NovelToon NovelToon

ATHAYA?

1- MEMULAI DARI SEKARANG

Banyak perbedaan semenjak Athaya memutuskan mengakhiri kehidupannya di ibukota. Tak ada yang merasa kehilangan pun menyesal karena telah meremehkan anak sebaik dan sepintar Athaya Richard.

Dia sering di jadikan bahan bulan bulanan oleh teman-temannya, awalnya ia merasa kalau itu wajar, karena sedari ia SD pun juga mengalami hal yang sama. Hingga suatu ketika saat dia dalam kondisi di baluri tepung oleh beberapa kakak kelasnya yang sama sekali tak ia ketahui ia langsung menyadari detik itu juga, bahwa itu semua bukanlah hal yang wajar!

Gemersik hujan dari luar membuat Athaya menarik nafas dalam-dalam. Ah! Enaknya aroma petrikor, ia langsung menyatu dengan dinginnya malam yang mungkin sebentar lagi akan membawa Athaya hingga ke alam mimpi.

Ia pernah membayangkan suatu sat nanti dirinya dengan gedisnya sedang tertawa di bawah hujan ini, entah itu siang atau malam ia tidak peduli, pokoknya yang ia pikirkan hanyalah bersenang senang dengan pujaan hatinya yang ia yakini hanya cinta monyet itu.

Kata orang-orang, seseorang yang benar-benar jatuh cinta ia akan memiliki rasa suka lebih dari empat bulan, dan Athaya rasa perasaan yang datang pada dirinya ini lebih dari itu, meski terakhir dari yang Athaya dengar dari gadis itu adalah sebuah ungkapan seakan akan dia hanya di baluri rasa kasihan pada Athaya yang sering kena omel bu Linda karena kesalahan yang tak ia lakukan.

"Sebenernya aku gak suka kamu Ath. Tapi, aku janji kok bakal jadi sahabat yang baik buat kamu," itu katanya empat tahun lalu.

Dan tahu apa yang Athaya rasakan? Athaya langsung ngomel dengan pipi tembem yang seperti tak ada serem-seremnya. Mungkin tidak untuk gadis itu. Ia langsung terdiam habis-habisan saat Athaya mengucap kata demi kata yang tak pernah keluar dari mulutnya.

Ia pergi ke Semarang tak lama setelah itu dan meninggalkan sekotak roti lapis strawberry kesukaan mantan pacarnya. Ia harap semoga dia suka kare-

"Athaya?"

Lelaki beralis tebal itu langsung menoleh, ocehan dalam kepalanya langsung berhenti, ia menipiskan bibir— tersenyum pada mamanya yang berdiri di ambang pintu dengan tumpukan kertas-kertas penting.

"Lagi apa, Nak?"

"Nggak Mah cuma nyiapin jadwal buat besok,"

"Oh, ini surat-surat kamu ya, teliti dulu ya Nak, kalau kamu masih berat gak usah dipaksain okey? Kalo udah langsung istirahat ya?"

"Oke, Mah"

Pintu itu tertutup perlahan bersamaan dengan menghilangnya wajah hangat mama.

Athaya membaca cepat beberapa lampiran kertas itu, Athaya rasa keputusannya ini benar, ia sudah harus bisa membuka diri di pergaulan yang lebih luas lagi.

Membuka kembali masa lalunya yang kelam, sudah cukup dirinya sembunyi untuk hampir 4 tahun ini, Athaya siap keluar dari zona aman.

Athaya membuka laci meja belajarnya dan menemukan cermin kecil di sana, mengarahkan cermin lingkaran itu tepat di depan wajahnya kemudian tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi-gigi nya yang rapi.

Wajar jika mamanya sedikit panik, ia pernah menangis sesenggukan di depan mamanya karena ia sering dirundung disekolah karena alasan fisik dan keluarganya yang dulu ia anggap hancur lebur.

Bagaimana tidak? Jika semua siswa sering di antar jemput oleh ayah mereka, lain halnya dengan Athaya yang mengandalkan jemputan dari sang ibu.

Dan begitu teganya ia dulu selalu menanyakan keberadaan ayahnya pada Zahra– ibunya padahal jelas-jelas sudah dikatakan kalau ayahnya itu sudah meninggal sedari Athaya kecil

Namun, masa lalu tetaplah masa lalu, mungkin bayangan itu akan kembali ada ketika nanti Athaya kembali menginjakkan kakinya di bumi Jakarta, dan mungkin saja Athaya akan menangis kembali atau malah memulai lagi yang baru dengan senyuman matahari sebagai pertanda dia sudah berbaik hati pada semuanya

"Here we go"

^^^Semarang, 28 Agustus 2022^^^

...--...

Priiiiittttt.....

Peluit panjang memekik dari arah lapangan SMA Dharma Bhakti, saat ini adalah jam olahraga bagi kelas 11 IPA 2

"Oper! Ghea jangan di kerubungin bolanya!" Pekik pak Adit-guru olahraga

"Jauhan napa Ra!kaki lo ganggu banget sumpah!"

"Lo yang mundur Kipli!"

"Opeeerrr! Jangan di rebutin kayak ikan lele gitu anjir!!" teriak Saka.

"Yoi!dasar cewek emang dah cocok main masak-masakan aja, keberatan kalo bola mah" sambung seseorang lagi, Wisnu namanya.

Dari setengah jam lalu belum ada yang mencetak angka dari kedua tim, bukan tanpa alasan, main bola pun karena suruhan dari pak Adit, buat nilai praktik katanya namun, entahlah semua tak sesuai harapan pak Adit.

Beliau pikir semua akan bisa main rapi seperti para anak laki-laki, lah ini? yang main serius cuma 4 sampai 5 orang, yang lain? Jangan ditanya sudah pasti memilih mundur atau selonjoran kaki dengan dalih mau jaga gawang dan embel-embel pasrah ya udahlah menang ya Alhamdulillah nggak ya, ya udah.

"Iva! bolanya direbut pake kaki bukannya diambil pake tangan!" Pak Adit memberitahu.

"Yah pak susah kalo sama kaki" protes Iva.

"Mending kasih bola aja pak satu satu supaya kagak rebutan" ujar Jihan-teman mereka.

"Ulangi!"

"Aelah pak, ribet amat sih, mending Iva nemenin Tari aja dari tadi" tanpa menunggu persetujuan dari pak Adit, Iva langsung melangkah cepat menuju pinggir lapangan.

"Tari!"

Orang yang dipanggil mengayunkan tangannya ke kiri kanan, menjawab sapaan hangat dari sahabatnya.

Mentari namanya, teman-teman dekatnya biasa memanggilnya Tari, ia satu kelas dengan Iva, kondisinya yang disabilitas membuatnya harus mengurungkan niat untuk olahraga bebas seperti teman-temannya.

Dan beruntungnya Tari mempunyai sahabat seperti Iva yang menemaninya disaat senang maupun susah, tak sedikit juga yang sering membicarakan kekurangan Tari, hal itu terkadang membuat dirinya merasa sedih.

Tapi ia selalu mendengarkan nasihat temannya itu "jangan overthinking gitu lah Tar, nggak semua pada nething sama lo kok, udah ga usah dipikirin sama mereka, anggap aja kentut lewat, alias nggak ada" itu katanya.

Oleh sebab itulah Tari betah bersahabat dengannya begitu pun sebaliknya, mereka kenal dari kelas 7 SMP, kurang lebih 5 tahun.

"Pegel banget gue, si Amel gila kali ya kaki gue diinjek mulu gak sadar apa badan gede,"

"Haha..udahlah nih minum dulu" Tari memberikan sebuah botol Aqua dingin pada sahabatnya itu.

"Makasih."

Priitt!!

Uhuk!uhuk!

"Ke lapangan sekarang Iva, atau bapak hukum kamu lari keliling lapangan 3 kali."pekik pak Adit dari sana.

"Yaelah si bapak nggak seneng banget liat orang istirahat"

"Udah Va, sana kelapangan pak Adit kesini tuh"

Iva menoleh dan benar saja dengan wajah angkuhnya pak Adit bersedekap tangan sambil menuju ke arah mereka.

"Sana, Va!"

"Mentari, kamu ujian praktiknya kerjakan latihan UAS bab 2 ya, teknik bola besar" ujarnya ketika udah sampai di hadapan mereka.

"Iya, Pak"

"Dan kamu Iva, balik ke lapangan se-"

Kriiiiinnngggggg

"Istirahat!!!"

Para murid yang ada di lapangan langsung berlari tunggang langgang segera berganti baju untuk kemudian mengisi perut ke kantin sekolah

"Yah udah bel Pak, buat Iva kasih nilai bagus ya Pak, mari," ia sembari menunduk sopan mengucap pada pak Adit dengan sedikit membungkuk.

"Ya udah ya udah istirahat sekarang," Pak Adit memijat pelipisnya yang terasa pusing.

"Tar, lo tungguin gue apa mau langsung ke kantin?"ucap Iva sambil membuka loker—mengambil baju seragam.

"Gue langsung ke kantin aja kali ya, cari bangku takut nggak kebagian ntar,"

"Mau gue temenin?"

"Ngapain? Nggak lo ganti baju duluan sana,"

"Ya udah hati-hati ya"

Tari mengangguk mengiyakan, sebenarnya ia agak susah untuk memajukan kursi rodanya tapi ia tak mau membuat Iva terbebani, sudah cukup ia menjadi beban untuk gadis itu.

Tujuannya adalah kantin.

...--...

2.Iva dan Tari

"Kapan sekolah punya lift?" Ujar Damar

"Lah kenapa lo? Udah jadi remaja jompo?" Sambung temannya–Langit

"Pegel coy, tiap hari naik turun tangga, lama-lama berotot juga gue"

"Ya bagus dong, jangan sampai lo kayak si Don Don tuh" Langit menunjuk temannya yang lain yang memang memiliki tubuh agak gempal

"Gue gampar lo ye"

"Ampun bos"

"Tumben si Vino sama si Asep belum keluar kelas"

"Ngebo kali"jawab Don don asal

"What? Ngebo? Kalo si Vino kagak kaget gue, si Asep? Kiamat sampe begitu"

'Geng tanpa nama' kira-kira begitulah panggilan mereka kalau di sekolah, perkumpulan asal-asalan tanpa ketua, suka ngelawak dan pantang nyari ribut kecuali ada yang mulai duluan anggotanya ngumpul ada lima orang

Yang pertama ada Damar, si paling tua diantara lima yang lain, kelas 11 IPS 1 sekalas sama Don Don, suka ngelawak nggak mau kalah, suka cewek yang namanya Mentari

Paling tua kedua namanya Don Don, manusia blasteran Jawa, nama aslinya Brandon tapi sering dipanggil Don Don, kata Damar nama Brandon itu ke bagusan nggak cocok sama pemilik nama yang badannya segede gaban, padahal nggak gede-gede amat badannya, sekelas sama Damar kutukupret

Ketiga ada Vino, sang ketua OSIS hasil paksaan yang jadi idaman kaum hawa, tinggi keker tapi suka kentut sembarangan, suka pargoy kalo di tempat sepi, penghuni 11 IPA 1 sekelas sama Iqbal alias si Asep tamvan, saingannya Damar kalau rebutan Mentari

Keempat ada Langit, mimpi setinggi namanya tapi hobi rebahan, suka makan banyak tapi gak gendut-gendut juga, paling tinggi dan sok cakep diantara semua, kelasnya mencar sendiri di 11 IPS 2, cari jati diri katanya

Si paling bontot sekaligus yang paling waras namanya Iqbal, di panggil Asep karena sopir pribadi keluarganya namanya Asep,  sekelas sama Vino, sang waketos terbaik saat sang ketua sibuk push rank dan kegiatan membagongkan lainnya, dinginnya ngalahin kulkas 4 pintu, banyak fans yang suka dicuekin, punya mata tajam, sekali marah mode senggol bacok

"Abis boker lo?" Langit nyaut saat berpapasan dengan Vino dan Iqbal di pertigaan koridor

"Ulangan gila, sakit banget kepala gue" jawab Vino setengah merintih

"Sok sokan lo paling juga dikasih 'inpo inpo' sama Asep, iya Sep?"

"Hm." singkat Iqbal sambil memasukan tangannya ke saku celana

"Si bontot rese, untung pinter"

"Woy ngantin yok" Don Don mengalungkan tangannya di leher Vino

"Ya udah yok, pengen makan soto gue, kayaknya nih otak butuh nutrisi" ujar Vino

"Situ kayak punya otak aja" sahut Langit yang setelahnya mendapat cubitan kecil dari Vino

--

Iqbal berjalan terlebih dahulu meninggalkan sahabatnya tangan kanannya merogoh saku celana mengecek isi pesan masuk dari seseorang

"Ck, masa harus bikin proposal lagi sih?"tanya nya pada diri sendiri

Duk!

"Eh, sori nggak sengaja"

"It's oke"

Wanita berambut sebahu itu langsung melangkah meninggalkan Iqbal, sudah dari awal pertemuannya dengan Iva dia sudah jatuh hati dengan cewek agak bawel itu, entah apa alasannya

"Oh iya IPA 2 hari ini olahraga" Iqbal bergumam

Iqbal membuka room chat, nama Ivana sudah terketik jelas di sana tapi ia tidak berani untuk memulai obrolan dengan gadis itu

Iqbal tak pernah menjalin kasih dengan siapapun, jadi maafkan dirinya yang memang masih dungu dalam hal percintaan

Iqbal berkedip sekali lalu kembali mengayunkan kakinya menuju kantin, ia butuh protein sekarang.

Iqbal selalu seperti ini, mencintai seorang gadis tapi tak tahu harus memulai dari mana, kalau memang dia harus mengirimi pesan padanya terlebih dahulu, lalu dengan kata apa dia memulai percakapannya

Dia pernah sekali meminta tolong pada duta playboy sekolah alias Vino tapi yang ia dapat malah kata-kata menjengkelkan dan berakhir dirinya yang menjadi bahan guyonan satu tongkrongan

Entahlah, lain kali akan Iqbal coba lagi

--

"Makasih, Mbak"

Dua cup pop mie baru saja dihantarkan, satu untuknya satu lagi buat Iva nanti

Tari mengeluarkan ponsel dari saku roknya sekedar menyibukkan diri, para siswa siswi sudah banyak datang dan mengisi bangku bangku yang kosong, suara ribut sudah mendominasi

"Iqbal!"

Wajah Tari sedikit menekuk ketika seorang gadis dengan cemprengnya meneriakkan nama waketos kutub utara itu tepat di samping telinganya

Tari mendesis pelan, telunjuknya memijit pelan bagian sekitar telinga, ia membuka mata rupanya benar Iqbal datang dengan santainya menuju bangku kosong di pojok kantin, matanya tak berkedip dari layar ponsel, Tari melirik sejenak sebelum pandangannya beralih kembali pada layar ponselnya sendiri

Ivana

Gue udah sampe kantin nih, cari bangku samping kiosnya mbak Ratih ya, udah rame

Send

"Eh!"

Saat akan meletakan ponselnya di saku entah kenapa tangannya tiba-tiba terasa licin, ponselnya jatuh mengenaskan di samping kursi rodanya

Agak susah baginya mengambil itu, kursi rodanya terlalu tinggi dibanding tangannya

Satu detik..

Dua detik..

"Nih, lain kali hati-hati ya" Tari mendongak dan mendapati Vino si ketos tengah memandangnya teduh, Tari mengulurkan tangannya menerima bantuan Vino

"Thanks ya" ucap Tari berterima kasih, sementara Vino tersenyum manis sambil mengacak pelan rambut Tari, dia sendiri agak terkejut dengan perlakuan spontan itu sementara penghuni kantin sudah memakinya dari kejauhan

Cowok itu sudah kembali ke tempat duduknya, "beruntung banget lo Tar, nggak sempurna tapi disukai sama cowok sesempurna Vino," sengaja atau tidak suara itu terdengar begitu jelas dari mulut seorang perempuan, nada tidak suka

Tari tak pernah memaksakan seseorang untuk suka dengan dirinya, dirinya risi dengan beragam komentar seperti itu, ia tahu dirinya tak sempurna makanya setiap ada cacian dia selalu diam, apalagi disaat sendirian seperti ini, biasanya garda terdepan pembela Tari adalah Iva, namun jika sendiri?...

"Monyet Lo!" Maki Damar pada Vino yang baru saja mendudukkan bokongnya pada kursi kantin

"Gercep Bang," balasnya santai

Percayalah, Damar dan Vino tak pernah akur kalau rebutan soal Tari, ada saja yang dipermasalahkan

"Kalian nih pada mau makan apa berantem, jangan cuma karena cewek kalian jadi sering berantem kayak gini ya" ucap Langit

"Kagak, bercanda aja ya Dam, kita kan bersaing sehat, ye nggak bre?" Vino menepuk pundak Damar dua kali

"Ape kata lo dah"  balas Damar singkat

Berlima sudah kumpul, milih mau makan apa dan biasanya yang ngalah adalah Don Don, embel-embel mau ditraktir Vino yang kaya raya katanya

Kantin lenggang karena hari ini kelas 12 ada kunjungan kampus, biasanya para adek kelas akan minggir jika sudah berhadapan sama kelas 12, bocil ngalah...

Tapi tak berlaku bagi Vino and the geng, selain karena jabatan ketos dan anggota tim basket, mereka juga cukup akrab dengan kakel, kalau ketemu ramenya udah ngalahin pasar mau pindahan

"Lama, Tar?" Iva datang dengan cepat menghampiri Tari

"Nggak kok, yuk makan udah gue pesenin pop mie kesukaan lo"

"Thanks, Tar."

Mereka makan dengan lahap, pelajaran olahraga sangat menguras tenaga, tak ada yang bisa mengalahkan kekejaman pak Adit soal tugas olahraga

Sudah, tak ada yang spesial lagi tentang hari ini, hari hari layaknya hari biasa bagi Iqbal, kecuali jika harinya dapat diisi dengan kehadiran Iva walau dari kejauhan, Iqbal menarik sudut bibirnya tipis, membayangkan peristiwa 15 menit lalu.

--

3-Kilas Balik

Dulu, Tari sempat membayangkan dapat berkeliling dunia bersama keluarganya karena memang itulah impiannya

Membuat boneka salju besar bahkan membuat istana pasir yang bisa ia masuki kapan saja tanpa berfikir bahwa istana pasir itu akan roboh terkena ombak, pikirannya waktu kecil

Waktu ia kelas 5 SD tepatnya, peristiwa yang menimpanya bersama keluarga kecilnya kala itu

"Masih jauh Pa?" Tanya Tari kecil

"Sebentar, Tari tidur aja dulu, nanti kalau udah sampai papa bangunin, ya?" Ucap ayah tenang

Dan benar saja, Tari tak memikirkan apapun lagi kecuali ia yang sudah berlari-lari kecil di bibir pantai, sambil memejamkan mata ia membayangkan betapa serunya bermain ombak nanti, dan yang terakhir dari yang Tari ingat adalah gelap, alam mimpi menyelimuti

Papa bohong! Nyatanya ia tidak dibangunkan dengan sambutan senyum sumringah bahwa mereka telah sampai di tempat tujuan melainkan sambutan tangis dari mama, sementara papa? dimana dirinya yang berkata akan membangunkan Tari tadi

"Ada yang sakit, Nak?" Suara pertama yang Tari dengar, ia ingin berbicara panjang lebar sekarang, dimana ia sekarang? Kenapa mama sedih? Kenapa badan Tari sakit semua? Dimana papa?, Suara-suara itu hanya sampai di hatinya tak bisa keluar

Rupanya Tari sudah mengalami koma selama 2 hari karena kecelakaan besar itu, mobil mereka mengalami rem blong sehingga papa tidak bisa mengendalikan mobil, papa sendiri mengalami koma selama 4 hari, beruntungnya mama tak mengalami luka berat

Kaki Tari mengalami kelumpuhan, itu sukses membuat papa dan mama menangis, Tari sendiri belum bisa mempercayainya, harus bersahabat dengan kursi roda bukanlah cita-citanya

Tak terhitung sudah berapa tetes air mata yang keluar dari maniknya, keadaan masih tak berubah, hanya bisa pasrah dan mengucapkan selamat tinggal pada bayangan yang indah itu

Tak luput dari dorongan semangat dari papa dan mama berikan, dan sekarang ia mempunyai sosok Iva yang menjadi sahabat karibnya, yang kedua setelah kursi roda

Ting!

Tari mengambil ponsel dari atas nakas lalu memajukan pelan kursi rodanya menuju depan jendela, ketika daun jendela itu terbuka lebar, suara-suara binatang malam mulai masuk di indera pendengarannya

Angin sepoi menyapu kulit Tari yang kuning langsat, ada pesan dari grup alumni SMP-nya

Alumni SMP Lentera

Dion

Pada sombong ya sekarang, kumpul napa woy, sepi amat nih grup

Fella

Bakar rumah biar rame!

+6254×××

Rumah Lo gue bakar

Dita

Bau bau kangen nih

+6231×××

Sekolah udah ngadain reuni tilil! Dari mana aja lu pada

Amel

Iya tuh, baru aja disampein sama pak Budi lusa katanya

+6254×××

Siap, awas aja ya pade jual mahal, kagak mau Dateng

Amel

Ini acara resmi dari sekolah sape'i!!nggak dateng nggak dapet snack lo

Dita

Lah emang iya?

Amel

Iya, baru aja pak Budi nge chat gue suruh ngumumin katanya, satu angkatan pada Dateng, grup masih lengkap kan?

+6231×××

Kebetulan sekali kawan

Dion

Lah? Masih chatan sama pak Budi Lo?

Fella

Hiyak ketahuan nih@Amel

...Amel keluar dari grup...

Tari menyunggingkan senyum melihat chat singkat itu, tak salah juga dirinya gak keluar grup alumni, ternyata ada gunanya juga, memori semasa SMP berputar ria di kepala Tari, ia harus ikut reuni itu!

...🌷...

Tari

Gimana  Va ikut gak?ikut lahh ya, gak kangen lo sama temen temen?

^^^Anda^^^

^^^Terserah kalau gue^^^

^^^Ya udah deh ikut, gue nyetir ya, pantengin grup terus siapa tau jadwal berubah^^^

Tari

Oke

Iva menggulingkan badannya ke kanan di kasur empuknya, baru saja ada pemberitahuan bahwa akan ada acara reuni SMP kira-kira lusa mendatang

Dia mengambil sebuah boneka panda berukuran sedang di kepala tempat tidurnya, boneka yang diberikan seseorang kepadanya 3 tahun lalu

"Keadaan lo sekarang gimana? Masih sama kayak dulu nggak ya?"

Iva menatap langit langit kamarnya, mengingat kembali kisah cinta monyetnya dengan seorang gendut tetangga kelasnya

Bukan, nyatanya Iva risi dengan perlakuan cowok itu padanya, Iva sangat ingin terlepas dari belenggu gangguan cowok itu, tapi dirinya terlalu sungkan

Dan berakhir kepura-puraan seakan cinta cowok itu terbalas, Iva benar benar tak menyukainya

Tetapi saat Iva memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya pada cowok itu, dengan hati-hati, manusia itu malah menyumpah serapahinya dengan kata-kata yang Iva sendiripun terdiam habis habisan mendengarnya

Dan berakhirkan cowok itu yang menghilang misterius dengan meninggalkan kotak makan tupperware di laci mejanya, berisikan roti bakar selai strawberry kesukaannya

Sudahlah, buat apa juga dia mengingat kejadian kampret itu, lebih baik ia tidur cantik agar besok tidak tertidur di pelajaran bu Vika

...🌷...

"Yah, lo jadi pergi emang?" Ujar Danang sendu

"Jadi, kan gue juga udah tanda tangan di berkasnya kan?" Jawab Athaya

"Di sini aja kenapa sih, pertukaran pelajarnya ganti si Agung aja tuh, di kan juga pinter" Danang menimpali

"Kenapa sih?heran gue sama lo, biasanya aja suka diajak berantem giliran mau ditinggal aja, ngerengek"

"Enak aja, aku ndak ngerengek lho ya"

"Terserah lah"

Athaya menutup resleting tasnya, sore ini ia sudah harus pindah ke Jakarta karena dia adalah siswa yang terpilih untuk menjadi duta pertukaran pelajar dari SMA nya

Dan kebetulan sekali, mamanya juga harus dipindahkan ke Jakarta untuk urusan dinas, jadi mereka bisa langsung pindahan

"Jangan lupain aku ya, Thay" ujar Danang

"Tai lo! Yang niat napa"

"Oke oke, sukses buat sampean ya Ath, kalau ada waktu sering sering mampir yo?"

"Siap siap"

Danang adalah teman dekat Athaya selama di Semarang, tinggal sekelas juga, kalau kemana mana suka bareng, tapi bukan berarti mereka belok ya

Selain suka mentraktir Danang di angkringan mbak Puji, Athaya adalah temannya curhat kalau Danang tengah mabuk kasmaran dengan anak Mbak Sri–dek Dian

"Gue berangkat ya, Nang?" Ucap Athaya sambil memeluk Danang, pelukan lelaki.

"Iyo, hati-hati yo?"

Cowok berkulit sawo matang itu tak henti-hentinya mengucapkan kata 'hati-hati', Danang tahu betul masalah dan masa lalu yang dialami teman dekatnya itu, dirinya pun sangat khawatir pada Athaya

"Mas Danang? Kita pamit dulu ya?" Ucap Tante Zahra–mama Athaya

"Iya, Tan, hati-hati"

Pertemuan mereka sampai disini, mobil Athaya melaju meninggalkan rumah modern bernuansa cokelat yang sudah menjadi saksi bisu perjuangan Athaya disini

"KAPAN KAPAN MAMPIR, ATHAYA!!" teriak Danang dari kejauhan sore itu

Kendaraan berlalu lalang membaur jadi satu, kenangan di kota ini sangat banyak bagi Athaya, saat 3 tahun lalu mama membawanya pindah untuk tugas dinas

Menjadi single parent bukanlah hal yang mudah, ayahnya meninggal saat Athaya masih bayi, bahkan sampai saat ini Athaya masih belum tahu penyebab kematian ayahnya, kata mama terkena serangan jantung, tapi entah kenapa seperti ada hal yang disembunyikan, entahlah...

Sekali saja ayahnya pernah menemuinya di alam mimpi, dikarenakan waktu SD dia sempat diremehkan karena tak memiliki seorang ayah, Athaya menangis hebat kala itu, ia tertidur memeluk foto ayahnya hingga bermimpi melihat wajah ayahnya untuk pertama kali

"Papa tau kamu hebat nak, kamu pasti bisa melewati semua ini, jagain mama kamu ya, jadi laki laki itu harus kuat, oke?, Papa selalu ngawasin kamu dari jauh, papa selalu ada di belakang kamu buat menopang kamu kalau kamu akan jatuh nak, papa selalu ada, selalu..."

"Nak, gimana urusan pertukaran kamu?" Ujar mama tiba-tiba

"Udah kok mah, udah Athaya urus semua"

Mama mengangguk, kemudian membuang arah kembali ke luar jendela

"Pak Budi?, Ntar mampir beli makanan dulu ya?" Athaya berujar

"Loh kok tiba-tiba" mama kembali menatap Athaya

"Athaya tau mama belum makan tadi" ujar Athaya tersenyum

"Hmm..mama belum laper"

"Jangan mah, nggak boleh gitu, ntar maag mama kambuh lagi"

"Makasih ya" ujar mama lembut

Athaya akan selalu menjaga mama, Athaya tau ada yang nggak beres disini,  mama selalu sedih dibelakang Athaya, tapi kembali tersenyum hangat ketika berhadapan dengan Athaya, semoga saja

"Jagain mama kamu ya, jadi laki-laki itu harus kuat oke?"

--

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!