NAFKAH 1JUTA UNTUK SETAHUN
"Mah,, ini hasil melaut papa tahun ini, pancingannya sepi, di tengah laut ombaknya keceng kenceng, jadi susah buat mancing," ucap suamiku sembari menyerahkan sepuluh lembar uang seratus ribuan.
Aku menanggapinya dengan perasaan yg entah, pasalnya bukan hanya sekali ini saja dia memberikan nafkah semena mena seperti ini.
Sejak aku melahirkan putri sulungku, entah kenapa suamiku jadi seperti ini dalam menafkahi kami.
Dulu di tahun 2004, saat putri sulungku baru menginjak umur 3 tahun, suamiku hanya memberiku uang 300 ribu saja, tentunya dengan dalih kerja di laut itu susah, banyak ombaklah, ikannya sepilah, pokoknya dia sanggup memberikan beberapa alasan yg sebenarnya aku nggak tau apakah itu benar adanya atau tidak.
"Oh iya mah, besok pagi papa mau bersilaturahmi ke rumah orang tua di tangerang, sekalian mau ngajak Laura, dia kan udah lama nggak ketemu neneknya." ucapan Suamiku mampu membuyarkan semua lamunanku.
"E,, eh iya pa, coba papa tanyain langsung ke Laura, dia mau nggak di ajak mudik jauh dari pekalongan ke tangerang, soalnya dia kan suka mabok kalo naik bus," Sahutku sembari meletakan uang satu juta pemberian suamiku di atas meja rias.
"Ya sudah, ayok temani papa ngomong ke laura. " Ucap suamiku sembari berlalu keluar dari kamar tanpa menoleh kepadaku.
Aku hanya mampu mengikuti langkahnya menuju kamar putri sulungku.
Krieett,,, pintu di buka perlahan oleh suamiku, sedangkan aku hanya berdiam diri di balik tembok sebelah pintu kamar putriku.
"Assalamu'alaikum, " Ucap suamiku setelah membuka pintu kamar putrinya.
"Masuk! " Sahut Laura dingin terkesan acuh tak acuh tanpa menjawab salam dari papanya.
Jantungku berdetak lebih cepat, pasalnya Laura memang begitu terlihat membenci papanya beberapa tahun belakangan ini, entah apa sebabnya pastinya aku juga nggak tau.
Dengan deg degan, aku memasuki kamar Laura, melihat kehadiran ku, pandangan Laura perlahan mencair, tidak sedingin tadi saat hanya papanya yg memasuki kamarnya.
"Ada apa ma? " Tanya Laura sembari mendaratkan pantatnya di sampingku, aku tidak menyahuti pertanyaan putriku itu, segera ku senggol lengan suamiku untuk mengutarakan niatnya datang ke kamar putrinya yg super arogan ini.
"Ehmm, papa besok mau ngajak kamu buat ke rumah nenek, " Sahut suamiku terdengar gugup dan ragu.
"Ada kepentingan apa?" Tanya Laura sembari menatap papanya dengan tatapan dingin.
"Silaturahmi lah dek, Laura kan udah lama nggak kesana nengok nenek." Sahut suamiku berusaha sesantai mungkin.
"Ngomong ngomong, saat Laura masih sekolah TK udah kesana, pas lulusan SD juga kesana, terus pas liburan akhir semester kelas 8 juga kesana. " Sahut Laura dengan cepat.
"Dan sejauh ini, sampe Laura sekarang umur 22 tahun, nggak pernah sekalipun nenek datang ke sini untuk memastikan, apakah cucunya kelaparan dengan yang nafkah satu juta untuk satu tahun?!" Imbuhnya santai namun penuh dengan penekanan.
Wajah suamiku memerah menahan amarah dan malu pastinya mendengar ucapan putrinya sendiri, kedua tangannya tampak mengepal erat, lain halnya dengan Laura yg selalu menghujam papanya dengan tatapan merendahkan.
"Tapi kan Laura udah bisa kerja, udah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari," akhirnya suamiku menanggapi ucapan putrinya setelah mampu meredam emosinya yg sempat memuncak tadi.
" Itu kan sekarang, dulu? Papa pernah berpikir nggak, anak anak papa kelaparan nggak dengan nafkah tiga ratus ribu untuk satu tahun? Pernah mikir seperti itu nggak pak?" Tanya Laura masih dengan santainya.
Wajah Suamiku seketika merah padam mendengar pertanyaan putri sulungnya.
"Kenapa kamu jadi mengungkit uang nafkah dari papa? Lagian kamu kan udah bisa kerja, udah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari! " Sahut suamiku dengan dada naik turun menahan amarah lantaran merasa harga-dirinya telah di injak injak oleh putrinya sendiri.
"Itu kan sekarang, dulu waktu Laura belum bisa kerja, apa papa nggak mikir, dengan uang lima ratus ribu cukup nggak buat makan anak anakmu selama setahun?" Tanya Laura dengan nada meremehkan sembari terus mengarahkan tatapan tajamnya ke arah suamiku yg tengah meredam emosi.
Suamiku mengusap wajahnya kasar lalu beralih menatapku dengan tatapan yg entah aku tidak dapat mengartikan tatapan itu, lalu kembali beralih menatap putrinya yg tengah sibuk mengutak-atik ponselnya.
"Dulu kan ada om kamu yg mampu mencukupi kebutuhan kamu sehari hari." Sahut suamiku enteng seperti tidak merasa berdosa membuat Laura seketika berdecak kesal menatapnya.
"Mentang mentang ada om erik, terus papa jadi seenak udelnya sendiri buat nafkahi anak istri? Ya ampun Ternyata tidak berguna sekali laki laki yg bergelar menjadi papaku ini." Sahut Laura menggelengkan kepalanya lantaran tidak habis pikir dengan pemikiran papanya yg bisa di bilang terlalu konyol itu.
"Kamu itu perempuan, nggak tau apa apa, nggak tau susahnya kerja di kapal, di hantam ombak setiap hari di tengah tengah lautan, jadi jangan pernah menganggap papamu ini nggak berguna hanya karna nafkah 1 juta untuk setahun, masih untung papa bisa pulang dengan keadaan sehat!" Sentak suamiku dengan suara naik tiga oktaf, akan tetapi Laura justru terkekeh sinis mendengar sentakan papanya.
"Papa... Papa.. Jangan pikir anakmu ini masih kecil yg gampang di tipu, dengarkan baik baik, aku tidak seperti mama yg terlalu buta karna cinta sehingga tidak terlalu memikirkan untuk apa uang 1 juta darimu itu" Ucap Laura sembari melipat kedua tangan di depan dadanya
"Dan aku mempunyai banyak teman laki laki yg berprofesi seperti papa, MELAUT! " imbuhnya dengan menekan kalimat terakhir membuat wajah papanya mendadak pias.
"Rejeki orang kan berbeda-beda Laura, jangan samakan papa sama teman teman mu itu, mereka masih muda, tenaga mereka masih kuat buat mancing, sedangkan papa kan sudah tua, sudah sakit sakitan," Sahut suamiku lirih setelah berhasil menguasai keadaan.
"Alasan saja papa ini, toh bapaknya safira setiap pulang selalu ngasih uang safira 6 juta, padahal umur bapaknya safira jauh lebih tua dari papa, sebenarnya kemana uang hasil melaut papa selama ini hah?!" Sentak Laura dengan suara meninggi membuatku dan suamiku terkejut mendengarnya, lantaran selama ini tidak pernah sekalipun dia meninggikan suaranya, dia selalu sibuk bekerja dari pagi sampai malam, kalau pulang kerja dia hanya berdiam diri di kamarnya, dia anak yang penurut, tidak pernah sekalipun membantahku selama ini, tapi kenyataannya sekarang dia sudah begitu berani membentak papanya sendiri.
"Kamu sudah berani membentak papa! " Sentak suamiku dengan suara tak kalah keras dari putrinya.
"Kenapa harus takut, kamu hanya seorang papa yg tidak berguna, pembohong, pengkhianat, kalau saja aku boleh memilih, aku akan lebih memilih kamu mati saja, pergi ke neraka sekarang!! " Bentak Laura sambil menunjuk nunjuk wajah papanya.
"Kamu!! " Geram Suamiku mengangkat tangannya ke udara bersiap menampar putrinya, di luar dugaan, ku kira Laura akan menjerit ketakutan, tapi dia justru menangkap tangan papanya lalu memutar lengan papanya ke atas lalu di putar ke belakang secara paksa sehingga menimbulkan suara gemelutuk tulang lengan suamiku.
"Aarrgh... " Jerit suamiku terdengar begitu memilukan sembari memegangi lengannya yg terlihat kaku setelah di pelintir oleh putrinya.
"Laura! Apa yang kamu lakukan? " Sentakku tidak percaya akan apa yg telah dilakukan putriku kepada ayahnya.
"Kenapa ma, lagipula kalau di MATI, Darren sama sahim akan dapat santunan anak yatim dari masjid setiap bulannya sebesar satu juta dua ratus ribu, dan itu dapat meringankan sedikit bebanku." Jawabnya enteng tidak merasa bersalah sama sekali.
"Aarrgh.. "....
"Aaarrrgh...!!" Teriakan suamiku membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya
"Ma, tolong panggilkan tukang urut, tangan papa sakit banget ini," Suamiku memelas dengan wajah yg sudah memerah menahan sakit.
Aku menganggukkan kepalaku cepat, dan segera menuntun tangannya untuk keluar dari kamar putrinya.
"Bagus! Urus saja suamimu yang nggak berguna itu mah, nanti sekalian minta nafkah yg wajar sama dia, aku nggak akan ikut campur untuk urusan kebutuhan kalian Sehari-hari." Ucap Laura terdengar sengit.
Aku menghentikan langkahku, menoleh ke arahnya yg sedang berdiri melipat tangannya di dada sembari menatap ku tajam.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah suamiku yg tengah meringis kesakitan.
Aku di lema, kalau Laura lepas tangan untuk menafkahi aku dan adik adiknya, lalu aku harus bagaimana.
Sedangkan suamiku kalau tidak segera di beri pertolongan nanti dia tersiksa."Pa, Laura mampu memberiku lima juta setiap bulannya, jika karna mengurus mu saja itu dapat memberhentikan uang dari Laura,, apa kamu bisa menggantikannya? " Tanyaku lirih namun penuh dengan penekanan, bagaimanapun aku masih membutuhkan nafkah dari Laura.
Suamiku hanya bisa meringis kesakitan saat mendengar pertanyaan dariku
"Tolong aku dulu... "
Ucap suamiku dengan wajah memelas.
Aku bergeming menatapnya yg tidak bisa memberi kepastian, sedangkan dirinya terus merintih kesakitan, tapi kali ini aku lebih takut hidup kekurangan jika harus menolongnya.
Tiba tiba ponsel Laura berdering hingga membuatku seketika menoleh ke arahnya
"Assalamu'alaikum pak" Ucap Laura membuka percakapan, entah siapa yg menelponnya saat ini
(" Wa'alaikumussalam , senang ya nak papa mu udah pulang, di kasih duit berapa nak sama papa? ") Tanya orang dari sebrang sana dengan begitu antusias
Laura hanya tersenyum sinis ke arah papanya
" Hemm,,, dari dulu papa ku setiap pulang dari kapal cuma ngasih uang satu juta pak." Sahut Laura sembari membuang nafas kasar.
(" Apa? ,,, terus uang papamu di kemanakan kalo cuma ngasih satu juta? ") Sahutan dari sebrang sana terdengar begitu terkejut mengetahui pengakuan dari Laura.
" Laura nggak tau pak, pokoknya setiap papa pulang dari kapal, papa cuma ngasih uang satu juta, dulu waktu Laura masih kecil malah cuma ngasih lima ratus ribu. " Sahut Laura panjang lebar, wajah suamiku memucat kala mendengar percakapan anaknya dengan orang di sebrang sana.
("Astaghfirullah padahal papamu selama ini selalu ngomong kalo uang hasil kerjanya dia berikan semuanya ke istri, tapi kok ternyata begini, ya Allah nak, maafin bapak ya, bapak nggak tau kalau papamu menelantarkan kamu dari dulu") Sahut orang di sebrang sana.
("bilang ke papa mu, besok bapak mau kesana, jangan coba coba pergi dari rumah sebelum bapak ke sana, atau dia akan menerima akibatnya ") Sambung orang di sebrang sana dengan suara tegas dan penuh dengan penekanan.
" Iya Pak, ya sudah, Laura tutup dulu pak telfonnya, assalamu'alaikum." Sahut Laura sembari tersenyum sini ke arah papanya yg sudah pucat pasi seperti mayat hidup.
(" Iya nak, waalaikum salam ") Lirih orang dari sebrang sana.
Laura melangkah mendekati aku dan suamiku.
Suamiku terlihat semakin pucat saat melihat anaknya berjalan ke arahnya.
" Papa dengar tadi? Pak adam akan datang ke sini besok!" Bisik Laura tepat di telinga papanya.
Keringat dingin sudah membanjiri tubuh suamiku yg semakin memucat.
paka adam adalah seorang yang dulu mendampingi suamiku datang ke rumah kedua orang tuaku untuk melamar dan meminang ku.
dan hubungan keluarga pak adam dan keluarga kecilku terjalin semakin erat sampai saat ini.
"Dan mama, silahkan urus suamimu yg nggak berguna ini kalau sudah siap hidup susah ke depannya!" Desis Laura sinis ke arah ku lalu memutar badannya dan melangkah menuju kamarnya, aku susah payah meneguk ludah, membayang hidup selama setahun dengan uang satu
Juta dari suamiku.
Ya Allah kenapa aku baru sadar kalau aku tidak bisa hidup tanpa putriku.
Seketika aku teringat ucapan orang yg menelfon putriku tadi
"Kemana uang mu selama ini pa? " Tanya ku sinis ke arah suamiku, sungguh aku sudah tidak punya rasa iba saat melihatnya kesakitan seperti ini, aku baru sadar, ternyata selama dua puluh dua tahun lamanya aku di tipu mentah mentah olehnya.
Selama dua puluh dua tahun lamanya dia memberikan nafkah tidak wajar dengan dalih kerja di laut susah, pancingan sepi, banyak badai, ternyata semua itu hanya alasan saja.
Plak..
Plak..
Plak.
Tiga tamparan keras aku daratkan di kedua pipi suamiku, sehingga dia jatuh tersungkur di lantai.
"Ternyata kamu tak jauh dari sampah, tidak berguna, dan merepotkan!!!" Jerit ku sinis sembari menginjak sebelah pahanya dengan sekeras mungkin.
"Aaarghh!!!!" Jerit suamiku terdengar begitu memilukan, dan aku sangat bahagia melihatnya kesakitan seperti ini.
Aku berjalan mendekati lengannya yang telah terkilir akibat di pelintir putrinya.
"Kamu,, kamu mau ngapain mah?" Tanyanya ketakutan ketika melihatku menyeringai menatap lengannya itu.
Tanpa basa basi aku injak lengannya, seketika dia berteriak kesakitan.
"Teriaklah sekeras kerasnya pa! Tapi perlu kamu tau, rumah kita sudah di pasang peredam suara, jadi sekeras apapun teriakanmu, tidak akan ada seorangpun yg mendengar." Desisku sinis membuatnya semakin terlihat frustasi.
"Ma,, maafkan aku,, aku, aku salah," Ucap suamiku terbata bata sebelum tak sadarkan diri.
"Hahaha bisa pingsan juga laki laki nggak berguna itu, " Gelak tawa Laura pecah ketika melihat papanya tak sadarkan diri.
Setelah puas menertawakan papanya yg tak sadarkan diri, Laura mulai berjalan ke arah ku yg tengah berdiri mematung menatap tak percaya pada suamiku yg tergeletak tak berdaya.
"Laura, apa yang kamu lakukan? " Jerit ku histeris saat melihat Laura menyeret paksa tubuh papanya menuju kamar paling belakang.
"Papa harus di kunci di kamar ini mah, kalau nggak di kurung bisa bisa dia kabur dari rumah sebelum pak adam datang ke rumah!" Timpal Laura tanpa melihat ke arahku yg tengah panik di buatnya.
"Kita sadarkan dulu papamu, lalu panggil tukang urut, kalau nggak segera di tangani, nanti dia bisa mati," Ucapku gugup bercampur panik.
Laura menoleh ke arahku, lalu membuang nafas kasar,
"Santai maa, aku juga nggak akan membiarkan dia mati sebelum mendapatkan balasan yg setimpal." Sahutnya datar lalu melanjutkan langkah lebih arah kamar belakang sembari menyeret tubuh papanya yg tengah tak sadarkan diri.
Bugh bugh.
"Woi, bangun, mau sembuh nggak?!!" Teriak Laura sembari menendang kasar tangan papanya yg tengah terkilir.
"Ak,, aku ada di mana?" Ucap suamiku dengan suara parau sembari melihat lihat sekeliling kamar.
" Sekarang kamu sedang dalam perjalanan menuju neraka! " Bentak Laura sebal
Suamiku perlahan sudah mengingat kembali kejadian yg baru saja terjadi.
"Maa,, maafkan aku, huhuhu,,," Ucap suamiku di sela isak tangisnya, tapi entah setan apa ymerasuki diriku, sehingga aku tidak merasa iba sedikitpun melihatnya terisak memelas kepadaku.
"Ciihh,, minta maaf kok pas udah sekarat! " Sahut Laura sambil berdecak kesal melihat papanya.
Suamiku memandangi Laura dengan tatapan mengiba, akan tetapi justru senyuman meremehkan yg Laura berikan.
"Laura,, maafkan papa," Lirih suamiku sembari terisak isak, siapapun yg mendengar pasti akan luluh seketika, tapi itu tidak berlaku bagi Laura yg termasuk anak arogan.
"Hanya minta maaf tanpa mengembalikan hak nafkah aku dan adik adikku yg telah kau gelapkan untuk orang lain, itu percuma!!!" Sinis Laura.
"Atau,, aku akan membuatmu lumpuh sebelum bisa memberikan nafkah yg sudah kamu gelapkan selama dua puluh dua tahun lamanya? " Imbuhnya dengan menekan lengan papanya, hingga papanya terlihat meringis kesakitan. Laura tersenyum miring melihat papanya yg sudah tidak berdaya.
"Gimana pa?" Tanya Laura sembari memiringkan kepalanya.
"Sebenarnya kemana uang papa selama ini, apa tante Rani yg merampas hak nafkah aku dan adik adikku selama dua puluh dua tahun lamanya? " Tanya Laura lagi dengan suara lirih namun penuh dengan penekanan.
"Siapa Rani itu pa?" Tanyaku lirih, aku tak akan mudah percaya dengan apa yg baru saja Laura katakan, tapi entah kenapa hatiku sakit mendengar Laura menyebut nama perempuan lain sebagai perampas hak nafkahnya selama ini.
Suamiku hanya menggelengkan kepalanya sambil terus terisak isak.
"Jawab pertanyaan ku pa!! Aku tak butuh tangisanmu itu! " Bentakku sembari menggebrak meja yg berada di samping ranjangnya.
"Rani itu, lonT3 yg papa nikahi sejak seminggu sebelum mama melahirkan aku." Sahut Laura lantang.
Duarr... Bagaikan tersambar petir di siang hari setelah mendengar pengakuan dari putriku.
Berkali-kali aku menghembuskan nafas kasar untuk mengontrol emosi yg menjalar ke ubun ubun, tapi sialnya emosi itu justru semakin menguasai jiwaku, kala tersadar, ternyata selama ini dia mengkhianati pernikahannya denganku bahkan sejak Laura masih dalam kandungan, apa mungkin ini juga salah satu alasannya tidak memberiku nafkah dengan layak? Kurang ajar!!
Plaakk..
Aku menampar muka suamiku dengan sekeras mungkin sehingga dia memalingkan wajahnya, nampak bekas kemerahan jejak telapak tangan ku di pipinya.
"Apa kita kirim ke neraka saja laki laki pengkhianat ini Laura? " Tanyaku dengan dada kembang kempis menahan amarah sekaligus sesak di dada.
"Santai dulu ma, soal itu biar jadi urusan Laura, kita main main aja dulu." Sahut Laura bengis sembari menatap tajam papanya yg tengah terbaring tak berdaya.
"Maafkan aku ma, aku salah," Ucap suamiku di selah isak tangisnya, membuatku semakin meradang mendengarnya.
" Tutup mulutmu itu!, atau ku robek mulutmu dengan cutter ini? " Bentak Laura sembari menempelkan ujung cutter yg runcing dan tajam di sudut bibir papanya, membuatnya semakin menggigil ketakutan dengan keringat dingin yg terus mengucur dari dahinya.
"Hahaha,, mama lihat deh, pengkhianat seperti dia kok bisa takut mati ya? " Tanya Laura diiringi gelak tawa yg terdengar mengerikan.
"Sejak kapan kamu tau kebusukan papamu? " Tanyaku singkat dengan terus menatap tajam suamiku yg sudah memucat seperti mayat.
"Kurang lebih empat tahun yg lalu." Sahut Laura datar, pengakuannya kali ini semakin membuatku terkejut bukan main.
"Kenapa kamu nggak mengabarkan masalah ini pada mama? Kenapa? " Tanyaku dengan suara serak, sebisa mungkin menahan air mata agar tak tumpah di depan pengkhianat yg sedang sekarat ini.
"Hahahaha, kalaupun aku ngasih tau, apa yg akan mama lakukan? Menangis, mengemis cinta dari seorang pengkhianat? Ahh,, memang hanya itu yg bisa mama lakukan." Sahut Laura di iringi gelak tawa yg terdengar begitu merendahkan diriku.
Aku hanya bisa menghembuskan kasar setelah mendengar sahutan dari Laura
Ya, aku memang bodoh! Benar
benar benar bodoh! Kenapa aku masih bertahan sampai saat ini dengan nafkah yg tidak layak!! .. Aku hanya bisa merutuki kebodohan ku selama ini.
"Pa, sebenarnya kekurangan mama itu apa si? Mama miskin juga enggak, apa karna mama terlalu lugu, jadi menurut papa, mama kurang panas, kurang ganas kalau di ranjang? Makannya papa lebih milih menikahi perempuan binal macam tante Rani? " Tanya Laura, kali ini suaranya sudah melunak daripada sebelumnya.
Mendapat pertanyaan dari putrinya, suamiku hanya memejamkan kedua matanya yg terus meneteskan buliran bening.
"Papa jawab!! Jangan sampai Laura kehabisan kesabaran sehingga Laura mengirim dirimu ke neraka hari ini juga!! " Bentak Laura, suaranya begitu menggelegar di ruangan lima kali enam ini.
"Papa khilaf, " Lirih suamiku dengan suara parau, tubuhnya terus gemetaran, wajahnya memucat, bibirnya bergetar, entah apa yg dia takutkan.
"Khilaf lagi khilaf lagi! " Laura berdecak kesal mendengar ucapan papanya.
"Ya kali khilaf sampai dua puluh dua tahun lamanya," Sambungnya.
"Kalau suatu hari nanti, aku menculik istri muda mu beserta anak anaknya, dan aku menjual ginjal mereka, lalu aku buang mayat mayat mereka di tengah kebun jati, itu juga termasuk khilaf kan pa? " Tanya Laura sembari matanya menatap lurus ke depan seperti sedang memikirkan sesuatu.
Suamiku kembali membuka kedua matanya kala mendengar pertanyaan dari Laura yg terdengar seperti ancaman.
" Jangan lakukan itu nak, itu sama saja membunuh, apa kamu tidak kasihan melihat orang orang yg tidak berdaya seperti mereka? " Sahut suamiku memelas dengan suara sangat lirih.
Mendengar itu laura memutar bola matanya malas, lalu kembali menatap tajam papanya.
" Membunuh para pengkhianat itu lebih baik, dari pada menaruh luka di hati orang yg terlalu lugu dan terlalu bucin seperti mama ini." Sahut Laura sembari melirikku sinis.
Astaghfirullah,, aku hanya bisa beristighfar dalam hati agar tidak tersulut emosi kala mendengar Laura yg juga terkadang menyudutkan ku.
Ya, memang aku terlalu bodoh, tapi kenapa harus anakku sendiri yg menyudutkan aku?.
Suamiku hanya diam membisu, mungkinkah dia kehabisan kata kata untuk memelas kasihan dari anaknya? Atau justru dia sedang merencanakan sesuatu?, ahh,, intinya bagaimanapun keadaannya saat ini, aku tidak boleh mengasihaninya, yang ada nanti harga diriku semakin di injak injak oleh Laura.
"Udah ahh, capek, jadi laper ngeliat pengkhianat yg lagi sekarat! " Desis Laura, kemudian berdiri melangkah keluar dari kamar ini.
Brakk...
Pintu kamar di banting dengan sangat keras oleh Laura, sehingga mampu membuatku dan suamiku terperanjat.
Kini, laki laki yg sudah mengkhianati ku 22 tahun lamanya, tengah menatap ku dengan berlinangan air mata.
Ciihh.. Giliran udah sekarat aja minta pertolongan, jangan harap!!!.. Umpat ku dalam hati.
"Maa, tolong panggilkan tukang urut, nanti papa yg bayar kok, tangan papa sakit banget ini, rasanya kayak patah tulang, " Ucap suamiku memelas, aku memutar bola mata malas lantaran aku memang tak sudi memberinya pertolongan lagi, sudah cukup selama ini aku seperti ora bodoh, yg masih bertahan dengan nafkah satu juta untuk setahun lamanya.
"Ciihh, sekarang pikirkan saja, gimana caranya kau bisa lepas dari jeratan Laura, jangan pernah meminta pertolongan lagi pada ku karna aku sudah tak sudi memberimu pertolongan! " Desisku sebelum meninggalkannya dan mengunci pintu kamarnya dari luar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!