NovelToon NovelToon

Penyesalan Seorang Dokter

Awal mula

Wanita yang ingin melahirkan itu sudah memasuki klinik dengan menahan rasa sakit yang tak terkira. Ia meringis sembari menahan sakit luar biasa.

"Dok, tolong saya!" ucapnya dengan sedikit menjerit karena disertai oleh rasa sakit.

"Ibu ingin melahirkan?" tanya bidan yang sedang jaga malam.

"Sepertinya iya, Dok," lirihnya dengan rintihan.

"Ayo masuk keruang bersalin, Bu, akan saya periksa," ujar bidan itu dengan ramah. Namun, saat ia ingin masuk kedalam ruang bersalin, seseorang keluar dari ruang praktek.

Seketika tatapan mereka bertemu. Alia meremat kain yang sedang ia kenakan dengan mata yang telah berkaca-kaca. Rasa sakit ingin melahirkan ini tidak seberapa dibandingkan sakit hatinya pada lelaki yang bergelar Dokter itu.

Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mereka, hanya tatapan yang menggambarkan bagaimana hati mereka sekarang. Alia segera mengalihkan tatapannya saat rasa sakit kembali menghujamnya.

"Ayo masuk, Bu," ajak perawat.

Dengan dibantu oleh perawat, Alia berbaring diatas bad pasien untuk melakukan pemeriksaan pembukaan pintu.

"Baru buka enam ya, Bu. Ibu bisa bawa jalan-jalan di sekitaran sini dulu," saran Bidan yang akan membantunya melahirkan.

"Ah, baiklah, Dok. Apakah masih lama anak saya lahirnya?" tanyanya pada wanita itu.

"Tergantung ya, Bu, jika Ibu sering bergerak maka pintu akan cepat lengkap. Yaudah, ibu bawa jalan-jalan saja di sekitaran sini ya," saran Bu Bidan.

"Baiklah, Alia kembali duduk dan turun dari bad pasien, lalu bergerak mondar mandir di dalam ruangan itu. Sementara itu sang bidan meninggalkan dirinya sendiri disana karena ada pasien lain yang ingin melahirkan di ruangan sebelah.

"Bu, nanti jika sakitnya terlalu kuat, Ibu bisa panggil saya di ruang sebelah ya," pesannya pada Alia.

"Baik, Dok," jawab Alia lirih.

"Jangan panggil Dokter, Bu, karena saya Bidan. Dokter kandungan disini hanya ada satu yaitu Dokter Dokter Hanan," terang sang Bidan.

Seketika hatinya merasa perih dan ngilu saat nama pria itu disebut. Andai saja ia tahu bahwa klinik bersalin ini tempat Dokter itu bertugas, maka ia tidak akan pernah mau melahirkan di tempat ini.

Setelah Bu Bidan keluar dari ruangannya, ia berusaha menguatkan hati dan hanya fokus dengan kandungannya yang sebentar lagi akan melahirkan seorang malaikat kecil yang selama sembilan bulan menemani dalam suka maupun duka.

Alia masih berjalan mondar mandir sembari menahan rasa sakit yang mendayu-dayu, terkadang hilang dan setelah itu datang lagi dengan rasa sakit semakin bertambah.

"Aawwh! Sakit banget...," lirih wanita itu sembari berpegang pada bad pasien dan merematnya dengan kuat.

Saat sakitnya kembali hilang, ia kembali berjalan. Namun rasa sakit itu kembali mendera ia ingin mencari pegangan namun tangannya dipegang oleh seseorang.

"Dokter!" ucapnya dengan rasa terkejut.

"Apakah sakitnya semakin kuat?" tanya Pria itu lembut dengan tatapan iba.

"Lepas!" sentak Alia segera menjauh.

"Alia, tenanglah, aku hanya ingin membantu dirimu," ucap lelaki yang bergelar Dokter Obgyn itu.

"Aku tidak butuh bantuan anda dokter. Andai saja aku tahu akan melihat wajahmu kembali, maka aku tidak akan pernah mau melahirkan disini!" ucap Alia dengan lelehan air mata di kedua pipinya. Rasanya masih terasa begitu sakit dalam hatinya saat mengingat kejadian delapan bulan yang lalu.

***

Alia Almira, dia adalah seorang karyawan di sebuah laundry yang ada di komplek dimana Dokter Obgyn itu tinggal. Dan dia diberikan tugas oleh yang punya laundry untuk mengambil dan mengantar pakaian Dokter yang tinggal di sebuah rumah yang memang di khususkan untuk ditempati oleh beberapa dokter yang bekerja di sebuah RS swasta.

Alia memasuki rumah mewah yang sangat bersih dan sedikit berbau aroma obat-obatan, mungkin karena ada salah satu Dokter yang membuka praktek di kediaman itu.

"Assalamualaikum, permisi!" seru gadis itu mengetuk dengan sopan.

"Wa'alaikumsalam... Sebentar!" terdengar suara seorang wanita.

"Siapa ya?" tanya wanita baya yang sudah bisa dipastikan adalah Art dirumah itu.

"Saya Alia, Bu, saya disuruh Umi laundry untuk mengambil pakaian yang akan di bawa ke laundry," jelasnya pada wanita baya itu.

"Oh, ayo masuk, Neng," ucap Bibik membawa Alia masuk.

"Nah, sebentar Bibik beritahu Dokter Hanan dulu, soalnya hanya pakaian kotor dia yang belum di kumpulkan, yang lainnya sudah Bibik letak di keranjang," ucap Bibik segera menuju kamar seorang dokter.

"Permisi, Dok!" ucap Bibik sembari mengetuk pintu kamar itu.

"Ada apa, Bik?" tanya seorang lelaki yang hanya menggunakan pakaian santai, sepertinya lelaki itu sedang istirahat siang.

"Ada petugas laundry yang ingin mengambil pakaian kotor," jelas Bibik sembari menunjuk Alia yang berdiri tak jauh dari mereka.

Alia terpana melihat ketampanan lelaki yang di panggil Dokter oleh Bibik itu. Tak sengaja tatapan mereka bertemu. Alia segera menghampiri.

"Permisi, Dok, saya petugas laundry diutus Umi untuk mengambil pakaian kotor," jelasnya pada Pria itu.

"Oh, baiklah, sebentar ya." Lelaki itu kembali masuk kamar dan mengemas pakaian kotornya.

"Ini, kapan bisa diantar?" tanyanya sembari menatap Alia dengan wajah santai.

"Mungkin dua hari kedepan, Dok," ucap Alia tersenyum ramah.

Dokter itu hanya mengangguk paham, lalu Alia segera membawa pakaian yang lainnya yang telah di pisah oleh Bibik dan di beri nama di setiap kantongnya.

Alia memacu kendaraan roda dua kembali ke laundry. Gadis itu tampak begitu semangat bekerja demi membiayai pengobatan sang ayah yang sering sakit-sakitan. Hidup bersama ibu tiri tentu saja tak bisa membuatnya bisa lebih tenang, ia selalu dalam tekanan ibu dan adik tirinya.

"Banyak, Alia," ucap Santi teman sesama bekerja di laundry.

"Iya, ini pakaian Dokter semua," jawab Alia sembari menurunkan pakaian kotor itu.

"Wih, asyik kamu bisa ketemu dokter tampan dong ya...," goda Santi.

"Ish, apaan sih kamu. Cuma ketemu satu, yang lainnya lagi dinas," jawab Alia dengan jujur.

"Pasti Dokter Hanan 'kan?" tanya gadis itu lagi yang begitu ngebet sama Pak dokter.

"Nggak tahu siapa namanya, yang jelas Bibik disana memanggil dengan sebutan Dokter."

"Iya, dia tampan, Maco, tinggi, putih. Nah itu namanya Dokter Hanan," celoteh Santi memberitahu ciri-ciri Dokter itu. Alia hanya menggelengkan kepala sembari membenarkan ucapan temannya itu dalam hati.

"Udah, ayo mulai lagi kerja, ntar dimarahin Umi kalau tidak siap," ucap Alia, ya begitulah panggilan mereka pada pemilik laundry.

Alia kembali meneruskan pekerjaan, ia mulai mencuci pakaian kotor yang tadi baru ia ambil dari kediaman para dokter.

Gadis itu tampak begitu tekun dan sangat rajin dalam mengerjakan tugas, walaupun terkadang ia lelah dan ingin istirahat, namun mengingat kondisi sang ayah, dan ancaman ibu tiri maka hari-harinya hanya berfokus dengan pekerjaan.

Bersambung...

Happy reading 🥰

Kejadian buruk

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini sudah dua bulan lamanya Alia menjadi petugas laundry di komplek mewah yang memang di huni oleh para orang kaya.

Sore ini seperti biasanya Alia mengantarkan pakaian bersih para Dokter, ia melihat hari sudah mulai mendung, maka ia harus cepat sebelum hujan turun.

Setibanya di kediaman para dokter itu. Ia segera masuk membawa pakaian yang telah di beri nama dan meletakkan di diatas meja, nanti mereka yang akan mengambil sendiri.

Saat Alia ingin pulang, namun tiba-tiba hujan turun begitu deras. "Ya Allah, deras sekali hujannya," ucap Alia sembari duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat ia meletakkan pakaian bersih tadi.

Alia heran kemana perginya semua orang di rumah ini? Kenapa Bibik tidak ada? Ah, mungkin saja Bibik ada urusan diluar. Memang sudah terbiasa pintu rumah tak di kunci, karena mengingat banyaknya petugas yang akan mengurus rumah yang bisa diumpamakan sebuah mes untuk para Dokter yang bertugas di RS yang sama.

Alia masih berteduh menunggu hujan reda. Namun ia melihat sebuah mobil memasuki halaman rumah itu. Dua bulan bolak balik di rumah ini tentu saja sudah membuatnya mengetahui satu persatu para Dokter yang tinggal disini.

Ada seorang Dokter yang memang tak bisa ia tampik bahwa hatinya ada rasa, namun gadis itu tak ingin membesarkan perasaan yang ada. Ia mencoba untuk membuang perasaan yang menurutnya tak mungkin.

Dan yang pulang itu adalah Dokter Hanan, ya dokter itulah yang membuat hatinya selalu berdebar saat menatap wajahnya.

Alia melihat Pria itu turun dari mobil dengan santai tanpa menghiraukan hujan yang begitu lebat mengguyur tubuhnya. Ada yang aneh dari raut wajahnya.

Alia masih duduk di kursi perasaannya mulai tak menentu saat memikirkan untuk berbicara pada dokter itu. Tentu saja dia akan terkejut melihat kehadirannya seorang diri dirumah itu.

"Alia! Kamu sedari tadi?" tanya Dokter Hanan menatap gadis itu dengan tatapan yang berbeda.

"I-iya, Dok," jawab Alia gugup

Hanan dengan santainya membuka pakaiannya di depan gadis itu. Alia segera memalingkan wajahnya.

"Alia, apakah saya bisa minta tolong?" tanya dokter Hanan.

"A-apa, Dok?" tanyanya yang sebenarnya sangat malu melihat lelaki itu hanya bertelanjangg dada.

"Bisa tolong bawakan pakaian saya ke kamar?" tanya Hanan dengan nafas memburu. Terlihat kegelisahan dari gerakan tubuhnya.

"Tapi, Dok?" tanya gadis itu takut dan gamang.

"Tidak apa-apa, karena saya sedang basah kuyup seperti ini, takut pakaian saya akan basah."

Dengan hati was-was Alia mengiyakan permintaan lelaki itu untuk membawanya pakaiannya kedalam kamarnya. Dengan langkah pasti Alia memasuki kamar Hanan.

Hanan menyuruh Alia masuk terlebih dahulu. Gadis polos itu hanya mengangguk patuh tanpa memikirkan bahaya apa yang sedang mengintai dirinya.

Saat gadis itu sudah masuk dan meletakkan bungkusan baju itu, namun ia mendengar suara putaran kunci dari dalam. Tentu saja membuat Alia terkesiap melihat pemandangan itu.

"Dok, apa yang kamu lakukan? Buka, Dok, saya ingin keluar," ucapnya merasa takut tak terkira.

"Nanti saja kamu pulang, Alia, tolong temani saya dulu," sahut Hanan dengan suara berat dan nafas tak beraturan. Dengan cepat ia membuka celana jeans-nya dan memperlihatkan sesuatu yang membuat Alia menjerit sembari membuang muka.

Lelaki itu mendekatinya dan sontak membuat Alia menjauh dan menghindar.

"Apa yang kamu lakukan, buka pintunya, Dok. Jangan macam-macam!" sentak gadis itu dengan segala rasa ketakutan menyelimuti hatinya.

"Alia, please.... Tolong bantu aku untuk menuntaskan hasratku, sungguh aku tak mampu. Aku benar-benar tersiksa," lirihnya meminta pemahaman gadis itu, dan tentu saja di tolak mentah-mentah.

Ini soal kehormatan yang tak semudah itu ia serahkan pada lelaki kurang ajar seperti Dokter Obgyn itu. Alia masih berusaha memberontak.

"Lepaskan saya, dokter! Tolong jangan lakukan itu. Tolong! Tolong!" gadis itu jejeritan, namun nasib malang sedang berpihak padanya sehingga Hanan dengan paksa merenggut kehormatan gadis malang itu.

Alia berusaha melawan, namun kodratnya hanya seorang wanita lemah yang tak memiliki tenaga yang ekstra untuk menyingkirkan tubuh lelaki itu yang sedang mengungkungnya.

"Aaakhh!" jerit gadis itu saat sesuatu mengambil hal berharga darinya. Seketika air matanya melimpah ruah.

Hanan jatuh terkulai di samping Alia dengan wajah puas setelah menyalurkan hasratnya. Gadis itu menangis histeris dengan pelan menarik kain untuk menutupi tubuh polosnya.

Hanan membuka matanya yang terasa sangat berat, namun tangisan gadis itu membuatnya tak bisa terpejam. Ia melihat Alia menangis sesenggukan. Seketika akal sehatnya telah kembali. Ia segera meraih handuk yang tersampir tak jauh dari tempat tidurnya, lalu mengenakan dengan cepat.

"Alia, sssttthh...Tenanglah, Alia," ucapnya seketika memeluk gadis itu yang masih menangis sesenggukan.

"Lepas, Dokter!" jeritnya sembari memukul dada lelaki itu dengan kuat.

"Alia, tenanglah. Dengarkan aku Alia!" ucapnya sembari menangkup kedua pipinya.

"Aku benci sama kamu! Kenapa kamu tega melakukan hal ini padaku. Hiks.. Hiks..." Tangis gadis itu kembali pecah dalam dekapannya.

"Alia, maafkan aku, sungguh aku tidak bisa mengendalikan diriku untuk menahan hasrat yang dikarenakan oleh obat perangsang yang di berikan oleh temanku yang sedang mengerjai aku," jelas Hanan dan meminta maaf.

"Tapi kenapa kamu menjadikan aku untuk pelampiasannya!" sentaknya kembali masih berurai air mata.

"Alia, sekali lagi aku minta maaf, kamu jangan takut. Aku akan bertanggung jawab!" tegasnya yang membuat tangis Alia sedikit reda.

Alia menghapus buliran air matanya, dan menatap kesungguhan di mata lelaki itu.

"Apakah kamu serius? Kamu tidak akan membohongi aku 'kan?" tanyanya dengan penuh harap.

"Ya, aku janji akan bertanggung jawab. Tapi beri aku waktu untuk itu. Yang jelas aku pasti akan bertanggung jawab," jawabnya dengan pasti.

"Bagaimana jika aku hamil?" tanya Alia sangat cemas.

"Tenanglah, itu tidak akan mungkin. Karena kita melakukannya hanya sekali," jawabnya berusaha meyakinkan sang gadis.

Alia hanya diam sembari memperbaiki kain menutup tubuh polosnya. Sesekali Isak tangisnya masih terdengar.

"Ayo sekarang kamu mandilah, sebelum yang lainnya pulang," titah lelaki itu dengan nada lembut.

"Tapi pakaianku tidak ada, bagaimana aku akan pulang?" tanya Alia sembari melihat pakaiannya telah robek dan berserakan di lantai.

"Kalau begitu kamu kenakan pakaian aku saja untuk sementara. Sekarang kamu mandilah," titahnya kembali.

Alia si gadis polos itu hanya mengangguk patuh dan segera beranjak masuk kedalam kamar mandi. Ia segera mengguyur tubuhnya dengan air. Sekelabat kejadian pemerrkosaann itu masih segar dalam ingatannya.

Alia kembali menangis dibawah kucuran air. Ia tidak tahu bagaimana masa depannya kelak, apakah benar lelaki itu akan bertanggung jawab dengannya?

Bersambung....

Happy reading 🥰

Belum berani bertemu

Cukup lama gadis itu menumpahkan tangisannya dalam keseorangan dibawah kucuran air. Kini kehormatannya telah direnggut paksa oleh lelaki yang semula ia Kagumi dan ada perasaan suka, namun, kejadian ini membuat segala penilaiannya pada lelaki itu berubah seketika.

Apakah benar Dr.Hanan akan bertanggung jawab atas perbuatannya? Tapi bagaimana jika itu hanya dusta belaka untuk menenangkan dirinya.

Tok! Tok!

"Alia! Apakah kamu sudah selesai mandi?" seru lelaki itu. Hatinya sedikit was-was karena sudah cukup lama Alia tak kunjung keluar dari kamar mandi.

Alia segera menyudahi mandi wajibnya, bingung harus bagaimana karena tak memiliki pakaian ganti, ia melihat sebuah bathrobe yang tergantung, lalu menggunakannya.

Alia keluar dari kamar mandi dengan raut wajah yang masih tampak sedih, dan matanya terlihat sembab karena terlalu banyak menangis. Hanan bingung harus bicara apa, rasa bersalah masih menyelimuti hatinya.

"Alia, kamu pakai pakaian ini saja ya," ucap Hanan menyerahkan sebuah dress bermotif bunga. Sepertinya dress itu sudah lama berada di dalam lemari pakaiannya.

Alia hanya mengangguk, ia juga sepertinya harus secepatnya keluar dari kamar Dokter kandungan itu sebelum penghuni yang lain pulang.

"I-itu pakaian dalamm kamu," ucap Hanan menunjuk milik gadis itu sudah ia letakkan diatas ranjang yang sebelumnya sempat ia buang begitu saja saat dirinya menggagahi dengan secara paksa.

Alia mengambil dengan cepat dengan raut wajah memerah, lalu masuk kedalam kamar mandi untuk mengenakan kembali, dan ia ingin segera beranjak meninggalkan tempat itu.

Setelah mengenakan pakaian yang diberikan oleh Hanan, ia tak bicara apapun dan segera keluar dari kamar dengan perasaan yang masih kacau. Hatinya masih berduka karena telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.

Hanan ingin bicara sesuatu, namun urung saat melihat gadis itu seperti tak berminat apapun. Bahkan pergipun tak mengeluarkan sepatah katapun, ia menyadari atas segala kesedihan dan kekecewaannya.

Alia segera pulang kekediamannya, sepertinya ia sudah tak bersemangat untuk kembali meneruskan pekerjaan. Hatinya masih kecai dan ia harus menyimpan sendiri kesedihan itu.

"Kenapa sudah pulang jam segini? Dasar pemalas!" seru ibu tirinya menatap kesal.

"Ah, aku sedang tidak enak badan, Bu," jawabnya sembari berjalan ingin masuk kedalam kamar.

"Tunggu!" sentak wanita baya itu.

"Apa, Bu?" tanya Alia membalikkan badannya menghadap pada ibu sambungnya.

"Itu kamu menggunakan pakaian mahal siapa? Mana pakaian kamu?" tanya ibu menatap curiga.

"I-ini, ini pakaian Umi laundry, karena tadi pakaian aku basah kena hujan saat mengantarkan pakaian pelanggan," jawabnya berbohong.

Wanita itu berjalan mendekati Alia, tangannya memegang sedikit dress yang sedang dikenkan olehnya.

"Sepertinya pakaian ini cocok bila Nisa yang mengenakan, sebab dikamu tidak cocok sama sekali, jelek. Sekarang ganti pakaian kamu berikan padaku!" titahnya yang membuat Alia tak percaya.

"Tapi, Bu, ini pakaian pinjam, bukan diberikan," jawabnya yang memang dokter itu tak mengatakan memberikan padanya.

"Ah, nggak usah banyak bacot! Ayo sekarang tukar!" bentaknya yang membuat Alia harus mengurut dada atas segala perilaku buruk ibunya.

Alia tak bisa berkutik, karena jika ia membantah maka wanita baya itu selalu mengancam tidak akan mengurusi ayahnya saat dirinya sedang bekerja. Maka tak ada cara lain lagi selain mengikuti segala keinginannya.

Dengan terpaksa Alia menukar pakaiannya, lalu memberikan dress dari lelaki yang telah merenggut kesuciannya. Setelah memberikan pada ibu tirinya, ia segera mengunci pintu kamar itu dan kembali menangis tersedu-sedu sembari membekap mulutnya agar tak terdengar tangisan pilu oleh orang lain.

"Ibu, maafkan aku yang tak bisa menjaga diri dengan baik, kini masa depanku sudah terancam punah tak bersisa bila lelaki itu tak bertanggung jawab, Bu. Hiks, Hiks..." Tangisnya sembari memeluk foto ALM ibu kandungnya.

Cukup lama ia menangis hingga rasa kantuk menerpa sehingga ia terlelap dalam kesedihan dengan air mata masih tergenang di pelupuk mata.

Alia terbangun saat hari sudah hampir magrib, ia segera merapikan rambut dan wajahnya yang sudah kusut masai setelah menangis begitu lama.

Ia segera menuju kamar sang ayah untuk mengurusi sebelum melaksanakan ibadah magrib tiga rakaat. Tampak lelaki tua itu duduk di kursi roda dengan tatapan lurus kedepan.

"Ayah, apakah ayah ingin mandi?" tanya Alia memegang tangan Pria itu dengan lembut.

"Tidak, Nak, hari ini cuaca cukup dingin. Ayah ingin dilap saja," ucap Ayah menatap dalam pada putrinya. Terlihat wajah gadis itu tak seperti biasanya.

"Alia, kamu kenapa, Nak?" tanya Ayah

"Ah, aku tidak kenapa-napa, Yah, baiklah kalau begitu aku siapkan air untuk ayah dulu ya," ujarnya segera beranjak dari kamar sang ayah. Memang sejak ayah lumpuh, ibu tirinya memilih untuk pisah ranjang karena merasa tidak nyaman harus tidur bersama orang sakit.

Alia mengurus ayahnya dengan penuh kasih sayang, karena saat ini ia tak memiliki orang yang menyayanginya selain ayahnya sendiri.

"Alia, apakah Ibumu masih memperlakukan kamu dengan tidak baik?" tanya Ayah saat Alia ingin keluar kamar untuk membereskan peralatan yang ia gunakan untuk mengelap tubuh ayahnya.

"Tidak, Yah. Aku dan ibu baik-baik saja. Ayah jangan pikirkan itu ya," ucapnya berusaha untuk tersenyum. Ia tak mungkin mengatakan hal buruk apa yang sedang ia alami, mengingat sang ayah mempunyai sakit jantung akut, maka ia harus menyembunyikan darinya.

Pagi ini Alia bangun seperti biasanya, sebelum berangkat bekerja ia harus mengurus ayah terlebih dahulu, dari mulai, makan, mencuci pakaian, dan yang lainnya. Maka dari itu ia harus bangun lebih awal.

***

Kini sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan selama itu pula ia tak berani bertemu dengan Hanan, Alia selalu saja beralasan bila ada tugas mengantarkan pakaian ke mes dokter itu. Ia selalu minta di gantikan oleh temannya yang lain. Namun, sore ini ia tak bisa beralasan saat teman yang biasa menggantikan dirinya itu tidak masuk karena sakit.

Alia terpaksa harus mengantarkan pakaian bersih yang telah dikemas itu, dan kembali nama lelaki yang telah menodainya terpampang jelas di sebuah bungkusan itu.

Nafasnya terasa sesak bila mengingat kembali kejadian yang menyakiti batinnya hingga kini masih terasa sakitnya. Alia kembali mengendarai sepeda motornya menuju kediaman para dokter itu.

Setibanya disana, ia segera masuk membawa tumpukan pakaian itu dan meletakkan di tempat biasanya. Tak ada siapapun disana, ia secepatnya ingin meninggalkan tempat itu, namun langkahnya terhenti saat seorang memanggil namanya.

"Alia!" panggil Hanan saat keluar dari kamarnya.

Seketika tubuh gadis itu membatu dan keringat dingin membasahi dahinya. Bayangan kelam itu berputar dalam benaknya bagaikan gumpalan asap tebal yang akan membuat matanya perih.

Bersambung....

Mohon dukungannya ya agar Author semangat Update 🙏🤗

Happy reading 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!