*
*
"Aku berhasil! Ayah, Ibu, aku berhasil!" Seru Anastasia dengan senyum gembira.
Anastasia baru saja mempresentasikan projek yang digarapnya, dan berhasil mendapatkan investasi besar. 5 M , adalah jumlah yang fantastis untuk projek yang sekedar di garap oleh perusahaan kecil miliknya.
Perusahaan Unind, adalah perusahaan yang digarap oleh Anastasia dari nol.
Awalnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak mendukung dirinya. Dan selalu meremehkan Anastasia dengan berbagai macam caci dan maki.
Tapi kemudian, begitu sahabatnya Sintia membujuk kedua orang tuanya, kedua orang tuanya tiba-tiba saja menjadi sangat baik dan mendukung Sintia dengan berbagai macam kehangatan.
Tidak tahu apa yang dikatakan Sintia sampai bisa membuat kedua orang tuanya mendukungnya dengan penuh.
"Sayang, aku berhasil!" Seru Anastasia lagi, begitu tunangannya datang bersama Sintia yang ada di sampingnya.
Di ruang kerja miliknya, keempatnya datang untuk mengucapkan selamat pada Anastasia setelah 1 bulan mendapat tender tersebut, senyum lebar dan wajah bahagia terpatri di wajah keempatnya.
Tapi, begitu Anastasia memeluk tunangannya Eddin, tanpa Anastasia sadari Sintia yang sudah berada di belakangnya, merubah rautnya dan mengode Eddin, berikutnya, Eddin langsung menusuk Siska tepat di ulu hatinya.
"K-kau, kenapa? A-aku--"
Brak!
Anastasia dijatuhkan di lantai, terlentang dengan darah bercucuran dari perutnya.
Dengan kesakitan, Anastasia menatap keempat orang yang menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Kau pikir aku benaran cinta padamu? Tidak, sayang, aku hanya cinta harta yang akan datang setelah ini." Ucap Eddin seraya tersenyum sinis.
"Asta, maafkan aku, aku hanya berpura-pura baik saja selama ini, tapi kau tahu? Ini kehidupan keduaku, aku sengaja membunuhmu agar kami dapat menikmati hartamu tanpa khawatir dilaporkan olehmu." Ucap Sintia tersenyum.
"A-ayah, i-ibu..."
"No! No! Asta, mereka Ayah dan Ibu kandungku. Kau hanya anak panti yang kami pungut, tapi malah merajalela. Kau pikir, kedua orang tuaku benaran sayang padamu? Aku beritahu, Asta. Aku hidup kembali, di kehidupan pertamaku aku sangat sengsara, sedangkan kau menikmati hidup dengan harta dan kebahagiaan keluarga. Jadi, begitu aku diberi kesempatan hidup lagi ke tahun sebelum kau menjadi kaya, aku memberitahu orang tuaku agar bersikap baik padamu. Dan akhirnya, hari ini, hari yang ditunggu-tunggu pun datang." Ucap Sintia menjelaskan semuanya, membuat Anastasia yang masih memiliki sedikit kesabaran, menyimpan dendam.
"K-kau ******!" Umpat Anastasia sebisanya, meski dengan suara yang lemah.
Sintia menatap Anastasia nyalang, kemudian menginjak tempat yang ditusuk sebelumnya. "Aku, atau kau? Ingat tidak? Tunanganmu ini, adalah pacarku sebelumnya!" Desis Sintia sinis. "Oh ya, aku belum beritahu kau ya? Eddin pacarku, aku sengaja menyuruhnya mendekatimu hanya untuk hari ini." Lanjut Sintia seraya tertawa lebar.
Terlihat kedua orang tua, dan Eddin berjalan mendekat ke arah Sintia. Dan ketiganya saling merangkul Sintia. Sedangkan Anastasia, menatap benci keempatnya yang malah tersenyum melihat dirinya yang tersiksa karena rasa sakit.
"Jika aku hidup kembali, lihat dan nantikan, orang pertama yang akan aku buat sengsara adalah kau, S-sintia!" Sinis Anastasia dengan suara parau.
"Masih bisa mengancam, heh? Sepertinya rasa sakit yang diberikan kurang, ya?" Tanya Sintia sinis, membuat dirinya kembali mengambil pisau yang tergeletak di lantai dengan darah. Kemudian ia menusuk perut Anastasia lagi, setelah sebelumnya menggunakan sarung tangan.
"Uhuk! S-sakit, h-hentikan." Ucap Anastasia tersiksa dengan wajah tidak karuan akibat rasa sakit yang dideritanya.
Sintia dengan tawa jahat tidak mempedulikan Anastasia sama sekali, ia terus menusuknya sampai berkali-kali. Sedangkan ketiga orang lainnya berdiri dengan tawa yang sama jahatnya. Malah mendukung aksi Sintia yang membabi buta.
Sampai akhirnya, kesadaran Anastasia, perlahan-lahan mulai menghilang. Di detik akhir, Anastasia bergumam, 'Aku tidak rela...'
*
"Asta, Asta, bangunlah, kau baik-baik saja? Asta! Astaga Bu, apa yang harus aku lakukan kali ini? Ibu baru saja pergi, dan Asta malah tidak sadarkan diri. Aku takut, Bu, bagaimana jika Asta juga meninggalkan aku disini sendirian?" Ratap seorang laki-laki yang menatap Anastasia dengan tatapan sedih. Di dahi Anastasia terdapat perban yang lumayan besar, setelah ia terluka karena jatuh dan terbentur pada kepala ranjang.
Kita sebut saja Xabiru. Ia baru saja kehilangan perusahaan sekaligus satu-satunya orang tua yang selama ini mengurusnya, yakni ibunya. Meninggalkannya bersama istri yang bahkan berjalan saja tidak mampu.
Sebelumnya, Xabiru adalah orang ternama di negara, tapi begitulah, keluarga dari Ayah brengseknya mengambil semuanya, lalu membuangnya tiga orang ini ke desa terpencil.
Satu bulan hidup di desa, ibunya meninggal karena tidak kuat tubuh ringkihnya tinggal di desa terpencil yang untuk minum saja sangat sulit. Harus mengambil air dari sungai di bawah kaki gunung.
Rumah warga satu ke satu juga sangat berjauhan. Membuat ketiganya hidup kesulitan. Apalagi, ketiganya juga tidak mengenal siapapun disini.
"Asta, bangunlah, jangan tinggalkan aku sendiri, oke? Aku akan sendirian jika kau meninggalkanku..." Xabiru kembali meratapi nasibnya. "Kehidupan macam apa yang kau berikan padaku?! Kenapa aku jatuh sampai begini?" Lanjutnya mengeluhkan semuanya seraya menatap langit-langit. "Huhuhu, kau bahkan begitu tega, membuat ibuku meninggal." Ucapnya lagi.
Meninggalkan Xabiru yang meratapi nasibnya, perlahan, kesadaran Anastasia mulai pulih. Kedua matanya bergerak-gerak dan akhirnya terbuka dengan terkejut.
Ia langsung terduduk seraya memegangi perutnya dengan perasaan kaget.
Tapi begitu ia duduk dan memegangi perutnya, bukannya perut yang kesakitan, tapi kepala lah yang terasa sangat sakit saat ini.
Xabiru yang ada di sampingnya, juga langsung bangun dengan perasaan senang. "Asta, kau sadar! Syukurlah, Syukurlah!" Lega Xabiru seraya memeluk Anastasia yang masih terduduk dengan memegangi kepalanya, yang masih terasa sangat sakit.
Ia tahu ada perban dikepalanya, tapi ia bingung, bukankah perutnya yang ditusuk? Kenapa kepalanya yang diperban?
"Ada apa dengan kakiku, ashh kenapa kepalaku sakit sekali." Ringis Anastasia kesakitan. Hampir menangis, saking sakitnya.
"Kaki? Kakimu lumpuh, Asta. Kau lupa?" Tanya Xabiru. "Lalu kepalamu sakit, karena kau terbentur dua hari yang lalu." Lanjutnya.
"Ssh k-kau siapa?" Tanya Anastasia, mulai merasa aneh dengan keadaannya.
"Aku Xabiru, Asta. Suamimu, kau lupa?" Tanya Xabiru, menjadi panik. "Jangan-jangan kau kehilangan ingatanmu? Ah tidak, tidak, apa yang harus aku lakukan?" Lanjutnya bertanya dengan panik.
Anastasia terdiam. Lumpuh? Terbentur? Xabiru?
Tunggu!
Xabiru yang itu? Direktur perusahaan Alexander? Bukankah dia sudah mati?
"K-kenapa kita disini? Dimana ini?" Tanya Anastasia dengan hati-hati.
"Kau benaran kehilangan ingatanmu?" Tanya Xabiru, dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca. Hendak menangis.
"H-hei, jangan menangis." Ucap Anastasia gugup, apa-apaan ini? Bukankah Xabiru terkenal kejam dan berhati dingin?
"Asta, huhuhu, jangan lupakan aku, jangan tinggalkan aku, aku tidak punya siapa-siapa lagi, aku sendirian." Ucap Xabiru menangis, memeluk Anastasia dengan erat.
Tunggu, Asta akhirnya ingat, Anastasia adalah menantu lumpuh keluarga Alexander, bukan? Jadi, dirinya terlahir kembali tapi jiwanya masuk ke tubuh Anastasia istri Xabiru?
"Ya Tuhan..." Gumam Anastasia putus asa.
*
*
*
*
Anastasia menatap langit-langit kamarnya yang terbuat dari tumpukan jerami. Tidak lagi meringis, ia mulai menerima kenyataan atas nasib yang saat ini diterimanya.
Terlahir kembali di tubuh Anastasia yang kedua kakinya lumpuh, tinggal di desa terpencil dekat sekali dengan gunung, tinggal di rumah yang seperti gubuk, lantai juga masih tanah coklat, tidak dilapisi semen.
Tidur juga diatas papan kayu keras, apalagi yang bisa ia keluhkan? Ah, Xabiru, si tuan muda kejam dan dingin yang ternyata lebih manja dari seekor kucing.
Anastasia menatap kosong langit-langit, tapi pikirannya menerawang, melanglang buana, tentang apa yang harus dirinya lakukan selanjutnya dengan keadaan kaki yang tidak bisa digerakkan ini?
Setelah sebegitu kejamnya takdir di kehidupan pertamanya, ia malah dihadapkan dengan takdir kejam lainnya. Kenapa hidupnya begini, sih? Ia tidak berguna sekarang.
Tapi pertama-tama, ia harus membangunkan Xabiru yang terlelap di sampingnya. Ya, Xabiru terlelap tepat di samping Anastasia, setelah menangis dua jam lamanya, karena dirinya tidak ingat padanya.
"Xabiru, bangun, bantu aku ke kamar mandi." Ucap Anastasia seraya mengguncang bahu Xabiru. Ia bahkan tidak lagi mengeluh dengan perilaku Xabiru yang memeluk dirinya dengan erat. Bahkan kepalanya ada di dada Anastasia. Awalnya benar, ia menolak, tapi siapa yang akan mengira jika Xabiru malah menangis kencang begitu dimarahi olehnya. Jadilah dirinya menyerah, dan tidak lagi memarahi Xabiru.
Biarkan saja bayi besar ini, yang terpenting telinganya aman, dari tangisan Xabiru yang berisik.
"Mau mandi?" Tanya Xabiru bangun, dengan kesulitan membuka kedua matanya, bengkak sehabis menangis lama.
Anastasia ingin tertawa saat ini, tapi ia menahannya. Jangan sampai Xabiru menangis lagi.
"Tidak, aku ingin buang air kecil. Cepatlah, bantu aku. Aku sudah tidak tahan." Ucap Anastasia lagi.
"Baik, ayo, aku gendong, Asta." Ucap Xabiru, yang kemudian menggendong Anastasia.
Anastasia terkesiap malu, tapi dengan cepat beradaptasi. Ke depannya, ia akan lebih banyak digendong Xabiru, jadi ia harus membiasakan diri sejak awal.
Sesampainya di kamar mandi, lagi-lagi Anastasia meringis menatap keadaannya. "Xabiru, kamar mandi macam apa ini?" Tanyanya meringis, mengeluh dengan sedih.
Jika kamar mandinya saja terbuat dari bilik, atapnya bolong, lalu hanya ada satu petak saja. Bagaimana bisa ia buang air kecil? Tiba-tiba saja Anastasia ingin menangis meratapi keadaannya.
"Hanya ada ini, maafkan aku, Asta." Ucapnya dengan sedih. Padahal dulu dirinya sangat mampu membangun kamar mandi sebesar ruang utama. Tapi lihatlah sekarang, nasibnya kini berputar.
Melihat Xabiru sedih, tiba-tiba saja Anastasia merasakan simpati. "Sudahlah, tidak apa-apa, tapi bagaimana caranya aku buang air kecil?" Tanya Anastasia.
"Aku sudah menaruh kursi kayu di dalam, karena kau tidak mau aku temani buang air kecil, juga ada wadah kecil untuk menampung air kencingmu." Ucap Xabiru, kemudian masuk ke kamar mandi dan mendudukkan Anastasia ku kursi tersebut.
Xabiru membawakan wadah kecil dan memberikannya pada Anastasia. Anastasia menerimanya, kemudian mengusir Xabiru, membuat Xabiru menutup pintu dan menunggunya diluar kamar mandi.
'Sial, apa-apaan ini?' Keluh Anastasia dalam hati. Rautnya sangat tidak enak dipandang, ia benaran bernasib buruk. 'Buang air kecil saja perlu pakai wadah, lalu bagaimana caranya ia buang air besar? Huhuhu, bagaimana ini? Benar-benar sial sekali...' Lanjutnya, mengeluh dalam hati.
5 menit berlalu, Anastasia telah menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi. Ia menyimpan wadah kecil, ke tempatnya setelah mencucinya bersih. Kebetulan ember di dalam kamar mandi ini tinggi, dan airnya penuh, jadi gayung juga mudah di gapai.
Hanya saja, ketika ia melempar wadah kecil, tak sengaja ia malah menahan tubuh dengan kakinya yang jelas-jelas lumpuh. Alam bawah sadarnya secara tidak sengaja melakukan hal tersebut, jadilah Anastasia kehilangan keseimbangan dan berteriak.
Xabiru yang mendengar teriakan, dengan cepat membuka pintu kamar mandi. Berhasil, ia berhasil menangkap Anastasia tepat waktu, tapi tangan Anastasia tidak sengaja terkena bilik kamar mandi yang mencuat, membuatnya berdarah.
"Kau baik-baik saja, Asta?" Tanya Xabiru khawatir. Tapi Anastasia tidak menjawab, ia meringis merasakan sakit di tangannya. Ia menatap tangannya yang berdarah, dan secara tidak sengaja melihat cincin berkarat di jari manisnya.
Anastasia menangis. Selain karena sakit, juga karena cincin. Kenapa Xabiru memberikan cincin nikah berkarat padanya?
"Ayo, ayo, aku bawa ke dalam." Ucap Xabiru kemudian menggendongnya, Anastasia mengalungkan kedua tangannya berpegangan.
Tak sadar jika darah yang mengucur itu, mengenai cincin berkarat yang dipakainya. Membuat cincin tersebut mulai mengeluarkan cahaya yang menyilaukan. Tapi keduanya tidak sadar, sampai keduanya tiba-tiba berada di ruangan yang berbeda.
"AH!" Pekik Xabiru, ia hampir jatuh ketika membawa Anastasia ke dalam rumah. Tapi, apa yang dilihatnya ini? "Asta, dimana ini? Bukankah kita ada di depan rumah barusan?" Tanya Xabiru.
"Kau bertanya padaku, aku tanya siapa?" Tanya Anastasia ketus. Tangisnya sudah berhenti, berganti dengan kebingungan. "Bawa aku ke danau itu dulu, tanganku masih berdarah, aku harus mencucinya dulu." Lanjut Anastasia seraya menunjuk sebuah danau besar.
Keduanya berada di alam terbuka. Ada hamparan tanah, rumput dan danau yang luas. Seperti taman yang dibuat dinegeri dongeng.
"T-tapi Asta, kita tidak boleh gegabah, kita tidak tahu dimana kita berada saat ini." Balas Xabiru gugup.
"Xabiru, huhuhu lihatlah tanganku, banyak sekali darahnya, aku kesakitan. Ayo cucikan dulu tanganku..." Ucap Anastasia, mengeluarkan tangisannya. Membuat Xabiru, mau tak mau menuruti keinginan Anastasia.
Ia tidak ber akting, tangannya benaran sakit. Meski tidak sesakit saat dirinya ditusuk oleh Sintia, tetap saja ini adalah luka yang mengeluarkan darah lumayan banyak.
Xabiru mendudukkan Anastasia di samping danau. Kemudian ia membuka bajunya tepat dihadapan Anastasia.
"Xabiru! Apa yang kau lakukan di saat seperti ini?! Jangan macam-macam, ya! Aku peringatkan, kau?" Pekik Anastasia seraya menunjuk wajah Xabiru.
"Hah?" Beo Xabiru tidak paham, tapi ia tidak menanggapi lebih lanjut, ia langsung mencelupkan bajunya ke dalam air danau, membasahinya.
Setelahnya, ia memeras bajunya, dan kembali pada Anastasia. Meraih tangannya dan kemudian mengelap darah yang sudah melumuri tangannya. "Astaga, lukanya ternyata besar, bagaimana ini?" Gumam Xabiru. "Apakah sakit, Asta?" Tanya Xabiru, menatap Anastasia yang masih terpana dengan perilakunya.
Malu. Tentu malu dengan pikirannya yang sudah kemana-mana, padahal Xabiru hanya berniat membersihkan lukanya. "T-tidak sakit." Balas Anastasia tanpa menatap wajah Xabiru, ia memalingkan wajahnya berlawanan arah.
"Hah? Tidak sakit?" Beo Xabiru yang kemudian menatap luka di tangan Anastasia lagi, dan terkejut. "Kemana perginya lukamu, Asta? B-baru saja, aku melihat kulitmu sobek." Lanjut Xabiru dengan gugup, sekaligus bingung.
"H-hah?" Tanya Anastasia yang kemudian melihat luka ditangannya hilang. "Kenapa bisa?" Tanyanya lagi. Ia mengangkat tangannya yang sudah bersih, menatapnya lekat-lekat. "Eh? Kemana perginya cincin berkarat di tanganku?" Lagi, Anastasia kebingungan.
"Maksudmu, cincin pemberian ibu?" Tanya Xabiru.
Anastasia tidak tahu, jadi ia mengangguk saja. Tapi sedetik kemudian ia sadar. Cincin berkaratnya telah berganti dengan cincin kecil yang di atasnya ada setitik berlian kecil. Cantik, tetapi apa mungkin bisa berubah dalam sekejap?
"Xabiru, apa ini cincin ruang dan waktu?!" Pekik Anastasia.
*
*
*
*
Xabiru dan Anastasia saling bertatapan. Terlebih Xabiru yang masih tidak percaya. Keduanya sudah berdebat selama 15 menit mendebatkan cincin tersebut.
Xabiru bilang, cincin tersebut merupakan cincin turun temurun dari nenek moyangnya. Ibunya tidak pernah memakainya karena itu terlihat berkarat dan jelek. Tetapi karena amanat yang mewajibkan cincin tersebut harus di wariskan pada menantu perempuan keluarga Alexander, jadilah ibunya memberikan cincin ini pada Anastasia.
Xabiru tidak pernah tahu, juga dengan ibunya, karena keduanya memang tidak pernah menghiraukan cincin tersebut. Terlebih, cincin ini sangat jelek, siapa yang akan mau memakainya.
Tapi aturan keluarga, tetap mengharuskan cincin diwariskan. Dan pindahlah cincin tersebut pada Anastasia.
"Kau bodoh, bukti apalagi yang kau mau? Ini sudah jelas, kita berada di dalam ruangan yang ada di cincin!" Seru Anastasia dengan wajah gemas kesal.
"Tapi bagaimana bisa kita masuk, Asta? Kita hanya sedang bermimpi saja, oke? Ini tidak nyata." Balas Xabiru kekeh.
Anastasia kemudian mencubit lengan Xabiru, membuat Xabiru memekik terkejut. "Kenapa kau mencubitku?" Tanya Xabiru dengan mata melotot.
"Sakit, kan? Artinya bukan mimpi." Balas Anastasia kemudian tersenyum. "Dengar Xabiru, aku rasa karena darahku mengenai cincin ini, jadilah cincin ini berfungsi kembali. Kau tahu sendiri, sebelum terkena darahku, cincinnya bahkan tetap berkarat." Jelas Anastasia. Membuat Xabiru terdiam.
Xabiru mulai memikirkan perkataan Anastasia. Ia merasa perkataan Anastasia ada benarnya. Bukankah di cerita benda pusaka akan mengakui tuannya jika darah tuannya mengenainya? Tapi, apa benar begitu? Xabiru ragu, tapi ia tidak ada pilihan lain selain mempercayai kenyataan ini.
"Kau benar, aku ragu, tapi aku tidak ada pilihan untuk tidak percaya, kan?" Ucap Xabiru ragu.
Anastasia tertawa, kemudian menganggukkan kepalanya. "Xabiru, cuci bajumu dan basahi lagi. Aku mau me-lap luka dikeningku, siapa tahu memang airnya ajaib dan lukaku bisa sembuh?" Ucap Anastasia tersenyum.
"Asta, kau, ah baik aku akan mencobanya dulu saja." Balas Xabiru tidak ada pilihan. Kemudian ia melakukan perintah Anastasia, dan kembali dengan baju bersih basah di tangannya.
Dengan pelan, Xabiru melepaskan perban yang sudah memerah dibagian kening yang terluka. Itu darah Anastasia, sebagian sudah mengering. Xabiru hanya membalut luka tanpa menetesi obat, karena memang tidak ada.
Xabiru me-lap kening Asta pelan, lukanya sudah dua hari, darahnya sudah sedikit mengering, tapi sobekan kecil dikeningnya masih ada. Itu adalah luka yang menjadi penyebab Anastasia yang asli tergantikan oleh Anastasia yang sekarang.
Xabiru menutup kedua matanya setelah berhasil me-lap kening Anastasia. Tapi Anastasia penasaran, jadi ia meraba keningnya dan hilang! "Lukanya benaran hilang! Air ini ajaib, Xabiru!" Pekik Anastasia senang, dengan refleks memeluk Xabiru yang masih berlutut di depannya.
Xabiru yang mendapat pelukan, seketika membuka matanya dan menyadari jika luka di kening Anastasia memang benar hilang. "Syukurlah, Asta..." Gumamnya lirih, "Tapi apakah ingatanmu juga akan pulih?" Lanjutnya bertanya.
"Sepertinya tidak." Balas Anastasia, tentu saja tidak, didalamnya adalah jiwanya, bukan jiwa Anastasiaya Xabiru.
Xabiru menghela nafas, ia memeluk Anastasia dan menumpukan dagunya di kepala. "Tapi, Asta, apa gunanya punya ruangan ini? Bagaimana cara kita keluar?" Tanya Xabiru.
"Sebelum itu, Xabiru, bawa aku ke tepi danau, buat kakiku masuk ke dalam airnya." Ucap Anastasia, seraya melepaskan pelukannya, wajahnya juga memerah karena sadar ia memeluk Xabiru lebih dulu.
Xabiru membelalak, "Kenapa tidak terpikirkan, sih?! Ayo, ayo, kita coba. Semoga kakimu juga bisa sembuh!" Pekik Xabiru, kemudian dengan cepat menggendong Anastasia, dan mendudukkannya kembali di tepi danau. Menjutaikan kakinya hingga tenggelam di danau sebatas lutut
Xabiru menatap Anastasia. "Bagaimana perasaanmu?" Tanya Xabiru penasaran.
"A-aku, Xabiru..." Ucap Anastasia menatap Xabiru dengan raut hendak menangis.
"Tidak apa-apa, kita sama-sama cari cara lain untuk menyembuhkannya, oke? Jangan putus asa, ada aku, aku bisa menjadi kakimu, oke?" Ucap Xabiru seraya tersenyum lembut menatap Anastasia, dan mengelus kepalanya, menenangkan.
"Kakiku sembuh! Xabiru! Huhuhu, lihat, lihatlah." Pekik Anastasia kemudian, ia mulai menarik kedua kakinya perlahan, naik ke darat. Tangisannya tidak berhenti, tapi ia bukan sedih, ia senang. Senang bisa merasakan kakinya lagi.
Sungguh, ia menarik kembali kata-kata tentang nasib buruknya tadi. Nyatanya, ini adalah nasib baik.
"Kau, dasar Asta! Mempermainkanku, HM?!" Ucap Xabiru menatap Anastasia kesal.
"Aku tidak bermaksud, aku hanya terlalu senang, sampai menangis. Huhuhu." Ucap Anastasia lagi. Ia segera memeluk Xabiru. Membuat Xabiru rileks.
Xabiru menyunggingkan senyumnya, mengelus punggung Anastasia. Ikut senang, tentu saja. Astanya akhirnya sembuh.
"Aku turut senang, hmm..." Ucap Xabiru dengan nada lembut.
"Nah! Setelah sembuh begini, aku jadi bersemangat. Ayo kita ubah hidup kita menjadi kaya raya lagi! Kita manfaatkan ruangan ini sebagai awal dari kesuksesan kita!" Seru Anastasia semangat. Pelukan keduanya kini sudah lepas.
"Eum, apa yang mau kau lakukan?" Tanya Xabiru senyum.
"Karena tanahnya luas, juga ada air ajaib, bagaimana jika kita berkebun saja? Kita bisa menyiramnya dengan air ajaib dari danau, aku rasa pertumbuhannya akan lebih cepat, rasanya juga akan lebih enak mungkin? Jadi kita bisa menjualnya dan menghasilkan uang. Bagaimana?" Tanya Anastasia.
"Boleh! Aku juga akan menanam padi! Ah, ayo pelihara ayam juga! Beri minum air danau, siapa tahu cepat bertelur!" Tambah Xabiru ikut semangat jadinya.
"Kau benar, baiklah, kita juga bisa membangun kandang, ah, ah, buat rumah kecil juga, bagaimana? Untuk istirahat, siapa tahu kita lelah setelah selesai bertani." Ucap Anastasia lagi.
"Baik! Hidup di desa selama beberapa bulan, membuatku mendapat banyak keterampilan, salah satunya adalah membangun rumah dari kayu. Jadi serahkan saja padaku, nanti." Balas Xabiru dengan bangga.
Keduanya tertawa senang. Kehidupan keduanya yang sama-sama jatuh, kini sudah bisa dimulai dari nol lagi. Dimulai dari bawah, menuju ke puncak kesuksesan.
Tidak sangka, dibalik musibah yang menimpa Xabiru, dan Anastasia, masih ada berkah tersembunyi yang di dapatkan. Ini benar-benar suatu keberuntungan besar dalam kehidupan keduanya.
Bukankah ini juga adalah awal mula untuk membalaskan dendam masing-masing? Yah, tunggu dan lihat saja nanti, Xabiru dan Anastasia akan membalaskan dendam masing-masing.
"Tapi, Asta, pertama-tama, ayo pikirkan cara untuk keluar dari sini dulu." Ucap Xabiru, ia menghentikan tawa senangnya seketika. Membuat Anastasia ikut berhenti, dan menatap Xabiru dengan ringisan. "Kau benar, bagaimana kita bisa melakukan semuanya jika kita saja tidak bisa keluar dari sini? Bukankah biji dan kayunya ada di luar sana?" Keluh Anastasia dengan wajah nelangsa.
Bisa-bisanya ia lupa akan fakta ini. Hal penting yang terlewat, oleh kesenangan yang sesaat. Tapi, mari pikirkan caranya saja.
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!