Boooooom
Duaaaaaar
Dor dor dor
Suara tembakan saling beradu diikuti suara ledakan dari granat dan bom yang baru saja dilemparkan tepat di samping mereka. Dini hari itu suasana kembali mencekam. Padahal tadi malam mereka baru saja merasa sedikit ada ketenangan.
" Letnan, Anda tidak apa-apa?"
" Aku baik-baik saja. Lindungi warga sipil. Jangan sampai ada korban baru."
" Siap laksanakan!"
Seorang wanita menenteng sebuah senjata laras panjang M 4A1 tengah fokus membidik musuh. Hari itu serangan tiba-tiba terjadi saat dini hari sekitar pukul 02.00 waktu negara setempat.
Ya saat ini wanita itu beserta tim nya tengah berada di negara P dimana negara tersebut adalah negara konflik yang hingga sekarang masih mengalami perang. Sudah sekitar satu bulan mereka berada di sana.
Kletaak
Booooom
Blukk ... Nguuuuung
Tubuh wanita itu terpental dan menghantam sebuah dinding. Seketika pandangannya kabur, telinganya berdengung dan akhirnya gelap. Dia tidak bisa melihat apapun dan tidak juga mendengar apapun.
" Ditaaaaaaa!"
" Ma, please jangan teriak-teriak apa Ma. Ini Dita sudah bangun kok."
Nadita Jyotika Lagford, gadis itu masih bermalas-malasan di kamarnya. Mendapat cuti sebelum keberangkatannya ke negara P, ia gunakan untuk bersantai di rumah. Tapi tampaknya sang mama tidak membiarkan hal tersebut. Dari tadi mamanya itu terus memanggilnya. Usia 27 tahun nyatanya hanya sebatas angka, tingkah laku Dita biasa ia dipanggil masih seperti bocah saat berada di rumah orang tuanya.
" Anak papa udan mandi belum hmm?"
Dita langsung memeluk sang papa, pria paruh baya itu masih terlihat gagah dan tampan. Padahal usianya sudah akan mendekati 60 tahun.
" Dit, kalau kamu begitu dilihat sama anak buahmu gimana?"
" Ya nggak gimana-gimana mah."
Silvya menepuk keningnya pelan. Dita sangat jauh berbeda saat mode anak papa dan mode tentara. Mode anak papa, gadis itu begitu manja kepada Dika. Dan mode tentara gadis itu sangat tegas kepada tim nya.
Saat ini Dita belum memberitahu keberangkatannya ke negara P. Padahal keberangkatannya dijadwalkan lusa. Entah reaksi seperti apa yang akan papa nya perlihatkan.
Dika begitu mellow jika berhubungan dengan anak-anak nya. Saat Dita memutuskan untuk mendaftar sebagai taruna di AKMIL Magelang pun Dika tak berhentinya menangis. Menjadi taruna pasti akan melakukan latihan fisik yang berat, Dika sungguh tidak tega akan hal tersebut.
Ketiganya akhirnya sarapan bersama. Setelah makanan mereka mulai habis Dita kemudian memulai pembicaraan seriusnya.
" Ma, Pa, Dita lusa berangkat ke negara P. Mungkin sekitar 3 sampai 6 bulan Dita akan berada di sana."
Hening
Tidak ada reaksi apapun dari kedua orang tuanya. Dita sedikit aneh. Biasanya baik papa maupun mama nya akan drama setiap Dita mengatakan kaan pergi tugas. Merasa tidak ada rekasi Dita pun menyelesaikan makannya, membawa piring kotornya ke wastafel, mencucinya dan kembali ke kamar untuk bersiap-siap. Tanpa gadis itu tahu saat ini sang mama wajahnya sudah berlinangan air mata.
"Hiks, mas, anak kita mau kemana lagi. Itu bukannya negara P lagi perang ya. Mas, setiap Dita pergi tuh aku selalu merasa sudah kehilangan dia. Kadang aku nyesel udah ngizinin dia buat jadi tentara."
" Sttt, jangan begitu. Ridho orang tua itu adalah bekal tersendiri bagi anak-anaknya. Sebenarnya apa yang dilakukan Dita dan kamu dulu tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanya status dan aturannya saja. Dia adalah gadis yang kuat dan berprestasi. Kamu lihat sendiri kan diusianya yang begitu muda sudah memiliki pangkat. Dengan hal itu saja sudah membuktikan kalau dia itu mampu melakukan ini semua. Kita doakan yang terbaik saja."
Silvya mengangguk, apa yang dikatakan suaminya itu benar adanya. Biasanya Dika yang mellow, ini tumben Silvya yang berderai air mata.
Hari keberangkatan Dita pun akhirnya tiba. Dika, Silvya, Nataya dan Naisha pun ikut mengantar. Dita memeluk satu-persatu anggota keluarganya tersebut. Padahal mereka sudah sering mengantar Dita pergi bertugas tapi kali ini semua terlihat menangis
" Hei ayolah, bukan sekali ini Dita pergi."
Semua menghapus air matanya. Seseorang datang dan memberi hormat ke pada Dita.
" Letnan waktunya berangkat."
" Baik, saya akan segera kesana. Dita pamit ya."
Lambaian tangan keluarganya mengiringi Dita pergi bertugas. Dita berjalan semakin menjauh. Ia melihat kebelakang. Dilihatnya papa dan mama nya semakin tidak terlihat. Mata Dita mengerjab pelan. Ia benar-benar tidak bisa melihat apapun sekarang. Semua gelap, hanya sebuah suara yang memanggilnya.
" Letnan, Letnan Dita. Letnan, apakah bisa mendengar ku. Letnan! Bahaya,tidak ada respon. Mari bawa Letnan Dita ke camp. Panggil tim medis."
" Siap Kapten Alsaki."
Dita bisa mendengar kedua anggota tim nya tersebut. Namun tubuhnya benar-benar tidak bisa digerakkan. Lidahnya kelu untuk berucap padahal ia ingin berteriak mengatakan bahwa dia tidak apa-apa.
Tubuh Dita dibawa oleh anggotanya, mereka adalah Kapten Alsaki dan Lettu Brahma ke dalam tenda medis. Disana juga ada tentara medis yang siap sedia pada setiap situasi.
" Oh shiit, she had a cardiac arrest. Do CPR now! ( dia mengalami henti jantung, lakukan CPR sekarang)"
Dokter yang lain langsung naik ke atas tubuh Dita dan melakukan CPR untuk bisa mengembalikan denyut jantung. Wajah cemas terlihat pada Alsaki dan Brahma. Mereka tadi sungguh kecolongan. Saat Dita menyuruh mengamankan warga sipil, tidak ada satu diantara mereka yang berada di samping sang Letnan untuk melindungi.
" Kapt Al, bagaimana keadaan Letnan Dita."
Seseorang datang menanyakan keadaan Dita. Dia adalah Letda Ekadanta. Alsaki hanya diam, mereka masih menunggu dokter yang sedang melakukan tindakan medis kepada Dita.
Please, jangan sampai terjadi apa-apa padamu. Aku sungguh tidak bisa melihatmu kenapa-napa.
Seseorang bergumam, dia begitu khawatir kepada Dita. Tapi tidak ada yang tahu tentang apa yang pria itu rasakan. Dia cukup pandai menutupi rasa hatinya yang sudah dipendamnya selama dua tahun ini.
Di dalam tenda dokter masih berusaha untuk mengembalikan denyut jantung Dita. Defibrillator pun digunakan, hingga bunyi di monitor kembali terdengar.
" Good job!"
" Syukurlah."
Semua tampak menghela nafasnya lega. Dita pun kembali sadar. Rupanya ia terkena syok saat granat menghantam bangunan samping Dita berada sehingga tubuh Dita terpental. Beruntung tidak ada yang serius hanya saja punggung Dita yang luka karena menghantam bangunan.
Dita kembali bisa melihat beberapa orang yang sedang mengobatinya. Sesaat gadis itu tersenyum, nyawanya masih aman hingga saat ini.
" Aku pikir aku akan berakhir di sini. Pa, ma maafin Dita ya kalau Dita banyak salah."
Ia kembali memejamkan matanya. Sebenarnya bukan kali pertama kejadian seperti itu menimpanya, tapi yang sekarang ini entah mengapa bayangan keluarganya begitu jelas di pelupuk mata.
TBC
Hai-hai readers kesayangan akoooh. Karya baru nih, masih inget kan ini siapa. Yups, ini adalah Dita adik dari Nataya. Kali ini Othor mau membuat kisah putrinya Papa Dika sama Mama Silvya.
Semoga kalian suka ya. Othor nulis ini sambil bayangin DOTS sam CLOY hahaha. Tapi nggak kok alurnya nggak sama kayak mereka. Cuma vibes nya aja berasa begitu.
Happy reading readers, jangan lupa dukung othor terus ya.
Dita bersama Tim Bravo yang beranggotakan 5 orang dikirim ke negara P tepat sebulan lalu. Dita menjadi Letkol termuda. Diusianya yang baru 27 tahun segudang prestasi ditorehkan oleh gadis itu. Saat ini dia memiliki tim sendiri yang dinamakan Tim Bravo, tim ini secara khusus dibuat untuk menangani misi-misi rahasia.
Tim Bravo yang diketuai Dita sudah sering menjalankan misi rahasia. Pembebasan sandera oleh geng mafia terbesar di dunia. Pengagalan penyelendupan senjata api, dan lain sebagainya. Mereka juga selalu mendapat misi kemanusiaan di negara-negara yang tengah berkonfilk.
Dita sebagai seorang perempuan namun kekuatannya tidak perlu diragukan. Kecerdasan dalam memimpin tim dan taktik perang yang mumpuni mendapat pengakuan sendiri di kesatuannya. Ilmu bela diri yang dimiliki juga tidak main-main. Hal tersebut tidak lepas dari pelatihan sang ibu. Dita sudah berlatih ilmu bela diri dari usia 5 tahun.
" Let, apakah Anda baik-baik saja!"
" Tck, jangan terlalu formal jika kita sedang tidak dalam suasana dinas. Hei, kalian sedikit melupakan fakta bahwa aku ini termuda di sini. Kecuali dengan 2 orang itu."
Dita menunjuk Letda Ekadanta dan Letda Indrajaya. Eka dan Indra berusia 25 tahun, 2 tahun dibawah Dita. Semua nya tertawa mendengar celotehan sang letnan. Suasana di luar sudah kondusif pagi itu dan Dita masih terbaring lemah diatas brankar dengan infus ditangannya.
Kapten Alsaki Gyan Kalingga, Lettu Brahma Putra, Lettu Adyaksa Harsa, Letda Ekadanta dan Letda Indrajaya adalah anggota tim Dita. Mereka adalah tim yang solid. Indra yang sedikit sensitif sudah hampir menangis saat melihat kondisi Dita.
" Kan si bontot udah mellow aja. Hei, kalian bukannya pertama kali melihatku begini."
" Kaaak."
Semua terkekeh geli melihat Indra yang memanyunkan bibirnya. Tidak ada yang tahu, dibalik sikap garang mereka di medan perang sebenarnya mereka juga memiliki sikap humoris dan lembut. Kebersamaan mereka selama 4 tahun ini membuat ke-enam orang itu dekat lebih seperti saudara. Meskipun ada satu hati yang merasa lebih dari itu.
Akan tetapi terlepas dari itu mereka selalu bercanda bersama. menghadapi kesulitan bersama membuat tim Bravo menjadi lebih solid dan saling menjaga.
" Apakah perlu pergi ke rumah sakit besar Ta."
" Nggak perlu Bang Brahma. Aku sudah oke kok. Ntar sore ge baikkan. Jangan laporkan ini pada pusat. Aku nggak mau jadi heboh nantinya, yang ada kita ditarik mundur sebelum masa tugas kita selesai. Aku nggak mau begitu, itu namanya kita ngak berdedikasi terhadap tugas yang diberikan."
Semua mengangguk mengerti. ini lah yang disuka dari Dita, ia selalu menomorsatukan tugas yang diberikan. Gadis itu mungkin memang masih muda dari segi usia tapi pola pikirnya sangat dewasa sekali. Maka dari itu dia bisa menjadi ketua Tim Bravo saat ini.
" Oke kalau gitu, istirahat dulu aja. Kita mau keliling dulu ya."
Dita mengangguk, dan keenam pria itu pergi dari dalam tenda barak yang ditempati Dita. Wanita itu lalu mengambil ponselnya, ia ingin menghubungi kedua orang tuanya tapi urung. Dita kembali menaruh ponselnya di samping bantalnya. Pandanganya lurus ke atas menatap langit-langit tenda.
Haaah
Dita menghembuskan nafasnya dengan perlahan. Ia mencoba mereview setiap momen dalam hidupnya. Seketika ia terkekeh geli saat mengingat momen dimana dia mengatakan ingin mengikuti jejak sang mama. Tapi bukan sebagai mafia melainkan menjadi tentara. Bahkan saat itu ia masih duduk di kelas 11 SMA.
Siapa sangka jalannya menuju seleksi sebagai taruna terbilang lancar. Pada seleksi tahap pengecekan awal bahkan Dita mendapat nilai tinggi untuk bagian jasmani, yang meliputi lari 12 menit, pull up, renang 50 meter dan pemeriksaan postur tubuh. Postur tubuh Dita tentu bagus. Dengan tinggi 168 cm dan berat 50 kg terlihat ideal. Jangan lupa fisik yang sangat baik. Bagaimana tidak sejak kecil Dita sudah berlatih olah tubuh bersama sang kakak dan mama nya.
Saat mulai pendidikan di AKMIL kemampuan menggunakan senjatanya juga mendapat banyak pujian. Banyak yang mengatakan bahwa Dita terlihat sudah sangat profesional dalam menggunakan senjata. Mereka tidak tahu saja sang ibu yang mantan mafia itu sudah mengajari anak-anak nya menggunakan berbagai macam jenis senjata api. Jadi Dita benar-benar terampil menggunakannya.
" Kamu hebat banget Dit, emang pernah belajar sebelumnya?"
" Eh enggak kok aku juga baru megang senjata saat di sini."
Dita merutuki dirinya sendiri saat itu karena banyak berbohong kepada teman-temannya selama belajar di Akademi Militer.
" Hahaha maaf ya teman-teman. Waktu itu aku banyak bohong sama kalian. Aku nggak mungkin dong mengatakan bahwa senjata api adalah makanan sehari-hari ku karena ibuku adalah mantan mafia."
Dita terkekeh geli mengingat masa-masa itu. Pendidikan selama 4 tahun bahkan tidak begitu terasa untuknya.
*
*
*
Alsaki memutari wilayah tersebut dengan menenteng senjata. Pemandangan yang tidak asing bagi warga setempat bahkan anak-anak pun seakan terbiasa dengan kehadiran tembakan, ledakan bom, dan serangan dadakan.
Satu hal yang membuat Alsaki terenyuh, anak-anak itu masih bisa tersenyum. Tidak ada takut sedikitpun dalam raut wajah mereka.
" Huuuft, rasanya pengen ku bawa mereka semua ke tanah air," ucap Alsaki lirih.
Namun tentu hal tersebut tidak bisa dia lakukan. Tidak semudah itu bisa membawa orang dari luar ke dalam negri. Urusan diplomatik menjadi hal yang sulit.
" Al,"
" Eh bang Brahma, ada apa? Apa ada sesuatu."
Brahma menggeleng pelan. Meskipun Alsaki memiliki jabatan lebih tinggi dari pada Brahma, pria berusia 28 tahun itu selalu memanggil Brahma dengan sebutan abang. Brahma menjadi paling tua disana. Usianya 30 tahun. Brahma sendiri sudah menikah dan memiliki satu putri.
" Tidak ada apa-apa Al. Baru saja keliling dan semua dalan kondisi aman terkendali. Tidak ada tanda musuh mau menyerang."
" Lalu? Ada apa? Sepertinya ada yang mau abang sampaikan ke aku."
" Sampai kapan kamu mau mendem perasaanmu ke Dita."
Deg
Seketika Alsaki menghentikan langkahnya dan menatap Brahma dengan tajam. Tatapan tersebut menyiratkan sebuah tanya, kapan abang nya itu tahu dengan apa yang ia rasakan.
" Jangan melihatku begitu. Aku sudah tahu lama kau menyukai Di~"
Belum selesai Brahma dengan kata-katanya, tangan Alsaki sudah landing di mulut Brahma meminta pria itu untuk diam. Brahma pun mengangguk, dia tidak akan bicara lagi.
" Sudah lama kan?" Alsaki hanya mengangguk mendengar pertanyaan Brahma. Pria dengan tinggi 178cm itu hanya mendengus. Ia lalu melanjutkan acara kontrolnya. Brahma pun mengejar Alsaki yang jalan terlebih dahulu.
" Jangan tanya kapan aku akan mengatakannya. Ini sangat tidak mudah. Aku begitu jauh dengannya. Dari segi pangkat maupun keluarga. Apa abang tidak lihat, keluarganya bukan berasal dari orang biasa. Ayah dan kakanya dokter spesialis terkenal. Ibu nya pemilik perusahaan transportasi terbaik di dalam negeri, bahkan kakak iparnya juga. Sedangkan aku? Haish, jauuuh. Abang tahu sendiri bagaimana keluargaku kan."
Brahma membuang nafasnya kasar. Alsaki rupanya sedang dalam mode minder luar biasa. Dan tentang keluarga pemuda itu, Brahma tidak mau banyak komentar. Brahma hanya merasa sedikit iba dengan Alsaki yang memendam rasa itu lumayan lama.
" Kalau nggak segera ngomong, keburu diambil orang itu cewek."
Anadita Jyotika Lagford
Alsaki Gyan Kalingga
All pict by. pinterest
TBC
Beberapa hari berlalu, gencatan senjata dilakuan. Pihak negara lain mengatakan tidak akan melakukan serangan karena mereka sedang merayakan hari raya negaranya.
Akan tetapi hal tersebut tidak serta merta membuat para relawan baik militer maupun medis melonggarkan keamanan. Mereka tetap berjaga di pos masing-masing. Begitupun dengan Dita. Dita yang sudah terlihat membaik sekarang pun segera melakukan tugas nya kembali.
" Aku akan pergi dulu ke kantor kedutaan untuk membuat laporan. Sekalian mengecek kondisi disepanjang jalan," ucap Dita kepada para anggotanya.
" Apakah mau ditemani?" tawar Alsaki.
Dita menggeleng lalu tersenyum. Gadis itu pun langsung berjalan keluar barak dan menaiki mobil menuju kedutaan. Sejenak Alsaki merasa khawatir terhadap Dita. Bagaimanapun Dita kemarin baru saja mengalami kecelakaan tapi gadis itu memang selalu mendiri dan tidak suka bergantung pada siapapun.
" Dia bisa sendiri, kau tentu tahu itu."
Ucapan Brahma tentu saja benar adanya. Alsaki pun terlihat membuang nafasnya kasar. Ia tahu Dita bisa menghadapi segala kondisi mamun ia tetap khawatir pada gadis itu. Kemandirian Dita lah yang kadang juga membuat Alsaki merasa rendah diri. Sebagai seorang wanita Dita terlalu kuat dan terlalu mandiri.
Tim Bravo. Pict by pint
*
*
*
Blaaaammmm
Seorang terlihat berlari dengan begitu cepat ketika sebuah mobil meledak. Namun beberapa luka tembak mengenai tubuhnya sehingga membuat pergerakannya mulai melambat. Berulang kali melihat ke arah belakang seakan khawatir ada yang mengikutinya.
" La tadaeuhum yatabieuni ( jangan sampai mereka mengikuti ku)."
Pria berbadan kekar itu masih terus berlari. Sesekali ia terjatuh namun masih bisa bangun dan berjalan lagi hingga ia benar-benar jatuh dan tak sadarkan diri.
Dita sedikit heran saat ada mobil yang terbakar. Ia pun turun untuk memeriksa. Tapi tidak ada orang di sana. Dita lalu memeriksa mobil tersebut, rupanya mobil itu adalah mobil pengangkut makanan. Dita kemudian menghubungi salah satu anggotanya untuk mencari tahu asal usul dari mobil bak terbuka itu.
Dita kembali menaiki mobilnya untuk pergi ke tujuan semula. Baru berkendara sejauh 500 meter, Dita melihat seorang pria tergeletak di samping jalan.
Ciiiit
Dita menghentikan mobilnya, ia lalu turun dengan mengambil pistol yang berada di samping tubuhnya untuk berjaga. Dita tentu tetap harus waspada. Ia berjalan pelan menghampiri pria itu.
" Who are you? Hey, can you hear me? Man 'ant?"
Tidak ada jawaban dari orang yang tergeletak di jalan tersebut. Dita semakin mendekat, ia menyentuh kaki orang tersebut dengan kakinya tapi juga tidak ada respon.
" Pingsan atau mati?" gumam Dita pelan.
Gadis itu kembali menyimpan pistolnya. Ia lalu meraba tubuh pria yang pingsan itu mencoba mencari apakah ada kartu identitas dari si pria. Dita menemukan sebuah kartu di saku jaket si pria.
" Ameer Jones, mahasiswa 26 tahun. Kewargenaraan asing, dia bukan dari negara ini. Di berasal dari negara I. Mengapa seorang mahasiswa bisa sampai di sini."
Dita menyimpan kartu mahasiswa pria tersebut lalu mencoba untuk memeriksanya. Tampak beberapa luka tembak dan luka cambuk, tapi pria itu masih bernafas. Dita pun akhirnya membawa pria itu ke mobilnya dan ia tidak jadi pergi kantor pusat. Dita memilih membawa pria berwajah arab mix bule itu ke barak nya.
" Seharusnya aku membawa ke kedutaan. Tapi mungkin dia akan mati kalau membawanya ke sana. Lukanya harus segera diobati. Ini pasti akan jadi maslaah nantinya. Haishh, itu bisa diurus nanti. Nyawa orang lebih penting."
*
*
*
" Kita kehilangan ketua, sinyal kita tidak bisa menangkap keberadaan ketua!"
Dor
Satu tembakan dilepaskan pria dengan brewok di wajahnya. Ia terlihat begitu kesal mendengar kabar dari salah satu anak buahnya tersebut. Satu nyawa melayang karena telah membuat pria itu tidak puas.
Semua bergidik ngeri melihat apa yang terjadi di hadapan mereka. Sebenarnya ini bukan kali pertama pria tersebut melakukannya, namun tetap saja mereka terkejut.
" Odion, jangan berbuat seperti itu lagi. Kau sungguh membuat anak buah kita semakin sedikit. Setiap kau kesal kau membunuh mereka."
Odion, pria berperawakan tinggi besar berwajah timur tengah itu terlihat begitu garang dengan wajah brewok nya. Jasper, sang teman hanya bisa menggeleng pelan melihat Odion yang melenggang pergi dengan kemarahan yang begitu besar.
" Kalian bereskan itu."
" Baik tuan."
Jasper sedikit berjalan cepat mengejar Odion yang sudah lebih dulu pergi. Panggilan Jasper diacuhkan oleh Odion yang masih sangat marah.
" Dion, Odion tunggu. Elaah kenapa sih. Tuan Khaleed pasti tahu resiko apa yang dia lakukan. Jangan terlalu khawatir."
" Tapi baru kali ini kita kehilangan jejaknya. Seharusnya tak ku biarkan ia pergi sendiri. Tuan sungguh nekat."
Odion pria berusia 40 tahun itu terlihat merasa bersalah. Ia tak seharusnya membiarkan sang tuan menerobos sendiri kelompok gangster yang ada di timur tengah itu sendiri. Meskipun wajah Khaleed tidak pernah ada yang melihat akan tetapi Odion tetaplah khawatir.
Keinginan sang tuan mencari tahu rahasia gangster Chernaya Pantera a.k.a Chepa membuat pimpinan gangster Vugel Ceilo itu bergerak sendiri. Meskipun sekeras apapun Odion melarang nyatanya Khaleed tetap pergi.
Odion membuang nafasnya kasar. Ia benar-benar mengkhawatirkan tuannya. Jasper yang melihat Odion gusar hanya menggelengkan kepalanya pelan.
" Dion, dia sudah berusia 26 tahun, bukanlah anak kemarin sore. Dan, dia bisa membunuh orang dengan mudah. Kau seperti ayahnya saja yang begitu khawatir. Odion, Khaleed Hosein Jones adalah ketua Vugel Ceilo yang ditakuti. Meskipun mereka tidak pernah melihat wajahnya, namun hanya mendengar namanya saja mereka bergidik. Sudahlah, nanti juga dia akan mengirim kabar."
Odion terdiam, kata-kata Jasper tentu benar adanya. Persaingan gangster di benua biru ini benar-benar luar biasa. Kejam, keras, sadis dan harus menunjukkan sisi terkuat. Jika tidak maka tidak akan mampu untuk bertahan. Maka dari itu setiap pemimpin gangster berlomba-lomba mencari kelemahan lawan agar bisa membuat lawan mereka kalah dan menjadi sekutu.
Seperti singa jantan yang menandai teritorialnya dengan air seni, para gangster menandai daerahnya dengan mengalahkan pemimpin daerah lain. Mereka akan mengaum, memperingatkan dan mengejar penyusup sehingga tidak ada yang berani mengganggu.
" Khaleed aku harap kau baik-baik saja. Entah mengapa aku merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Obsesimu yang ingin menjadi pemimpin gangster terkuat takutnya malah menyesatkan mu dan menjatuhkan mu. Aku harap itu hanya pemikiranku saja."
Odion termangu, baginya Khaleed bukan hanya sekedar tuannya. Bukan hanya sekedar pimpinan Vugel Ceilo. Baginya Khaleed adalah seseorang yang berarti dalam hidupnya dan harus ia lindungi.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!