Happy Reading🐭
Mohon bijak dalam membaca, ya. Dan jangan lupa untuk dukungannya setelah selesai membaca✨
〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎
Langit malam serta hembusan angin malam itu menjadi saksi puncak pengkhianatan Zean. Matanya memancarkan sinar kebencian, menatap Flor yang kini sudah lemas tak berdaya.
Tangan kecilnya menggenggam erat pada besi jembatan. Sesekali nafasnya terdengar sesak tak kuasa menahan tubuhnya yang hampir terjatuh ke dalam arus laut.
Senyum menyeringai terukir di wajah tampan pria itu, di sebelahnya terdapat seroang wanita, tengah memeluk erat lengan Zean, keduanya sama-sama terlihat puas, melihat Flor yang sudah menyerah dengan beban hidupnya.
"To-- tolong, aku mo-- hon jangan tinggalkan aku." Flor terus merintih, sambil menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.
Tubuhnya mengalir darah pedih, setelah sekelompok pria berpakaian bak gangster itu menusuk tubuhnya dengan menggunakan benda tajam. Mereka adalah pria suruhan Zean, yang memang telah direncanakan untuk menghabisi nyawa Flor.
Tak ada satupun diantara mereka, yang berniat untuk menghalangi pembunuhan itu. Kini langkah demi langkah para pria itu mulai berjalan pergi, meninggalkan Flor yang masih menggantungkan tubuhnya di sisi jembatan.
Tubuh yang semakin lemas, membuat jari tangannya mulai melepaskan besi jembatan. Tampak kepuasan di wajah sepasang kekasih itu, dimana Zean tengah memeluk tubuh Hanny, serta membelai rambutnya dengan sangat perlahan.
Begitu Flor benar-benar terjatuh ke dalam air laut, merekapun mulai berjalan pergi, meninggalkan tempat kejadian. Tidak terbayangkan di dalam benak, bahwa ada seorang pria yang akan datang menyelematkan wanita itu.
Pria tampan dengan benda yang menempel di wajahnya, memberanikan diri melompat dari atas jembatan yang begitu tinggi, demi menyelamatkan nyawa Flor.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, kini pria berkacamata itu berhasil membawa tubuh Flor ke daratan. Ia menekan dadanya, berusaha mengeluarkan air yang sudah terlalu banyak masuk ke dalam tubuh.
Meskipun belum bisa menyadarkan Flor, namun sang pria tidak nekat untuk membuat nafas buatan. Ia sama sekali tidak berani menyentuh bibir wanita, jika belum mendapat izin.
Selang beberapa menit kemudian, sirine ambulan terdengar dari arah kejauhan, semakin mendekati tempat dimana pria itu hampir saja kehabisan nafasnya.
Mereka para petugas kesehatan dari rumah sakit, perlahan mengangkat tubuh Flor yang sudah ter selimut oleh darah. Kemudian memasukkannya ke dalam mobil ambulans untuk dibawa ke rumah sakit.
"Semoga saja, aku tidak terlambat menolong dia," gumamnya penuh harap, seraya menatap Flor yang sudah terbaring di atas kasur kecil di dalam mobil ambulans.
*****
Dua hari telah berlalu dengan cepat. Dan siang itu Robin akhirnya bisa melihat wanita yang ia selamatkan, membuka kedua bola matanya. Flor menoleh ke arah kanan, dimana terlihat wajah Robin yang begitu dekat dengan wajahnya.
Reflek, Flor pun terbangun kaget. Ia mengangkat kepalanya dari bantal, mampu di rasakan nyeri pada bagian leher kepala.
"A-- aduh, kepalaku ... " rengek Flor seraya menyentuh lehernya yang terasa sakit akibat bekas operasi.
"Berbaring saja. Kau tidak perlu takut denganku, ngomong-ngomong ... namaku Robin, Robin Carlen. Pria yang sudah menyelamatkan mu malam itu."
Robin menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal, dengan senyum yang terukir pada bibir kecilnya.
"Ba-- bagaimana ceritanya?" tanya Flor penasaran.
"Aku akan menceritakan kejadiannya saat kau sudah benar-benar pulih. Tapi berjanjilah, kalau kau juga akan memperkenalkan dirimu, dan alasan kenapa kau bisa dihabisi oleh pria brengsek itu."
"Baiklah, kita bertukar cerita saat aku pulih. Tepati janjimu!"
"Oke oke, tenang saja. Aku pria baik, kok."
*****
Hari demi hari telah Flor lalui dengan baik, dimana ia dirawat oleh Robin sampai akhirnya bisa sepenuhnya pulih.
Siang itu, keduanya terlihat berjalan melewati lorong rumah sakit, dan berhenti setelah tiba di tempat administrasi. Robin mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam saku celananya, sedangkan Flor berdiri di tengah pintu utama rumah sakit.
Begitu usai membayar uang administrasi, merekapun keluar dari gedung rumah sakit, lalu memasuki sebuah mobil pick-up berwarna hitam legam.
Yah, jika dilihat dari bentuk serta warnanya, sudah terlihat jelas bahwa harganya tidak main-main.
Kini mobil yang mereka tumpangi mulai melaju secara perlahan setelah Robin menginjakkan gas. Tidak banyak topik obrolan yang mereka bicarakan selama di perjalanan, sampai akhirnya tibalah di sebuah halaman apartemen G.O.U Big.
Flor turun dari mobil, setelah Robin membukakan pintu untuknya. Mereka jalan beriringan memasuki gedung apartemen tersebut, lalu menaiki lift hingga tiba di lantai 23, kamar nomor 314.
"Masuklah, kau bisa tinggal di rumahku untuk sementara waktu," ujarnya seraya membukakan pintu kamar apartemen, dan mempersilahkan wanita itu untuk masuk.
Begitu menginjakkan kakinya di ruang utama, Flor sudah bisa merasakan aura yang berbeda, dimana ia melihat setiap sudut ruangan yang dibuat dengan desain mewah, serta perlengkapan lainnya yang juga mewah.
"Apa boleh aku tinggal di sini?" tanya Flor sedikit ragu, namun pria di sebelahnya itu justru mengangguk sambil menunjukkan senyum manis.
"Jangan khawatir soal makanan dan yang lainnya, kau bisa bilang padaku jika membutuhkan sesuatu," tutur Robin.
"Oh ya, ngomong-ngomong ... apa aku boleh minta tolong sesuatu padamu? Aku berjanji akan mengganti semuanya setelah aku dapat pekerjaan."
"E-- eh? Maksudmu?" Robin memiringkan kepalanya, merasa bingung dengan ucapan Flor barusan.
"Sebenarnya, aku ingin operasi plastik. Aku juga ingin mengganti identitas ku seutuhnya," ungkapnya dengan pandangan yang menatap ke segala arah.
"Untuk apa? Kau yang sekarang ini sudah sangat cantik, loh."
"Aku ingin balas dendam pada suamiku, dia sudah mengkhianati ku sejak awal, tapi aku baru sadar ... setelah dia hampir membunuhku malam itu."
"Oh, jadi yang kemarin itu suamimu? Lalu, wanita di sebelahnya?"
"Dia sahabatku, tapi aku tidak tau kalau ternyata dia berselingkuh dengan suamiku sendiri."
"Pasti berat sekali, ya?"
Flor mengangguk, terlihat cairan bening yang keluar dari kedua bola matanya, mulai membasahi pipi mulusnya itu.
"Baiklah, aku akan membiayai operasi plastik mu dan biaya ganti identitas mu. Mungkin uang tabungan ku akan cukup?"
Robin bangkit dari kursinya, lalu berjalan pelan menuju ruangan yang tampak seperti kamar. Begitu mendapat sebuah benda yang di carinya, pria itupun kembali duduk berseberangan dengan Flor. Dia membawa sebuah celengan berbentuk awan berwarna biru muda.
"Maaf, aku hanya memiliki uang segini saja. Sisanya aku akan coba lihat tabungan rekening ku," tutur Robin pelan, seraya sibuk membuka celengan di tangannya.
"Uh, sepertinya aku jadi merepotkan, ya?"
"Tidak, kok. Aku justru senang akhirnya bisa tinggal dengan seseorang."
"Kau tinggal sendirian?"
"Yap, inipun rumah peninggalan orang tuaku. Aku berjanji akan merawatnya dengan baik."
"Tapi kau cukup sukses, bisa membeli mobil," tebak Flor dengan diiringi tawa kecil.
"Oh, itu sebenarnya hadiah dari seseorang. Aku bekerja sebagai asisten pribadi bos ku di perusahaan. Dan aku mendapatkan mobil itu di hari ulang tahun kemarin. Jujur saja, aku hanya punya uang yang hanya cukup untuk makan."
"Kasihan sekali, aku berjanji akan mengganti uangnya saat sudah dapat pekerjaan!"
"Hahaha ... santai saja. Aku tidak mempermasalahkan hal itu, kok."
Bersambung ...
Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Eitsss, tunggu! Jangan hanya sampai di sini ya, lanjut dong sampai episode berikutnya. Hehe~
Happy Reading🐭
Mohon bijak dalam membaca, ya. Dan jangan lupa untuk dukungannya setelah selesai membaca✨
〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎
Mungkin beberapa orang berpikir, bahwa menjadi orang kaya sangat menyenangkan. Mereka tidak tau, jika keberadaan sebagai orang kaya tidaklah mudah. Masalah yang seharusnya tidak datang, justru malah datang karena keserakahan uang.
Mengorbankan diri demi uang, dan melakukan segalanya demi uang. Itu selalu dilakukan oleh mereka, tanpa tau konsekuensi yang akan diterima.
Hellen Flor Colbert, seorang anak tunggal dari keluarga Colbert. Dua tahun lalu, ia dijodohkan dengan seorang pria tampan yang angkuh, namun memiliki kehidupan luar biasa karena menjadi orang yang paling berpengaruh di Kota nya.
Yah, Zean Adalrich, calon suami Flor yang memiliki kedudukan tinggi.
Setahun setelah keduanya menikah, orang tua Flor tiada, karena sebuah kasus pembunuhan. Namun sayangnya, saat acara sidang berlangsung, alasan yang diberikan oleh pelaku tidak begitu kuat. Membuat Flor merasa ragu kalau bukan pria itulah pelaku sebenarnya.
Tapi karena hanya orang biasa, wanita itu tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya bisa menerima keputusan hakim, meskipun dirinya sendiri merasa tidak yakin.
Tanpa ia sadari, sosok Zean yang selama ini selalu pulang larut, ternyata menjalin hubungan gelap dengan Hanny, sahabat masa kecilnya.
Di sisi lain suaminya yang berselingkuh di belakang, Mira, ibu mertua dari Flor itu juga memperlakukannya dengan buruk.
Flor yang tidak mendapatkan harta waris dari kedua orang tuanya, juga tentu di pertanyakan. Apalagi setelah itu, ia jadi dipandang buruk oleh keluarga Zean.
Dan lagi, sejak kematian orang tuanya, entah uang darimana Zean bisa membangun beberapa bangunan besar untuk dijalankan sebuah bisnis, yang tentunya amat sangat menguntungkan bagi nya.
Tapi dari semua perusahaan dan aset yang dimiliki sang suami, Flor sama sekali tidak pernah mendapat uang sepeser pun darinya. Padahal, sebagai seorang suami seharusnya sudah wajib menghidupi istrinya sendiri.
Rasa kasih sayang, perhatian dan kenyamanan di dalam rumah tangganya, hilang dalam sekejap. Hanya karena orang tuanya yang sudah meninggal karena kasus pembunuhan, dan tidak mendapat sepeser pun harta waris.
Selama satu tahun itu, Flor menjalani hidupnya dengan penuh derita, mendapatkan beban hidup yang amat sangat berat.
Sampai suatu ketika, salah seorang teman Zean yang bertemu di acara pesta pernikahan temannya, menanyakan seberapa jauh hubungan Flor bersama pria itu.
Hubungan yang sudah berjalan satu tahun lebih tanpa menimang seorang anak, tentu sudah tidak lagi menjadi pertanyaan.
Jika bukan salah satunya yang tidak bisa melahirkan keturunan, sudah pasti karena hubungan yang tidak begitu kuat diantara keduanya.
Namun dengan terang-terangan dan tanpa rasa bersalah sedikitpun, Zean menjawab kalau Flor tidak ingin memiliki anak untuk sementara waktu, lantaran dirinya yang sama sekali tidak bisa merawat anak kecil.
Tentu, jawaban yang salah itu membuat hati Flor terasa sakit, rasanya seperti dicabik-cabik tanpa ampun. Rasa sedih, dan perasaan malu ia rasakan ketika teman lama Zean mulai membicarakan sosoknya.
Kehidupan rumah tangga yang sebelumnya baik-baik saja, kini telah berubah seratus delapan puluh derajat. Dan sudah bisa terbaca dengan jelas, bahwa diantara pernikahan mereka, Zean dan ibunya hanya mengincar satu keabadian hidup, yaitu 'harta'.
Setelah tahu bahwa suaminya berselingkuh dengan Hanny, Flor mulai paham. Keberadaannya sebagai istri Zean itu sudah tidak dianggap lagi.
Malam itu, ketika dirinya mengamuk dan meminta hubungan pernikahan itu berakhir, Zean bukannya langsung mengakhiri hubungan rumah tangga yang sudah tidak jelas, justru malah membawa Flor pergi ke sebuah jembatan.
Di sana terlihat sekumpulan pria berpakaian bak gangster tengah membawa senjata tajam. Mau bagaimanapun, Flor yang sudah terlanjur di jebak itu tidak bisa kabur kemana-mana lagi.
Ia dihabisi oleh para pria itu menggunakan senjata tajam yang mereka pegang. Didepan mata Flor, kebencian tetaplah kebencian. Sahabat masa kecilnya yang selama ini ia kira adalah orang baik, tapi ternyata adalah dalang di balik hubungan rumah tangganya yang hancur.
...****************...
Flor membuka kedua bola matanya, menatap ke arah cermin yang terpampang di sebelah ranjang. Dia melihat sosoknya yang sudah berbeda jauh dari sebelumnya, dengan wajah baru yang ia miliki sekarang.
Setelah beberapa hari yang lalu datang ke sebuah tempat operasi plastik, wanita itupun menjalani operasi nya dengan mengubah seluruh bentuk anggota wajahnya, dengan bantuan uang tabungan dari Robin.
Kalau bukan karena sosok pria itu, Flor tentu tidak akan bisa melihat wajah barunya yang lebih cantik dan tampak elegan sekarang.
Di tengah-tengah peristirahatannya usai operasi plastik, Robin membantu Flor mengurus identitasnya. Ia mengubah mulai dari nama, status, dan asal kelahiran sesuai permainan dari wanita itu.
"Hai, aku sudah membantumu masuk ke perusahaan suamimu itu, emmm Zean?" ucap Robin tersenyum.
"Wah, benarkah? Aku sangat berterima kasih, akhirnya aku bisa langsung mengikuti interview besok pagi!" sahut wanita dengan identitas baru itu.
〰︎Flashback on〰
Beberapa hari yang lalu, tampak Flor yang masih dengan wajah lamanya. Ia berdiri di depan pintu apartemen Robin, menunjukkan raut bingung karena suatu alasan.
Robin yang yang baru saja keluar dari dalam rumahnya, kontan terkejut mengetahui bahwa Flor tengah berdiri di sana.
"Kau, kenapa?" tanya Robin sedikit ragu, namun mulutnya mendukung untuk tetap bertanya.
"Sebenarnya ... maaf karena aku terus merepotkan mu. Tapi, aku butuh bantuan mu untuk membantuku agar bisa masuk ke FWaD Company," tutur Flor.
FWaD Company adalah perusahaan terbesar yang dimiliki oleh Zean. Perusahaan itu mempromosikan Fashion sampai dengan dress berkelas, dengan harga tertinggi karena hanya diproduksi di perusahaan itu saja.
Robin menghembuskan nafas panjang, lalu memandang wanita di sebelahnya seraya tersenyum.
"Ka-- kau, baik-baik saja, kan?" Flor menunduk malu, setelah mendapati pria itu tersenyum manis.
"Sudah kubilang, tidak perlu ragu untuk meminta sesuatu. Jujur, aku akan sangat senang jika bisa membantumu."
"E-- eh, kau serius?" tanya nya gugup, masih tidak percaya dengan sikap Robin yang dirasa terlalu baik.
"Yah, aku sangat-sangat serius."
Dini hari, ketika Flor memulai operasi plastiknya, Robin yang sudah diminta bantuan oleh wanita itu akhirnya memutuskan untuk meminjam orang dalam di FWaD Company.
Tentu, hal itu tidaklah mudah untuk dilakukan bagi orang biasa seperti Robin. Apalagi dia hanya seorang asisten pribadi bos nya di perusahaan.
Namun saat itu Robin sudah memalsukan identitas Flor, dari mulai nama hingga asal tempat kelahirannya. Tujuannya agar bisa masuk ke FWaD Company dengan mudah.
Bersambung ...
Mohon dukungannya untuk karya ini, karena Author sedang mengikuti event Pembalasan Istri di NovelToon.
Jika kakak semua berkenan mendukung, Author sangat berterima kasih~
Happy Reading🐭
Mohon bijak dalam membaca, ya. Dan jangan lupa untuk dukungannya setelah selesai membaca✨
〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎〰︎
Kertas-kertas penting tampak berhamburan di atas meja. Memenuhi tiap sudut meja yang di atasnya juga terdapat sebuah komputer.
Seorang pria bersurai hitam legam terlihat fokus menatap layar komputer yang menyala di depannya. Sesekali tangannya itu meraih secangkir kopi hangat, lalu meneguk nya dengan pelan.
Tok ... tok ...
Pintu ruangan yang tenang itu tiba-tiba menciptakan bunyi berisik, setelah seseorang mengetuknya dari luar.
"Masuklah," ucap pria yang tengah duduk. Benar, dia adalah Zean.
Begitu mendapat izin masuk, orang di luar sana lantas membuka pintu ruangan. Menatap tuannya yang masih fokus dengan layar komputer.
Meskipun belum dipersilahkan untuk duduk, Darren, asisten pribadi Zean itu langsung duduk di hadapannya, tanpa memperdulikan ocehan yang akan ia tanggung nantinya.
"Ada apa? Apa kau tidak lihat aku sedang sibuk?!!" kesal Zean, ia mulai menghentikan gerak tangan yang sebelumnya sibuk dengan keyboard.
"Interview akan segera dimulai," balas nya singkat.
Bagaimanapun juga, interview karyawan baru memang sudah tanggungan Zean, karena dialah pemilik perusahaan tersebut.
Kini langkah kaki pria itu terseret menuju sebuah ruangan, yang di dalamnya terdapat tiga orang atasan yang nantinya akan menjadi pewawancara nya.
Di luar ruangan itu, terlihat beberapa orang yang akan menjalankan interview. Namun diantara mereka, yang paling menonjol adalah seorang wanita dengan gaya elegan. Rambutnya berwarna coklat cerah, dengan wajah cantik yang begitu sempurna.
Empat puluh menit telah berlalu dengan cepat. Setelah Zean berhadapan dengan banyaknya orang, sekarang hanya tersisa satu orang lagi, yang pastinya adalah seorang wanita.
Kini wanita dengan identitas baru itu duduk berhadapan dengan Zean, serta tiga orang atasan lainnya.
Mereka memulai wawancaranya, dengan membaca identitas lengkap wanita itu terlebih dahulu.
"Alicia Lynn Nicolle? Itu namamu?" tanya Zean kagum.
Lantas Alicia pun mengangguk, menanggapi pertanyaan kekanak-kanakan yang baru saja ia dengar.
Bibirnya mengukir senyum menyeringai, dengan pandangan mata yang terus tertuju para pria di depannya, tak lain adalah Zean.
Begitu usai menjalani wawancara yang dirasa terlalu mudah, Alicia akhirnya keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan lega.
Tujuannya sekarang adalah pergi ke tempat parkir, dimana terlihat sosok Robin yang sudah hampir dua jam menunggunya di dalam mobil.
"Sudah selesai?" tanya Robin senang, seraya bersiap menginjak gas mobil.
"Wahh, tidak kusangka akan semudah ini. Aku tidak sabar ingin mendengar hasilnya."
Mobil perlahan mulai melaju, memasuki area jalan raya yang padat dengan kendaraan umum. Bahkan asap yang dikeluarkan benar-benar membuat dada terasa sesak.
Selama di perjalanan, wajah Alicia tampak senang. Matanya terus menatap ke depan, namun pikirannya sudah buyar kemana-mana.
〰︎Flashback on〰︎
"Hei, sepertinya cara berbicara mu sangat bagus. Wajahmu juga sempurna, dan lagi ... kau adalah lulusan universitas tinggi. Tempat kelahiran mu Amerika?" kata Jason, pria yang duduk berseberangan dengan Zean.
"Ahaha, terima kasih. Apakah ini pujian?" sahut Alicia dengan lembut.
"Benar, ini adalah pujian. Sepertinya sampai sini saja, wawancara pertamamu benar-benar membuat kami puas. Kembalilah kemari setelah mendapat informasi kalau kau lolos."
"Oke, ngomong-ngomong ... saya senang jika bisa diterima di sini."
〰︎Flashback off〰︎
Tidak membutuhkan waktu lama, kini kedua orang itu akhirnya tiba di apartemen G.O.U Big. Alicia langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa, setelah merasakan lelah yang begitu membebani.
"Aku sudah mengirim mata-mata untuk Zean, suamimu itu. Mungkin sebentar lagi akan ada informasi?" tutur Robin, ia ikut duduk di sebelah Alicia.
"Baguslah. Aku sangat senang karena kau bisa membantuku," ungkap nya dengan bangga, membuat pria di sebelahnya itu mengukir senyuman.
"Apa kau sangat senang?" tanya Robin.
"Tentu saja. Apalagi jika aku bisa sepenuhnya balas dendam pada Zean."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Waktu telah berlalu. Setelah beberapa hari menunggu informasi mengenai interview dua hari lalu, kini Alicia dikejutkan dengan sebuah pesan yang masuk pada ponselnya.
Sesuai rencana, wanita itu akhirnya berhasil masuk ke FWaD Company. Ditemani dengan Robin, kini mereka memasuki mobil untuk pergi menuju perusahaan tersebut.
Dua puluh menit berada di perjalanan, membawa keduanya menuju FWaD Company. Terlihat halaman perusahaan yang luas, ramai dipenuhi oleh para pekerja di sana. Yah, mungkin kedatangannya itu tepat saat jam istirahat makan siang.
Dengan langkah pelan, Alicia memasuki gedung perusahaan tersebut. Dan akhirnya berhadapan langsung dengan seorang pria, ia adalah Darren.
"Nona sangat cepat datang kemari. Sepertinya sangat bersemangat, ya?" ucap Darren seraya membuka beberapa lembaran kertas di atas meja.
Namun Alicia bukannya senang, justru malah merasa bingung, karena bukan Zean pria yang berhadapan langsung dengannya.
Meskipun demikian, itu tidak akan membuat masalah. Zean maupun Darren, keduanya sama-sama bisa menerima Alicia untuk menjadi salah satu pekerja di FWaD Company.
"Selamat, Nona menjadi satu-satunya orang yang terpilih untuk bisa bekerja di sini. Silahkan tanda tangani kontrak ini terlebih dahulu," pinta Darren.
Pria itu menodongkan sebuah kertas kontrak kerja karyawan dengan perusahaan. Hal itu selalu dilakukan setiap kali ada orang baru yang akan menjadi pekerja.
Alicia meraih sebuah pulpen yang diberikan oleh Darren, tangan kecilnya itu dengan lancar menuliskan tanda tangan pada kertas. Mulai saat ini, dirinya sudah resmi menjadi salah seorang anggota pekerja baru di FWaD Company.
Belum lama keluar dari ruangan, Alicia sudah mendapat panggilan telepon dari Robin. Bahkan biasanya pria itu tidak pernah sekalipun menganggu Alicia di waktu yang penting dengan meneleponnya.
"Halo, ada apa?" sapa Alicia sekaligus bertanya.
"Aku mendapat kabar dari mata-mata, kalau Zean sedang berada di restoran bersama beberapa orang yang kelihatannya penting," balas Robin secara langsung, kontan membuat wanita di balik teleponnya terkejut hebat.
"Aku akan segera ke mobil."
Alicia mempercepat langkahnya, memasuki lift dan akhirnya tiba di lantai dasar. Ia berlari menuju area parkir, mendekati Robin yang tengah berdiri di sebelah mobil miliknya.
Pria berbadan tinggi itu membukakan pintu mobil untuk Alicia. Begitu memasang sabuk pengaman, mobil pun mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Melewati gedung-gedung besar di pusat Kota, serta beberapa bangunan toko yang terletak di seberang jalan.
"Kita akan bertemu pria itu dimana?" tanya Alicia, wajahnya menunjukkan raut cemas.
Robin lantas meraih tangan Alicia. Bibirnya lagi-lagi menebar senyuman, membuat wajahnya terlihat semakin sempurna.
"Kau tidak perlu khawatir, ini akan baik-baik saja. Oh ya, di cafe yang bersebelahan dengan King Kard. Dia meminta kita untuk menemuinya di sana," balas Robin.
"Pantas saja tadi Zean tidak ada di ruangannya."
"Loh, terus kau bertemu dengan siapa tadi?" tanya nya merasa heran.
"Darren, dia asisten pribadi kepercayaan Zean."
"Mungkin kau bisa memanfaatkannya?" usul Robin.
"Ehm, benar."
Bersambung ...
Mohon dukungannya untuk karya ini, karena Author sedang mengikuti event Pembalasan Istri NovelToon.
Jika kakak semua berkenan mendukung, Author sangat berterima kasih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!