"Zafian, kamu jadi atau tidak untuk menceraikan istri lusuh kamu itu?" tanya Widya ibunya Zafian dengan nada nyaring.
Widya ingin anaknya segera menceraikan istrinya yang bernama Elizia. Dia malu jika mempunyai menantu miskin dan lusuh seperti Elizia. Sehingga dimatanya menantunya hanya akan menjadi parasit yang membawa dampak buruk bagi keluarganya.
"Jadi dong, Ma. Zafian sudah menemukan cinta lama yang sempat hilang dan sekarang dia sudah kembali walau dia menyandang status janda tetapi dia wanita dari keluarga kaya, cantik dan ideal." Zafian sudah bertekad untuk menceraikan Elizia gadis yatim piatu dari Panti Asuhan.
Degh!
Tanpa sepengetahuan dari mereka, percakapan tersebut terdengar oleh Elizia di balik pintu.
Elizia kini hatinya terasa bagai ditusuk paku yang tajam. Dia tidak menyangka suami yang dia hormati dan dia anggap sholeh, ternyata hatinya lebih busuk dari sampah.
"Elisia sedang apa kamu? Kamu nguping ya? Dasar perempuan lusuh tidak tahu adab," cibir kakak ipar Elizia yang bernama Sinta. Sejak pertama kali menikah dengan Zafian, Sinta tidak menyukai Elizia, karena di mata Sinta, Elizia adalah gadis lusuh dan miskin yang sangat merugikan keluarga tersebut.
"Aku tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka, Mbak, karena Kebetulan tadi rencananya mau membersihkan ruang keluarga tetapi tidak jadi." Elizia mencoba tenang dan kalem menghadapi keluarga tersebut. Sementara dia akan berpura-pura polos dan mengikuti permainan mereka.
"Halah, jangan ngeles deh, aku lihat dengan mata kepala sendiri kalau kamu sedang nguping!" Sinta terus menuduh Elizia nguping dan suaranya nyaring hingga terdengar oleh Zafian dan ibunya.
"Ada apa sih ribut-ribut! Seperti pasar saja!" ujar Widya ibunya Zafian.
"Ini Ma, Elizia menguping pembicaraan Mama dan Zafian, tetapi masih mengelak." Sinta menunjuk ke arah Elizia yang masih berdiri tidak jauh dari daun pintu dengan raut wajah ketus.
"Elizia, benarkah kamu menguping pembicaraan kami?" tanya Zafian dengan muka memerah pertanda dia tidak senang jika Elizia menguping.
"Saya tidak sengaja mendengar kalian berbincang. Mas, apa benar kamu akan menceraikan aku?" tanya Elizia seketika. Dia tidak mau dihantui oleh bayang-bayang yang tidak pasti. Dia akan menerima dengan ikhlas jika dia diceraikan oleh suaminya 'Zafian'. Dia lebih memilih pergi dan mencari kehidupan yang mungkin lebih tenang dan bahagia.
"Kamu tuli ya Elizila, sudah jelas kamu mendengar percakapan tadi, bahwa kamu akan diceraikan dan menjadi mantan istri karena kamu di sini hanya akan menjadi parasit yang merugikan keluarga kami. Zafian akan menikah dengan mantan kekasihnya yang lebih kaya, berpendidikan tinggi dan yang pastinya cantik tidak seperti kamu lusuh dan berbau dapur!" ucap Sinta kakak kandung Zafian dengan nada menghina.
Elizia kini hanya diam tidak membalas hinaan dari Sinta, kakak iparnya. Suatu saat nanti dia akan membalas hinaan tersebut dengan cara yang anggun dan elegan. Sekarang, dia tidak mau menambah masalah karena hanya akan menghambat rencananya.
"Mas, apakah yang dikatakan Mbak Sinta itu benar?" Elizia mengulang perkataannya, karena sang suami belum menjawab pertanyaannya. Dia lebih memilih bertanya langsung kepada suaminya agar pasti. Namun, ternyata Zafian diam dan mudah terpengaruh dengan Sinta dan ibu mertuanya.
Selama setahun berumah tangga, Elizia sudah berusaha menjadi menantu yang terbaik. Dia selalu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sendirian di rumah yang lumayan besar seperti memasak, mengepel lantai, mencuci dan menggosok pakaian ibu mertua dan suaminya.
Makan saja dia hanya memakan sisa-sisa dari ibu mertua dan suaminya. Dia merasa kehidupan di Panti Asuhan lebih baik dari pada hidup bersama suami yang seperti di neraka.
Terlebih, semua pengorbanan Elizia selalu tidak dianggap bahkan kakak iparnya yang sudah menikah selalu mengganggu rumah tangganya dengan Zafian. Sering sekali dia meminta uang kepada Zafian untuk berfoya-foya membeli barang-barang 'branded' masa kini. Dalam satu bulan, Elizia hanya diberi uang tiga ratus ribu oleh suaminya dan harus dicukup-cukupkan. Sehingga dia tidak pernah dandan dan berpakaian daster lusuh pemberian dari ibu Panti.
Gaji dari suaminya yang bekerja sebagai Manajer, sebagian besar diberikan kepada ibu mertua dan kakak iparnya. Sungguh malang nasib Elizia.
Beberapa menit kemudian, ayah mertua Elizia mendekati perdebatan keluarga mereka seraya berkata,
"Zafian, kamu sebagai laki-laki dewasa harus tegas karena ini adalah rumah tanggamu! Jangan hanya karena sebuah hasutan kamu rela membuat hati istrimu hancur berantakan. Ayah hanya mengingatkan sebelum kamu menyesal."
Ayah mertua menyela untuk berbicara, dan mengingatkan Zafian. Ayah mertuanya adalah satu-satunya orang yang selama ini menghargai dan menerima Elizia dengan baik.
"Ayah kok membela wanita lusuh ini, apa sih kelebihan dia. Cari uang banyak saja tidak bisa. Buang saja ke tong sampah, yah!" Sinta merasa dongkol jika ayahnya berpihak kepada Elizia. Sinta lalu menatap Elizia dengan tatapan benci yang tiada terkira.
Elizia masih terdiam dan berusaha mengelus dada. Setiap manusia mempunyai batas kesabaran. Selama ini dia selalu diam dan mengalah ketika dihina dan diperlakukan seperti budak. Saat ini dia harus menjadi dirinya kembali. Dia harus tegas dan tidak boleh cengeng. Dia yakin suatu saat nanti, dia bisa membalas perbuatan keluarga suaminya yang kelewat batas.
"Ayah tidak membela, Ayah sebagai kepala keluarga harus bisa mendidik keluarganya dengan benar dan tidak boleh ada pilih kasih dan ada yang terdzolimi. Saya minta kepada Mama dan kamu Sinta jangan mencampuri urusan Elizia dan Zafian! Mereka sudah dewasa dan berhak memutuskan hubungan mereka sendiri," ungkap Sujono ayah Zafian yang berkata bijak.
"Yah, jangan melarang Zafian untuk menceraikan menantu kesayangan ayah itu! Karena kita akan segera mempunyai menantu idaman yang kaya raya tidak seperti Elizia hanya gadis miskin yang bikin malu keluarga kita." Ibu Mertua dengan nada sinis menggerutu jika suaminya berpihak kepada Elizia.
"Benar kata Mama. Ayah harus mendukung kita, jangan sampai keluarga kita dipermalukan oleh orang lain hanya karena wanita miskin itu" Sinta menyahut kembali. Tidak mau kalah dengan mamanya yang selalu menyudutkan Elizia.
"Sudah, cukup! Jika kalian tidak menerima saya di keluarga ini saya akan pergi sekarang juga! Mas cepat katakan talak untukku! Jangan hanya diam yang akan membuat aku semakin pilu!" Dengan mata berkaca-kaca Elizia dengan lantang menyuruh suaminya untuk menjatuhkan talak kepadanya supaya kericuhan mereda.
Tidak ada artinya Elizia mempertahankan pernikahannya lagi, toh suaminya sudah tidak mencintainya lagi, ditambah ibu mertua dan kakak iparnya selalu berusaha membuat rumah tangganya hancur.
"Zafian! Istri lusuh kamu menantang kamu untuk segera menjatuhkan talak. Ayo cepat katakan! Sebentar lagi kamu akan menikahi Rihana mantan kekasihmu yang kamu dambakan sejak dulu." Sinta mendesak Zafian untuk segera mengatakan talak kepada Elizia.
"Sinta, perkara miskin itu bukanlah hina selama dia baik dan patuh kepada suaminya. Kamu 'kan sudah mempunyai suami, jadi kamu urus saja suami kamu dengan benar! Jangan ikut campur dengan kehidupan rumah tangga orang lain. Perceraian itu sangat dibenci Tuhan. Jadi jangan sembarangan untuk menyuruh orang lain untuk menjatuhkan talak."
Suami dari Widya menyela kembali dan bersikeras untuk mempertahankan pernikahan Elizia dan Zafian anaknya.
Tok, tok, tok!
Terdengar ketukan pintu pertanda ada seorang tamu. Kemudian Sinta berjalan ke arah pintu dan mulai membukanya.
"Rihana? Waduh kamu bawa mobil mewah, ya? Mari silakan masuk." Tamu tersebut adalah Rihana. Janda muda yang sudah bercerai dengan suaminya karena pertengkaran masalah sepele. Sinta takjub melihat calon Zafian membawa mobil mewah. Karene di benaknya hartalah yang paling utama.
Kini Rihana sengaja datang ke rumah keluarga pak Sujono karena ingin bertemu dengan mantan kekasihnya Zafian. Dia tidak mempunyai urat malu sedikit pun karena kekasih yang dicintai sudah menyandang status sebagai suami orang.
"Iya. Itu mobil baru yang saya beli kemarin saat omset pabrik papaku sedang melejit pesat." Dengan bangganya Rihana pamer kekayaan.
"Wah keren. Kamu mau bertemu dengan Zafian ya?" tanya Sinta kepada Rihana.
"Benar. Hai sayang, Bagaimana kabar kamu? Aku kangen nih?" Dengan manja Rihana bertanya tentang kabar Zafian dan berjalan mendekatinya seraya memeluk Zafian dengan mesra. Dia tidak menghiraukan bahwa disitu terdapat istri Zafian yang menahan luka membara.
Hati Elizia saat itu bagai teriris oleh belati yang tajam karena melihat suaminya sendiri tega bermesraan dengan wanita yang bukan mahram di depan matanya. Matanya mulai berkaca-kaca. Tanpa berpikir panjang, dia bergegas ke kamarnya untuk memunguti pakaian ke dalam kopernya.
'Tega sekali kamu Mas, dulu saat kau di depan penghulu untuk berjanji akan setia sekata, nyatanya kamu malah mengkhianatiku,' desis Elizia di dalam hatinya.
Air matanya luruh seketika karena hatinya sangat sakit. Istri mana yang bisa bertahan menghadapi pengkhianatan dan hinaan dari keluarga suaminya sendiri. Dia mulai menghirup nafas dan mencoba menenangkan diri.
Lalu Elizia melepas cincin yang melingkar di jari tangannya dan meletakkannya di dalam lemari. Dia tidak akan meninggalkan perhiasan yang diberikan oleh suaminya agar suatu saat dia mengenang bahwa Elizia sangat berharga untuk suaminya yang kini tega berselingkuh.
Elizia telah selesai menyiapkan barang yang akan dia bawa pergi dari rumah keluarga suaminya yang penuh dengan sejuta kepahitan.
Lalu dia keluar dari kamarnya sambil membawa kopernya seraya berjalan mendekati suaminya dan berkata,
"Mas, cepat jatuhkan talak tiga sekarang juga maka aku akan segera pergi dari rumah neraka ini!" Elizia menatap nanar wajah suaminya. Dia sudah tidak memiliki rasa cinta sedikit pun kepada suaminya dan tergantikan dengan rasa dendam yang membara.
"Elizia, saya jatuhkan talak tiga kepadamu dan mulai sekarang juga kamu bukan istriku lagi!"
Dengan lantang kata talak terucap dari mulut Zafian. Namun, tidak ada air mata sedikit pun keluar dari manik mata Elizia. Karena air matanya sangat berharaga sehingga mantan suami seperti Zafian tidak pantas untuk ditangisi.
Kata talak berhasil terucap oleh Zafian dengan satu kali tarikan nafas sehingga Elizia sekarang bukan istri dari Zafian.
"Oke Mas, aku terima talak darimu, dan aku akan pergi dari rumah ini." Elizia lalu mengambil kopernya yang sudah dia siapkan sebelumnya dan dia bergegas pergi dari rumah itu.
"Nah, gitu dong. Itu namanya baru adek kesayangan Kakak! Sekarang Elizia bersip-siap untuk menjadi gelandangan." Sinta mendengarkan kejadian tersebut seraya menghina Elizia dan menyunggingkan seyum kemenangan. Sedangkan Rihana yang melihat kejadian itu merasa bahagia seperti dunia yang indah berpihak kepadanya.
Dengan langkah gontai Elizia segera meninggalkan rumah itu. Tiba-tiba ayah mertua berjalan ke arahnya dan berkata,
"Nak, Ayah masih mempunyai rumah kosong walaupun kecil tetapi masih layak dipakai, dari pada kamu pergi tidak tahu arah kamu tinggal di rumah itu saja. Maafkan Ayah, selama ini saya tidak bisa mendidik istri dan anak dengan benar. Saya merasa menyesal." Sujono menawari rumah kosong miliknya. Beliau tidak tega jika wanita pergi sendirian dan tidak ditemani oleh mahrom.
"Ayah! Biarkan wanita lusuh itu pergi! Buat apa Ayah memberi tumpangan. Rumah itu dijual saja untuk membiayai pernikahan anak kita Zafian dengan Rihana!" Widya menolak usulan suaminya yang memberikan celah untuk Elizia agar tidak terlantar.
"Tidak perlu, Ayah. Saya sudah tidak menjadi bagian dari anggota keluarga ini dan saya tidak berhak atas rumah tersebut. Saya harus pergi sekarang," jawab Elizia yang teguh pada pendiriannya.
"Bagus, jika kamu tahu diri. Cepat pergi dari sini! Aku sudah muak melihat wajah lusuh kamu!" Sinta mengusir dan membentak Elizia tanpa memiliki perasaan sedikit pun.
"Mbak Sinta yang terhormat, tanpa diminta oleh kalian, saya akan pergi dari neraka ini!" dengan lantang dan mata membola Elizia menjawab hinaan dari Sinta mantan kakak iparnya.
Dengan mata berkaca-kaca Elizia pergi meninggalkan rumah itu. Rumah itu akan selalu dia ingat dan terpatri dalam jiwanya karena telah menorehkan luka yang begitu dalam dan membuatnya terlunta-lunta.
Elizia berjalan menyusuri tepi jalan raya yang panas dan terik hingga membuatnya gerah. Lalu dia beristirahat sebentar di bawah pohon palem yang rindang.
Setelah beberapa menit beristirahat, dia mendengar adzan dzuhur berkumandang. Lalu Elizia mendengar lantunan adzan yang merdu. Dia menjawab adzan tersebut dan meresapi setiap lantunan di dalam hatinya yang sedang pilu.
Setelah rasa penat itu pulih, dia berjalan menuju arah masjid untuk sembahyang dzuhur. Beberapa menit kemudian, dia sampai di tempat wudhu. Setelah selesai berwudhu dia segera bergabung dengan jamaah wanita dan menunggu sholat berjamaah tiba.
Selesai sholat dia menangis dan berdoa.
'Ya Tuhan. Berikan hamba jalan keluar atas permasalah yang menimpa ini. Berikan hamba ketegaran agar bisa menjalani kehidupan pahit dan pilu ini serta lindungi hamba dari orang-orang yang berbuat dholim kepada hamba, Aamiin.' Elizia mengusap tangan ke wajahnya setelah dia berdoa dan dia menghapus air matanya yang menetes di pipinya. Setelah sembahyang hatinya merasa lebih tenang.
Setelah itu Elizia bergegas untuk keluar dari masjid tersebut dan tidak lupa membawa kopernya. Dia mulai berjalan mengambil sandalnya dan segera melanjutkan perjalanan. Saat tiba di gerbang masjid dia berpapasan dengan pemuda yang tidak asing baginya.
"Elizia? Benarkah itu kamu?" tanya seorang pemuda yang memakai kopiah dan sarung terlihat dia sedang selesai sholat dhuhur berjamaah.
"Mas Hamzah? Iya aku Elizia."
Elizia bertemu dengan teman masa kecilnya saat kedua orang tuanya belum meninggal saat itu dia berumur tujuh tahun. Dulu dia bertetangga dan sering bermain petak umpet bersama. Tetapi kebersamaan itu tidaklah lama setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan motor.
Setelah orang tuanya meninggal, Elizia hanya sebatang kara di rumahnya tersebut karena sanak saudaranya berada di luar daerahnya. Akhirnya dengan terpaksa tetangga dekatnya membawa Elizia untuk dirawat di salah satu Panti Asuhan terdekat. Yakni Panti Asuhan "Kasih Ibu". Rumah Elizia akan dirawat oleh tetangga dekat sampai besar kelak.
"Kamu mau ke mana Elizia? Suami kamu kok gak diajak?" tanya Hamzah menyelidik. Hamzah mengetahui jika Elizia sudah menikah. Karena Zafian adalah teman Hamzah saat kuliah dulu.
"Sa-saya mau pergi. Saya sudah bercerai dengan suami saya," jawab Elizia terbata-bata dan berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Apa? Kamu bercerai dengan Zafian? Nona, lebih baik kita berbicara di sana." Hamzah menunjuk arah kafe yang tidak jauh dari masjid itu. Di situ terdapat tempat duduk yang nyaman untuk berbincang.
Elizia menurut apa kata Hamzah dan menyekor di belakangnya. Beberapa menit kemudian, dia sampai di kafe tersebut dan mulai duduk di bangku yang masih kosong. Mereka mulai melanjutkan percakapan.
"Nona, kalau boleh tahu kenapa kamu bercerai dengan Zafian?" tanya Hamzah menyelidik.
"Mas Zafian akan menikah lagi dengan mantannya dulu sehingga saat ini mas Zafian langsung menjatuhkan tiga talak untukku," ucap Elizia dengan suara yang serak.
"Kurang ajar Zafian, istri sebaik kamu seharusnya tidak pantas dikhianati oleh pria macam itu."
Hamzah geram mendengar ucapan yang dilontarkan Elizia. Padahal dia mengagumi Elizia sejak kecil. Dia kalah cepat dengan Zafian. Tetapi orang yang beruntung mendapatkan Elizia malah tega mengkhianatinya.
"Sudah jangan dipikirkan, Mas. Elizia sudah legawa menerima ini karena ini sudah takdir dari Tuhan," jawab Elizia yang duduk merenung di bangku kafe.
"Lantas, kamu akan pergi ke mana?" tanya Hamzah yang mengkhawatirkan Elizia.
Di siang hari tepatnya setelah waktu dzuhur, masih terjadi percakapan antara Hamzah dan Elizia di sebuah kafe dekat dengan masjid besar di salah satu kota.
"Elizia, sekarang kamu mau pergi ke mana?" tanya Hamzah karena penasaran dan ingin mengetahui ke mana arah tujuan wanita malang tersebut.
"Sebenarnya aku ingin pulang ke rumah peninggalan almarhum orang tuaku di kampung, tetapi di sana pasti sulit mencari pekerjaan. Jika aku di sini mencari kontrakan dan bekerja, aku hanya mempunyai uang sedikit, saya bingung?" jawab Elizia yang merasa bimbang hatinya.
Elizia bingung, dia ingin bekerja di kota supaya mendapat penghasilan sendiri tetapi dia tidak punya uang banyak dan tidak mempunyai sanak saudara yang dekat dengan wilayah yang dia pijaki sekarang.
"Elizia, saya sangat prihatin dengan kemalangan kamu. Begini saja, sementara kamu tinggal di rumah nenekku karena beliau tinggal di rumah yang lumayan besar tetapi sendirian. Kamu bisa menjadi teman curhat nenekku. Kemudian nanti kamu bisa bekerja di perusahaan milikku sebagai admin kantor. Kebetulan sedang membutuhkan tenaga admin. Saya kira kamu menguasai pekerjaan itu karena kamu lulusan "Akutansi Perkantoran" 'kan?"
Akhirnya Hamzah memberikan solusi pada masalah Elizia. Mungkin dia ditakdirkan menjadi malaikat penyelamat Elizia.
"Iya. Saya lulusan SMA jurusan Akutansi Perkantoran. Tetapi aku tidak enak dengan orang tua kamu jika aku tinggal bersama nenek kamu, secara aku bukan dari anggota keluargamu," jawab Elizia dengan rasa canggung karena dia tidak mau menjadi beban orang lain.
Dulu setelah Elizia menikah denagn mantan suaminya, dia ingin melamar pekerjaan di Pt atau pun perusahaan di bidang Adminstrasi Perkantoran namun hal tersebut terhalang oleh pekerjaan rumah yang tiada habisnya.
Mantan ibu mertua dan mantan kakak iparnya selalu menyuruh Elizia untuk menyelesaikan pekerjaan rumah sampai malam hari belum kelar. Dia menyesal menerima pinangan dari Zafian. Kini Elizia sudah berusia 23 tahun. Menikah dengan Zafian selama satu tahun dan belum mempunyai keturunan.
"Tenang saja, ibu dan ayahku orangnya baik kok. Mereka tidak memandang status sosial dalam menilai seseorang," tutur Hamzah memberikan penjelasan kepada Elizia mengenai karakter orang tuanya.
Hamzah, seorang CEO 'JAYA GROUP' yang mengelola industri properti rumah tangga yang terkenal sampai di negara tetangga. Dia pemuda yang masih bujang berumur 28 tahun. Fatimah adalah nama ibunya dan Fauzan adalah nama ayahnya. Mereka memiliki beberapa cabang yang tersebar di seluruh daerah Indonesia.
Walaupun keluarga Hamzah bergelimang harta tetapi mereka tidak sombong karena mereka hidup dalam lingkup pendidikan agama yang kental. Selain itu, keluarga Hamzah mempunyai beberapa cabang Pondok Pesantren di berbagai daerah di Indonesia.
"Baiklah kalau keluaraga kamu tidak keberatan, aku berkenan tinggal bersama nenek kamu," ucap Elizia. Dia tidak punya pilihan lain untuk menolak tawaran dari Hamzah, teman masa kecilnya dulu.
"Sip. Kita beruntung bisa dipertemukan kembali setelah sekian lama kita saling tak jumpa. Oh. Iya. Kamu aku traktir makan, yuk?" Hamzah memberikan tawaran mentraktir Elizia karena dia terlihat pucat dan kurus.
"Oke. Kebetulan perutku sudah kerencongan, nih," jawab Elizia yang berkata jujur.
"Ini menu masakannya, kamu mau pesan apa? Jika sudah memilih akan segera saya pesankan." Hamzah menyodorkan menu masakan dan minuman kepada Elizia.
"Aku pesan soto ayam satu porsi dan air putih hangat," jawab Elizia yang telah memilih menu masakan dan minuman.
"Hanya itu 'kah makanan yang kamu pesan?" tanya Hamzah untuk memastikan.
"Iya. Itu saja," jawab Elizia datar.
"Aku akan segera memesan menu yang sudah kita pesan. Kamu tunggu di sini dulu."
Hamzah lalu berjalan menuju 'Stand' kafe dan mulai memesan menu yang telah dipilih. Setelah selesai memesan, dia kembali ke bangku tempat di mana dia duduk.
Tidak lama pesanan datang dan mereka segera menyantap hidangan tersebut. Dengan lahap Elizia dan Hamzah memakan soto tersebut sampai habis tidak tersisa.
Baru kali ini Elizia makan di luar karena saat menikah dulu, Zafian mantan suaminya tidak pernah mengajak Elizia untuk sekedar makan bareng di sebuah tempat makan. Elizia selalu memasak sendiri di rumah. Itu pun masakan yang enak-enak di makan oleh ibu mertua dan mantan suaminya. Dia hanya memakan sisa-sisa masakan dari mereka.
"Elizia, kalau sotonya kurang nanti saya pesankan kembali. Jangan sungkan denganku," ujar Hamzah yang iba melihat wanita bermata lentik tersebut.
Di mata Hamzah, walaupun Elizia pucat dan kurus, namun gurat pesona kecantikannya tidak pudar tergambarkan dengan alisnya yang lentik.
"Sudah cukup, Mas. Terima kasih sudah mentraktir makan saya sehingga saya belum bisa membalas kebaikan Anda." Elizia merasa berhutang budi kepada Hamzah.
"Sama-sama. Kamu jangan menganggap diriku seperti orang asing. Dulu ketika masih kecil hubungan pertemanan kita sangat dekat. Anggaplah aku seperti yang dulu," ucap Hamzah sambil memberikan seulas senyum kepada Elizia.
"Hehe. Baik, Mas. Aku ingat saat kecil dulu aku menangis karena aku selalu kalah dalam permainan petak umpet dengan kamu." Elizia menceritakan kisah singkat masa kecilnya sehingga membuatnya bisa tersenyum kembali.
"Nah, gitu dong, senyum. Jangan sedih lagi! Yuk, aku antar ke rumah nenekku sekarang keburu sore."
Lalu Hamzah segera berjalan menuju kasir untuk membayar masakan dan minuman yang dia pesan. Setelah selesai bertransaksi, Hamzah mengajak Elizia untuk menuju mobilnya.
Di tengah perjalanan menuju mobilnya, Elizia berpapasan dengan Zafian dan Rihana. Mereka turun dari mobil milik Rihana dan berjalan menuju ke arah Elizia. Kebetulan Hamzah sudah berada di mobilnya. Elizia tidak mau jika Zafian dan Rihana melihat Hamzah.
"Wanita lusuh? Ngapain kamu di sini? Oh, habis ngemis di kafe untuk memelas makanan, ya?" tanya Rihana kepada Elizia dengan nada menghina.
Dari jarak jauh Hamzah melihat kejadian itu namun, dia tidak boleh gegabah untuk muncul di antara mereka. Hamzah ingin mengetahui seberapa jauh Fauzan dan selingkuhannya menghujat Elizia.
"Jaga mulut berbisamu, wanita ular! Aku tidak seperti yang kau pikirkan!" ucap Elizia dengan lantang kepada Rihana.
"Halah, jangan sok belagu deh. Bilang saja iya. Kamu malu 'kan mengakuinya?" Rihana masih menghina Elizia. Namun Elizia tidak terpancing emosi.
"Terserah Anda mau berkata apa! Jangan urusi urusan saya! urusi saja selingkuhan kamu yang matre itu!" Nada tegas terucap dari Elizia. Dia tidak mau lagi ditindas oleh orang-orang 'toxic' seperti mereka.
"Apa kamu bilang? Aku matre? Kamu saja yang miskin tapi belagu. Untung saja aku cepat menceraikan kamu. Jika tidak, aku akan sengsara dengan wanita miskin seperti kamu!"
Zafian sudah tersihir oleh dunia yang menipunya, sehingga wanita mutiara yang seharusnya dia pertahankan malah dihina dan ditelantarkan.
"Iya, Tuan Zafian. Anda matre sehingga tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk," ucap Elizia memberi pencerahan kepada mantan suaminya.
"Halah, bilang saja kamu iri dengan hubunganku dengan mas Zafian yang ganteng ini 'kan?" cecar Rihana yang pamer Zafian kepada Elizia.
"Cih, makan tuh bekas orang. Barang bekas saja dibanggakan." Elizia lalu membalas kata-kata yang pedas dan membuat Rihana semakin memanas.
"Heh, kamu menghinaku, ya? Awas saja kehidupanmu akan aku hancurkan!" Bentak Rihana dengan penuh emosi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!