa sampai Rhea tersenyum lebar melihat Vicky menghabiskan minuman buatannya.
"Dimana kau membeli minuman seperti ini?" tanya Vicky kemudian. "Ini sangat nikmat."
"Ini tidak aja yang jual Pak. Minuman ini adalah racikan saya sendiri dari resep mama saya," jawab Rhea.
"Mau tambah lagi?" tawar nya membuat Vicky langsung mengangguk mantap.
Rhea pun langsung menuju ke pantry untuk membuatkan teh jahe untuk Vicky.
‘Rhea benar-benar sangat mempesona, bahkan dia sangat pintar meracik minuman ternikmat yang pernah aku coba,’ batin Vicky yang mulai mengagumi Rhea meski ia baru saja mengenalnya.
Tapi mengingat usia Rhea yang baru menginjak 17 tahun, membuat Vicky ragu untuk terus mendekati Rhea. Bagaimana tidak, jarak usia mereka saja terpaut sangat jauh. Bahkan usia Vicky saat ini 2 kali lipat dari usia Rhea.
Tak berapa lama Rhea kembali keluar dengan membawa nampan.
"Ini teh jahenya dan ini sup matahari. Saya tebak bapak pasti belum makan. Jadi ini bisa untuk mengganjal perut bapak dari rasa lapar," ucap Rhea.
Perhatian Rhea kali ini membuat Vicky semakin mengagumi gadis belia di depannya. "Makasih banyak ya Rhea," ucap Vicky yang langsung mencicipi sup matahari yang disajikan oleh Rhea.
"Siapa yang membuat ini?" tanya Vicky.
"Saya dong pak, siapa lagi?" jawab Rhea penuh percaya diri. "Dean aja kalo udah makan sup matahari bisa nambah sampe 3 mangkok loh."
"Oh ya?" tanya Vicky sedikit tidak percaya. Selama ini Dean selalu menolak untuk makan sayur, bagaimana mungkin putranya itu menghabiskan sup matahari sampai 3 mangkok.
"Lihat saja nanti kalo bapak tidak percaya!" timpal Rhea.
Vicky pun mengakui masakan Rhea sangat lezat di lidahnya. Setelah menghabiskan sup matahari dan teh jahenya, Vicky pun merapatkan duduknya dengan Rhea.
"Boleh saya tanya sesuatu dengan kamu?" tanya Vicky setengah berbisik di dekat telinga Rhea membuat Rhea sedikit meremang karena bisikan Vicky.
"Mau tanya apa pak?" Rhea sedikit menggeser duduknya menjauh dari Vicky.
"Sejak kapan kamu mengenal keluargaku?" tanya Vicky.
"Oh itu. Kirain mau tanya apa."
Rhea pun menceritakan kepada Vicky jika omanya Dean dan mamanya itu sangat dekat sejak mereka pindah kesini satu tahun yang lalu.
Bahkan ia selalu mengajak Dean bermain setiap Dean dan Omanya main ke rumah. Dean hampir setiap sore datang ke rumahnya, jika tidak diantar oleh omanya, Dean pasti diantar ontynya untuk bertemu dengan Rhea.
Namun setelah Oma Dean meninggal dua bulan yang lalu, Dean mulai jarang main ke rumah Rhea.
"Kenapa mama tidak pernah bercerita denganku ya tentang kedekatan kalian?" tanya Vicky yang sedikit menyesal tidak mengenal Rhea sejak lama.
"Yaa, mana saya tahu pak. Mungkin bapak terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor," timpal Rhea.
"Trus kamu juga sudah tahu kalau saya duda?" tanya Vicky lagi dan Rhea pun mengangguk.
“Huft!” Vicky membuang nafasnya kasar.
"Tapi bapak tidak perlu khawatir! Meskipun bapak seorang duda, saya yakin bapak pasti bisa mendapatkan wanita yang cantik dan muda!" ucapan Rhea kali ini membuat Vicky sedikit terhibur.
"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?"
"Tentu saja karena bapak sangat tampan dan terlihat seperti belum mempunyai seorang anak. Sahabat saya aja sampai terpesona loh dengan bapak."
Entah kenapa pujian Rhea kali ini membuat Vicky seperti terbang melayang sampai ke langit ke tujuh. Awalnya dia pikir Rhea tidak memperhatikan ketampanannya sama sekali, tetapi ternyata dia sudah salah kira.
"Memangnya saya tampan?" tanya Vicky mempertegas kepada Rhea dan Rhea pun menganggukkan kepalanya.
"Apa aku juga terlihat masih muda di matamu?"
Lagi lagi Rhea menganggukkan kepalanya membuat Vicky semakin berani mendekat ke arahnya.
"Kalau begitu, kamu mau tidak pacaran dengan saya?" tawar Vicky dan Rhea dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya.
Penolakan Rhea dengan menggelengkan kepalanya membuat Vicky semakin tertantang. "Kenapa?" tanya Vicky yang semakin memojokkan Rhea di ujung sofa.
Kali ini Rhea pun berfikir cepat untuk menolak tawaran dari daddynya Dean. Namun, belum sempat Rhea menjawab pertanyaan Vicky, terdengar suara pintu kamar Rhea terbuka dan tampak Dean sudah berdiri di sana.
"Daddy!" teriak Dean membuat Vicky langsung bergerak mundur dan menjauh dari Rhea.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!