Bismillah.
"Kita harus segera menyingkirkan Zea. Kamu tahu kan Vernando, Zea adalah penghalang terbesar untuk kita berdua. terutama aku!" Ucap seorang perempuan yang berpakaian lengkap bak seorang artis.
Dia memang artis, salah satu pemeran pratagonis disebuah chenel televisi yang sangat terkenal. Orang-orang mengenalnya dia adalah seorang yang baik, karena mereka melihat perannya yang begitu bagus.
Ini adalah salah satu alasan kenapa Zena sebagai saudara kandung Zea sangat membenci adik kembarnya itu. Menurut Zena, Zea telah merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya. Tentu saja Zena iri pada Zea karena Zea selalu lebih unggul dari pada dirinya.
Zena ingin Zea lah yang berada dibawahnya, karena dia seorang kakak. Sampai laki-laki yang dia cintai juga menikahi Zea bukan dirinya.
Akhirnya Zena berbuat gila dia berusaha merayu adik iparnya, pada akhirnya Vernando yang merupakan adik ipar Zena berselingkuh dengan dirinya yang merupakan kembaran istri Vernando sendiri. Jelas Vernando tergoda dengan Zena, karena dia adalah tipikal laki-laki buaya yang menyukai banyak wanita.
Perselingkuhan keduanya sudah berjalan selama 3 tahun dan Zea sama sekali tidak tahu, jika 3 tahun ini dia sudah dikhiananti oleh suami dan kembarannya sendiri.
Vernando menatap Zena sejenak, sambil menghela nafas pelan.
"Aku tau Zena, tapi kita harus mencari waktu yang tepat." Balas laki-laki yang kini tengah menatap lekat perempuan dihadapanya itu yang berstatus sebagai kakak iparnya dan juga selingkuhannya.
"Jadi menurutmu kita harus berbuat apa Vernando? Aku ingin cepat menyingkirkan Zea, karena lebih cepat lebih baik. Agar posisiku tidak selalu dipandang dibawa Zea dan kamu menjadi suamiku." Terang Zena bermaksud mengatakan keingiannya.
"Aku punya rencana, kita harus menjebak Zea agar kita bisa menyingkirkannya bukan dengan tangan kita langsung. Harus ada orang ketiga agar tidak ada yang mencurigai kita." Ujar Vernando tersenyum licik.
Begitu juga dengan Zena senyum licik menghiasi wajah cantiknya. Dia benar-benar sudah dibutakan oleh rasa iri pada saudara kembar sendiri. Jika sejatinya kembar itu seharusnya saling melindungi berbeda dengan Zena yang ingin selalu mengingkirkan adik kembarnya.
Lalu Vernando membisikan sesuatu pada Zena menyuruh gadis itu mendekat kearahnya. Zena mendengarkan saksama rencana apa yang akan diambil oleh Vernando untuk mencelakai Zea.
"Bagimana?" tanya Vernando setelah selesai membisikkan sesuatu pada Zena.
Tidak tahu apa yang direncankan kedua orang itu yang pasti tujuan mereka sama-sama ingin melenyapkan Zea dari dunia ini.
"Aku setuju dengan idemu. Malam ini kita bergerak kali ini jangan biarkan Zea lolos lagi."
"Baiklah, lagipula orang-orang sudah memandang Zea jelek. Kita selalu berhasil menjebak Zea." Mereka berdua sama-sama tertawa jahat.
Seakan apa yang mereka inginkan sudah di depan mata dan rencana mereka akan berhasil tanpa ada yang bisa mengacaukan rencana keduanya.
"Zea sebentar lagi aku akan segera menyingkirkan dirimu. Hal yang paling aku benci terlahir kembar denganmu yang selalu lebih unggul dariku. Jika kamu tidak ada, pasti semua orang akan melihat aku Zena bukan kamu Zea." Ucap Zena didalam hatinya, tinggal selangkah lagi dia akan berhasil merebut posisi Zea.
Selama ini di hadapan Zea, Zena selalu pura-pura baik. Dia selalu ada jika Zea terkena masalah. Masalah yang direncankan oleh Zena dan Vernando sendiri untuk terus menjatuhkan posisi Zea.
"Nanti malam kita mulai bergerak, sekarang kita harus pulang agar Zea tidak curiga dan ingat jangan menggodaku di hadapan Zea. Akhir-akhir ini dia terlihat sudah mulai curiga dengan hubugan kita." Pesan Vernando.
Di hadapan Zea dia ingin terlihat seperti laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Karena apa yang dia tidak punya Zea pasti memiliknya. Vernando bisa menjadi artis saja karena istrinya Zea, maka dia harus selalu pura-pura berbuat baik pada Zea.
***
Seorang perempuan baru saja menyelesaikan syuting terakhirnya. Wajahnya terlihat begitu kusut dia terlalu lelah seharian ini jadwalnya sangat padat.
"Capek banget ya Ze." Ucap seorang gadis yang merupakan manajer Zea.
Zea tertawa kecil mendengar perkataan Tika manajernya sekaligus teman baiknya. Zea membenarkan apa yang Tika katakan.
"Namanya juga kerja Tik, apalagi jadi seorang artis aku harus siap dituntut kerja begini." Balas Zea.
Dia membuka botol minum yang baru saja diberikan oleh Tika. Sedangkan Tika mengelap keringat Zea yang sedari tadi terus bercucuran karena terlalu lelah. Tika sering merasa kasihan pada Zea yang selalu mendapatkan job yang tidak tanggung-tanggung.
Tika pernah menyuruh Zea untuk menolak beberapa job agar dia tidak terlalu lelah, tapi Zea menolak karena dia merasa tidak enak pada Rayan sebagai produser muda yang bertanggung jawab atas karirnya dan beberapa artis yang terkenal lainnya.
Tika menatap prihatin Zea. "Tapi kamu juga butuh istirhata yang cukup Ze. Belum lagi kamu harus ngurus suamimu. Sama mama kamu itu." Ujar Tika.
"Aku sudah bisa mengatur waktuku dengan baik Tik. Hanya saja kadang aku juga merasa sedikit lelah." Ucapnya jujur sambil terkekeh.
"Terserah kamu saja Zea." Tika sudah malas berdebat dengan Zea.
Saat mereka masih asyik mengobrol seorang muncul menghampiri mereka. "Zea sudah selesai syutingnya?" tanya Zena ramah.
"Sudah Zen." Sahut Zea tersenyum kecil.
Selalu begitu Zena benar-benar pintar memaikan perannya, di hadapan Zea dia selalu terlihat baik seakan selalu menyayangi kembarannya itu. Tapi aslinya di belakang Zea dia selalu berusaha memcari cara untuk bisa memyingkirikan Zea.
"Mau pulang bersamaku?"
"Tidak perlu Zena, sebentar lagi mas Nando pasti akan menjemputku."
"Sepertinya kata-katamu benar Zea, lihatlah siapa yang datang." Ucap Zena sambil menatap orang yang baru saja masuk ke ruang tempat Zea beristirahat.
Dari depan cermin di hadapannya Zea bisa melihat sang suami yang sangat dia cintai berjalan mendekatinya. Sebuah senyum indah tersungging di bibir Vernando, Zea tidak pernah tahu senyum itu tulus atau tidak, lalu senyum itu untuk dirinya atau kembarannya.
"Karena kamu sudah dijemput aku pulang lebih dulu Ze." Pamit Zena.
"Hati-hati." Zena mengangguk pada Zea.
"Aku titip Zea, Nan jaga dia dengan baik." Pesan Zena saat dia sengaja berpapasan dengan Vernando.
"Aku pasti akan selalu menjaga istriku Zena kau tenang saja Zea akan selalu aman bersamaku."
"Baguslah."
Zea tidak tahu saat Vernando dan Zena berpapasan keduanya saling berpeganggan tangan dengan mesra. Zea memang tidak melihat hal aneh dari suami dan kembarannya itu, tapi Tika orang yang masih berada di tempat itu menangkap gelaget aneh Zena dan Vernando.
"Ada apa dengan kedua ipar itu." Batin Tika merasa ada yang janggal.
Bismillah.
Kadang tanpa kita sadari orang yang paling dekat dengan kita dialah yang paling berbahaya. Ada dua kemungkinan yang bisa kita dapat dari orang paling dekat dengan kita. Pertama dia akan selalu menjaga kita atau yang kedua dia akan menghancurkan kita dari dalam secara perlahan-lahan, karena orang terdekat kita tahu titik lemah kita berada dimana dan berpusat pada apa.
"Sayang nanti malam aku mau mengajakmu makan malam diluar mau ya." Ucap Vernando pada Zea.
Kini mereka berdua sudah berada di dalam mobil Vernando. Zea menoleh pada suaminya yang kini tengah menatap dirinya juga.
"Tentu saja aku mau, tapi sekarang fokus mengemudi terlebih dahulu Na, lihat jalan raya terlalu ramai."
"Tentu saja, aku senang kamu mau makan malam diluar bersamaku." Ujar Vernando sambil mengacak pelan rambut istrinya.
Tidak ada sedikitpun kecurigaan yang Zea tarukan pada suaminya, karena setiap kali mereka berdua bersama seperti ini Vernando selalu bersikap manis pada dirinya. Selalu menunjukan perhatian kecil, perhatian kecil itulah yang membuat Zea semakin mencintai sang suami.
Zea tidak tahu kalau baru saja, sebuah senyum jahat terbit di bibir suaminya. Ketika Zea menyetujui makan malam diluar bersama Vernando.
"Tapi mas Nando tumben banget ngajak makan malam diluar." Ucap Zea setelah beberapa saat, dia menatap suaminya sejenak lalu kembali menatap jalan raya di depan.
Vernando sedikit terkejut mendengar perkataan istrinya barusan. Dia memang paling jarang mengajak istrinya makan diluar, karena kalau diluar Vernando akan bersama Zena.
Demi menjalakan misinya dan Zena, Vernando yang tidak pernah mengajak Zea makan diluar harus mengajak istrinya agar mau makan malam bersama dia diluar.
"Lagi pengen ajak kamu makan malam diluar, soalnya kita jarang banget makan malam diluar sayang, kita sama-sama sibuk."
Hebatnya Zea percaya begitu saja dengan ucapan suaminya. Memang betul mereka sama-sama sibuk, tapi Zea tidak pernah tahu kalau Vernando sering menghabiskan waktunya diluar bersama Zena kembarannya.
"Kamu benar juga mas." Sahut Zea kini dia mengelus lengan suaminya.
Mereka berdua sibuk membahas tentang makan malam sampai tidak terasa mobil yang dikendari Vernando sudah masuk kepekarangan rumah mereka.
Keduanya turun bersama dari dalam mobil setelah Vernando memarkirkan mobilnya dengan sempurna.
"Kamu pasti lelah hari ini, jadwal syuting kamu padet banget." Ucap Vernando sambil menggandeng mesra istrinya.
"Kalian sudah pulang." Vernando lansung melepas tangan Zea saat melihat Zena kini berada dihadapannya.
Sementara Zena menatap tajam Vernando karena sudah bermesraan dengan Zea dihadapannya. Zea merasa sedikit aneh ketika suaminya melepaskan genggaman mereka. Zea yang tadinya menyender didada sang suami kini sudah berdiri tegak menghadap kembarannya itu.
"Zena disini sejak kapan?" tanya Zea balik tanpa menjawab pertanyaan Zena.
"Maaf Ze aku nggak bilang sama kamu kalau mau menginap di rumah kalian, tadi aku sudah pulang ke rumah pas sampai disana mama katanya mau minep disini." Jelas Zena agar saudara kembarnya tidak curiga.
Sejujurnya dia lah yang meminta mama mereka untuk menginap di rumah Zea dan Vernando.
Dua jam lalu saat Zena sampai di rumah mereka, setelah dia membersihkan diri Zena menghampiri mamanya yang sedang duduk santai.
"Ma malam ini menginap di rumah Zea ya, aku mohon." Pinta Zena pada sang mama.
"Mama tidak mau, kamu kan tau Zena mama paling malas bertemu dengan dia." Balas Eli- mama Zea dan Zena.
"Ayolah ma ini demi Zena, mama tidak perlu mencemaskan Zea. Mama ingin Zena lebih unggul dari pada Zea kan." Bujuk Zena lagi agar mamanya menyetujui kemauan dirinya agar mereka menginap di rumah Zea dan suami.
"Tentu saja mama mau kamu lebih unggul dari pada Zea, dari dulu mama tidak menyuki dia. Gara-gara anak itu papa kamu meninggal, jika mama boleh memilih lebih baik Zea yang pergi dari muka bumi ini dari pada papa. Percumah papa kalian sudah pergi kita tetap tidak dapat apa-apa." Sorot mata Eli memancarkan kebencian saat menyebut nama Zea. Tatapanya kosong seakan menerawang sesuatu yang menyakitkan pernah menimpa keluarga mereka.
"Mama tenang saja aku tidak akan membiarkan Zea lebih unggul lagi dariku setelah ini. Maka dari itu ma ayo kita kesana."
"Baiklah demi kamu mama mau menginap di rumah dia. Biar mama siap-siap dulu." Zena mengangguk semangat.
Kembali pada Zea, Zena dan Vernando yang masih berdiri di depan teras rumah Zea.
Tatapan Zea sekaan tidak percaya jika mamanya benar-benar ingin menginap disini, ingin bertemu dengannya.
"Benarkah mama ada di dalam?" tanya Zea memastikan takut-takut saudara kembarnya itu berbohong.
Zena mengangguk kecil, "tapi Ze aku mohon jangan terlalu memaksa mama."
Zena menatap adik kembarnya perihatin padahal di dalam hati gadis itu selangkah demi selangkah dia sudah unggul bahkan sudah menang dari Zea.
"Lebih baik kita masuk dulu sekarang." Ajak Vernando yang membuat Zea mengangguk setuju.
Zea masuk kedalam rumah lebih dulu diikuti Vernando dibelakangnya, sementara Zena membiarkan pemilik rumah itu untuk masuk lebih dulu, saat melewati Zena diam-diam Vernando mengedipkan satu matanya untuk menggoda gadis itu.
Zena bukannya marah suami kembarannya itu menggoda dirinya malah membuat Zena tersipu malu lalu dia dan Vernando sama-sama tersenyum jahat.
Zea masuk kedalam rumah, dia dapat melihat seorang wanita paruh baya tengah menonton sambil ngemil sesuka hatinya. Bahkan sampah bekas cemillannya berserakan dimana-mana.
"Mama apa kabar?" sapa Zea saat dia sudah berdiri didekat mamanya hendak bersaliman dengan wanita paru baya itu.
Tapi Eli tidak menjawab pertanyaan Zea, dia malah langsung berdiri menghampiri Vernando. "Mantu mama sudah lama tidak bertemu bagimana keadaan kamu Nak? Istri kamu mengurus kamu dengan becus tidak atau dia sibuk dengan syutingnya itu."
"Zea mengurusku dengan sangat baik ma, aku dan Zea senang karena mama dan Zena mau menginap disini."
"Syukurlah mama kira kamu sudah tidak terurus lagi." Ucap Eli menatap sinis putri bungsunya.
"Andai yang menikah dengan kamu Zena pasti mama akan lebih bahagai lagi." Eli kembali bersuara.
Ibu dua anak itu tidak sadar jika kata-katanya sungguh sudah sangat menyakiti hati putri bungsunya.
"Mama tidak boleh seperti itu, bagimanapun juga Zea putri mama adik Zena." Ucap Zena.
Disaat seperti inilah Zena berpura-pura baik memasang tampang untuk mengambil hati Zea, dia selalu pura-pura membela Zea kalau mamanya menyakiti adik kembarnya itu.
Tentu saja semua yang Zena lakukan tidaklah tulus, dia hanya mencari muka saja agar Zea percaya padanya kalau dia orang baik. Dia akan selalu ada saat Zea tidak dianggap.
"Kamu tidak usah membelas dia." Tunjuk Eli pada Zea yang semakin membuat hati Zea hancur, karena dibeci oleh ibu kandung sendiri.
Bismillah.
Jangan terlalu mudah untuk percaya pada orang lain, karena apa? Yang kamu percaya belum tentu setia dan akan menjaga. Orang terdekat kita saja bisa mengkhianati kita lalu bagimana dengan orang yang baru kita kenal.
Boleh percaya pada siapa saja, tapi ingat tidak semua orang dapat dipercaya. Ada kalanya orang itu hanya sekedar membuat kita mengerti saja.
***
Perdebatan yang terjadi antara Zea dan mamanya sudah usai setelah Vernando melerai mereka. Malam telah tiba Zea dan Vernando sudah siap untuk pergi makan malam diluar seperti yang Vernando katakan sebelumnya.
"Mas apa kita tidak mengajak mama dan Zena saja? Aku tidak enak pada mereka." Ucap Zea menghampiri suaminya yang sedang memakai baju.
Vernando menatap Zea dari cermin, tak lupa sebuah senyum yang begitu terlihat tulus Vernando berikan untuk istrinya itu.
"Tapi sayang aku cuman mau malam ini waktu buat kita berdua saja tidak ada yang boleh menganggu."
"Aku sungguh tidak enak pada Zena dan mama mas, mereka menginap disini malah kita tinggal pergi." Ujar Zea masih merasa tidak enak pada mama dan kembarannya itu.
Huh! Vernando menghembuskan nafas kecil. "Kamu tau kan kita jarang makan malam berdua apalagi di tempat yang romantis."
"Tapi..."
"Begini saja, kita suruh Zena dan mama malam-malam ini untuk jalan-jalan berdua. Mama dan Zena, aku dan kamu. Jadi mereka tidak akan menganggu kita."
Mau tidak mau Zea setuju akan usulan suaminya itu, dia pikir dari pada Zena dan mamanya tinggal di rumah berdua saja sedangkan mereka pergi. Lebih baik membiarkan Zena membawa mama mereka jalan-jalan malam ini.
"Biar aku bicara dengan Zena." Ucap Zea melepaskan pelukan suaminya yang sedari tadi entah kapan Vernando sudah memeluknya.
"Baiklah tapi jangan terlalu lama."
Vernando seakan tidak rela melepaskan pelukannya dari sang istri. Dia terlihat begitu lambat melepaskan pinggang istrinya yang sedari tadi dia peluk dengan erat.
"Mas ayolah katanya mau makan malam diluar, kalau seperti ini kita tidak akan jadi berangkat. Atau makan malam diluarnya kita tunda saja." Usul Zea karena melihat suaminya sudah bersikap manja.
Mendengar apa yang Zea katakan kalau makan malamnya akan ditunda tentu saja dia segera melepsakan pelukannya dari pinggang sang istri.
"Tidak bisa kita harus makan malam bersama malam ini." Protes Vernando tidak terima.
Kalau makan malam mereka ditunda malam ini yang ada rencananya dan Zena untuk menyingkirkan Zea akan gagal total padahal mereka sudah merencanakan dengan baik. Gagal hanya karena Zea membatalkan rencana makan malam ini.
Zea menatap heran pada suaminya sejenak, saat dia akan bersuara sebuah ketukan pintu di kamar mereka membuat Zea dan Vernando saling menatap satu sama lain.
Tok...
Tok....
Tok....
"Zea apa kalian di dalam." Ucap orang dari luar kamar.
"Itu suara Zena, biar aku temui dia dulu mas." Ucap Zea yang mendapatkan anggukan dari Vernando.
Zea berjalan menuju pintu kamar mereka untuk menemui Zena, sedangkan Vernando kembali bersiap karena dia belum terlihat rapi.
"Zena." Ucap Zea saat sudah membuka pintu kamar mereka.
"Kamu mau kemana sudah cantik begini?" tanya Zea memastikan.
"Aku sama mama mau jalan-jalan ya Ze, mumpung disini kalian mau ikut tidak."
"Tidak! Kebetulan sekali kalau begitu aku akan makan malam bersama mas Nando, tadinya aku mau mengajak kamu dan mama. Tapi mas Nando tidak setuju." Ujar Zea merasa bersalah pada kembarannya itu.
Zena menepuk pelan punda Zea sambil tersenyum cerah seakan dia sedang memberi semangat pada Zea.
"Tidak apa nikmati makan malam kalian, biar aku dan mama jalan-jalan. Kami tentu saja tidak akan menganggu momen romantis kalian berdua."
"Terimakasih Zen."
"Bukan masalah besar, kalau begitu aku pergi dulu, dadah." Zena berbalik meninggalkan Zea yang masih berdiri didepan pintu kamarnya.
Sebuah senyum jahat kembali terbit dikedua sudut bibir Zena setelah dia pergi meninggalkan Zea barusan. Tentu saja menginap di rumah Zea dan juga pergi jalan-jalan malam ini sudah direncankan Zena dan Vernando sebelumnya.
"Sayang Zena ngomong apa?" tanya Vernando lagi-lagi dia kembali memeluk pinggang istrinya dengan mesra..
"Kebetulan Zena malam ini mau ajak mama jalan-jalan mas. Sudah ayo kita pergi." Ajak Zea bersemangat.
Keduanya berjalan seiringan menuju mobil dengan Zea yang melingkarkan tangannya disiku Vernando. Keduanya malam ini terlihat seperti pasangan yang serasi sama-sama cantik dan tampan.
Walaupun ada seorang lagi yang lebih tampan dari pada Vernando. Mereka segara masuk kedalam mobil lalu Vernando segera melajukan mobilnya.
Diujung jalan ada sebuah mobil yang sedari tadi sudah mengintai mereka. "Malam ini aku akan segera mengirimmu bertemu dengan papa Zea."
Didalam mobilnya Zena tertawa terbahak-bahak bersama seorang wanita paru baya yang tak lain adalah mama Zena dan Zea. Anehnya wanita paruh baya itu ikut tertawa saat satu putrinya akan mencelakai putrinya yang lain.
"Setelah papa kalian pergi mama kira tidak akan ada yang jadi penghalang kita Zen, tapi ternyata ada Zea yang masih menjadi penghalang terbesar." Ucap Eli.
"Mama benar, tapi setelah malam ini tidak akan ada lagi yang akan menghalangi jalan kita untuk menguasai semua harta papa ma. Aku tidak menyangka papa akan memberikan warisannya lebih besar untuk Zea daripada untukku padahal aku putri sulungnya." Ucap Zena sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat lalu dia memukul dasbor mobilnya.
"Sudah jangan marah lagi. Sebentar lagi semua warisan milik papa akan jatuh ketangan kamu." Hibur Eli pada putri sulungnya.
Lalu Zena ikut melajukan mobilnya menyusul mobil Vernando dan Zea yang sudah lebih dulu meninggalkan rumah.
30 menit berlalu mobil Vernando sampai disebuah restoran mewah dan mernuansa romantis.
"Mas bagus sekali tempatnya, mas tau dari mana ada restoran sebagus ini?" tanya Zea sambil menatap takjub pemandangan di depannya itu.
"Beberapa hari lalu mas nggak sengaja lewat sini dan kebetulan lihat restoran ini udah yuk masuk." Ajak Vernando sambil mengandeng tangan istrinya.
"Aku sudah tidak sabar segera melenyapkanmu Zea. Agar aku bisa menikah dengan Zena dan menguasi semua harta keluarga Wijaya." Batin Vernando sambil menatap sinis pada istrinya tentu saja Zea tidak melihat tatapan itu.
Sebelumnya Vernando sudah memesan ruang Vvip untuk mereka berdua di restoran tersebut.
"Duduklah." Ujar Vernando sambil memberikan kuris untuk istrinya.
Setelah Zea duduk Vernando ikut duduk di hadapan istrinya.
"Bersiaplah kalian semua aku tidak mau rencanaku gagal paham!" ketik Vernando pada pesan di hpnya.
Tak lama kemudia seorang pekerja di restoran tersebut membawakan makan malam untuk mereka.
"Sihlakan dinikmati." Ucap pelayan tersebut Vernando dan Zea sama-sama mengangguk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!